• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.3.4. Analisis Hubungan Upaya Pengendalian dengan Kejadian Penyakit TB Paru Paru

Setelah melakukan wawancara dengan responden dan menguji hasil wawancara tersebut dengan uji statistik chi square maka hubungan antar variabel dapat dilihat pada Tabel 4.11. di bawah ini:

Tabel 4.11. Hubungan Upaya Pengendalian Berdasarkan Perilaku Hidup Sehat dengan Kejadian Penyakit TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

Kejadian Penyakit TB Paru

Sakit Tidak Sakit Total Upaya Pengendalian

n % n % n %

p Value Perilaku Hidup Sehat

Kurang baik 22 71 9 29 31 100

Baik 2 22,2 7 77,8 9 100 0,018

Berdasarkan Tabel 4.11. diatas pada variabel perilaku hidup sehat dapat diketahui bahwa dari 9 responden yang memiliki perilaku baik mayoritas tidak sakit atau tidak menderita TB paru yaitu sebanyak 7 orang (77,8%) dibandingkan dengan responden yang sakit atau menderita TB paru yaitu hanya 2 orang (22,2%). Sedangkan 31 responden yang memiliki perilaku kurang baik mayoritas sakit atau menderita TB paru yaitu sebanyak 22 orang (71%) dibandingkan dengan responden yang tidak sakit atau tidak menderita TB paru yaitu sebanyak 9 orang (29%).

Hasil analisis bivariat dengan uji chi square didapat nilai p = 0,018 (p<0,05), artinya ada hubungan perilaku hidup sehat dengan kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012.

4.4. Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk menentukan variabel independen sanitasi lingkungan rumah (kepadatan penghuni, lantai rumah, ventilasi, pencahayaan, kelembaban dan suhu), penghasilan keluarga, tingkat pendidikan dan upaya pengendalian (perilaku hidup sehat) yang berpengaruh terhadap variabel dependen yaitu kejadian penyakit TB paru.

Uji yang digunakan dalam analisis multivariat ini adalah uji regresi logistik berganda yaitu untuk mencari pengaruh terhadap kejadian penyakit TB paru. Pada penelitian ini, variabel yang akan dimasukkan ke dalam model analisis regresi logistik adalah variabel yang pada analisis bivariat mempunyai nilai p<0,25 yaitu ventilasi, pencahayaan, kelembaban, suhu, penghasilan keluarga dan perilaku hidup sehat. Variabel yang mempunyai nilai p>0,25 akan dikeluarkan dari model secara berurutan atau bertahap dimulai dari p value terbesar. Hasil dari analisis multivariat dengan uji logistik regresi berganda dapat dilihat pada Tabel 4.12. di bawah ini : Tabel 4.12. Pengaruh Sanitasi Lingkungan Rumah, Penghasilan Keluarga dan

Upaya Pengendalian terhadap Kejadian Penyakit TB Paru pada Ibu Rumah Tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang

Variabel B P value Exp (B) 95% CI

Ventilasi 0,904 0,518 2,470 0,159 – 38,368

Pencahayaan 2,216 0,149 9,175 0,452- 186,176 Kelembaban -0,526 0,733 0,591 0,029 – 12,109

Suhu 2,786 0,079 16,222 0,722 – 364,650

Penghasilan keluarga 4,271 0,016 71,623 2,219 – 311,596 Perilaku hidup sehat 3,224 0,085 25,132 0,640 – 986,752

Berdasarkan Tabel 4.12. diatas dapat di ketahui bahwa ada 2 (kedua) variabel yang dikeluarkan dari analisis uji regresi logistik karena mempunyai nilai p>0,25 yaitu ventilasi dan kelembaban. Dan ada 4 (empat) variabel yang masuk ke dalam kandidat model yaitu variabel pencahayaan, suhu, penghasilan keluarga dan perilaku hidup sehat untuk menentukan variabel yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada Tabel 4.13. di bawah ini:

Tabel 4.13. Pengaruh Pencahayaan, Suhu, Penghasilan Keluarga dan Perilaku Hidup Sehat terhadap Kejadian Penyakit TB Paru pada Ibu Rumah Tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang

Variabel B P value Exp (B) 95% CI

Pencahayaan 2,372 0,088 10,717 0,705 – 162,910

Suhu 2,506 0,060 12,256 0,902 – 166,564

Penghasilan keluarga 4,034 0,007 56,502 2,949– 82,615 Perilaku Hidup Sehat 3,341 0,035 28,254 1,260 – 633,328

Constant -16,736 0,002 0,000

Berdasarkan Tabel 4.13. di atas dapat diketahui bahwa variabel pencahayaan dan suhu akan dikeluarkan dari model karena memiliki nilai p>0,05, oleh karena itu variabel yang masuk kedalam kandidat model selanjutnya adalah variabel penghasilan keluarga dan perilaku hidup sehat dan dapat dilihat pada tabel 4.14 dibawah ini:

Tabel 4.14. Pengaruh Penghasilan Keluarga dan Perilaku Hidup Sehat terhadap Kejadian Penyakit TB Paru pada Ibu Rumah Tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang

Variabel B P value Exp (B) 95% CI

Penghasilan keluarga 3,201 0,001 24,549 3,554– 169,585 Perilaku Hidup Sehat 2,794 0,013 16,346 1,807 – 147,861

Constant -8,301 0,001 0,000

Berdasarkan Tabel 4.14. di atas dapat diketahui bahwa kekuatan pengaruh variabel penghasilan keluarga dan perilaku hidup sehat terhadap kejadian penyakit TB paru. Semakin besar nilai Exp (β) maka semakin kuat pengaruh variabel

terhadap kejadian penyakit TB paru. Dari kedua variabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa variabel yang paling dominan memengaruhi kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga adalah penghasilan keluarga dengan nilai koefisien

(Exp.β) tertinggi yaitu 24,549

Model persamaan regresi logistik yang diperoleh adalah:

Y = a+ b1X1 + b2X2 atau Y = -8,301 + 3,201X1 + 2,794X2

Keterangan :

Y = Variabel dependen (kejadian penyakit TB paru) X1 = Penghasilan keluarga

X2 = Perilaku hidup sehat

Hasil persamaan regresi logistik berganda menunjukkan bahwa jika penghasilan keluarga (X1) dan perilaku hidup sehat (X2), ditingkatkan ke arah yang lebih baik, maka hal ini akan menyebabkan penurunan angka kejadian penyakit TB paru di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang. Dapat dihitung

ramalan probalilitas (risiko) responden untuk menderita TB paru dapat dihitung dengan persamaan berikut :

y = -8,301 + 3,201 (penghasilan keluarga) + 2,794 (perilaku hidup sehat) y = -8,301 + 3,201 (1) + 2,794 (1)

y = -2,306

Dengan nilai probalilitasnya adalah : p = 1/(1+e-y) = 1/ (1+2,7-(-2,306)) = 0,092

Dengan demikian, probabilitas responden untuk menderita TB paru adalah 9,2%. Artinya semakin rendah penghasilan keluarga dan semakin buruk perilaku hidup sehat maka angka kejadian penyakit TB paru akan meningkat sebesar 9,2%.

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Berdasarkan Tabel 4.1. diketahui bahwa mayoritas responden ada pada kelompok umur 35 – 50 tahun yaitu sebanyak 24 orang (60%), 9 orang (22,5%) pada kelompok umur 25 – 34 tahun dan 7 orang (17,5%) pada kelompok umur 15 – 24 tahun. Hal ini berarti bahwa umur mereka masih tergolong usia angkatan kerja. 5.2. Sanitasi Lingkungan Rumah

Sanitasi lingkungan rumah responden pada penelitian ini terkait pada kepadatan penghuni, lantai rumah, ventilasi, pencahayaan, kelembaban dan suhu. 5.2.1. Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah Berdasarkan Kepadatan

Penghuni dengan Kejadian Penyakit TB Paru

Kepadatan hunian dalam penelitian ini adalah perbandingan antara luas lantai rumah responden dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal, memenuhi syarat kesehatan jika luas lantai rumah ≥9 m2

per orang atau dalam kategori baik.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan secara proporsi kepadatan penghuni yang baik atau yang memenuhi syarat kesehatan (47,5%) hampir sebanding dengan yang tidak baik atau yang tidak memenuhi syarat kesehatan (52,5%). Secara statistik menunjukkan tidak ada hubungan kepadatan penghuni dengan kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga dengan nilai p = 0,447 (p>0,05). Hal ini bisa

terjadi karena adanya homogenitas antara kepadatan penghuni baik atau memenuhi syarat dengan yang tidak baik atau tidak memenuhi syarat, sedangkan responden yang memiliki kepadatan penghuni baik mayoritas menderita TB paru. Artinya walaupun responden tinggal dalam rumah dengan kepadatan penghuni baik tetapi memiliki ventilasi, suhu, kelembaban yang kurang serta perilaku hidup tidak sehat maka akan memberi pengaruh besar terhadap kejadian penyakit TB paru begitu juga sebaliknya.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahastuti (2006) yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh antara kepadatan hunian dengan kejadian penyakit TB paru di Kabupaten Gunung Kidul. Sama halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayunah (2008) di Kabupaten Cilandak Jakarta Selatan dan Supriyadi (2003) di Kota Banjarmasin yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kepadatan hunian dengan penyakit TB paru.

Kondisi kepadatan hunian di dalam rumah akan mempengaruhi kondisi suhu udara dan kualitas udara yang ada dalam ruangan. Seperti meningkatnya kadar CO2 dalam ruangan sehingga suplai O2 yang dibutuhkan penghuni dalam rumah jadi berkurang. Kepadatan penghuni juga mempengaruhi penularan TB paru melalui kontak erat penderita TB paru BTA (+) dengan penghuni rumah yang lain, sehingga risiko untuk tertular penyakit ini semakin besar. Karena rumah dengan jumlah penghuni yang padat akan meningkatkan kadar CO2 dalam rumah, dengan meningkatnya kadar CO2 dalam rumah memberi kesempatan tumbuh dan berkembang biak bagi bakteri Mycobacterium tuberculosis, sehingga jumlah bakteri

di dalam rumah dapat meningkat. Banyaknya bakteri Mycobacterium tuberculosis di dalam rumah yang di dukung oleh jumlah penghuni yang padat akan meningkatkan risiko untuk terjadinya TB paru (Notoatmojdo, 2011).

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang di lakukan oleh Almaini (2007) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian penyakit TB paru di Kabupaten Rejang Lebong. Sama halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan Sutangi (2003) di Kabupaten Indramayu yang menyatakan bahwa ada pengaruh antara kepadatan hunian terhadap kejadian penyakit TB paru.

5.2.2. Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah Berdasarkan Lantai Rumah

Dokumen terkait