• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL

B. Analisis Bivariat

1. Analisis Hubungan antara Jenis Kelamin Anak dengan Kebiasaan Makan

Analisis hubungan antara jenis kelamin anak dengan kebiasaan makan pada anak TK Al-Amanah Kec. Sindang Jaya Kab. Tangerang tahun 2011 diperoleh hasil yang disajikan dalam bentuk tabel 5.10 berikut ini.

Tabel 5.10

Analisis Hubungan antara Jenis Kelamin Anak dengan Kebiasaan Makan Anak di TK Al-Amanah Kec. Sindang Jaya

Kab. Tangerang Tahun 2011

Jenis Kelamin

Kebiasaan Makan Total

P-value Buruk Baik n % n % n % Perempuan 38 55,9 30 44,1 68 100 0,328 Laki-laki 19 45,2 23 54,8 42 100 Total 57 51,8 53 48,2 110 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.10 hasil analisi hubungan antara jenis kelamin anak dengan kebiasaan makan anak diperoleh bahwa di antara 68 anak, terdapat 38 anak perempuan yang memiliki kebiasaan makan buruk (55,9%). Sedangkan di antara 42 anak, terdapat 19 anak laki-laki yang memiliki kebiasaan makan buruk (45,2%). Dari hasil uji statistik didapatkan Pvalue 0,328. Hal ini menunjukkan Pvalue > 0,05, artinya tidak ada hubungan antara jenis kelamin anak dengan kebiasaan makan anak.

2. Analisis Hubungan antara Tingkat Pendidikan Ibu dengan Kebiasaan Makan Anak

makan anak di TK Al-Amanah Kec. Sindang Jaya Kab. Tangerang tahun 2011 diperoleh hasil yang disajikan dalam bentuk tabel 5.11 berikut ini.

Tabel 5.11

Analisis Hubungan antara Tingkat Pendidikan Ibu dengan Kebiasaan Makan Anak di TK Al-Amanah

Kec. Sindang Jaya Kab. Tangerang Tahun 2011

Pendidikan Ibu

Kebiasaan Makan Total

P-value Buruk Baik n % N % n % Rendah 26 55,3 21 44,7 47 100 0,567 Tinggi 31 49,2 32 50,8 63 100 Total 57 51,8 53 48,2 110 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.11 hasil analisis hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kebiasaan makan anak diperoleh bahwa di antara 47 ibu yang berpendidikan rendah, terdapat 26 ibu yang memilik anak dengan kebiasaan makan buruk (55,3%). Sedangkan di antara 63 ibu berpendidikan tinggi, terdapat 31 ibu yang memiliki anak dengan kebiasaan makan buruk (49,2%). Dari hasil uji statistik didapatkan Pvalue 0,567. Hal ini menunjukkan Pvalue > 0,05, artinya tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan kebiasaan makan anak.

3. Analisis Hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan Kebiasaan Makan Anak

di TK Al-Amanah Kec. Sindang Jaya Kab. Tangerang tahun 2011 diperoleh hasil yang disajikan dalam bentuk tabel 5.12 berikut ini.

Tabel 5.12

Analisis Hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan Kebiasaan Makan Anak Di TK Al-Amanah Kec. Sindang Jaya

Kab. Tangerang Tahun 2011

Pekerjaan Ibu

Kebiasaan Makan Total

P-value Buruk Baik n % N % n % Bekerja 35 56,5 27 43,5 62 100 0,337 Tidak bekerja 22 45,8 26 54,2 48 100 Total 57 51,8 53 48,2 110 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.12 hasil analisis hubungan antara pekerjaan ibu dengan kebiasaan makan anak diperoleh bahwa di antara 62 ibu yang bekerja, terdapat 35 ibu (56,5%) yang memiliki anak dengan kebiasaan makan buruk. Sedangkan di antara 48 ibu yang tidak bekerja, terdapat 22 ibu memiliki anak dengan kebiasaan makan buruk (45,8%). Dari hasil uji statistik didapatkan Pvalue 0,337. Hal ini menunjukkan Pvalue > 0,05, artinya tidak ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan kebiasaan makan anak.

4. Analisis Hubungan antara Tingkat Pendapatan Orang Tua dengan Kebiasaan Makan Anak

kebiasaan makan anak di TK Al-Amanah Kec. Sindang Jaya Kab. Tangerang tahun 2011 diperoleh hasil yang disajikan dalam bentuk tabel 5.13 berikut ini.

Tabel 5.13

Analisis Hubungan antara Tingkat Pendapatan Orang Tua dengan Kebiasaan Makan Anak Di TK Al-Amanah

Kec. Sindang Jaya Kab. Tangerang Tahun 2011

Pendapatan Orang Tua

Kebiasaan Makan Total

P-value Buruk Baik n % N % n % Rendah 21 63,6 12 36,4 33 100 0,145 Tinggi 36 46,8 41 53,2 77 100 Total 57 51,8 53 48,2 110 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.13 analisis hubungan antara tingkat pendidikan orang tua dengan kebiasaan makan anak diperoleh bahwa di antara 33 orang tua yang berpendapatan rendah, terdapat 21 orang tua yang memiliki anak dengan kebiasaan makan buruk (63,6%). Sedangkan di antara 77 orang tua yang berpendapatan tinggi, terdapat 36 orang tua yang memiliki anak dengan kebiasaan buruk (46,8%). Dari hasil uji statistik didapatkan Pvalue 0,145. Hal ini menunjukkan Pvalue > 0,05, artinya tidak ada hubungan antara tingkat pendapatan orang tua dengan kebiasaan makan anak.

5. Analisis Hubungan antara Pengetahuan Ibu tentang Gizi dengan Kebiasaan Makan Anak

kebiasaan makan anak di TK Al-Amanah Kec. Sindang Jaya Kab. Tangerang tahun 2011 diperoleh hasil yang disajikan dalam bentuk tabel 5.14 berikut ini.

Tabel 5.14

Analisis Hubungan antara Pengetahuan Ibu dengan Kebiasaan Makan Anak di TK Al-Amanah Kec. Sindang Jaya

Kab. Tangerang Tahun 2011

Pengetahuan Ibu

Kebiasaan Makan Total

P-value Buruk Baik n % N % n % Kurang 18 37,5 30 62,5 48 100 0,012 Cukup 39 62,9 23 37,1 62 100 Total 57 51,8 53 48,2 110 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.14 hasil analisis hubungan antara pengetahuan ibu dengan kebiasaan makan anak diperoleh bahwa di antara 48 ibu yang berpengetahuan kurang, terdapat 18 ibu yang memiliki anak dengan kebiasaan makan buruk (37,5%). Sedangkan di antara 62 ibu yang berpengetahuan cukup, terdapat 39 ibu memiliki anak dengan kebiasaan makan buruk (62,9%). Dari hasil uji statistik didapatkan Pvalue 0,012. Hal ini menunjukkan Pvalue < 0,05, artinya ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan kebiasaan makan anak.

6. Analisis Hubungan antara Sikap Ibu tentang Gizi dengan Kebiasaan Makan Anak

makan anak di TK Al-Amanah Kec. Sindang Jaya Kab. Tangerang tahun 2011 diperoleh hasil yang disajikan dalam bentuk tabel 5.15 berikut ini.

Tabel 5.15

Analisis Hubungan antara Sikap Ibu tentang Gizi dengan Kebiasaan Makan Anak di TK Al-Amanah Kec.

Sindang Jaya Kab. Tangerang Tahun 2011

Sikap Ibu

Kebiasaan Makan Total P-value

Buruk Baik

n % N % n %

Negatif 23 59 16 41 39 100 0,320

Positif 34 47,9 37 52,1 71 100

Total 57 51,8 53 48,2 110 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.15 hasil analisis hubungan antara sikap ibu tentang gizi dengan kebiasaan makan anak diperoleh bahwa di antara 39 ibu yang bersikap negatif, terdapat 23 ibu yang memiliki anak dengan kebiasaan makan buruk (59%). Sedangkan di antara 71 ibu yang bersikap positif, terdapat 34 ibu yang memiliki anak dengan kebiasaan makan buruk (47,9%). Dari hasil uji statistik didapatkan Pvalue 0,320. Hal ini menunjukkan Pvalue > 0,05, artinya tidak ada hubungan antara sikap ibu tentang gizi dengan kebiasaan makan anak.

7. Analisis Hubungan antara Jumlah Anggota Keluarga dengan

Kebiasaan Makan Anak

makan anak di TK Al-Amanah Kec. Sindang Jaya Kab. Tangerang tahun 2011 diperoleh hasil yang disajikan dalam bentuk tabel 5.16 berikut ini.

Tabel 5.16

Analisis Hubungan antara Jumlah Anggota Keluarga dengan Kebiasaan Makan Anak di TK Al-Amanah

Kec. Sindang Jaya Kab. Tangerang Tahun 2011

Jumlah anggota keluarga

Kebiasaan Makan Total

P-value Buruk Baik n % N % n % Besar 29 64,4 16 35,6 45 100 0,034 Kecil 28 43,1 37 56,9 65 100 Total 57 51,8 53 48,2 110 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.16 hasil analisis hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan kebiasaan makan anak diperoleh bahwa di antara 45 anak yang memiliki jumlah anggota keluarga besar, tedapat 29 anak memiliki kebiasaan makan buruk (64,4%). Sedangkan di antara 65 anak yang memiliki jumlah anggota keluarga kecil, terdapat 28 anak memiliki kebiasaan makan buruk (43,1%). Dari hasil uji statistik didapatkan Pvalue 0,034. Hal ini menunjukkan Pvalue < 0,05, artinya ada hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan kebiasaan makan anak.

8. Analisis Hubungan antara Pantangan dengan Kebiasaan Makan Anak

Analisis hubungan antara pantangan dengan kebiasaan makan anak di TK Al-Amanah Kec. Sindang Jaya Kab. Tangerang tahun 2011 diperoleh hasil yang disajikan dalam bentuk tabel 5.17 berikut ini.

Tabel 5.17

Analisis Hubungan antara Pantangan dengan Kebiasaan Makan Anak Di TK Al-Amanah Kec. Sindang Jaya

Kab. Tangerang Tahun 2010

Pantangan

Kebiasaan Makan Total P-value

Buruk Baik

n % N % n %

Ada 23 47,9 25 52,1 48 100 0,565 Tidak ada 34 54,8 28 45,2 62 100

Total 57 51,8 53 48,2 110 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.17 hasil analisis hubungan antara pantangan dengan kebiasaan makan anak diperoleh bahwa di antara 48 anak yang memiliki pantangan, terdapat 23 anak yang mempunyai kebiasaan makan buruk (47,9 %). Sedangkan di antara 62 anak yang tidak memiliki pantangan, terdapat 34 anak yang mempunyai kebiasaan makan buruk (54,8%). Dari hasil uji statistik didapatkan Pvalue 0,565. Hal ini menunjukkan Pvalue > 0,05, artinya tidak terdapat hubungan antara pantangan dengan kebiasaan makan anak.

68

BAB VI PEMBAHASAN

A. Gambaran Kebiasaan Makan Anak Usia Pra Sekolah

Anak yang termasuk kategori pra sekolah adalah anak dengan usia 3-6 tahun (Taufik, 2006). Sedangkan menurut Widjaja (2002), periode sesudah masa bayi hingga berusia 5 tahun disebut periode masa pra sekolah. Istilah pra sekolah memang tak sepopuler balita (bawah lima tahun). Pada usia ini kebutuhan gizinya yang semakin besar sejalan dengan perkembangan fisiknya harus diperhatikan.

Masa-masa yang sangat menentukan bagi kesehatan dan kecerdasan manusia adalah pada usia 0 (nol) sampai dengan 5 (lima). Pada masa-masa ini penting bagi seorang ibu untuk memberikan perhatiannya, seperti halnya perawatan jasmani anak dalam bentuk pemberian gizi seimbang (Wahyuni, 2001). Hal ini dapat dilakukan dengan membentuk kebiasaan makan anak yang baik sedini mungkin.

Menurut Suyatno (2010), kebiasaan makan adalah suatu pola perilaku konsumsi pangan yang diperoleh karena terjadinya berulang-ulang. Kebiasaan makan terbentuk dalam dua tahun pertama kehidupan anak dan berpengaruh terhadap kebiasaan makan pada tahun-tahun berikutnya.

Penilaian kebiasaan makan anak dalam penelitian ini menggunakan metode food recall 2×24 jam. Berdasarkan hasil penelitian di TK Al-Amanah Kecamatan Sindang Jaya Kabupaten Tangerang tahun 2011, diperoleh bahwa

dari 110 anak, lebih banyak yang memiliki kebiasaan makan buruk, namun perbedaan proporsinya tidak terlalu jauh dengan anak yang memiliki kebiasaan makan baik. Menurut Suyatno (2010), kebiasaan makan seseorang terbentuk sejak kecil, dan suatu kebiasan makan yang teratur dalam keluarga akan membentuk kebiasaan yang baik bagi anak-anak. Selain itu, Hermina (1997) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa banyak anak-anak pra sekolah cenderung mengkonsumsi makanan modern. Lebih dari 60% anak di TK favorit sudah biasa mengkonsumsi fried chicken, burger, pizza, dsb dengan frekuensi yang bervariasi.

Pada penelitian ini kebiasaan makan yang banyak dilakukan oleh anak yang mempunyai kebiasaan makan buruk yaitu makan tidak dengan menu seimbang, bekal yang lebih banyak dibawa yaitu mie instan, dan selingan yang dikonsumsi merupakan jajanan yang kurang kandungan gizinya. Selain itu, ada pula anak yang kebutuhan energinya terpenuhi hanya dari susu kental manis.

Kebiasaan makan yang salah adalah satu penyebab timbulnya masalah gizi. Jika hal ini dibiarkan akan memperburuk keadaan anak, yang akhirnya dapat mengganggu tumbuh kembang anak (Suyatno, 2010). Menurut Sunarwati (2009), anak adalah pewaris, penerus dan calon pengemban bangsa. Oleh karena itu, tumbuh kembang dan gizi anak harus diperhatikan, karena tumbuh kembang dan gizi anak yang baik akan memberi kontribusi pada

peningkatan kualitas SDM sejak dini.

B. Hubungan Variabel Independen dengan Variabel Dependen

Penelitian ini dilakukan di TK Al-Amanah Kecamatan Sindang Jaya Kabupaten Tangerang dengan sampel sebanyak 110 anak. Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu jenis kelamin anak, pendidikian dan pekerjaan ibu, tingkat pendapatan orang tua, pengetahuan dan sikap ibu tentang gizi, jumlah anggota keluarga dan pantangan dengan kebiasaan makan anak di TK Al-Amanah Kecamatan Sindang Jaya Kabupaten Tangerang tahun 2010. Adapun hasil penelitian mengenai hubungan antara variabel independen dan variabel dependen akan diuraikan sebagai berikut:

1. Hubungan antara Jenis Kelamin Anak dengan Kebiasaan Makan Anak

Menurut Apriadji (1986) dalam Widiyaningsih (2006), jenis kelamin merupakan faktor internal yang menentukan besar kecilnya kebutuhan gizi bagi seseorang. Laki-laki lebih banyak membutuhkan zat tenaga dan protein daripada perempuan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan di TK Al-Amanah Kec. Sindang Jaya Kab. Tangerang tahun 2011 menunjukkan bahwa lebih

banyak perempuan dibandingkan laki-laki. Selain itu, diketahui juga sebagian besar kebiasaan makan buruk terjadi pada perempuan. Berdasarkan hasil uji chi-square didapatkan bahwa jenis kelamin anak tidak signifikan berhubungan dengan kebiasaan makan. Hasil penelitian ini sejalan dengan Herawati (1998) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin anak dengan kebiasaan makan anak.

Tidak adanya hubungan antara jenis kelamin anak dengan kebiasaan makan anak diasumsikan dapat terjadi karena ibu tidak membedakan dalam pemberian makanan, baik pada perempuan maupun laki-laki. Meskipun kebiasaan makan buruk lebih banyak ditemukan pada anak perempuan, hal ini dimungkinkan karena anak perempuan lebih sulit makannya dibandingkan laki-laki. Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992), masa seorang anak yang berada pada usia kurang dari lima tahun termasuk salah satu masa yang tergolong rawan. Pada umumnya anak perempuan lebih susah makan atau hanya suka pada makanan jajanan yang tergolong hampa kalori dan gizi.

Dengan demikian perlu adanya perhatian terhadap makanan dan kesehatan bagi anak pada usia ini. Sebaiknya anak harus diperkenalkan variasi makanan sejak dini. Variasi yang dimaksud tekstur, warna, dan jenis makanan. Sehingga dapat merangsang makanan yang ditawarkan oleh anak dan membuat suasana makan menjadi hal yang menyenangkan.

2. Hubungan antara Tingkat Pendidikan Ibu dengan Kebiasaan Makan

Tingkat pendidikan yang tinggi akan mempermudah seseorang untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi khususnya tentang makanan yang baik untuk kesehatan. Tetapi pendidikan yang tinggi tidak selalu diikuti dengan pengetahuan yang memadai tentang gizi. Pengetahuan gizi ibu yang baik diharapkan dapat diwujudkan dalam penyediaan makan sehari-hari dalam keluarga dan memberi pendidikan gizi pada anak (Suhardjo, 1989).

Menurut Irawati (1999) dalam Wahyuningsih (2004), menyatakan bahwa tingkat pendidikan ibu merupakan faktor penting yang mampu menggambarkan status sosial dan merupakan dasar pengambilan keputusan dan bertindak.

Dari hasil penelitian di TK Al-Amanah Kec. Sindang Jaya Tangerang tahun 2011 diperoleh bahwa lebih banyak responden yang pendidikannya tinggi dibandingkan dengan pendidikannya rendah. Selain itu, diketahui juga anak yang mempunyai kebiasaan makan buruk lebih banyak terdapat pada anak yang memiliki ibu dengan pendidikan tinggi. Berdasarkan hasil uji chi-square didapatkan bahwa tingkat pendidikan ibu tidak signifikan berhubungan dengan kebiasaan makan. Penelitian ini sejalan dengan Edyson (2008) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan kebiasaan makan.

berpendidikan tinggi, namun karena kesibukannya dalam bekerja sehingga membuatnya tidak dapat memberikan perhatian lebih kepada anak-anaknya, khususnya dalam pemilihan dan penyediaan makanan bergizi untuk anak dan keluarga sehari-hari. Selain itu, dimungkinkan juga karena pendidikan yang tinggi tersebut tidak diikuti pengetahuan di bidang gizi. hal tersebut didukung oleh pernyataan Suhardjo (1989), yang menyatakan bahwa pendidikan yang tinggi tidak selalu diikuti dengan pengetahuan yang memadai tentang gizi. Sehingga akan berpengaruh terhadap pemilihan dan penyediaan makanan sehari-hari dalam keluarga.

Dengan demikian perlu diadakan penyuluhan tentang gizi, sehingga dapat terwujudnya kebiasaan makan anak yang baik sejak dini.

3. Hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan Kebiasaan Makan Anak

Berdasarkan hasil penelitian di TK Al-Amanah Kec. Sindang Jaya Kab. Tangerang tahun 2011 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki status bekerja. Selain itu, diketahui juga bahwa sebagian besar ibu yang bekerja memiliki anak dengan kebiasaan makan buruk. Dari hasil uji chi-square didapatkan bahwa pekerjaan ibu tidak signifikan berhubungan dengan kebiasaan makan pada anak. Hasil penelitian ini sejalan dengan Herawati (1998) dan Wahyuningsih (2004)

yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara pekerjaan ibu dengan kebiasaan makan anak.

Hal ini dimungkinkan karena ibu yang bekerja tidak mempunyai banyak waktu di rumah. Sehingga dalam mengasuh anak, mengontrol asupan makanan dan memperhatikan anak-anaknya sangat kurang dibandingkan ibu yang tidak bekerja.

Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Senduk (2000), yang menyatakan bahwa keluarga dengan satu orang pencari nafkah (pendapatan) dalam hal ini ibu tidak bekerja akan memiliki biaya hidup yang lebih sedikit dibandingkan dengan keluarga dengan dua orang yang bekerja. Akan tetapi, mereka memiliki keuntungan lebih, dimana ibu tinggal di rumah untuk lebih memperhatikan anak-anaknya. Dengan demikian, perlu adanya program penyediaan makanan yang bergizi di TK sesuai dengan kebutuhan anak. Sehingga meskipun ibu bekerja, tetapi kualitas makanan anak tetap terjaga.

4. Hubungan antara Tingkat Pendapatan Orang tua dengan Kebiasaan

Makan Anak

Pendapatan merupakan faktor tidak langsung yang mempengaruhi konsumsi pangan, dimana terdapat hubungan yang positif antara

pendapatan dan gizi karena pendapatan merupakan faktor penting bagi pemilihan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Keluarga yang berpendapatan rendah sering kali tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan sehingga kebutuhan gizi anggota keluarga kurang tercukupi (Berg, 1986).

Hasil penelitian di TK Al-Amanah Kec. Sindang Jaya Kab. Tangerang menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua memiliki pendapatan tinggi (≥ UMK tangerang). Selain itu, diperoleh pula bahwa anak yang mempunyai kebiasaan makan buruk lebih banyak ditemukan pada responden yang berpendapatan tinggi. Berdasarkan hasil uji chi-square didapatkan bahwa pendapatan tidak signifikan berhubungan dengan kebiasaan makan. Hasil penelitian ini sejalan dengan Yudi (2007) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pendapatan orang tua dengan kebiasaan makan anak.

Hal ini dimungkinkan karena pendapatan yang tinggi, sehingga orang tua lebih sering membelikan makanan siap saji bagi anak, tanpa menghiraukan kandungan gizinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Soehardjo (1989), menyatakan bahwa pengeluaran uang yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan. Selain itu, penulis berasumsi bahwa sebagian besar dari pendapatan tersebut tidak digunakan untuk penyediaan makanan dan pemenuhan gizi yang baik bagi keluarga. Hal tersebut didukung oleh pendapat Berg (1986)

dalam Soehardjo (1989), yang menyatakan bahwa peningkatan pendapatan tidak selalu membawa perbaikan pada konsumsi pangan karena walaupun banyak pengeluaran untuk pangan, belum tentu kualitas makanan yang dikonsumsi lebih baik. Perlu juga diketahui bahwa peningkatan pendapatan walaupun meningkatkan pengeluaran belum tentu pengeluaran itu digunakan untuk pangan. Dengan demikian, perlu adanya perhatian dalam hal pengeluaran, terutama pengeluaran untuk pangan.

5. Hubungan antara Pengetahuan Ibu tentang Gizi dengan Kebiasaan Makan Anak

Menurut Depdikbud (1994), pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui; kepandaian. Gizi adalah zat makanan pokok yang diperlukan bagi pertumbuhan dan kesehatan badan.

Jaya Kab. Tangerang menunjukkan bahwa lebih banyak ibu yang berpengetahuan cukup dibandingkan dengan ibu berpengetahuan kurang. Selain itu, diketahui juga bahwa anak yang mempunyai kebiasaan makan buruk lebih banyak terjadi pada ibu berpengetahuan cukup. Berdasarkan hasil uji chi-square didapatkan bahwa pengetahuan ibu tentang gizi signifikan berhubungan dengan kebiasaan makan. Hasil penelitian ini sejalan dengan Munawaroh (2006) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi dengan kebiasaan makan anak.

Meskipun responden mempunyai pengetahuan zat-zat gizi dan bahan makanan yang bergizi belum tentu diterapkan dalam memilih hidangan untuk keluarga. Selain itu, hal ini dimungkinkan karena responden hanya sebatas tahu dan memahami tanpa mengaplikasikannya dalam pemilihan dan penyediaan makanan sehari-hari dalam keluarga.

Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003), yang menyatakan bahwa pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.

Walaupun hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan ibu sudah cukup tetapi pada kenyataannya pengetahuan yang sudah dimiliki tersebut tidak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang

dilakukan oleh sebagian besar responden yaitu membolehkan anak-anak mereka memilih makanan yang mereka inginkan, dengan alasan mareka akan menangis jika tidak dituruti keinginannya. Adapun makanan yang mereka pilih yaitu mie instan dan jajanan yang mengandung MSG juga lebih banyak mengandung kalori. Meskipun responden mengetahui dan paham akan kandungan dan bahaya yang dapat ditimbulkan makanan tersebut, tetapi mereka tetap saja membolehkan anak-anak mereka untuk mengonsumsinya. Dengan demikian, perlu adanya penyuluhan bagi ibu dan anak mengenai makanan bergizi.

6. Hubungan antara Sikap Ibu tentang Gizi dengan Kebiasaan Makan

Dokumen terkait