• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah Berdasarkan Pencahayaan dengan Kejadian Penyakit TB Paru dengan Kejadian Penyakit TB Paru

HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

5.2.4. Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah Berdasarkan Pencahayaan dengan Kejadian Penyakit TB Paru dengan Kejadian Penyakit TB Paru

Pencahayaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perhitungan dari luas ventilasi yang meliputi luas lubang angin, luas jendela rumah dan luas pintu yang terbuka dibagi dengan luas lantai.

Pada umumnya sinar matahari masuk ke dalam rumah responden namun luas ventilasi kurang memadai sehingga cahaya yang masuk tidak memenuhi syarat kesehatan. Kondisi pencahayaan yang kurang disebabkan karena kurangnya ventilasi yang ada pada rumah responden seperti jendela, pintu dan lubang angin sehingga sinar matahari tidak dapat masuk. Selain itu padatnya perumahan dimana antara rumah yang satu dengan yang lain saling berdempetan. Dan ada beberapa rumah yang memiliki jendela namun tidak pernah dibuka yang sehubungan dengan keamanan rumah dari kekhawatiran dengan adanya pencurian. Menurut Notoatmodjo (2011) dan Sarudji (2010) ukuran minimal cahaya masuk kedalam rumah adalah dengan luas ventilasi 15%-20% dari luas lantai.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan pencahayaan dengan kejadian penyakit TB paru dengan nilai p = 0,003 (p<0,05). Dalam hal ini sistem pencahayaan masih dijumpai 10% rumah yang tidak dilengkapi jendela. Rumah yang memiliki jendelapun hanya sebagian kecil yang membukanya setiap pagi hari. Begitu pula dalam hal sinar matahari, ventilasi dan penerangan ruangan, terdapat 30% rumah yang tidak masuk sinar matahari langsung. Ketiadaan jendela atau fungsi jendela, gelap dan lembab dapat mengganggu sistem penghawaan

dan penggantian udara segar dalam rumah. Apalagi bila keadaan rumah tersebut tidak dimasuki sinar matahari secara langsung, dapat menjadi tempat yang baik untuk berkembangnya bakteri Mycobacterium tuberculosis dalam udara ruangan untuk waktu yang lama.

Menurut asumsi peneliti bahwa responden yang memiliki rumah dengan cahaya yang kurang maka akan meningkatkan angka perkembangbiakan bakteri

Mycobacterium tuberculosis karena bakteri ini akan bertahan hidup dalam waktu yang lama tanpa sinar atau cahaya matahari.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suarni (2009) yang menyatakan bahwa ada pengaruh yang bermakna antara pencahayaan rumah yang tidak memenuhi syarat terhadap kejadian penyakit TB paru di Kecamatan Pancoran Mas kota Depok, sama halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fatimah (2008) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pencahayaan dengan kejadian TB paru di Kabupaten Cilacap.

Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayunah (2008) di Kecamatan Cilandak Jakarta Selatan dan Supriyadi (2003) di kota Banjarmasin yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan atau tidak ada pengaruh antara pencahayaan dengan kejadian penyakit TB paru.

Pencahayaan langsung dalam ruangan dapat mengurangi terjadinya penularan bakteri Mycobacterium tuberculosis, karena sinar ultraviolet (sinar matahari) dapat membunuh bakteri ini secara langsung dan cepat. Dalam hal ini luas ventilasi sangat berpengaruh terhadap jumlah cahaya yang masuk ke dalam rumah karena semakin

luas ventilasi maka semakin banyak cahaya yang masuk (Supriyadi, 2003). Perlu diperhatikan dalam membuat jendela diusahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan dan tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela disini disamping sebagai ventilasi juga sebagai jalan masuknya cahaya. Lokasi penempatan jendela juga harus diperhatikan dan diusahakan agar sinar matahari lama menyinari lantai dan bukan menyinari dinding. Maka sebaiknya pembuatan jendela harus di tengah-tengah tinggi dinding. Dan jika memungkinkan sebaiknya menggunakan beberapa atap rumah dengan kaca terutama untuk ruangan yang tidak ada ventilasi sama sekali sehingga ruangan tidak menjadi gelap (Notoatmodjo, 2011). 5.2.5. Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah Berdasarkan Kelembaban

dengan Kejadian Penyakit TB Paru

Kelembaban udara dalam penelitian ini adalah keadaan kelembaban udara dalam rumah yang diukur dengan menggunakan termohygrometer dan dinyatakan dalam persen, memenuhi syarat jika nilai kelembabannya antara 40% - 70%.

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan diketahui bahwa responden yang memiliki rumah dengan kelembaban yang baik atau memenuhi syarat hampir sebanding dengan responden yang memiliki kelembaban yang tidak baik atau tidak memenuhi syarat. Namun dari responden dengan kelembaban yang tidak baik, mayoritas menderita TB paru yaitu sebanyak 78,9%. Hal ini disebabkan karena sebagian besar responden tidak membuka jendela pada siang hari sehingga cahaya matahari tidak dapat masuk secara langsung yang mengakibatkan ruangan dalam rumah menjadi lembab sehingga dapat meningkatkan daya tahan hidup bakteri.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan kelembaban dengan kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga dengan nilai p = 0,045 (p<0,05). Kelembaban dalam rumah sangat berhubungan dengan ventilasi dan pencahayaan. Jika ventilasi dan pencahayaan tidak memenuhi syarat maka kelembaban dalam rumah semakin tidak memenuhi syarat kesehatan. Kurangnya ventilasi rumah, kepadatan perumahan dan pengaruh cuaca yang panas kemungkinan menjadi faktor penyebab kelembaban udara dalam rumah tidak baik atau tidak memenuhi syarat kesehatan.

Kelembaban merupakan sarana yang baik untuk pertumbuhan bakteri

Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini dapat bertahan hidup beberapa jam bahkan berminggu-minggu bahkan bertahun-tahun lamanya pada tempat yang sejuk, lembap dan gelap tanpa sinar matahari (Sarudji, 2010 dan Fatimah, 2008).

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutangi (2003) di Kabupaten Indramayu dan Ruswanto (2010) di Kabupaten Pekalongan yang menyatakan bahwa ada pengaruh yang bermakna antara kelembaban dengan kejadian penyakit TB paru.

Namun berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suarni (2009) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kelembaban rumah dengan kejadian penyakit TB paru di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayunah (2008) di Kabupaten Cilandak Jakarta Selatan yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kelembaban dengan kejadian penyakit TB paru.

5.2.6. Pengaruh Sanitasi Lingkungan Rumah Berdasarkan Suhu terhadap

Dokumen terkait