• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hasil Bimbingan Teknis dan Monitoring Pemanfaatan Briket Batubara

BRIKET BATUBARA

6.1 Analisis Hasil Bimbingan Teknis dan Monitoring Pemanfaatan Briket Batubara

Sejak diperkenalkannya pada tahun 1993 briket batubara pada dasarnya ditujukan untuk mengganti penggunaan sebagian bahan bakar minyak (BBM) dalam hal ini minyak tanah dengan memanfaatkan potensi batubara yang sangat besar, guna mengurangi subsidi BBM. Namun setelah sekian tahun dan meskipun sudah di dukung dengan berbagai kebijakan dan aksi tentang arti pemanfaatan briket batubara ternyata perkembangannya lambat. Hal ini tidak lain dikarenakan berbagai faktor kendala baik dari sisi suplai maupun kebutuhan dan kondisi sosekbud masyarakat.

Dari hasil bimbingan teknis dan monitoring pemanfaatan briket di sekitar daerah percontohan maka berbagai kondisi secara kualitatif dapat dinyatakan sebagai berikut :

a. Dari sisi pengusahaan

- Dari segi investasi meskipun tidak terlalu besar untuk pengusahaan briket batubara ini, tetapi akibat pasar yang belum begitu menjanjikan menyebabkan perkembangannya lambat, bahkan pengusahaan briket yang adapun diantaranya ada yang sudah mengurangi bahkan menghentikan kegiatannya.

- Akibat kekurang-pahaman para produsen briket batubara akan karakteristik batubara, mereka kesulitan mendapatkan bahan baku batubara yang sesuai dan harga yang memadai, mengakibatkan kualitas briket yang diproduksi terutama oleh pengusaha kecil umumnya kurang memenuhi persyaratan SNI.

25

- Kurangnya arus informasi dan tata niaga briket batubara juga menjadikan perkembangan produksi briket batubara kurang menggembirakan.

- Tidak adanya kontinuitas ketersediaan bahan baku dengan kualitas yang sesuai, serta harga yang sering berfluktuasi menjadikan hambatan bagi produsen briket batubara menjalankan usahanya.

- Umumnya di sekitar lokasi pengguna (yaitu di pondok-pondok pesantren) tidak terdapat produsen, distributor ataupun agen penjual briket batubara, sehingga pengguna kesulitan untuk mendapatkan briket batubara yang pada akhirnya terpaksa menghentikan penggunaan tungku dan briket batubara.

b. Dari sisi pengguna

- Pengguna briket batubara terbesar adalah peternakan ayam, namun dewasa ini mereka mulai beralih ke gas LPG, karena kepraktisan penggunaan dan kemudahan mendapatkannya. Dengan demikian gas LPG merupakan pesaing dan tantangan untuk pengembangan pemanfaatan briket batubara di masa mendatang.

- Dari sekian pengguna tungku dan briket yang dibangun sebagai percontohan cenderung hanya yang dekat dengan pemasok atau mudah mendapatkan briket batubara yang dapat beroperasi secara berkesinambungan.

- Masih kurangnya pemahaman akan pengoperasian tungku dan briket batubara oleh para pengguna (seperti di pondok-pondok pesantren) menyebabkan tidak optimalnya penggunaan tungku dan briket batubara yang digunakan

- Akibat jarang digunakan dan tidak terpeliharanya tungku yang dibangun dalam kurun waktu lama, maka tungku-tungku tersebut perlu perbaikan agar dapat beroperasi lagi dengan baik. 6.2 Hasil Litbang Briket Batubara

6.2.1 Kualitas briket batubara

Briket batubara yang dibuat termasuk bio briket tanpa karbonisasi tipe telor dan kenari dengan nilai kalor berkisar antara 5.244 – 5.325 kal/gram, air lembab (adb) berkisar antara 9,7 – 10,9 % dan sulfur antara 0,43 – 0,45 %, serta beban pecah berkisar antara 61,88 – 77,64 kg. Kecuali briket tipe bantal yang dicetak pada tekanan 17 Mpa dan tipe Kenari, briket lainnya yang dibuat telah memenuhi persyaratan standar sebagaimana ditetapkan oleh Permen No 047/Tahun 2006 (Tabel 6.1).

26

Tabel 6.1. Kualitas briket batubara hasil percobaan

No Jenis briket batubara Air lembab %, adb Zat Terbang %, adb cal/kg, adb Nilai kalor Total sulfur %, adb Beban pecah Kg Standar PerMen ESDM

No 047/2006 1 karbonisasi tipe Tanpa

telur

maks 12 Sesuai batubara asal min 4.400 maks 1 min 65

2 Bio Briket Batubara maks 15 Sesuai bahan baku min 4.400 maks 1 min 65

Briket percobaan

1 Tipe telur/bantal 9,7-10.9 39,26 -39,84 5.244-5.325 0,43-0,45 65,05 – 77,64

2 Tipe kenari 10.2 39,39 5.226 0,44 56,80

6.2.2 Penyalaan awal

Dalam penggunaan briket batubara sebagai bahan bakar, yang sering menjadi permasalahan adalah penyalaan awal yaitu cukup memakan waktu dan menimbulkan asap pembakaran. Pada mulanya briket penyulut untuk penyalaan awal dibuat dengan menambahkan kalium nitrat pada adonan briket batubaranya, dan hasilnya cukup baik. Namun selain mahal juga sulit diperoleh bahan penyulut kalium nitrat, maka penyalaan awal dilakukan dengan menggunakan briket yang sudah direndam dalam minyak tanah, atau dengan kayu bakar, tetapi hasilnya kurang baik karena menimbulkan asap cukup tebal. Berdasarkan hasil percobaan, maka untuk penyalaan awal sebaiknya briket penyulut direndam dalam spirtus selama 0.5 – 1 jam, dan ternyata hasilnya baik yaitu tidak menimbulkan asap dan briket terbakar lebih cepat (lihat Tabel 6.2).

Tabel 6.2 Pengunaan briket penyulut pada penyalaan awal

No Penyulut rendaman Lama penyalaan Waktu Emisi

1 Briket direndam minyak tanah 1 jam 12 menit Berasap 2 Briket direndam spirtus 0,5 -1 jam 10 menit Tidak berasap

27 6.2.3 Karateristik keterbakaran

Berdasarkan hasil pengujian karakteristik keterbakaran, dari berbagai variasi komposisi briket batubara ternyata yang memiliki rentang waktu pembakaran yang lama pada suhu di atas 300 oC adalah tipe C-20 yaitu briket batubara dengan komposisi batubara 85 %, molasis 5 %, serbuk kayu 5 % dan kapur 10 %.

Gambar 6.1 Grafik temperatur pembakaran untuk 5 tipe briket batubara

Sedangkan temperatur tertinggi dicapai pada 705o C adalah briket tipe bantal dengan komposisi A-20 yaitu batubara 85 %, molasis 5 %, serbuk kayu 5 % dan kapur 5 % dan lempung 5 %. Sementara briket biket batubara dengan komposisi A-17, B20, B17, C20, D20 dan kenari temperatur tertinggi yang dapat dicapai berkisar antara 593 o - 692oC. Tekanan pada saat pembriketan ternyata berpengaruh terhadap temperatur yang dicapai, briket yang dibuat pada tekanan 20 MPa cenderung menghasilkan temperatur pembakaran lebih tinggi dibanding dengan yang 17 MPa.

6.2.4 Emisi gas pembakaran

Berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan gas analyzer, apabila briket batubara telah sesuai dengan standar Nasional Indonesia (SNI) atau persyaratan Permen ESDM, dan emisi gas pembakaran seperti CO2, NO, dan SO2 yang ditimbulkan berada di bawah nilai ambang batas

0 200 400 600 800 0 60 120 180 240 300 360 420 A-17 A-20 B-17 B-20 C-20 D-20 KENARI Menit Te m p eratur , 0C

28

(NAB) yang telah ditetapkan baik menurut Permen ESDM No. 047/2006 ataupun SE-01/Menaker/1997 (Tabel 6.3).

Tabel 6.3 Emisi gas pembakaran briket batubara hasil percobaan

No. Standar CO NO2 SO2

1 KepMen ESDM No.47/2006 626 50 78

2 NAB- SE-01/Menaker/1997 25 3,0 2,0

3 Hasil pengujian untuk semua tipe

briket yang dibuat 0-14 0 – 14 0,180 – 1,91

6.2.5 Perbandingan efisiensi pembakaran briket batubara dengan gas LPG

Hasil percobaan penguapan air dengan menggunakan gas LPG dan briket batubara pada tungku kapasitas 5 Kg menunjukkan efisiensi pembakaran sebagai berikut;

a. Gas LPG

Untuk menguapkan air sebanyak 12,34 liter air atau sama dengan 11,34 kg air dibutuhkan 1,51kg gas LPG, nilai kalor gas LPG = 13.500 kkal/Kg

- Jika kalor jenis untuk menaikan temperatur air 1 kkal per 1oC, maka untuk menaikan temperatur air sebanyak 12,34 kg air sampai dengan 100 0C diperlukan kalori :

12,34 kg X (100-32) 0C X 1 kkal/0C = 839,13 kkal

- Apabila kalor penguapan pada suhu 1000C= 540 kkal/kg setiap 1 liter air, maka untuk menguapkan air sebanyak 12,34 kg dibutuhkan kalori :

12,34 kg x 540 kkal/kg = 6663,60 kkal

Total kalor untuk proses penguapan = 839,13 + 6663,60 = 7502,72 kkal

Dari percobaan, gas yang terpakai untuk menguapkan air sebanyak 12,34 kg adalah 1,51, kg gas LPG atau =

= 1,51 kg X 13.500 kkal/kg = 23.085 kkal

Jadi efisiensi pembakaran = 7502,72/23.085x 100% = 36,81 % b. Briket Batubara

29

Untuk menguapkan air sebanyak 13,11 liter air atau sama dengan 13,11 kg air dibutuhkan 4,995 kg briket batbara, dengan nilai kalor briket = 5.200 kkal/kg.

- Jika kalor jenis untuk menaikan temperature air 1kkal per 1oC, maka untuk menaikan temperatur air sebanyak 12,34 kg air sampai dengan 1000C diperlukan kalori :

13,11 kg X (100-32) 0C X 1 kkal/0C = 891,48 kkal.

- Apabila kalor penguapan pada suhu 1000C= 540 kkal/kg setiap 1 liter air, maka untuk menguapkan air sebanyak 13,11 kg dibutuhkan kalori :

13,11 kg x 540 kkal/ kg = 7079,40 kkal.

Total kalor untuk proses penguapan = 891,48 + 7.079,40 = 7.970,88 kkal.

Dari percobaan, briket batubara (nilai kalor- = 5226 kkal/kg) yang terpakai untuk menguapkan air sebanyak 4,995 kg atau

= 4,995 kg X 52.226 kkal/kg = 25.698,80 kkal.

Jadi efisiensi pembakaran = 7970,88/25.698,80 X 100% = 30,69 %.

Dengan demikian, efisiensi pembakaran dengan gas LPG lebih besar dibandingkan dengan briket batubara. Hal ini dikarenakan panas yang dihasilkan oleh briket batubara lebih kecil dan cenderung tidak stabil dibanding dengan gas LPG.

6.2.6 Perbandingan keekonomian briket batubara dengan gas LPG

Dari percobaan penguapan air tersebut di atas dapat juga dibandingkan nilai keekonomian dari penggunaan briket batubara ataupun gas LPG. Ternyata jika dibandingkan dengan harga gas LPG yang 3 kg, penggunaan briket batubara sedikit lebih mahal, tetapi apabila dipakai harga gas LPG yang 12 kg, penggunaan briket batubara lebih murah + 23,80 % (Tabel 6.4).

Tabel 6.4 Perbandingan Keekonomian Penggunaan Briket Batubara dan Gas LPG Jenis bahan

bakar untuk penguapan air (kg/L) Kebutuhan bahan bakar Harga Rp/kg per liter air (Rp/L) Biaya penguapan

Gas 3 kg 0,120 4.250 510,00

Gas 12 kg 0,120 6.250 750,00

Briket 0,381 1.500 *) 571.50

30 6.3 Prospek Pemanfaatn Briket Batubara

Berbagai kendala dan tantangan yang dihadapi serta rekomendasi dalam menggalakan pemanfaatan briket batubara sebagai bahan energi alternatif dapat dilihat pada Tabl 6.5,

Tabel 6.5. Kendala dan rekomendasi dalam pengembangan pemanfaatan briket batubara

No Deskripsi Kendala Rekomendasi

1 Pengusahaan Minat berinvestasi masih

kurang Ada kebijakan dan insentif yang lebih mendukung seperti keringanan pajak, pinjaman lunak, dll. 2 Ketersediaan bahan baku Hanya di daerah pelabuhan Perlu adanya depot di

daerah lainnya 3 Kualitas bahan baku Kualitas yang fluktuaktif,

sehingga kualitas briket juga fluktuatif

Kualiti control yang baik 4 Tata niaga briket batubara Belum baik.

Tidak ada distributor ataupun agen penjualan secara merata sampai di tingkat kecamatan

Perluasan infrastuktur tata niaga briket batubara, dan ada agen penjualan sampai tingkat kecamatan

5 Sikap masyarakat Belum bisa menerima

sepenuhnya Masih perlu sosialisasi 6 Pengoperasian Kurang praktis dan sulit

dimatikan ditengah-tengan pemakaian

Perlu briket penyulut yang baik, murah dan mudah dibuat

7 Keperluan rumah tangga Tidak cocok Lebih diarahkan untuk UKM dengan skala > 5 ton briket per hari

8 Sisa abu pembakaran Cukup banyak (10 %) Perlu diklat akan

pemanfaatan abu

pembakaran 9 Adanya persaingan dari gas

LPG Gas LPG lebih diminati dan infrastukturnya lebih lengkap

Perlu subsidi bagi briket 10 Kemungkinan bahaya meledak

dan kebakaran Bahaya meledak tidak ada Penyimpanan briket harus baik

11 Harga Bervarisasi dan lebih mahal

dibanding harga gas yang di subsidi

Tidak adanya perbe-daan harga dan kualitas yang mencolok

12 Ruang kerja Kecenderungan kurang

bersih Kemasan briket harus baik 13 Arus informasi produsen dan

konsumen briket batubara Tidak lengkap tersedia secara Perlu ada database atau direktori produsen dan konsumen briket syang lengkap dan terbaru

31

Apabila kendala yang selama ini terjadi seperti pada Tabel 6.5 tersebut program pemanfaatn briket batubara tidak dicarikan solusinya, seperti kebijakan dan insentif yang lebih kondusif untuk merangsang investasi seperti keringanan pajak penjualan, bunga pinjaman lunak, penyediaan bahan baku yang kontinu dengan kualitas yang memenuhi persyaratan dan kemudahan untuk memperolehnya, arus informasi pemasok (suplai) dan kebutuhan (deman) serta harga yang selalu tersedia dan selalu baru (up to date), maka prospek pemanfaatan briket batubara akan sangat lambat yang pada akhirnya program pemerintah untuk lebih memasyarakatkan briket tidak mencapai sasaran sesuai dengan yang diharapkan.

Dokumen terkait