• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIMBINGAN TEKNIS DAN MONITORING BRIKET BATUBARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BIMBINGAN TEKNIS DAN MONITORING BRIKET BATUBARA"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

BIMBINGAN TEKNIS DAN MONITORING BRIKET BATUBARA

Oleh : Toton S. Kunrat Yenny Sofaeti Stefano Munir Sumaryono Wahid Supriatna Endang Yuyu Tatang Koswara

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

BADAN LITBANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

PUSLITBANG TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA

2009

(2)

ii KATA PENGANTAR

Laporan ini merupakan salah satu hasil kegiatan Kelompok Program Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara pada tahun anggaran 2009. Adapun kegiatannya adalah melakukan bimbingan teknis dan monitoring briket batubara di 7-8 lokasi daerah percontohan yang berada di wilayah Propinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.

Bahan yang digunakan dalam penyusunan laporan antara lain berasal dari laporan hasil kegiatan tahun sebelumnya, beberapa literatur, hasil monitoring ke para produsen dan pengguna di sekitar lokasi percontohan tersebut di atas, serta pengembangan penelitian tentang briket batubara di Sentra Pemanfaatan Batubara di Palimanan.

Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang membutuhkan, dan kami menyadari masih banyak kekurangannya. Untuk itu, segala kritik dan saran sangat kami harapkan untuk perbaikan, baik kegiatan penelitian dan pengembangan maupun dalam penyempurnaan laporan di masa mendatang.

Bandung, Desember 2009 Kepala Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara

Prof. Dr. Bukin Daulay, M.Sc. NIP. 195106051978031001

(3)

iii ABSTRAK

Pemanfaatan batubara dalam bentuk briket batubara untuk keperluan rumah tangga di Indonesia telah diperkenalkan ke masyarakat sejak tahun 1993, namun perkembangannya sampai saat ini dapat dikatakan tidak signifikan, baik dari sisi produksi maupun konsumsi (pemanfaatannya). Pada tahun 2007 dan 2008 telah dicoba dimasyarakatkan kembali pemanfaatan briket batubara dengan mengaplikasikan tungku terintegrasi yang dikembangkan oleh Puslitbang tekMIRA di beberapa pondok pesantren dan industri kecil atau UKM sebagai percontohan.

Pengalihan segmen pasar UKM dan pesantren telah menimbulkan kembali minat terhadap penggunaan briket batubara dengan adanya permintaan bantuan teknis pembuatan tungku di beberapa pesantren maupun industri kecil lainnya di sekitar daerah percontohan. Namun dari hasil monitoring, karena kontinuitas tata niaga briket batubara yang sampai saat ini masih belum lancar menyebabkan banyak pengguna briket beralih ke bahan bakar lain seperti kayu bakar, gas LPG atau kembali ke minyak tanah.

Adanya kebijakan pemerintah berupa substitusi penggunaan minyak tanah dengan gas (LPG) akan menjadi kompetitor yang cukup signifikan bagi perkembangan pemanfaatan briket batubara sebagai bahan bakar alternatif. Hasil uji coba proses penguapan air dengan menggunakan briket batubara dan gas LPG, ternyata penggunaan briket batubara lebih mahal biayanya dibanding gas LPG untuk yang 3 kg, tetapi lebih murah (23,80 %) dibanding dengan LPG yang 12 kg.

Oleh karena itu, guna meningkatkan peran briket batubara sebagai bahan bakar maka penggunaannya lebih diarahkan untuk keperluan industri atau usaha kecil menengah (IKM/UKM) yang tepat. Disamping dukungan kebijakan tentang larangan penggunaan gas LPG bersubsidi untuk industri dan adanya kebijakan pemerintah yang lebih kondusif bagi para pengusaha/produsen seperti insentif berupa pengurangan pajak penjualan, harga bahan baku yang lebih murah, pinjaman lunak, juga tersedianya informasi produsen dan konsumen.

(4)

iv DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ... ii ABSTRAK ... iii DAFTAR ISI ... iv DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

Bab 1. PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Ruang lingkup ... 2 1.3 Lokasi Kegiatan ... 3 1.4 Tujuan ... 3 1.5 Sasaran ... 4 1.6 Manfaat ... 4 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Briket Batubara dan Tungku ... 5

2.1.1 Briket batubara ... 5

2.1.2 Tungku briket batubara ... 7

2.2 Peranan Briket Batubara ... 8

2.3 Sejarah dan Kondisi Perkembangan Pemanfaatan Briket Batubara ... 8

2.4 Pengguna Briket Batubara Saat ini ... 10

3 PROGRAM KEGIATAN ... 11

3.1 Persiapan Pelaksanaan Kegiatan ... 11

3.2 Monitoring Pemanfaatan Briket Batubara ... 11

3.3 Litbang Pemanfaatan Briket Batubara ... 12

3.4 Penyusunan Draft Usulan RSNI Tungku dan Dapur Briket Barubara ... 12

3.5 Penyusunan Laporan Kegiatan ... 13

4 METODOLOGI ... 14

4.1 Persiapan ... 14

4.2 Pelaksanaan ... 14

4.3 Pengolahan Data ... 15

(5)

v

5 HASIL BIMBINGAN TEKNIS, MONITORING, DAN

PENGEMBANGAN PENELITIAN BRIKET BATUBARA UNTUK

INDUSTRI KECIL ... 16

5.1 Bimbingan Teknis dan Monitoring Briket Batubara ... 16

5.2 Litbang Briket Batubara ... 21

5.2.1 Spesifikasi bahan baku dan komposisi campuran pembuatan briket batubara ... 21

5.2.2 Karakteristik atau spesifikasi briket batubara yang dihasilkan ... 23

5.2.3 Tungku terintegrasi briket batubara ... 23

5.2.4 Pengukuran temperatur, emisi dan efisiensi pembakaran ... 24

6 PEMBAHASAN HASIL LITBANG, BIMBINGAN TEKNIS DAN MONITORING BRIKET BATUBARA ... 28

6.1 Analisis Hasil Bimbingan Teknik dan Monitoring Pemanfaatan ... Briket Batubara ... 28

6.2 Hasil Litbang Briket Batubara ... 29

6.2.1 Kualitas briket batubara ... 29

6.2.2 Penyalaan awal ... 30

6.2.3 Karakteristik keterbakaran ... 31

6.2.4 Emisi gas pembakaran ... 31

6.2.5 Perbandingan efisiensi pembakaran briket batubara dengan gas LPG ... 32

6.2.6 Perbandingan keekonomian briket batubara dengan gas LPG ... 33

6.3 Prospek Pemanfaatn Briket Batubara ... 34

6.4 Usulan RSNI Tungku dan Dapur Briket Batubara ... 35

7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

7.1 Kesimpulan ... 37

7.2 Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(6)

vi DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Bentuk briket batubara ... 7

2.2 Tungku briket batubara untuk industri kecil atau dapur umum ... 7

5.1

Pengembangan tungku briket batubara di industri bandeng

presto Sari Rasa

...

17

5.2

Pemanfaatan briket batubara di industri abon dan industri

permen

...

18

5.3

Kondisi tungku briket batubara di pondok pesantren

Cipasung

...

20

5.4

Tungku briket dengan bahan bakar gas LPG ...

20

5.5

Skema tungku terintedrasi briket batubara ...

24

5.6

Pengukuran temperatur pembakaran briket batubara ...

25

5.7

Uji-coba penguapan air dengan briket batubara dan

gas LPG

...

27

6.1.

Grafik temperatur pembakaran untuk lima tipe briket

batubara

...

31

(7)

vii DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Perkembangan pemasokan dan konsumsi briket batubara ... 9

5.1 Hasil analisis spesifikasi bahan baku batubara ... 21

5.2 Spesifikasi bahan baku imbuhan ... 22

5.3 Komposisi bahan baku dalam pembuatan briket batubara ... 22

5.4 Spesifikasi briket batubara hasil percobaan ... 23

5.5 Hasil pengukuran temperatur pembakaran briket pada tungku 5 kg ... 25

5.6 Hasil pengukuran temperatur pembakaran briket pada tungku 1 kg ... 26

5.7 Hasil pengukuran emisi pembakaran ... 26

5.8 Volume air teruapkan dan jumlah bahan bakar terpakai ... 27

6.1 Kualitas briket batubara hasil percobaan ... 30

6.2 Pengunaan briket penyulut pada penyalaan awal ... 30

6.3 Emisi gas pembakaran briket Batubara hasil percobaan ... 32

6.4 Perbandingan keekonomian penggunaan briket batubara dan gas LPG ... 34

6.5 Kendala dan rekomendasi dalam pengembangan pemanfaatan briket batubara ... 34

(8)

viii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A. Draft Usulan RSNI Tungku dan Dapur Briket Batubara ... 41 B. Notulen Hasil Pembahasan draft Usulan RSNI Tungku dan Dapur

(9)

1

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Batubara merupakan bahan bakar padat yang kaya akan unsur karbon, dan merupakan komponen penting di dalam bauran energi di banyak negara, termasuk di Indonesia. Peran batubara yang semakin strategis, pada dasarnya tidak terlepas dari kondisi suplai minyak bumi yang tidak stabil. Di sisi lain, cadangan yang terus menipis dan permintaan yang terus meningkat, telah mendorong pemerintah untuk mencari energi lain di luar minyak bumi. Batubara merupakan salah satu sumber energi alternatif yang diharapkan mampu menggantikan posisi minyak bumi yang pada dasarnya berasal dari sumber yang sama, yakni karbon (C). Pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar padat membutuhkan sentuhan teknologi berupa teknologi batubara bersih (clean coal technology), agar mampu berfungsi sejajar dengan minyak bumi dan dapat menghasilkan sumber energi yang bersih, aman, terjangkau, serta berkesinambungan.

Di Indonesia, pemanfaatan batubara dalam bentuk briket batubara merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif dengan karakteristik tertentu. Pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar dalam bentuk briket telah diperkenalkan ke masyarakat sejak tahun 1993, namun tidak banyak berkembang, baik dari sisi produksi maupun konsumsi. Pada tahun 2006, program pemanfaatan briket batubara di bawah Koordinator Kementerian Bidang Perekonomian, telah banyak menerima masukan dari masyarakat tentang penggunaan briket batubara sebagai bahan bakar alternatif baik masalah suplai, kualitas briket maupun kualitas kompor. Kompor briket batubara yang beredar di pasaran umumnya menghasilkan emisi pembakaran di atas Baku Mutu Emisi briket batubara yang telah dituangkan di dalam Permen ESDM Nomor 047/2006. Kemudian berdasarkan hasil penelitian pada tahun 2007 dan 2008, dengan memakai tungku terintegrasi dan menggunakan briket batubara yang sesuai standar, tenyata lebih efisien dan ekonomis apabila digunakan pada aktivitas memasak yang dilakukan secara terus menerus, seperti di pondok-pondok pesantren dan industri kecil atau UKM (Usaha Kecil Menengah), serta memberikan penghematan biaya energi hampir 50% dibandingkan dengan penggunaan minyak tanah. Penggunaan tungku terintegrasi yang dilengkapi dengan cerobong dapat mengurangi permasalahan kualitas udara pembakaran di ruang kerja, dan juga mempunyai efisiensi yang cukup tinggi. Untuk meningkatkan kembali minat masyarakat terhadap briket batubara, maka spesifikasi yang sudah tertuang di dalam Permen harus dijadikan standar nasional, yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI) Pembuatan Briket Batubara sebagai acuan. Pada kegiatan tahun anggaran 2007 dan 2008 telah dirumuskan usulan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) Pembuatan Briket Batubara yang didukung dengan data kajian pada tahun

(10)

2

tersebut, untuk selanjutnya dapat diajukan ke Badan Standar Nasional (BSN) sebagai SNI (Standar Nasional Indonesia).

Mengingat segmen pasar briket batubara untuk keperluan rumah tangga tidak berkembang, maka dialihkan ke industri kecil atau UKM dan pondok-pondok pesan tren. Berdasarkan hasil sosialisasi tahun 2007-2008 beberapa industri kecil atau UKM dan pondok pesantren ternyata telah menunjukkan minat penggunaan briket batubara sebagai bahan bakar, yang ditandai dengan adanya beberapa permintaan bantuan teknis pembuatan tungku di pondok-pondok pesantren maupun industri kecil lainnya. Namun kondisi ini perlu diimbangi oleh kontinuitas tata niaga briket batubara, yang sampai saat ini masih belum terpecahkan. Di samping itu, adanya kebijakan pemerintah berupa substitusi penggunaan minyak tanah dengan gas bumi (LPG) akan menjadi kompetitif yang cukup signifikan bagi pemanfaatan briket batubara sebagai bahan bakar. Oleh karena itu, pada tahun anggaran 2009 dilakukan bimbingan teknis dan monitoring penyediaan dan kesinambungan penggunaan briket di sekitar 7-8 lokasi yang telah ada tungku percontohan, dan juga dilakukan perbandingan penggunaan briket batubara terhadap gas LPG.

1.2 Ruang Lingkup

Ruang lingkup yang dilaksanakan pada kegiatan bimbingan teknis dan monitoring tungku dan briket batubara pada tahun 2009 meliputi :

1. Monitoring kualitas, kondisi tata niaga briket batubara di pasaran serta faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan pemanfaatan briket batubara;

2. Melakukan bimbingan teknis dan monitoring kesinambungan penggunaan tungku dan briket batubara di sekitar 7-8 lokasi percontohan, yaitu di Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur;

3. Melakukan litbang pemanfaatan briket batubara (karakterisasi, emisi, dan teknik pembakaran awal), serta dengan adanya kompetitor gas elpiji (LPG) yang memiliki tata niaga yang lebih baik akan dilakukan kajian kualitatif prospek perkembangan pemanfaatan briket batubara di masa mendatang;

4. Menyusun konsep usulan RSNI untuk tungku dan dapur briket batubara. 1.3 Lokasi Kegiatan

Kegiatan bimbingan teknis dan monitoring pemanfaatan briket akan dilakukan di 7-8 daerah lokasi yang sudah dibuatkan tungku briket percontohan pada tahun 2007 dan 2008, yaitu :

a. Kalimantan Selatan; di sekitar daerah Pondok Pesantren Modern An- Najah, di Kecamatan Cindai Alus, Marta Pura;

(11)

3

b. Kalimantan Timur; di daerah Pondok Pesantren Hidayatullah, Kecamatan Sempaja, dan Al Husna Kecamatan Samarinda Seberang, Kabupaten Samarinda;

c. Jawa Tengah; di daerah Industri Bandeng Presto “Sari Rasa”, Desa Loram Kulon, Kabupaten Kudus;

d. Jawa timur; di daerah Pondok Pesantren Al Munawwariyyah di Batulawang, industri abon dan industri permen, Kabupaten Malang, Jawa Timur;

e. DI Yogyakarta; di Industri gerabah, Bantul, dan rambak kulit, Sleman; f. Jawa Barat; di Pondok Pesantren Cipasung, Tasikmalaya;

g. Banten di Pondok Pesantren Al Mubarok, Serang. 1.4 Tujuan

Tujuan dari kegiatan bimbingan teknis dan monitoring pemanfaatan briket batubara adalah : 1. Mengetahui sampai sejauh mana para produsen dalam memperhatikan kualitas produk briket

yang diproduksi serta kendala yang mempengaruhinya;

2. Mengetahui sikap dan kesinambungan konsumen dalam hal ini masyarakat industri kecil atau UKM dan lembaga-lembaga sosial dalam menggunakan briket batubara sebagai bahan bakar; 3. Sejauh mana emisi pembakaran yang ditimbulkan oleh tungku percontohan;

4. Mengetahui sampai sejauh mana keekonomian briket batubara dan prospeknya dengan adanya subsidi minyak tanah oleh gas LPG;

1.5 Sasaran

Diperolehnya data kondisi kesinambungan pemanfaatan briket batubara terutama di sekitar 7-8 lokasi tungku percontohan (industri kecil atau UKM dan pondok-pondok pesantren) dan produsennya, serta usulan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) tungku dan dapur briket batubara.

1.6 Manfaat

Meningkatkan kemampuan dan peran baik produsen maupun konsumen dalam pemanfaatan briket batubara yang berwawasan lingkungan sebagai bahan bakar alternatif serta memberikan masukan bagi pihak yang berkompeten untuk mendukung perkembangan briket batubara di masa mendatang.

(12)

4

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Briket Batubara dan Tungku 2.1.1 Briket batubara

Briket batubara dibuat dengan menggunakan teknologi pembriketan yaitu dengan cara dicetak pada tekanan tertentu sedemikian rupa, sehingga tidak mudah hancur. Kelebihan briket batubara dibandingkan dengan batubara bongkah adalah dari kinerja pembakarannya. Briket batubara dibuat melalui proses penggerusan untuk menghasilkan partikel-partikel kecil dengan ukuran antara -16 mesh sampai – 35 mesh, membuat luas permukaan batubara akan semakin besar sehingga mempermudah pembakaran. Pengecilan ukuran partikel serta pembriketan akan mengubah kinerja pembakaran yang disebabkan oleh faktor permeabilitas dari masing-masing butiran setelah dalam bentuk briket (Elliot, 1981). Dalam proses pembakaran, briket batubara membutuhkan waktu pada awal penyalaan. Nyala/lidah api akan muncul apabila zat terbang yang terkandung dalam batubara teruapkan pada suhu tertentu; dan untuk menaikkan suhu pada permukaan briket batubara dibutuhkan bahan penyulut yang akan mejadikan perubahan fasa padat ke fasa gas. Pada masa transisi ini selain akan menentukan laju pembakaran awal juga akan menentukan tinggi rendahnya dampak negatif berupa emisi yang diakibatkan oleh proses pembakaran yang tidak sempurna, sehingga muncul asap berlebih yang sering mengandung berbagai jenis gas hidrokarbon yang secara langsung dapat menimbulkan dampak negatif. Oleh karena itu, dengan menggunakan bahan baku dan komposisi briket batubara yang tepat dan kompor briket yang memenuhi standar serta teknik pembakaran yang tepat, emisi udara hasil pembakaran akan berada di bawah Nilai Ambang Batas yang dipersyaratkan sebagaimana tertuang pada Permen ESDM Nomor 047/2006.

Untuk memperoleh briket batubara yang baik diperlukan bahan baku batubara yang memiliki nilai kalor tinggi, kandungan sulfur dan abu rendah. Bahan imbuhan/pengikat juga harus dipilih dari kualitas yang baik agar dapat berfungsi optimal sebagai imbuh diperlukan untuk mempercepat nyala, serta menyerap emisi dan zat-zat berbahaya lainnya. Batubara, bahan pengikat dan bahan imbuhan masing-masing pada ukuran tertentu, kemudian dicampurkan dengan memakai pencampur (mixer) mekanis, untuk selanjutnya dicetak (dibriket) ke dalam bentuk kemasan tertentu. Batubara yang digunakan sebagai bahan baku mempengaruhi kualitas briket yaitu makin baik kuaitas batubara digunakan sebagai bahan baku, maka makin baik pula kualitas briket batubara yang dihasilkan.

(13)

5

Batubara dengan kadar sulfur yang rendah akan menghasilkan emisi SOx yang rendah pula. Bahan

pengikat yang digunakan biasanya brupe lempung , kanji dan atau tetes tebu (molase). Sementara bahan imbuh yang digunakan biasanya berupa kapur (lime) yang dapat mengikat gas SO2.

Penambahan biomassa berfungsi untuk mempercepat proses pembakaran. Jenis briket batubara dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Briket batubara biasa, campuran berupa batubara mentah (non karbonisasi) dan zat pengikat (biasanya lempung). Kualitasnya sangat tergantung kepada bahan baku batubara.

2. Briket batubara terkarbonisasi, batubara yang digunakan “dikarbonisasi” (carbonized) terlebih dulu dengan cara memanaskan pada suhu tertentu, sehingga sebagian besar zat terbang (volatile mater) hilang. Dengan bahan pengikat yang baik, briket batubara yang dihasilkan akan menjadi sangat baik dan rendah emisinya.

3. Briket bio-batubara atau dikenal dengan bio-briket adalah campuran batubara, kapur, zat pengikat, dan bio-masa guna mengurangi emisi dan mempercepat pembakaran. Bio-massa yang biasa digunakan berasal dari ampas industri agro (seperti bagase, serbuk gergaji, ampas kelapa sawit, sekam padi, dan lain-lain).

Bentuk dan ukuran briket batubara hasil cetakan dapat dalam bentuk atau tipe bantal (telor) yang padat dan kompak dengan ukuran 30 - 60 mm, tipe sarang tawon (berongga) dengan ukuran lebih besar (mencapai 15 cm), serta dalam bentuk kenari (2 x 3 cm). Tipe bantal dan kenari pada dasarnya diperuntukkan bagi keperluan rumahtangga, dan yang berukuran lebih besar untuk industri. Tipe sarang tawon juga dirancang untuk industri dengan bentuk tungku khusus.

a. Tipe Sarang Tawon

b. Bentuk Telur c. Tipe Kenari

(14)

6 2.1.2 Tungku briket batubara

Tungku briket batubara sudah banyak dirancang dan dibuat oleh perusahaan kompor d engan tujuan untuk mencapai efesiensi pembakaran yang tinggi dan emisi gas buang yang rendah, serta disesuaikan dengan sektor penggunanya. Tungku untuk industri berukuran lebih besar daripada tungku untuk rumah tangga dan memiliki kapasitas briket batubara di atas 5 kg, sedangkan untuk rumah tangga hanya 1 – 5 kg. Bentuk kompor/tungku briket batubara untuk industri yang sudah dikembangkan oleh Puslitbang tekMIRA (Yenni, 2007 dan 2008) dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut ini;

a. Tungku portabel briket b. Tungku terintegrasi briket batubara kapasitas 5 kg batubara kapasitas >7 Kg

Gambar 2.2 Tungku briket batubara untuk industri kecil atau dapur umum 2.2 Peranan Briket Batubara

Batubara merupakan salah satu sumber bahan baku energi yang penggunaannya sebagian besar masih didominasi oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap dan pabrik semen. Indonesia sendiri memiliki sumberdaya batubara yang sangat besar yaitu sekitar 104 milyar ton yang tersebar di Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi, dan sebagian besar (>60%) merupakan batubara peringkat rendah, dengan kandungan air tinggi (>30%) dan nilai kalor (< 5100 kal/gr) (Anonimous, 2003). Salah satu kebijakan pemerintah melalui Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM) telah disusun ”Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025”, yang berisi penataan kembali energy-mix nasional dengan menempatkan batu bara sebagai salah satu sumber energi andalan. Peran batubara dari 4% pada tahun 2005, dinaikkan menjadi 33% pada tahun 2025. Sebaliknya, peran BBM diturunkan dari 54% (2005) menjadi 33% (2025). Meningkatnya peran batubara tersebut pada dasarnya merupakan kebijakan pemerintah untuk mengoptimalkan potensi batubara beserta

(15)

7

diversifikasi olahannya termasuk dalam bentuk briket batubara sebagai pengganti minyak tanah bagi keperluan rumah tangga ataupun industri. Di negara-negara seperti Cina dan Korea pemanfaatan batubara dalam bentuk briket sebagai bahan bakar di rumah tangga dan industri sudah lama dikembangkan (Kim, 2001). Diharapkan dengan bertambahnya penggunaan briket sebagai bahan bakar baik rumah tangga maupun di industri dapat mengurangi beban pemerintah dari subsidi minyak.

2.3 Sejarah dan Kondisi Perkembangan Pemanfaatan Briket Batubara

Pemanfaatan briket batubara sebagai bahan bakar di Indonesia, dimulai dengan penelitian dan pengembangan pada tahun 1984 oleh Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA), pada saat itu masih bernama Pusat Penelitian Teknologi Mineral (PPTM), dan dari keberhasilan litbang tersebut pada awal tahun 1990-an dicanangkan menjadi Program Nasional yang bertujuan untuk menggantikan minyak tanah dikarenakan faktor subsidi yang sangat besar, serta untuk mengurangi kerusakan lingkungan akibat penebangan pohon untuk bahan bakar. Pada tahun 1993 pemanfaatan briket mulai disosialisasikan untuk keperluan rumah tangga, bahkan telah dibangun beberapa pabrik briket batubara dengan kapasitas cukup besar seperti di Tanjung Enim dan Tarahan (1996), di Gresik (1997) dan Pilot Plant Bio Briket di Palimanan. Pada tahun-tahun berikutnya para investor menengah swasta juga mulai ikut berkiprah mendirikan pabrik briket batubara terutama tersebar di Pulau Jawa dan Sumatera. Namun ternyata perkembangannya tidak signifikan karena selain minyak tanah masih mudah diperoleh, juga sulitnya merubah kebiasaan masyarakat dalam penggunaan bahan bakar tersebut, serta kurang didukung oleh infrastruktur dan tata niaga yang baik. Banyak pabrik briket yang mengurangi dan menghentikan produksi briket batubaranya. Kondisi ini diperparah lagi dengan kualitas briket di pasaran yang umumnya tidak memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Permen ESDM ataupun SNI, sehingga para konsumen di samping tidak puas juga sulit mendapatkan briket batubara, dan pada akhirmya banyak yang kembali ke kebiasaan semula yaitu menggunakan minyak tanah atau kayu bakar.

Pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 kondisi suplai minyak tanah semakin berkurang dan sulit diperoleh, di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Keuangan, pemanfaatan briket batubara dicoba untuk digalakan kembali di antaranya dengan pengaplikasian tungku terintegrasi sebagai tungku percontohan di 13 lokasi seperti propinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan sebagainya.

(16)

8

Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir kondisi perkembangan pemasokan dan konsumsi briket batubara berfluktuasi, dan terakhir ini cenderung menurun (lihat Tabel 2.1). Hal ini kemungkinan dikarenakan sebagian para pengguna mulai beralih ke gas LPG.

Tabel 2.1 Perkembangan pemasokan dan konsumsi briket batubara

Tahun Pemasokan Konsumsi**)

2003 19.800 21.600 2004 22.400 22.400 2005 28.200 26.200 2006 34.400 26.900 2007 50.600 45.900 2008 43.500 43.900 2009 *) 2.500 2.400

Sumber : DPMB, Dirjen Minerbapabum Keterangan : *) Produksi 2009 s/d bulan juni **) Konsumsi didasarkan pada penjualan 2.4 Pengguna Briket Batubara Saat Ini

Pemanfaatan briket batubara sebagai bahan bakar untuk rumah tangga dirasakan sampai ini tidak tepat terutama di daerah perkotaan. Briket batubara lebih cocok digunakan untuk keperluan yang sifatnya membutuhkan pembakaran yang lama seperti pada industri kecil atau UKM, lembaga-sosial seperti pondok-pondok pesantren. Berdasarkan hasil beberapa kajian, penggunaan tungku yang tepat seperti tungku terintegrasi dan briket batubara yang sesuai standar, selain dapat menghemat biaya bahan bakar dibandingkan dengan minyak tanah, juga ramah lingkungan dengan kualitas emisi gas (CO2, SO2, NO2 dan debu ) pembakaran di dalam ruang kerja ternyata masih jauh di bawah

Nilai Ambang Batas. Pada tahun 2007-2008 tungku terintegrasi briket batubara yang telah dicoba diterapkan di beberapa pondok pesantren dan industri kecil (UKM) di daerah percontohan di 13 propinsi, ternyata telah menarik minat beberapa masyarakat industri kecil atau UKM dan pondok-pondok pesantren di sekitarnya. Segmen industri yang selama ini sudah menggunakan briket batubara adalah peternakan ayam sebagai penghangat anak ayam, pengeringan tembakau, industri kecil pengolahan makanan, dapur umum pondok pesantren, rumah makan, dan lain-lain.

(17)

9

Pada garis besarnya program kegiatan yang akan dilaksanakan dalam kegiatan bimbingan teknis dan monitoring pemanfaatan briket batubara meliputi :

- Persiapan;

- Monitoring pemanfaatan briket batubara;

- Melanjutkan litbang karakterisasi briket batubara seperti spesifikasi briket, temperatur dan emisi pembakaran, keekonomian, serta inventarisasi kendala dan prospek pemanfaatan briket batubara di masa mendatang;

- Penyusunan draft usulan RSNI tungku dan dapur briket batubara; - Kajian dan penyusunan laporan.

3.1 Persiapan Pelaksanaan Kegiatan

Program persiapan pelaksanaan kegiatan bimbingan teknis dan monitoring briket batubara ini meliputi :

a. Persiapan surat menyurat dalam rangka bimbingan teknis dan monitoring; b. Penyiapan pilot plant bio-briket, pengadaan bahan baku briket batubara;

c. Pengadaan bahan-bahan untuk pemeliharaan tungku-tungku percontohan yang dibangun pada tahun anggaran 2007 dan 2008.

3.2 Monitoring Pemanfaatan Briket Batubara

Walaupun pemasyarakatan briket batubara sudah berlangsung cukup lama (sejak tahun 1993), namun kenyataannya belum semua masyarakat mengenalnya dan bahkan masih banyak yang belum dapat menerima kehadiran briket sebagai bahan bakar alternatif pengganti BBM. Oleh karena itu dalam kegiatan bimbingan teknis dan monitoring pemanfaatan briket batubara selain monitoring kualitas briket batubara yang sudah beredar di pasaran juga dilakukan kegiatan :

a. Monitoring kesinambungan pemanfaatan tungku dan briket pada pondok-pondok pesantren dan industri yang telah dibangun tungku percontohan yaitu sekitar 7-8 lokasi, serta kualitas briket di para produsen yang berada di sekitar daerah tersebut;

b. Memberikan bantuan bimbingan teknik pengoperasian tungku briket batubara kepada para pengguna agar tidak berdampak dan berpengaruh terhadap kondisi tempat kerja ataupun lingkungan sekitarnya, serta bimbingan teknik terhadap para produsen briket batubara tentang pembuatan dan kualitas produk briket batubara, yang berada di sekitar daerah percontohan;

(18)

10

c. Memberikan bantuan untuk pemeliharaan tungku dan briket batubara di beberapa lokasi percontohan;

d. Identifikasi permasalahan atau kendala dalam pengembangan pemanfaatan briket batubara. 3.3 Litbang Pemanfaatan Briket Batubara

Kegiatan litbang pemanfaatan briket batubara ini merupakan kelanjutan dari kegiatan yang sudah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya dengan tujuan untuk melengkapi data yang meliputi kegiatan :

b. Persiapan pilot plant bio briket dan pembuatan briket batubara di Sentra Teknologi Pemanfaatan Batubara, Palimanan, Kabupaten Cirebon;

c. Pengujian kualitas briket batubara, baik proksimat maupun ultimat; d. Pengukuran kuat tekan, temperatur dan emisi gas;

e. Pengujian keekonomian penggunaan briket batubara dibanding gas LPG melalui proses penguapan air.

3.4 Penyusunan Draft Usulan RSNI Tungku dan Dapur Briket Batubara

Penyusunan draft usulan RSNI tungku dan dapur briket batubara antara lain meliputi :

a. Pengumpulan dan pengolahan data untuk penyusunan draft RSNI tungku dan dapur briket batubara;

b. Penyusunan draft usulan RSNI tungku dan dapur briket batubara dengan mengacu format dari Badan Standardisasi Nasional;

c. Pembahasan draft usulan RSNI tungku dan dapur briket batubara dalam rangka memperoleh masukan dan perbaikan.

3.5 Penyusunan Laporan Kegiatan

Penyusunan laporan merupakan kajian dari seluruh kegiatan yang meliputi hasil bimbingan teknis dan monitoring pemanfaatan briket di daerah percontohan, hasil litbang briket batubara seperti kualitas bahan baku dan produk briket batubara melalui analisis proksimat, nilai kalor, kualitas gas buang pembakaran, keekonomian pemanfaatan briket dibanding dengan gas LPG, serta draft usulan RSNI tungku dan dapur briket batubara.

(19)

11

4

METODOLOGI

Metodologi kegiatan bimbingan teknis dan monitoring pemanfaatan tungku dan briket terdiri atas :

 Persiapan

 Pelaksanaan kegiatan

 Pengolahan data, dan

 Penyusunan laporan 4.1 Persiapan

Persiapan kegiatan merupakan tahap awal dari semua kegiatan yaitu studi literatur, mempersiapkan administrasi untuk bimbingan teknis dan monitoring, serta peralatan pilot plant bio briket batubara untuk kegiatan litbang termasuk didalamnya pengadaan bahan pebuatan briket

4.2 Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan bimbingan teknis dan monitoring briket batubara meliputi beberapa kegiatan yaitu :

 Melakukan monitoring sekaligus bimbingan teknis penggunaan tungku terintergrasi secara langsung di 7-8 lokasi tungku percontohan; dengan cara wawancara langsung tentang kesinambungan dan kendala pemanfaatan tungku dan briket batubara tersebut

 Melakukan monitoring kesinambungan suplai, kualitas, pemasaran, kendala-kendala produksi dan pasar briket batubara di para produsen briket batubara pemasaran,

 Melakukan kegiatan litbang briket batubara seperti pembuatan briket batubara standar, karakteristiksasi dan pengujian kinerja tungku briket batubara;

 Melakukan uji gas buang dan keekonomian briket batubara dibandingkan dengan gas LPG;

 Menyusun dan membahas darft usulan RSNI tungku dan dapur briket batubara.

Dari pelaksanaan kegiatan ini diharapkan dapat diperoleh dan informasi yang dibutuhkan antara lain - Data kondisi dan kesinambungan penggunaan tungku dan briket batubara di lokasi

percontohan dan kondisi suplai briket batubara di para produsen;

- Produk briket yang sesuai dengan spesifikasi dalam Permen ESDM No. 47/2006;

- Data karakterisasi briket batubara, gas buang hasil pembakaran, serta data keekonomian pemanfaatan briket batubara;

(20)

12 4.2 Pengolahan Data

Berdasarkan data yang diperoleh dari pelaksanaan kegiatan tersebut di atas dilakukan pengolahan data secara kualitatif hasil monitoring dan data kuantitatif hasil pengujian karakterisasi briket batubara seperti suhu, lama pembakaran, emisi gas buang, dan keekonomian dibanding LPG, untuk kemudian dilakukan analisisnya yang meliputi

- analisis kualitatif seperti kondisi suplai, kebutuhan, kendala pasar dan kesinambungan pemanfaatan tungku dan briket batubara di lokasi percontohan dan daerah sekitarnnya; - Analisisi kuantitatif dari karakteristik briket batubara, emisi gas buang dan keekonomian briket

batubara;

- Draft usulan RSNI tungku dan dapur briket batubara, untuk kemudian dibahas pada rapat konsinyasi briket batubara.

4.3 Penulisan Laporan

Membuat laporan dari seluruh rangkaian kegiatan dan draft usulan RSNI tungku dan dapur briket batubara, sehingga tersusun suatu laporan bimbingan teknis dan monitoring pemanfaatan briket batubara

(21)

13

5

HASIL BIMBINGAN TEKNIS, MONITORING, DAN PENGEMBANGAN

PENELITIAN BRIKET BATUBARA DAN TUNGKU UNTUK INDUSTRI KECIL

5.1 Bimbingan Teknis dan Monitoring Briket Batubara

Kegiatan bimbingan teknis dan monitoring briket batubara selain dilakukan di 7-8 lokasi percontohan pengguna briket batubara yang terdiri atas 6 lokasi percontohan berupa pondok pesantren dan 2 industri kecil (bandeng presto, dan keramik gerabah), juga terhadap pengguna atau produsen briket di sekitarnya. Hasil bimbingan teknik dan monitoring adalah sebagai berikut; a. Pondok pesantren Modern An- Najah, Kalimantan Selatan :

- Berlokasi di Kecamatan Cidai Alus, Martapura Kalimantan Selatan;

- Sejak dibuatkan sampai saat ini tungku briket masih terus digunakan untuk keperluan memasak;

- Briket batubara diperoleh dari para pengusaha briket di sekitarnya, namun skala produksinya kecil, dan kualitasnya kurang bagus seperti sulit dinyalakan karena kadar airnya tinggi;

- Penyalaan awal cukup lama (+15 menit) dan banyak menimbulkan asap;

- Apabila briket batubara tidak ada, bahan bakar untuk tungku briket menggunakan batubara mentah, arang kayu atau kayu bakar;

- Pondok Pesantren Daarul Ulum yang berlokasi sama di Kecamatan Cindai Alus, juga telah membuat tungku terintegrasi briket batubara dengan mencontoh tungku di Pesantren Modern An Najah;

- Karena kayu bakar cukup mahal, maka penggunaan briket batubara dirasakan lebih murah dan lebih efisien.

b. Pondok Pesantren Hidayatullah, dan Al Husna, Kalimantan Timur :

- Pondok Pesantren Hidayatullah berlokasi di Jl. Perjuangan, Sempaja, dan Al Husna di Samarinda Sebrang, Kabupaten Samarinda, Kalimantan Timur;

- Dikarenakan kesulitan memperoleh briket batubara tipe bantal/telur, maka bahan bakar yang dipakai adalah kayu bakar;

- PT. Citra Buana Borneo sebagai produsen briket batubara di daerah tersebut hanya memproduksi briket tipe sarang tawon untuk pemanasan di peternakan ayam.

(22)

14

- Berlokasi di Desa Loram Kulon, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah;

- Tungku terintegrasi briket batubara yang dibuat oleh tekMIRA terus dimanfaatkan, bahkan telah dikembangkan hingga menjadi 13 unit tungku berkapasitas antara 15 – 30 kg per tungku (lihat Gambar 5.1);

Gambar 5.1 Pengembangan tungku briket di industri bandeng presto Sari Rasa - Briket batubara yang digunakan diproduksi oleh PT. Bukit Asam di Gresik;

- Kegiatan industri hampir seluruhnya beralih ke briket batubara;

- Hasil pengukuran dengan Gas Analyzer Green Line 6000, temperatur yang dicapai berkisar antara 550-750 0C pada rentang waktu 9 jam;

- Demikian juga emisi gas buang seperti CO dan CO2 hanya berkisar 1-7 ppm atau berada

di bawah Nilai Ambang Batas yang ditetapkan oleh Permen ESDM sebesar 25 ppm, yang berarti aman bagi lingkungan kerja;

- Dengan menggunakan briket telah dapat menghemat biaya sekitar 50% dibanding dengan menggunakan minyak tanah;

- Industri bandeng presto Sari Rasa mengkonsumsi briket sekitar 6 ton per bulan atau sekitar 75 % dari total konsumsi briket di kabupaten Kudus (8 ton per bulan);

- Industri briket batubara yang didirikan oleh Pemda Propinsi Jawa Tengah di daerah Mayong, Kabupaten Jepara, sudah tidak berproduksi lagi dengan alasan masalah pengelolaan.

d. Pesantren Al Munawwariyyah, industri abon dan industri permen Jawa Timur : - Pesantren berlokasi di Batulawang, Malang, Jawa Timur;

- Tungku briket batubara di pondok pesantren ini tidak dapat berfungsi dengan baik dan mengalami kerusakan, dikarenakan selain petugasnya kurang memahami cara

(23)

15

pengoperasiannya, juga kualitas briket dari CV Multi Guna Niaga (MGN) yang digunakan berfluktuasi dan kurang memenuhi standar;

- Agar tungku dapat berfungsi lagi dengan baik, maka dibantu untuk melakukan perbaikannya; - Pengguna briket batubara lainnya adalah industri pengolahan abon dan industri permen (lihat Gambar 5.2). Tungku dan briket batubara yang digunakan oleh industri abon atas kerja sama dengan CV Multi Guna Niaga.

(a) (b)

Gambar 5.2. Pemanfaatan Briket Batubara di Industri Abon (a) dan Industri Permen (b) - Untuk meningkatkan efisiensi tungku telah disarankan untuk melakukan perubahan

rancangan tungku yaitu alur aliran udaranya;

- Di samping produsen CV. MGN di Kecamatan Tumpang, Malang dengan kapasitas produksi briket batubara 2.500 ton per tahun, produsen briket batubara lainnya di Jawa Timur adalah PT. Bukit Asam (PT. BA) di Gresik dengan kapasitas produksi 95.000 ton per tahun dengan jenis briket tipe bantal;

- Briket batubara PT. BA dan CV. MGN dipasarkan ke Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Madura, Bali, Nusa Tengara Barat hingga ke Nusa Tenggara Timur; yang dimanfaatkan untuk industri pengolahan makanan, pemanas di peternakan ayam, pengeringan kopi, kayu, tembakau dan sebagainya.

e. Industri gerabah dan rambak kulit, Yogyakarta :

- Tungku dan briket batubara di industri rambak kulit tidak digunakan lagi akibat kualitas briket yang kurang baik, sehingga temperatur yang diperlukan kurang panas dan berakibat ke kualitas rambak kulitnya menjadi kurang baik;

(24)

16

- Demikian juga di industri keramik gerabah di daerah Bangunjiwo, Bantul, akibat desain tungku kurang tepat dan kualitas briket yang di bawah standar, maka temperatur yang diperlukan untuk pembakaran keramik tidak tercapai dan dialihkan dengan menggunakan batubara mentah;

- Setelah dilakukan perbaikan dan diujicoba kembali dengan menggunakan briket batubara, ternyata temperatur pembakarannya cukup baik;

- Pengusahaan briket batubara di Kabupaten Sleman dan Bantul saat ini sudah tidak beroperasi lagi karena kesulitan bahan baku, dan juga tidak ada yang mau berinvestasi di briket batubara. Pabrik briket di Desa Gosari, Kecamatan Kasihan, Kab Bantul hibah dari DESDM sekarang ini dimanfaatan untuk membuat briket dari batok kelapa.

f. Pondok Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat :

- Tungku briket digunakan secara kontinu hanya selama 4 bulan dan selanjutnya apabila ada perayaan yang cukup besar saja;

- Pasokan briket diperoleh dari pabrik briket Raja Kompor di Ciawi, Tasikmalaya. Namun sudah lebih dari setahun terakhir ini pabrik briket tesebut sudah tidak beroperasi lagi; - Di samping itu, karena tidak ada petugas yang mengoperasikan tungku, dan berkurangnya

jumlah santri yang ada di pesantren, maka untuk keperluan sehari-hari digunakan kompor dan gas LPG;

- Adanya renovasi bangunan pesantren menjadikan ruang atau dapur tempat tungku untuk sementara waktu menjadi gudang penyimpanan material bangunan

- Kondisi tungku sudah tidak baik lagi dan ada retakan-retakan (lihat Gambar 5.3), serta saluran udara penghubung antar tungku ada penyumbatan, sehingga perlu perbaikan; - Puslitbang tekMIRA memberikan bantuan material untuk perbaikan dan briket batubara.

(25)

17

Gambar 5.3 Kondisi tungku briket di pondok pesantren Cipasung g. Pondok Pesantren Al Mubarok, Serang, Banten :

- Briket batubara sudah tidak digunakan lagi akibat sering terjadi keterlambatan pasokan dari pabrik briketnya di Rangkasbitung, namun tungku briket tetap digunakan hanya bahan bakarnya menggunakan gas LPG (lihat Gambar 5.4.);

Gambar 5.4. Tungku briket dengan bahan bakar gas LPG

- Untuk mendorong kembali kesinambungan penggunaan briket batubara Puslitbang tekMIRA memberikan sumbangan briket batubara dan material untuk pemeliharaan tungku;

- Briket batubara sebenarnya diproduksi juga oleh Perusahaan Cahaya Lantera Nusantara di Kota Serang, namun kapasitasnya hanya 100 kg per hari dan hanya membuat briket tipe sarang tawon.

Selain bimbingan teknis dan monitoring briket batubara di daerah percontohan, juga penelitan dan pengembangan tetap dilakukan baik briket batubaranya maupun tungku khususnya untuk keperluan industri kecil atau UKM, dan dapur-umum di pondok-pondok pesantren sebagai kelanjutan dari kegiatan tahun sebelumnya.

5.2 Litbang Briket Batubara

5.2.1 Spesifikasi bahan baku dan komposisi campuran pembuatan briket batubara

Pembuatan briket dilakukan di Pilot Plant Bio Briket Batubara di Sentra Teknologi Pemanfaatan Batubara, Palimanan, Kabupaten Cirebon, menggunakan baku baku terdiri atas batubara dengan

(26)

18

karakteristik seperti pada Tabel 5.1; bahan pengikat dan imbuh berupa lempung, kapur, biomassa (sekam atau serbuk kayu), dan molasis dengan masing-masing spesifikasinya seperti pada Tabel 5.2.

Tabel 5.1 Hasil analisis spesifikasi bahan baku batubara

No

Analisis Proksimat Air total

%, ar **) air lembab, %, adb *)

Kadar abu %, adb*) Zat terbang %, adb *) Kadar karbon %, adb*) Nilai kalor kal/g, adb *) 1 24,73 18,58 2,56 39,84 39,02 5.577 2 23,96 19,31 2,52 39,26 38,91 5.540 3 25,02 18,37 2,39 39,56 39,68 5.592 Rata- Rata 24,57 18,75 2,49 39,55 39,2 5.570 Analisis Ultimat

No - Sulfur, ( %) karbon, (%) Nitrogen, (%) Hidrogen, ( %) Oksigen, (%)

1 - 0,44 60,77 0,59 5,34 30,3

2 - 0,44 60,17 0,56 5,21 31,1

3 - 0,45 61,84 0,59 5,35 29,38

Rata-rata - 0,44 60,93 0,58 5,3 30,26

Keterangan : *) adb = air dried basis, (dasar kering udara) **) ar = as received, Contoh asal

Tabel 5.2 Spesifikasi bahan pengikat dan bahan baku imbuh No Jenis bahan Spesifikasi

1 Lempung Kadar air < 8 %

Ukuran butir = 200 mesh 2 Serbuk Kayu Kadar air < 5 %

Ukuran butir < 10 mesh

3 Molasis Kadar air < 32 %

Berat jenis 1,3

4 Kapur Kadar air < 8 %

(27)

19

a. Pada tahap penyiapan; batubara direduksi ukurannya menjadi < 3 mm, dan diambil sampel untuk diuji karakteristiknya kemudian dialirkan dengan ban berjalan ke bagian pengeringan pada suhu 1050C hingga kandungan airnya <15 %;

b. Pada tahap pencampuran (blending); batubara dicampur dengan bahan pengikat dan bahan imbuh, serta dibuat dalam 5 jenis variasi campuran (adonan) atau komposisi seperti pada Tabel 5.3 PencaBlending untuk setiap campuran dilakukan selama 4 jam agar tercampur dengan baik, kemudian dialirkan melalui ban berjalan ke mesin pembriketan.

Tabel 5.3 Komposisi bahan baku dalam pembuatan briket batubara

No. Kode /Bentuk Batubara Molasis Komposisi campuran briket (%) Serbuk

kayu Lempung Kapur

1 Bantal - A 90 5 - 10 -

2 Bantal - B 85 5 5 5 5

3 Bantal - C 85 5 5 - 10

4 Bantal - D 90 5 - 10

5 Kenari 90 5 5 - 5

c. Pada tahap pembriketan (briquetting); tekanannya dibuat pada 2 (dua) tekanan yang berbeda yaitu pada 17 MPa dan 20 MPa, untuk bentuk produk briket bantal tipe A dan B, sedangkan yang lainnya pada tekanan 20 MPa.

d. Hasil pembriketan kemudian didinginkan dengan udara alami selama satu hari, kemudian diambil sampel untuk uji kekerasan.

e. Sebagai tahap akhir dilakukan pengujian karakteristik dan pengepakan ke dalam karung masing-masing seberat 25 s/d 30 kg.

5.2.2 Karakteristik atau spesifikasi briket batubara yang dihasilkan

Total briket yang dihasilkan sebanyak 12 ton yang terdiri atas atau sebanyak 480 karung. Hasil analisis laboratorium, karakteristik atau spesifikasi briket batubara yang dihasilkan adalah sebagai berikut (lihat Tabel 5.4).

Tabel 5.4. Spesifikasi briket batubara hasil percobaan No Jenis/ Kode briket Air total, %, ar Air lembab, %, adb Zat terbang, %, adb Nilai kalor, kal/g, db Total sulfur, %, adb Beban pecah, kg Jumlah (kg) 1 Bantal A-17 12,61 10,91 39,84 5.244 0,44 60,75 600

(28)

20 2 A-20 13,10 10,49 39,73 5.325 0,45 65,05 600 3 B-17 12,73 10,32 39,44 5.251 0,43 57,27 1.500 4 B-20 12,39 9,78 39,26 5.275 0,45 65,84 1.500 5 C-20 12,22 10,71 39,82 5.309 0,44 67,88 2.000 6 D-20 12,11 9,71 39,56 5.249 044 77,64 2.800 7 Kenari 13,51 10,20 39,39 5.226 0,44 58,80 3.000

5.2.3 Tungku terintegrasi briket batubara

Salah satu bentuk tungku briket batubara yang sudah dikembangkan oleh Puslitbang tekMIRA adalah tungku terintegrasi briket batubara, bahkan pada tahun 2007 dan 2008 tungku tersebut sudah diaplikasikan di dapur-dapur umum beberapa pondok pesantren dan industri kecil (UKM) sebagai tungku percontohan.

Tungku terintegrasi briket batubara merupakan perpaduan dari 2 tungku briket batubara dengan kapasitas >7 kg, dan 1(satu) tungku tanpa briket batubara yang memanfaatkan kelebihan panas dari dua tungku lainnya (Gambar 2.2 dan 5.5), serta dilengkapi cerobong dan blower untuk pengaturan udaranya. Berdasarkan hasil penelitian pada tahun sebelumnya tungku terintegrasi ini memiliki efisiensi +45%. Hal ini dikarenakan pemanfaatan aliran panas ke tungku ketiga dari dua tungku yang diisi briket.

Gambar 5.5 Skema tungku terintegrasi briket batubara

I II

(29)

21

5.2.4 Pengukuran temperatur, emisi dan efisiensi pembakaran

Pengukuran temperatur pembakaran dimaksudkan untuk mengetahui berapa temperatur dan lama pembakaran yang efektif, sedangkan pengukuran emisi pembakaran dimaksudkan untuk mengetahui besaran gas buang pembakaran yang dianggap berbahaya seperti CO2, CO, SO2, atau NO2 yang

dihasilkan dari pembakaran briket batubara apakah memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup atau tidak, agar aman bagi para pekerja dan tidak berpengaruh terhadap lingkungan kerja (dapur) ataupun lingkungan sekitarnya.

Pengukuran tempertur pembakaran; dilakukan dengan menggunakan thermocouple pada tungku kapasitas 5 kg (Gambar 5.6) dan sebagai pembanding dilakukan juga pada tungku 1 kg. Setiap pengukuran dilakukan dengan selang waktu 15 menit mulai dari briket menyala sampai menjelang habis (>2000 C). Sedangkan hasil pengukuran temperatur untuk masing-masing tipe briket dapat

dilihat pada Tabel 5.5 dan Tabel 5.6.

Gambar 5.6 Pengukuran temperatur pembakaran briket batubara Tabel 5.5 Hasil pengukuran temperatur pembakaran briket pada tungku 5 kg

No. Menit ke- A-17 Temperatur (A-20 B-17 0 C) untuk briket tipe bantal B-20 C-20 D-20 Kenari

0 0 0 0 0 0 0 0 1 15 218,7 220,7 215,2 227,7 240,9 222,6 225 2 30 330,6 355,2 326,6 385,7 320,2 295,4 353 3 45 390,3 385,7 472,5 513,6 380,6 320,3 450 4 60 457,3 444,7 566,0 628,1 420,4 390,6 499 5 75 525,3 512,8 640,4 645,0 460,5 470,3 560 6 90 589,1 636,3 643,7 652,3 498,1 505,2 546 7 105 605,5 624,3 654,9 658,3 530,7 540,7 653 8 120 585,4 628,2 611,7 637,2 578,5 576,8 672 9 135 599,7 617,4 583,4 618,5 593,5 588,8 648 10 150 593,8 633,2 542,4 580,3 598,9 593,0 612

(30)

22 11 165 653,8 640,4 513,3 559,3 579,6 587,4 637 12 180 632,8 675,6 487,2 520,7 580,3 590,5 679 13 195 615,5 705,3 454,8 539,5 575,4 564,9 692 14 210 609,8 684,7 389,2 482,3 569,6 564,4 647 15 225 615.3 668,1 348,9 420,4 550,3 540,6 614 16 240 630,8 654,3 319,6 312,6 510,1 504,6 582 17 255 590,2 580,3 260,1 204,2 480,4 480,7 518 18 270 529,9 540,3 173,5 162,7 410,6 430,7 480 19 285 480,2 470,5 350,6 397,3 414 20 300 440,5 430,2 320,6 354,7 347 21 315 376,2 305,9 290,5 301,1 312 22 330 309,3 270,6 260,2 286,3 267 23 345 281,1 256,2 254,4 235,0 214 24 360 244,8 247,2 220,5 201,1 201 25 375 167,4 218,6 205,8 194,9 185

Tabel 5.6 Hasil pengukuran temperatur pembakaran briket pada tungku 1kg Menit

Ke-

Temperatur (0C)

Untuk briket tipe bantal Kenari

A-17 A-20 B-17 B-20 C-20 D-20 0 0 0 0 0 0 0 0 15 225,6 257,2 174,3 283,7 190,6 222,7 274,8 30 384,7 408,1 308,5 388,9 246,1 253,1 333,4 45 340,5 383,7 328,3 295,2 375,4 324,2 386,5 60 316,1 353,6 358,3 364,4 365,6 346,3 578,1 75 321,4 300,4 300,5 320,2 342,2 309,3 608,3 90 323,2 300,6 257,7 221,3 333,2 315,0 614,7 105 376,1 308,4 267,5 244,4 298,5 322,9 604,1 120 353,1 301,4 246,8 253,2 244,4 267,3 580,3 135 306,5 287,0 221,7 232,1 250,2 244,8 561,6 150 230,7 251,6 184,6 218,8 220,9 232,4 519,4 165 190,0 196,2 155,1 191,9 180,0 200,4 505,2 180 153,9 134,1 117,0 163,0 153,5 180,2 466,5 195 126,5 117,2 101,2 141,1 142,7 140,3 285,4 210 108,6 97,8 116,3 122,5 115,6 114,6

Unntuk pengukuran emisi pembakaran dilakukan dengan menggunakan gas analyzer dengan jarak sekitar 50 cm dari lidah api pembakaran dengan interval waktu 15 menit. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7 Hasil pengukuran emisi pembakaran

No. Jenis/tipe briket CO (ppm) NO2 (ppm) SO2 (ppm)

(31)

23 2 Bantal A-20 1 – 11 1 – 3,0 0,361 - 0,378 3 Bantal B-17 1 – 15 1 – 2 0,220 - 0,261 4 Bantal B-20 1 – 10 2-11 0,213 - 0,252 5 Bantal C-20 0 – 9 2 – 14 0,180 - 0,197 6 Bantal D20 2 – 14 1 – 14 0,265 - 0,278 7 Kenari 2 – 7 1 – 5 0,296 - 0,315

Untuk menghitung efisiensi pembakaran tungku dan briket batubara dilakukan dengan cara uji coba menguapkan air, dan dalam hal ini dilakukan juga dengan menggunakan gas LPG sebagai pembanding (Gambar 5.7).

Gambar 5.7 Ujicoba penguapan air dengan briket batubara dan gas LPG

Uji coba penguapan air menggunakan wajan berkapasitas 13 liter, briket batubara tipe bantal, dan tungku kapasitas 5 kg. Sedangkan volume awal dari air yang diuapkan sebanyak 8 liter dan selama proses terus ditambah (air panas) hingga mencapai 16 liter. Hasil uji coba proses penguapan air dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.8 Volume air teruapkan dan jumlah bahan bakar terpakai G a s LPG

No, Waktu (menit)

Total volume air (liter) Kebutuhan gas (kg)

Kg gas/ lt air Awal Akhir Teruapkan

1 210 16 3,68 12,32 1,480 0,12 2 220 16 3,62 12,38 1,490 0,12 3 210 16 3,65 12,35 1,610 0,13 4 210 16 3,67 12,33 1,480 0,12 5 210 16 3,69 12,31 1,480 0,12 Rata-rata 12,34 1,510 0,12

(32)

24

No Waktu

(menit)

Volume Air (liter) Kebutuhan Briket (Kg)

Kg Briket/ lt Air Awal Akhir Teruapkan

1 245 2,84 13,16 4,884 0,371 2 235 16 2,96 13,06 4,983 0,382 3 240 16 3,02 12,98 5,035 0,388 4 240 16 2,79 13,21 4,956 0,375 5 240 16 2,83 13,17 5,110 0,388 Rata-rata 13,11 4,994 0,381

Keterangan : Volume air permulaan dalam wajan 8 liter dan penambahan dilakukan dengan air sudah mendidih hingga mencapai total 16 liter

6

PEMBAHASAN HASIL BIMBINGAN TEKNIS, MONITORING DAN LITBANG

BRIKET BATUBARA

6.1 Analisis Hasil Bimbingan Teknis dan Monitoring Pemanfaatan Briket Batubara

Sejak diperkenalkannya pada tahun 1993 briket batubara pada dasarnya ditujukan untuk mengganti penggunaan sebagian bahan bakar minyak (BBM) dalam hal ini minyak tanah dengan memanfaatkan potensi batubara yang sangat besar, guna mengurangi subsidi BBM. Namun setelah sekian tahun dan meskipun sudah di dukung dengan berbagai kebijakan dan aksi tentang arti pemanfaatan briket batubara ternyata perkembangannya lambat. Hal ini tidak lain dikarenakan berbagai faktor kendala baik dari sisi suplai maupun kebutuhan dan kondisi sosekbud masyarakat.

Dari hasil bimbingan teknis dan monitoring pemanfaatan briket di sekitar daerah percontohan maka berbagai kondisi secara kualitatif dapat dinyatakan sebagai berikut :

a. Dari sisi pengusahaan

- Dari segi investasi meskipun tidak terlalu besar untuk pengusahaan briket batubara ini, tetapi akibat pasar yang belum begitu menjanjikan menyebabkan perkembangannya lambat, bahkan pengusahaan briket yang adapun diantaranya ada yang sudah mengurangi bahkan menghentikan kegiatannya.

- Akibat kekurang-pahaman para produsen briket batubara akan karakteristik batubara, mereka kesulitan mendapatkan bahan baku batubara yang sesuai dan harga yang memadai, mengakibatkan kualitas briket yang diproduksi terutama oleh pengusaha kecil umumnya kurang memenuhi persyaratan SNI.

(33)

25

- Kurangnya arus informasi dan tata niaga briket batubara juga menjadikan perkembangan produksi briket batubara kurang menggembirakan.

- Tidak adanya kontinuitas ketersediaan bahan baku dengan kualitas yang sesuai, serta harga yang sering berfluktuasi menjadikan hambatan bagi produsen briket batubara menjalankan usahanya.

- Umumnya di sekitar lokasi pengguna (yaitu di pondok-pondok pesantren) tidak terdapat produsen, distributor ataupun agen penjual briket batubara, sehingga pengguna kesulitan untuk mendapatkan briket batubara yang pada akhirnya terpaksa menghentikan penggunaan tungku dan briket batubara.

b. Dari sisi pengguna

- Pengguna briket batubara terbesar adalah peternakan ayam, namun dewasa ini mereka mulai beralih ke gas LPG, karena kepraktisan penggunaan dan kemudahan mendapatkannya. Dengan demikian gas LPG merupakan pesaing dan tantangan untuk pengembangan pemanfaatan briket batubara di masa mendatang.

- Dari sekian pengguna tungku dan briket yang dibangun sebagai percontohan cenderung hanya yang dekat dengan pemasok atau mudah mendapatkan briket batubara yang dapat beroperasi secara berkesinambungan.

- Masih kurangnya pemahaman akan pengoperasian tungku dan briket batubara oleh para pengguna (seperti di pondok-pondok pesantren) menyebabkan tidak optimalnya penggunaan tungku dan briket batubara yang digunakan

- Akibat jarang digunakan dan tidak terpeliharanya tungku yang dibangun dalam kurun waktu lama, maka tungku-tungku tersebut perlu perbaikan agar dapat beroperasi lagi dengan baik. 6.2 Hasil Litbang Briket Batubara

6.2.1 Kualitas briket batubara

Briket batubara yang dibuat termasuk bio briket tanpa karbonisasi tipe telor dan kenari dengan nilai kalor berkisar antara 5.244 – 5.325 kal/gram, air lembab (adb) berkisar antara 9,7 – 10,9 % dan sulfur antara 0,43 – 0,45 %, serta beban pecah berkisar antara 61,88 – 77,64 kg. Kecuali briket tipe bantal yang dicetak pada tekanan 17 Mpa dan tipe Kenari, briket lainnya yang dibuat telah memenuhi persyaratan standar sebagaimana ditetapkan oleh Permen No 047/Tahun 2006 (Tabel 6.1).

(34)

26

Tabel 6.1. Kualitas briket batubara hasil percobaan

No Jenis briket batubara Air lembab %, adb Zat Terbang %, adb cal/kg, adb Nilai kalor Total sulfur %, adb Beban pecah Kg Standar PerMen ESDM

No 047/2006 1 karbonisasi tipe Tanpa

telur

maks 12 Sesuai batubara asal min 4.400 maks 1 min 65

2 Bio Briket Batubara maks 15 Sesuai bahan baku min 4.400 maks 1 min 65

Briket percobaan

1 Tipe telur/bantal 9,7-10.9 39,26 -39,84 5.244-5.325 0,43-0,45 65,05 – 77,64

2 Tipe kenari 10.2 39,39 5.226 0,44 56,80

6.2.2 Penyalaan awal

Dalam penggunaan briket batubara sebagai bahan bakar, yang sering menjadi permasalahan adalah penyalaan awal yaitu cukup memakan waktu dan menimbulkan asap pembakaran. Pada mulanya briket penyulut untuk penyalaan awal dibuat dengan menambahkan kalium nitrat pada adonan briket batubaranya, dan hasilnya cukup baik. Namun selain mahal juga sulit diperoleh bahan penyulut kalium nitrat, maka penyalaan awal dilakukan dengan menggunakan briket yang sudah direndam dalam minyak tanah, atau dengan kayu bakar, tetapi hasilnya kurang baik karena menimbulkan asap cukup tebal. Berdasarkan hasil percobaan, maka untuk penyalaan awal sebaiknya briket penyulut direndam dalam spirtus selama 0.5 – 1 jam, dan ternyata hasilnya baik yaitu tidak menimbulkan asap dan briket terbakar lebih cepat (lihat Tabel 6.2).

Tabel 6.2 Pengunaan briket penyulut pada penyalaan awal

No Penyulut rendaman Lama penyalaan Waktu Emisi

1 Briket direndam minyak tanah 1 jam 12 menit Berasap 2 Briket direndam spirtus 0,5 -1 jam 10 menit Tidak berasap

(35)

27 6.2.3 Karateristik keterbakaran

Berdasarkan hasil pengujian karakteristik keterbakaran, dari berbagai variasi komposisi briket batubara ternyata yang memiliki rentang waktu pembakaran yang lama pada suhu di atas 300 oC

adalah tipe C-20 yaitu briket batubara dengan komposisi batubara 85 %, molasis 5 %, serbuk kayu 5 % dan kapur 10 %.

Gambar 6.1 Grafik temperatur pembakaran untuk 5 tipe briket batubara

Sedangkan temperatur tertinggi dicapai pada 705o C adalah briket tipe bantal dengan komposisi

A-20 yaitu batubara 85 %, molasis 5 %, serbuk kayu 5 % dan kapur 5 % dan lempung 5 %. Sementara briket biket batubara dengan komposisi A-17, B20, B17, C20, D20 dan kenari temperatur tertinggi yang dapat dicapai berkisar antara 593 o - 692oC. Tekanan pada saat

pembriketan ternyata berpengaruh terhadap temperatur yang dicapai, briket yang dibuat pada tekanan 20 MPa cenderung menghasilkan temperatur pembakaran lebih tinggi dibanding dengan yang 17 MPa.

6.2.4 Emisi gas pembakaran

Berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan gas analyzer, apabila briket batubara telah sesuai dengan standar Nasional Indonesia (SNI) atau persyaratan Permen ESDM, dan emisi gas pembakaran seperti CO2, NO, dan SO2 yang ditimbulkan berada di bawah nilai ambang batas

0 200 400 600 800 0 60 120 180 240 300 360 420 A-17 A-20 B-17 B-20 C-20 D-20 KENARI Menit Te m p eratur , 0C

(36)

28

(NAB) yang telah ditetapkan baik menurut Permen ESDM No. 047/2006 ataupun SE-01/Menaker/1997 (Tabel 6.3).

Tabel 6.3 Emisi gas pembakaran briket batubara hasil percobaan

No. Standar CO NO2 SO2

1 KepMen ESDM No.47/2006 626 50 78

2 NAB- SE-01/Menaker/1997 25 3,0 2,0

3 Hasil pengujian untuk semua tipe

briket yang dibuat 0-14 0 – 14 0,180 – 1,91

6.2.5 Perbandingan efisiensi pembakaran briket batubara dengan gas LPG

Hasil percobaan penguapan air dengan menggunakan gas LPG dan briket batubara pada tungku kapasitas 5 Kg menunjukkan efisiensi pembakaran sebagai berikut;

a. Gas LPG

Untuk menguapkan air sebanyak 12,34 liter air atau sama dengan 11,34 kg air dibutuhkan 1,51kg gas LPG, nilai kalor gas LPG = 13.500 kkal/Kg

- Jika kalor jenis untuk menaikan temperatur air 1 kkal per 1oC, maka untuk menaikan

temperatur air sebanyak 12,34 kg air sampai dengan 100 0C diperlukan kalori :

12,34 kg X (100-32) 0C X 1 kkal/0C = 839,13 kkal

- Apabila kalor penguapan pada suhu 1000C= 540 kkal/kg setiap 1 liter air, maka untuk

menguapkan air sebanyak 12,34 kg dibutuhkan kalori : 12,34 kg x 540 kkal/kg = 6663,60 kkal

Total kalor untuk proses penguapan = 839,13 + 6663,60 = 7502,72 kkal

Dari percobaan, gas yang terpakai untuk menguapkan air sebanyak 12,34 kg adalah 1,51, kg gas LPG atau =

= 1,51 kg X 13.500 kkal/kg = 23.085 kkal

Jadi efisiensi pembakaran = 7502,72/23.085x 100% = 36,81 % b. Briket Batubara

(37)

29

Untuk menguapkan air sebanyak 13,11 liter air atau sama dengan 13,11 kg air dibutuhkan 4,995 kg briket batbara, dengan nilai kalor briket = 5.200 kkal/kg.

- Jika kalor jenis untuk menaikan temperature air 1kkal per 1oC, maka untuk menaikan

temperatur air sebanyak 12,34 kg air sampai dengan 1000C diperlukan kalori :

13,11 kg X (100-32) 0C X 1 kkal/0C = 891,48 kkal.

- Apabila kalor penguapan pada suhu 1000C= 540 kkal/kg setiap 1 liter air, maka untuk

menguapkan air sebanyak 13,11 kg dibutuhkan kalori : 13,11 kg x 540 kkal/ kg = 7079,40 kkal.

Total kalor untuk proses penguapan = 891,48 + 7.079,40 = 7.970,88 kkal.

Dari percobaan, briket batubara (nilai kalor- = 5226 kkal/kg) yang terpakai untuk menguapkan air sebanyak 4,995 kg atau

= 4,995 kg X 52.226 kkal/kg = 25.698,80 kkal.

Jadi efisiensi pembakaran = 7970,88/25.698,80 X 100% = 30,69 %.

Dengan demikian, efisiensi pembakaran dengan gas LPG lebih besar dibandingkan dengan briket batubara. Hal ini dikarenakan panas yang dihasilkan oleh briket batubara lebih kecil dan cenderung tidak stabil dibanding dengan gas LPG.

6.2.6 Perbandingan keekonomian briket batubara dengan gas LPG

Dari percobaan penguapan air tersebut di atas dapat juga dibandingkan nilai keekonomian dari penggunaan briket batubara ataupun gas LPG. Ternyata jika dibandingkan dengan harga gas LPG yang 3 kg, penggunaan briket batubara sedikit lebih mahal, tetapi apabila dipakai harga gas LPG yang 12 kg, penggunaan briket batubara lebih murah + 23,80 % (Tabel 6.4).

Tabel 6.4 Perbandingan Keekonomian Penggunaan Briket Batubara dan Gas LPG Jenis bahan

bakar untuk penguapan air (kg/L) Kebutuhan bahan bakar Harga Rp/kg per liter air (Rp/L) Biaya penguapan

Gas 3 kg 0,120 4.250 510,00

Gas 12 kg 0,120 6.250 750,00

Briket 0,381 1.500 *) 571.50

(38)

30 6.3 Prospek Pemanfaatn Briket Batubara

Berbagai kendala dan tantangan yang dihadapi serta rekomendasi dalam menggalakan pemanfaatan briket batubara sebagai bahan energi alternatif dapat dilihat pada Tabl 6.5,

Tabel 6.5. Kendala dan rekomendasi dalam pengembangan pemanfaatan briket batubara

No Deskripsi Kendala Rekomendasi

1 Pengusahaan Minat berinvestasi masih

kurang Ada kebijakan dan insentif yang lebih mendukung seperti keringanan pajak, pinjaman lunak, dll. 2 Ketersediaan bahan baku Hanya di daerah pelabuhan Perlu adanya depot di

daerah lainnya 3 Kualitas bahan baku Kualitas yang fluktuaktif,

sehingga kualitas briket juga fluktuatif

Kualiti control yang baik 4 Tata niaga briket batubara Belum baik.

Tidak ada distributor ataupun agen penjualan secara merata sampai di tingkat kecamatan

Perluasan infrastuktur tata niaga briket batubara, dan ada agen penjualan sampai tingkat kecamatan

5 Sikap masyarakat Belum bisa menerima

sepenuhnya Masih perlu sosialisasi 6 Pengoperasian Kurang praktis dan sulit

dimatikan ditengah-tengan pemakaian

Perlu briket penyulut yang baik, murah dan mudah dibuat

7 Keperluan rumah tangga Tidak cocok Lebih diarahkan untuk UKM dengan skala > 5 ton briket per hari

8 Sisa abu pembakaran Cukup banyak (10 %) Perlu diklat akan

pemanfaatan abu

pembakaran 9 Adanya persaingan dari gas

LPG Gas LPG lebih diminati dan infrastukturnya lebih lengkap

Perlu subsidi bagi briket 10 Kemungkinan bahaya meledak

dan kebakaran Bahaya meledak tidak ada Penyimpanan briket harus baik

11 Harga Bervarisasi dan lebih mahal

dibanding harga gas yang di subsidi

Tidak adanya perbe-daan harga dan kualitas yang mencolok

12 Ruang kerja Kecenderungan kurang

bersih Kemasan briket harus baik 13 Arus informasi produsen dan

konsumen briket batubara Tidak lengkap tersedia secara Perlu ada database atau direktori produsen dan konsumen briket syang lengkap dan terbaru

(39)

31

Apabila kendala yang selama ini terjadi seperti pada Tabel 6.5 tersebut program pemanfaatn briket batubara tidak dicarikan solusinya, seperti kebijakan dan insentif yang lebih kondusif untuk merangsang investasi seperti keringanan pajak penjualan, bunga pinjaman lunak, penyediaan bahan baku yang kontinu dengan kualitas yang memenuhi persyaratan dan kemudahan untuk memperolehnya, arus informasi pemasok (suplai) dan kebutuhan (deman) serta harga yang selalu tersedia dan selalu baru (up to date), maka prospek pemanfaatan briket batubara akan sangat lambat yang pada akhirnya program pemerintah untuk lebih memasyarakatkan briket tidak mencapai sasaran sesuai dengan yang diharapkan.

6.4 Usulan RSNI Tungku dan Dapur Briket batubara

Berdasarkan hasil kegiatan penelitian dan pengembangan briket batubara yang dilakukan pada tahun 2006 – 2008, telah berhasil diusulkan Rancangan Standar Nasional Indonesia briket batubara baik yang karbonisasi maupun non karbonisasi, serta kompor untuk rumah tangga bahkan sudah diterbitkan sebagai Standar Nasional Indonesia (SNI) oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN). Pada tahun 2009 akan dicoba disusun draf usulan RSNI tentang tungku dan dapur briket batubara untuk dapat dibahas dan diproses lebih lanjut. Draf usulan RSNI tungku terintegrasi dan dapur briket batubara dapat dilihat pada lampiran A.

Hasil pembahasan draft usulan RSNI baik tungku maupun dapur briket batubara bersama-sama dengan narasumber dari Dirjen Minerbapabum, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementrian Lingkungan Hidup, Departemen Kesehatan, dan Badan Standar Nasional, ternyata draf usulan ini masih banyak yang harus diperbaiki dan dilengkapi, terutama usulan RSNI untuk dapur briket batubara (notulen hasil pembahasan dapat dilihat pada Lampiran B). Diharapkan pada tahun mendatang dapat selesai dan diusulkan ke Pokja RSNI untuk dibahas lebih lanjut agar bisa diusulkan ke BSN.

(40)

32

7

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil kajian pada bab-bab sebelumnya maka dapat ditarik beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut :

7.1 Kesimpulan

1. Kualitas briket batubara terutama yang diproduksi oleh pengusaha kecil umumnya kurang memenuhi persyaratan SNI, akibat penggunaan bahan baku batubara yang berkualitas rendah. 2. Meskipun telah dirasakan manfaat dan penghematannya, namun tungku terintegrasi yang

digunakan oleh beberapa pondok pesantren umumnya tidak dapat dimanfaatkan secara optimal dikarenakan kesulitan mendapatkan briket batubara.

3. Pemanfaatan tungku dan briket batubara di industri kecil seperti di industri bandeng presto, di Kudus, dan industri abon dan permen di Malang ternyata dapat berkembang dengan baik dikarenakan kemudahan dan kuantitas pemakaian briketnya cukup besar dan mudah diperoleh. 4. Dari hasil uji coba dan karakterisasi briket batubara tipe bantal dan kenari yang dilakukan dengan

menggunakan tungku/kompor kapasitas 5 kg briket batubara ternyata :

- Penggunaan briket batubara yang direndam dengan spirtus sebagai briket penyulut, penyalaan awal lebih cepat dan tidak menimbulkan asap;

- Lama rentang pembakaran dengan suhu >2500C mencapai 4-5 jam, efisiensi sekitar 30 %,

dan emisi gas buang cenderung kecil;

- Dalam uji penguapan air, penggunaan briket batubara lebih murah dibandingkan dengan penggunaan gas LPG 12 Kg, dan dapat menghemat biaya +23,8 %.

5. Briket batubara yang menggunakan bahan baku batubara berkualitas sesuai dengan SNI maka akan menghasilkan briket batubara dengan kualitas yang baik dan emisi pembakaran di bawah nilai ambang batas yang ditetapkan baik oleh Kepmen ESDM No.47/2006 ataupun SE-01/Menaker/1997

6. Kebijakan substitusi minyak tanah dengan gas LPG bersubsidi untuk rumah tangga merupakan tantangan besar bagi perkembangan pemanfaatan briket batubara di masa mendatang, dan diperkirakan tidak akan banyak berbeda perkembangannya dengan kondisi saat ini.

7. Usulan RSNI tungku dan dapur briket batubara masih perlu perbaikan dan kelengkapan data dan diharapkan dapat dilanjutkan pada tahun mendatang.

(41)

33 7.2 Saran

1. Peningkatan pemanfaatan briket batubara sebaiknya lebih diarahkan untuk keperluan industri atau usaha kecil menengah (UKM) yang tepat, dan didukung dengan kebijakan adanya larangan penggunaan gas LPG bersubsidi untuk industri.

2. Adanya kebijakan pemerintah yang lebih kondusif bagi para pengusaha/produsen seperti insentif berupa pengurangan pajak penjualan, harga bahan baku yang lebih murah, pinjaman lunak, tersedianya informasi produsen dan konsumen.

3. Perbaikan tata niaga briket batubara yang lebih baik lagi dan penyebaran sentra atau depo penjualan briket sebaiknya sampai ke tingkat kabupaten dan atau tingkat kecamatan.

Gambar

Gambar 2.1  Bentuk briket batubara
Gambar 2.2  Tungku briket batubara untuk industri kecil atau dapur umum  2.2  Peranan Briket Batubara
Tabel 2.1  Perkembangan pemasokan dan konsumsi briket batubara
Gambar 5.1  Pengembangan tungku briket di industri bandeng presto Sari Rasa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan hasil evaluasi dokumen penawaran teknis Pengadaan Jasa Konsultansi Kajian Penyusunan Metode Pengujian Barang Dalam Keadaan terbungkus.. – Liquid Petroleum

Sasaran khusus dari bimbingan teknis ini diharapkan para pelaku UMKM khususnya di wilayah Kota Kendari dapat memahami pentingnya laporan keuangan untuk mengetahui kondisi

Melakukan kegiatan pengelolaan yang meliputi penyiapan bahan, koordinasi dan penyusunan laporan di bidang monitoring dan evaluasi sesuai dengan petunjuk untuk mendukung

Kajian ini mengembangkan model sebelumnya tentang ASB yang fokus pada kegiatan Bimbingan Teknis (BIMTEK), dari model tunggal (satu model) menjadi model ganda (lebih dari

Hasil pengabdian kepada masyarakat kepada pelaku usaha yaitu koperasi sektor riil di Kabupaten Tulungagung dapat disimpulkan bahwa secara empiris program bimbingan teknis tentang

Bimbingan teknis penyusunan Perdes Pengurangan Risiko Bencana di Desa Maria Utara Kecamatan Wawo Kabupaten Bima dilakukan dengan menganalisis draft naskah Raperdes

LAPORAN KEGIATAN BIMBINGAN TEKNIS BIMTEK PROGRAM GURU BELAJAR SERI ASESMEN KOMPETENSI MINUMUM KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 9 – 13 JANUARI 2021 Waktu : 9 – 13 Januari 2021

Hasil penelitian menunjukkan 1 peserta bimbingan teknis merasakan adanya kepuasan dalam mengikuti bimbingan teknis karena mendapatkan pelayanan yang memadai dan mendapatkan materi