• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberculosis Paru

6. Cara Melakukan Pemeriksaan dengan Mikroskop

2.3. Faktor yang Memengaruhi Kejadian Penyakit TB Paru

2.3.1. Karakteristik Individu

Beberapa karakteristik individu yang dapat menjadi faktor risiko terhadap kejadian penyakit TB paru adalah:

1. Umur

Variabel umur berperan dalam kejadian penyakit TB paru. Dari hasil penelitian yang di laksanakan di New York pada panti penampungan orang-orang gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi TB paru aktif meningkat secara bermakna sesuai umur. Prevalensi TB paru tampaknya meningkat seiring dengan peningkatan usia. Pada wanita prevalensi mencapai maksimum pada usia 40-50 tahun dan kemudian berkurang sedangkan pada pria prevalensi terus meningkat sampai sekurang-kurangnya mencapai usia 60 tahun (Crofton, 2002). 2.3.2. Sanitasi Lingkungan Rumah

Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya (Notoatmodjo, 2011).

Lingkungan rumah adalah segala sesuatu yang berada di dalam rumah. Lingkungan rumah terdiri dari lingkungan fisik yaitu ventilasi, suhu, kelembaban, lantai, dinding serta lingkungan sosial yaitu kepadatan penghuni. Rumah yang ruangan terlalu sempit atau terlalu banyak penghuninya akan kekurangan oksigen menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh yang memudahkan terjadinya penyakit sehingga penularan penyakit saluran pernapasan seperti TB paru akan mudah terjadi di antara penghuni rumah (Notoatmodjo, 2003).

Lingkungan rumah menurut WHO adalah suatu struktur fisik dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung. Lingkungan dari struktur tersebut juga semua fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan individu, oleh karena itu lingkungan rumah merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kesehatan penghuninya (Notoatmodjo, 2003). Dan lingkungan rumah yang kurang baik merupakan salah satu tempat yang baik dalam menularkan penyakit seperti penyakit TB paru (Soemirat, 2009).

1. Kepadatan Penghuni Rumah

Cepat lambatnya penularan penyakit salah satunya ditentukan oleh faktor kepadatan yang ditentukan oleh jumlah dan distribusi penduduk. Dalam hal ini kepadatan hunian yang apabila tidak dapat suplai rumah sehat yang memadai dan terjangkau, dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit seperti penyakit TB paru (Soemirat, 2009).

Kepadatan adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal. Persyaratan untuk kepadatan hunian untuk seluruh perumahan biasa dinyatakan dalam m2 per orang. Luas minimum per orang sangat relatif, tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk perumahan sederhana minimum 9 m2 per orang. Untuk kamar tidur di perlukan minimum 3 m2 per orang. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni ≥ 2 orang kecuali untuk

adalah 90 cm. Apabila ada anggota keluarga yang menderita penyakit TB paru sebaiknya tidak tidur dengan anggota keluarga lainnya (Kepmenkes, 1999).

Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memberikan pengaruh bagi penghuninya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyababkan overcrowded. Hal ini tidak sehat karena di samping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah satu anggota keluarga menderita suatu penyakit infeksi terutama TB paru akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain, karena seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada dua sampai tiga orang di dalam rumahnya (Notoatmodjo, 2003).

Kepadatan merupakan pre-requisite untuk proses penularan penyakit, semakin padat maka perpindahan penyakit khususnya penyakit melalui udara akan semakin mudah dan cepat. Oleh sebab itu kepadatan hunian dalam rumah merupakan variabel yang berperan dalam kejadian penyakit TB paru (Supriyono, 2002).

2. Lantai Rumah

Lantai merupakan dinding penutup ruangan bagian bawah, konstruksi lantai rumah harus rapat air dan selalu kering agar mudah di bersihkan dari kotoran dan debu. Selain itu dapat menghindari meningkatnya kelembaban dalam ruangan. Untuk mencegah masuknya air ke dalam rumah, maka lantai rumah sebaiknya di naikkan 20 cm dari permukaan tanah. Keadaan lantai rumah perlu dibuat dari bahan yang kedap terhadap air sehingga lantai tidak menjadi lembab dan selalu basah seperti tegel, semen dan keramik (Suyono, 2005).

Lantai rumah jenis tanah memiliki peran terhadap proses kejadian penyakit TB paru, melalui kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah cenderung menimbulkan kelembaban, dengan demikian viabilitas bakteri Mycobacterium tuberculosis di lingkungan juga sangat mempengaruhi (Achmadi, 2008).

Lantai yang tidak memenuhi syarat dapat dijadikan tempat hidup dan perkembang biakan bakteri terutama bakteri Mycobacterium tuberculosis. Menjadikan udara dalam ruangan lembab, pada musim panas lantai menjadi kering sehingga menimbulkan debu yang berbahaya bagi penghuninya (Suyono, 2005). 3. Ventilasi

Menurut Sarudji (2010), rumah harus memiliki sistem pertukaran udara yang baik, karena penghuni memerlukan udara yang segar. Setiap ruang/ kamar memerlukan ventilasi yang cukup untuk menjamin kesegaran dan menyehatkan penghuninya.

Ventilasi bermanfaat sebagai pergantian udara dalam rumah serta mengurangi kelembaban. Keringat manusia juga di kenal mempengaruhi kelembaban. Semakin banyak manusia dalam satu ruangan, kelembaban semakin tinggi khususnya karena uap air baik dari pernapasan maupun keringat. Kelembaban dalam ruangan tertutup di mana banyak terdapat manusia di dalamnya lebih tinggi di banding di luar ruangan (Sarudji, 2010).

Secara umum, penilaian ventilasi rumah dengan cara membandingkan antara luas ventilasi dan luas lantai rumah, dengan menggunakan meteran. Menurut indikator penghawaan rumah, luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah

≥10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan

adalah <10% luas lantai rumah (Kepmenkes, 1999).

Menurut Sarudji (2010), entilasi yang baik dalam suatu ruangan memerlukan persyaratan tertentu, diantaranya yang penting adalah luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan, sedangkan luas ventilasi insidental (yang dapat dibuka dan ditutup) minimum 5% dari luas lantai.

Menurut Notoatmodjo (2003), rumah dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan membawa pengaruh bagi penghuninya. Salah satu fungsi ventilasi adalah menjaga aliran udara dalam rumah tersebut tetap segar. Fungsi kedua ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terus-menerus dan bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir.

Menurut Notoatmodjo (2011), fungsi lainya adalah untuk menjaga agar ruangan selalu tetap didalam kelembaban (humidity) yang optimum. Salain itu luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan terhalangnya proses pertukaran aliran udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah, akibatnya bakteri Mycobacterium tuberculosis yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara pernapasan.

Perjalanan bakteri Mycobacterium tuberculosis yang setelah di batukkan akan terhirup oleh orang disekitarnya sampai ke paru-paru, sehingga dengan adanya ventilasi yang baik akan menjamin pertukaran udara, sehingga konsentrasi droplet dapat dikurangi. Konsentrasi droplet bervolume udara dan lamanya waktu menghirup

udara tersebut memungkinkan seseorang akan terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Selain itu pengaruh buruk berkurangnya ventilasi adalah berkurangnya kadar oksigen, bertambahnya gas CO2, adanya bau pengap, suhu udara ruangan naik, dan kelembaban udara bertambah. Kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembang biaknya bakteri-bakteri patogen termasuk bakteri Mycobacterium tuberculosis (Depkes, 2002).

4. Pencahayaan

Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak (Achmadi, 2008). Menurut Notoatmodjo (2003), kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari disamping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau, dan akhirnya dapat merusakan mata. Menurut Sarudji (2010), cahaya dapat dibedakan menjadi 2, yakni :

a. Cahaya alamiah, yakni matahari. Cahaya matahari ini sangat penting, karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil

Mycobacterium tuberculosis. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Seyogyanya jalan masuk cahaya (jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas lantai yang terdapat di dalam ruangan rumah. Perlu diperhatikan dalam membuat jendela diusahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan, tidak

terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela disini, disamping sebagai ventilasi, juga sebagai jalan masuk cahaya.

Lokasi penempatan jendela pun harus diperhatikan dan diusahakan agar sinar matahari lama menyinari lantai (bukan menyinari dinding). Maka sebaiknya jendela itu harus di tengah-tengah tinggi dinding (tembok). Jalan masuknya cahaya ilmiah juga diusahakan dengan genteng kaca.

b. Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya. Kualitas dari cahaya buatan tergantung dari terangnya sumber cahaya (brighness of thesource).

Rumah dengan pencahayaan yang buruk sangat berpengaruh terhadap kejadian penyakit TB paru. Bakteri Mycobacterium tuberculosis dapat bertahan hidup pada tempat yang sejuk, lembab dan gelap tanpa sinar matahari bertahun-tahun lamanya, dan mati bila terkena sinar matahari, lisol, sabun, karbon dan kapas api, bakteri ini akan mati dalam waktu dua jam. Rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai risiko menderita TB paru 3-7 kali di bandingkan dengan rumah yang dimasuki sinar matahari (Fatimah, 2008).

5. Kelembaban

Kelembaban udara berpengaruh terhadap konsentrasi pencemar di udara. Kelembaban berhubungan negatif (terbalik) dengan suhu udara. Semakin tinggi suhu udara, maka kelembaban udaranya akan semakin rendah (Suryanto 2003). Kelembaban yang standar apabila kelembaban udaranya akan semakin rendah. Kelembaban merupakan sarana baik untuk pertumbuhan mikroorganisme terutama

Mycobacterium tuberculosis. Kelembaban rumah yang tinggi dapat mempengaruhi penurunan daya tahan tubuh seseorang dan meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Kelembaban juga dapat meningkatkan daya tahan hidup bakteri. Kelembaban dianggap baik jika memenuhi 40%-70% dan buruk jika kurang dari 40% atau lebih dari 70% (Sarudji, 2010).

Kelembaban berkaitan erat dengan ventilasi karena sirkulasi udara yang tidak lancar akan mempengaruhi suhu udara dalam rumah menjadi rendah sehingga kelembaban udaranya tinggi (Achmadi, 2008).

Rumah yang tidak memiliki kelembaban yang memenuhi syarat kesehatan akan mambawa pengaruh bagi penghuninya. Rumah merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, antara lain bakteri, spiroket, ricketsia dan virus. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara. Seperti yang telah diuraikan oleh (Gould, 2003, dalam Ayunah, 2008), bakteri Mycobacterium tuberculosis seperti halnya bakteri lain, akan tumbuh dengan subur pada lingkungan dengan kelembaban tinggi karena air membentuk lebih dari 80% volume sel bakteri dan merupakan hal essensial untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri. 6. Suhu

Salah satu faktor yang menentukan kualitas udara dalam rumah adalah suhu. Di katakan nyaman apabila suhu udara berkisar antara 18 oC -30oC, dan suhu tersebut di pengaruhi oleh suhu udara luar, pergerakan udara dan kelembaban udara. Bakteri

Suhu dalam rumah akan mempengaruhi kesehatan dalam rumah, dimana suhu yang panas tentu akan berpengaruh pada aktivitas (Depkes, 1999, dalam Ayunah, 2008). 2.3.3. Rumah Sehat dan Persyaratannya

Rumah yang sehat menurut Winslow dan APHA (American Public Health Assosiation) harus memenuhi beberapa kriteria kesehatan antara lain memenuhi kebutuhan physiologis, psychologis, mencegah penularan penyakit dan mencegah terjadinya kecelakaan (Chandra, 2006).

Kondisi rumah yang baik penting untuk mewujudkan masyarakat yang sehat. Menurut Permenkes No. 829/1999 rumah dikatakan sehat apabila memenuhi persyaratan empat hal pokok berikut:

1. Memenuhi kebutuhan fisiologis seperti pencahayaan, penghawaan, ruang gerak yang cukup dan terhindar dari kebisingan yang mengganggu.

2. Memenuhi kebutuhan psikologis seperti “privacy” yang cukup dan komunikasi yang baik antar penghuni rumah.

3. Memenuhi persyaratan pencegahan penyakit menular yang meliputi penyediaan air bersih, pembuangan tinja dan air limbah rumah tangga, bebas dari vektor penyakit, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, sinar matahari yang cukup, makanan dan minuman yang terlindung dari pencemaran serta pencahayaan dan penghawaan yang cukup.

4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang berasal dari dalam maupun dari luar rumah.

Dokumen terkait