• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS IKAN TERI NASI ( Stolephorus commersonii, Lac.) SEGAR

Analisis yang dilakukan pada ikan teri segar, yaitu kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, TPC, kapang dan khamir. Prosedur analisis disajikan dalam Lampiran 2.

2. Penelitian Utama

a. Rancangan percobaan

Rancangan yang dipergunakan adalah rancangan acak lengkap pola faktorial dengan dua kali ulangan. Faktor-faktor dalam rancangan ini terdiri atas, (a) konsentrasi asap cair yang digunakan dengan 2 taraf yakni : a1 = 20%,

a2 = 30% dan (b) lama perendaman dalam asap cair dengan 3 taraf, yakni : b1

waktu lama perendaman berdasarkan penelitian Haras (2004). Model rancangan yang digunakan adalah:

Y=

µ

+

a

i +

b

j + (

ab

)ij +

ε

Y : Pengamatan hasil percobaan

µ : rataan umum

a

i : Faktor ke-i, dalam hal ini konsentrasi asap cair

b

j : Faktor ke-j, dalam hal ini lama perendaman dalam asap cair

(

ab)ij : Interaksi kedua faktor

Ε

: Galat sisa

Uji lanjut dilakukan dengan Uji Beda Nyata Jujur dengan rumus:

Q Hit = Qα(p, dbs) X Sy

dimana Qα(p, dbs) = nilai baku q pada taraf uji α, jumlah perlakuan p dan derajat bebas galat (dbs).

b. Perlakuan percobaan

Pada penelitian ini sebelumnya dilakukan analisis proksimat pada ikan teri nasi segar dan analisis asap cair. Setelah analisis awal, dilakukan proses perendaman dalam asap cair Ikan teri segar direndam ±5 cm di bawah permukaan asap cair selama 15, 30, 45 menit di dalam asap cair dengan konsentrasi 20%, 30% dengan 2 kali ulangan. Kemudian ikan teri segar pada masing-masing perlakuan dilakukan pengamatan terhadap kadar fenol. Hasil terbaik dari perlakuan tersebut dilanjutkan dengan penyimpanan selama 9 hari. Selama penyimpanan dilakukan pengamatan tiap dua hari terhadap kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan uji TPC dan khamir.

Sumber : Modifikasi metode Haras (2004)

Gambar 1.Diagram alir metode penelitian

Analisis asap cair

(komponen spesifik kimia asap cair, nilai pH, kadar asam, dan kadar fenol) 

Analisis ikan teri nasi segar

Perlakuan konsentrasi (20 % dan 30 %) sebanyak 450 ml dan lama perendaman (15, 30,

dan 45 menit) 

Penyimpanan Suhu kamar 9 hari dalam wadah tertutup

(analisa tiap 2 hari)

Uji proksimat dan uji TPC , kapang dan khamir

Uji kadar fenol

Uji kadar protein, kadar air, dan uji TPC,

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. ANALISIS ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA

1. Komponen spesifik pada asap cair

Analisis komponen spesifik pada asap cair dilakukan dengan GC-MS. Campuran senyawa yang dilewatkan pada kromatografi gas akan terpisah menjadi komponen-komponen individual. Tujuh senyawa dominan dari masing-masing sampel dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Senyawa Dominan Asap Cair Tempurung Kelapa Hasil Deteksi GC- MS

Komponen Senyawa Spesifik Waktu Retensi (menit)

Nilai Persen Area (%) Fenol 10.53 21.55 2-methoxy fenol 12.48 4.44 furfural,2- furancarboxaldehid 8.04 3.98 2-methyl fenol 11.78 1.73 2-methoxy,4-methyl fenol 14.11 0.89 3-methyl fenol 12.10 0.72 2-methoxy benzeneethanol 15.41 0.43

Hasil analisis GC-MS menunjukkan bahwa senyawa dominan pada asap cair tempurung kelapa adalah fenol (C6H6O, BM = 94) dengan luas area bervariasi dengan rata-rata 21,55 %. Hasil ini sesuai dengan penelitian Luditama (2006), dimana senyawa asap cair tempurung kelapa paling dominan yang dihasilkan adalah fenol, dengan luas area 31,93 % untuk suhu pembakaran 500 ºC dan luas area 34,45 % untuk suhu pembakaran 300 ºC. Demikian pula Tranggono, et al., (1996) dimana senyawa dominan dari asap cair hasil penelitiannya adalah fenol dengan luas area sebesar 44,13 %.

Fenol dan turunannya menjadi senyawa paling dominan pada asap cair tempurung kelapa. Hal ini, dikarenakan komponen paling dominan pada komposisi kimia tempurung kelapa adalah lignin. Menurut Djatmiko et al., (1985) komposisi kimia paling dominan pada tempurung kelapa adalah lignin dengan konsentrasi sebesar 33,30 %. Fenol dihasilkan dari dekomposisi lignin

yang terjadi pada suhu 300 ºC dan berakhir pada suhu 450 ºC (Girrard, 1992). Kadar maksimum senyawa fenol tercapai pada suhu pirolisis 600 ºC (Hamm dan Potthast, 1976 dalam Girrard, 1992). Pada lampiran 3 dapat dilihat hasil lengkap senyawa penyusun dominan asap cair tempurung kelapa hasil deteksi GC-MS.

Gambar 2. Histogram Senyawa Dominan Asap Cair Tempurung Kelapa

Darmadji (1995), menyebutkan bahwa senyawa fenol berperan sebagai antimikrobial. Sifat bakteriosidal dari pengasapan adalah faktor nyata dalam perlindungan nilai gizi produk yang diasap terhadap perusakan biologis (Harris dan Karmas, 1989). Efek fungisidal dalam asap disebabkan oleh fenol dan formaldehid (Daun, 1979; Toth dan Potthast, 1984). Fenol selain bersifat bakteriosidal juga sebagai antioksidan. Sifat ini terutama pada senyawa fenol dengan titik didih tinggi, seperti 2,6-dimethoksi fenol, 2,6-dimethoksi-4-metil- fenol dan 2,6-dimethoksi-4-ethyl fenol (Pearson dan Tauber, 1973).

2. Nilai pH

Salah satu yang menjadi parameter bagus tidaknya kualitas asap cair yang dihasilkan adalah nilai pH. Nilai pH juga menunjukkan tingkat proses penguraian komponen kayu yang terjadi untuk menghasilkan asam organik pada asap cair. Jika nilai pH asap cair rendah hal ini menunjukkan bahwa kualitas asap cair yang digunakan tinggi, karena secara keseluruhan berpengaruh terhadap nilai awet dan daya simpan produk asap maupun sifat organoleptiknya. Nilai pH diukur dengan pH meter.

0 5 10 15 20 25 Ni la i   Persen   (%)

Hasil pengukuran nilai pH pada asap cair tempurung kelapa adalah 3,29. Nilai pengukuran pH ini menunjukkan bahwa kualitas asap cair yang digunakan sebagai pengawet memiliki kualitas yang tinggi. Hal ini karena nilai pH yang dihasilkan memiliki nilai yang rendah. Selain itu nilai pH asap cair yang digunakan sesuai dengan kualitas Wood Vinegar asal Jepang. Menurut Japan Wood Vinegar Association (2001) nilai pH standar asap cair berkisar antara 1,5 – 3,7.

Menurut Luditama (2006), nilai pH asap cair tempurung kelapa memiliki nilai pH yang lebih rendah dibandingkan asap cair yang berbahan baku sabut kelapa. Hal ini dikarenakan tempurung kelapa memiliki komponen hemiselulosa dan selulosa lebih besar daripada sabut kelapa sehingga jumlah asam yang dihasilkan lebih besar. Hemiselulosa dan selulosa adalah komponen kayu yang apabila terdekomposisi akan menghasilkan senyawa- senyawa asam organik seperti asam asetat yang merupakan turunan dari asam karboksilat. Menurut Grimwood (1975), tempurung kelapa mengandung hemiselulosa 8,8 % dan selulosa sebesar 19,24 %, sedangkan sabut kelapa memiliki kandungan hemiselulosa, yang merupakan penghasil asam organik ketika dibakar, sebesar 7,69 % dan selulosa sebesar 18,24 %. Selain itu, menurut Luditama (2006), tinggi rendahnya nilai pH pada asap cair dipengaruhi oleh kadar fenol, suhu pirolisis dan sitem destilasi. Semakin tinggi kadar fenol, suhu pirolisis dan suhu destilasi dari asap cair, semakin rendah pula nilai pH dari asap cair tersebut.

3. Kadar asam

Kadar asam merupakan salah satu sifat kimia yang menentukan kualitas dari asap cair yang diproduksi. Asam asetat merupakan senyawa asam organik yang memiliki peranan tinggi dalam asap cair. Asam asetat kemungkinan terbentuk sebagian dari lignin dan sebagian dari komponen karbohidrat dari selulosa. Browning (1963) menggambarkan pembentukan asam asetat sebagai berikut :

CH2OH CH2OH CH2OH HO O HOH OH OH OH OH CH2OH OH OH CH2 CH2OH HO HO OH OH OH HO -H2O -H2O HO OH CH2OH CH2OH CH2 HOH HOCH O OH OH O OH OH -H2O

C6H10O5 Dedidration and Charring

Sumber : Browning (1963)

Gambar 3. Formulasi Produksi Asam Asetat

Lalu jika (C6H10O5)n dihidrolisis akan membentuk glukosa : (C6H10O5) + nH2O (C6H12O6)

C6H12O6 CH3COOH

Sifat senyawa-senyawa asam pada asap cair bersifat antimikroba. Jika asam organik berada bersama fenol maka sifat antimikroba senyawa-senyawa asam semakin meningkat. Senyawa asam organik terbentuk dari pirolisis komponen-komponen kayu seperri hemiselulosa dan selulosa. Penentuan kadar asam ini dilakukan dengan GC-MS. Hasil lengkap penentuan kadar asam disajikan di Lampiran 4.

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa asap cair tempurung kelapa memiliki kadar asam sebesar 37 %. Kadar asam yang diperoleh pada penelitian ini sesuai dengan penelitian Luditama (2006) yaitu berkisar antara berkisar antara 9,58 sampai 59,93 %. Menurut Luditama (2006), keasaman dari asap cair dipengaruhi oleh kadar fenol pada asap cair tersebut. Semakin tinggi kadar fenol, maka asap cair akan menjadi semakin asam. Selain itu menurut Luditama (2006), kadar asam dari asap cair dipengaruhi oleh suhu fraksi destilasi dan suhu pirolisis sebelum destilasi. Semakin tinggi suhu fraksi destilasi, maka kadar asamnya semakin besar. Semakin rendah suhu pirolisis maka kadar asamnya semakin besar. Perbedaan jumlah kadar asam ini dikarenakan asam organik yang dihasilkan dari dekomposisi komponen hemiselulosa dan selulosa mengalami proses pirolisis pada suhu pembakaran dibawah 300 ºC. Asap cair pada suhu pembakaran 500 ºC memiliki kadar asam yang lebih rendah karena menurut Maga (1988) pada suhu pembakaran diatas 300 ºC senyawa-senyawa fenol, guaikol, dan siringol telah terdekomposisi dari lignin sehingga mempengaruhi kadar asam asap cair. 4. Kadar fenol

Kadar fenol merupakan zat aktif yang memiliki sifat antimikroba dan efek antibakteri pada asap cair. Selain itu, fenol juga dapat memberikan efek antioksidan kepada bahan makanan yang diawetkan. Identifikasi fenol terhadap kualitas asap cair yang dihasilkan, diharapkan dapat mewakili kriteria dari mutu asap cair tersebut, sehingga dapat dinyatakan bahwa asap cair yang digunakan sangat sesuai dengan aplikasi produk yang diawetkan.

Pengukuran kadar fenol pada asap cair dilakukan dengan GC-MS. Hasil lengkap penentuan kadar fenol disajikan di Lampiran 4. Kadar fenol yang dihasilkan sebesar 38 %. Hasil ini sangat berbeda dengan hasil penelitian

Luditama (2006) yang berkisar antara 0,44 – 0,78 % dan hasil penelitian Maga (1988) yaitu antara 0,2 – 2,9 %. Menurut Luditama (2006), suhu pirolisis atau pembakaran 300 ºC dan 500 ºC dari suatu bahan tidak mempengaruhi kadar fenol dari asap cair. Akan tetapi, perbedaan kadar fenol pada asap cair dipengaruhi oleh perbedaan kandungan lignin pada bahan pengasap. Lignin merupakan komponen kayu yang apabila terdekomposis akan menghasilkan senyawa fenol. Menurut Djatmiko, et al. (1985), tempurung kelapa memiliki lignin sebesar 33,30 %, sedangkan menurut Joseph dan Kindagen (1993), sabut kelapa mengandung lignin sebesar 29,23 %.

Faktor utama yang menentukan kadar fenol dalam asap cair adalah banyaknya asap yang dihasilkan selama pembakaran. Hal ini terkait pada faktor suhu dan bahan pengasap yang digunakan. Intensitas pirolisis berhubungan langsung dengan suhu yang dicapai yang terdiri dari transfer panas dan keberadan oksigen (reaksi oksidasi). Sedangkan bahan pengasap berhubungan langsung dengan jenis bahan yang terdiri atas kayu keras ataupun bahan yang dapat dibakar yaitu selulosa, hemiselulosa, lignin, persenyawaan protein dan mineral yang mempengaruhi keberadaan senyawa- senyawa kimia asap (Djatmiko et al., 1985).

B. ANALISIS IKAN TERI NASI (Stolephorus commersonii, Lac.) SEGAR

Analisis pada ikan teri nasi (Stolephorus commersonii, Lac.) segar berupa analisa komponen gizi atau analisa proksimat. Hasil analisis komponen gizi ikan teri nasi (Stolephorus commersonii, Lac.) dapat dilihat pada Tabel 5. Analisa yang dilakukan yaitu analisa kadar abu, kadar air, kadar protein, dan kadar lemak.

Tabel 5. Hasil Analisis Proksimat Ikan Teri Nasi Komposisi Gizi Ikan Teri Nasi

Segar Nilai Persen (%)

Kadar Air 80.39

Kadar Abu 3.25

Kadar Protein 13.74

Kadar Lemak 2.45

Tabel 6. Hasil Analisis Proksimat Menurut Hardinsyah dan Briawan (1990) Komposisi Gizi Ikan Teri Nasi

Segar Nilai Persen (%)

Kadar Air 80

Kadar Abu ¯

Kadar Protein 16

Kadar Lemak 1

Bahan makanan tersusun dari empat komponen utama, yaitu air, protein, karbohidrat, dan lemak. Selain empat hal tersebut, makanan memiliki komponen lain berupa senyawa organik seperti mineral, vitamin atau pigmen-pigmen.

Abu merupakan residu organik dari pembakaran senyawa organik bila bahan dibakar sempurna dalam tungku pengabuan. Kandungan abu total termasuk kadar logam merupakan parameter nilai nutrisi dari makanan. Kadar air adalah kandungan suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah dan berat kering. Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan, dan hal ini merupakan salah satu sebab mengapa di dalam pengolahan pangan, air tersebut sering dikurangi ataupun dikeluarkan dengan cara penguapan atau pengeringan. Menurut Winarno et al. (1984), keawetan bahan pangan memiliki hubungan yang erat dengan kadar air yang dikandungnya. Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno, 1997). Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga tubuh manusia. Selain itu, lemak dan minyak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein (Winarno, 1997).

Hasil uji proksimat atau kandungan gizi ikan teri nasi (Stolephorus

commersonii, Lac.) menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan hasil

penelitian Hardinsyah dan Briawan (1990) pada ikan teri. Hasil uji kadar air diperoleh sebesar 80,39 %, sedangkan hasil penelitian kadar air Hardinsyah dan Briawan (1990) yaitu sebesar 80 %. Hasil uji kadar protein sebesar 13,74, sedangkan hasil penelitian kadar protein Hardinsyah dan Briawan (1990) yaitu sebesar 16 %. Pada hasil uji lemak diperoleh sebesar 2,45 %, sedangkan hasil penelitian kadar lemak Hardinsyah dan Briawan (1990) yaitu sebesar 1 %.

Selain dilakukan uji proksimat, pada ikan teri nasi juga diuji jumlah total mikroba melalui uji TPC dan uji kapang dan khamir. Data hasil uji total mikroba awal dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Uji Jumlah Total Mikroba Awal Ikan Teri Nasi (Stolephorus commersonii, Lac.)

Analisa Jumlah (koloni/gram)

TPC (Total Plate Count) 5.85 x 10³

Kapang dan Khamir 3.45 x 10³

Berdasarkan uji proksimat, ikan teri nasi (Stolephorus commersonii, Lac.) segar memiliki kandungan gizi yang sangat baik, yaitu kadar protein sebesar 13,74 % dan kadar lemak sebesar 2,45 %. Hal ini karena kandungan gizi yang dihasilkan tidak jauh berbeda dengan kriteria kandungan gizi ikan teri (Stolephorus. Sp) segar pada Direktorat Gizi Depkes (1981), yaitu kadar protein 16 % dan kadar lemak 1 %. Hasil uji jumlah total mikroba pada Tabel 7, diperoleh uji TPC sebesar 5.85 x 10³ koloni/gram dan uji kapang dan khamir sebesar 3.45 x 10³ koloni/gram. Hasil ini menunjukkan bahwa produk ikan teri nasi masih bisa dinyatakan sebagai produk yang layak dikonsumsi dan bisa dipertahankan keawetan atau kesegarannya. Hal ini karena hasil uji masih berada dibawah zona aman konsumsi yakni 5 x berdasarkan SNI 02-2725-1992 (BSN, 1992).

Dokumen terkait