Titik impas merupakan informasi yang berguna, sebagian besar perusahaan ingin memperoleh penghasilan operasi lebih besar dari nol. Analisis CVP memberikan cara untuk menentukan berapa banyak unit yang harus dijual untuk memperoleh target laba tertentu. Baikpendekatan penghasilan operasi dan margin kontribusi dapat dengan mudisesuaikan umencapai pendapatan yang ditargetkan.
Dengan mengggunakan konsep dasar yang telah diuraikan di atas, akuntan dapat menyediakan informasi yang berguna bagi manajemen untuk perencanaan laba. Dengan analisis biaya volume laba, akuntan dapat menentukan tingkat penjualan yang seharusnya dianggarkan untuk mencapai sejumlah laba tertentu.
Aktiva perusahaan ditanam dalam sebuah proyek dengan tujuan untuk memperoleh laba. Laba yang diharapkan dari investasi tersebut disebut dengan target laba. Analisis biaya volume laba dapat digunakan
sebagai alat untuk menghitung jumlah unit produk yang seharusnya dijual agar perusahaan dapat memperoleh sejumlah target laba tertentu.
Dari contoh PT. XYZ di atas, misalnya perusahaan ini merencanakan laba bersih sebesar Rp. 10.000, maka penjualan yang harus direncanakan agar sesuai dengan target ini adalah sebagai berikut:
Penjualan Biaya Tetap + Target Laba Contribution Margin per Unit Sumber : Slamet Sugiri,2002:119
Penjualan 20.000 + 10.000 400 Penjualan = 75 unit
Dengan demikian, PT. XYZ harus menjual sebanyak 75 unit untuk mencapai target laba sebesar Rp. 10.000.
Dalam pencapaian laba, perlu diperhitungkan kemungkinan berubahnya salah satu variabel yang dapat mempengaruhi besar kecilnya target laba.
Slamet Sugiri (2003:119) menyatakan “model yang digunakan untuk mempelajari dampak perubahan variabel independen terhadap target laba sebagai variabel dependen adalah analisis sensitivitas“. Adapun perubahan tersebut meliputi perubahan harga jual, perubahan biaya
=
variabel, perubahan biaya tetap dan perubahan lebih dari satu variabel secara serentak.
Dalam perubahan harga, keputusan yang selalu dihadapi oleh seorang manajer adalah kemungkinan untuk menaikan harga jual. Hal utama yang harus dipertimbangkan adalah penolakan konsumen terhadap harga jual yang meningkat, yang akan mengakibatkan penurunan permintaan produk. Untuk mempermudah pemahaman proyeksi laba dan determinannya dalam studi kasus, maka akan dibuat contoh.
Dari contoh PT. XYZ di atas, perusahaan menghendaki target laba sebesar Rp. 10.000 dan anggaplah kenaikan harga jual yang diinginkan sebesar Rp. 100 per unit, maka berapa unit produk yang harus dijual untuk mencapai titik impas dan berapa unit produk yang harus dijual untuk mencapai target laba tersebut? Hal ini dapat digunakan analisis biaya volume laba dengan perhitungan sebagai berikut:
Keterangan Mula-Mula Kenaikan Rp. 100
Harga Jual/unit Rp. 1.000 Rp. 1.100 (1.000+100) Biaya Variabel/unit Rp. 600 (-) Rp. 600 (-)
C/M per Unit Rp. 400 Rp. 500 Biaya Tetap Total Rp.20.000 Rp.20.000 Target Laba Rp.10.000 Rp.10.000
Titik Impas 50 unit 40 unit
Target Penjualan
Sumber :Slamet Sugiri,2002:120
Titik impas mula-mula sebesar 50 unit diperoleh dari: Titik Impas Biaya Tetap
C/M per Unit Titik Impas 20.000
400 Titik Impas = 50 unit
Titik impas setelah kenaikan Rp. 100 sebesar 40 unit diperoleh dari: Titik Impas Biaya Tetap
C/M per Unit Titik Impas 20.000
500 Titik Impas = 40 unit
Target penjualan untuk mencapai laba mula-mula sebesar 75 unit diperoleh dari:
Penjualan Biaya Tetap + Target Laba Contribution Margin per Unit Penjualan 20.000 + 10.000 400 Penjualan = 75 unit = = = = = =
Target penjualan untuk mencapai laba setelah kenaikan Rp. 100 sebesar 60 unit diperoleh dari:
Penjualan Biaya Tetap + Target Laba Contribution Margin per Unit Penjualan 20.000 + 10.000
500 Penjualan = 60 unit
Kenaikan harga jual dari Rp. 1.000 menjadi Rp. 1.100 menurunkan titik impas dari 50 unit menjadi 40 unit. Volume penjualan mula-mula yang harus dicapai untuk memperoleh laba bersih Rp. 10.000 sebesar 75 unit. Dengan kenaikan harga jual, maka volume tersebut turun menjadi 60 unit. Jadi PT. XYZ dapat menaikan harga jual menjadi Rp. 1.100. Jika penjualan turun sebanyak 15 unit (75-60) sebagai akibat naiknya harga jual, maka laba akan menjadi tepat sebesar Rp.10.000. Tentu saja jika penurunan permintaan kurang dari 15 unit, maka laba akan tercapai di atas Rp. 10.000
Dalam perubahan biaya variabel, perusahaan tidak selalu dapat menaikkan harga jual. Kemampuan pesaing dalam pasar dapat mencegah keputusan menaikkan harga jual tersebut. Jadi, untuk mempertahankan atau menaikkan target laba, manajer harus mengurangi biaya, bukannya menaikkan harga jual. Biaya dapat dikurangi dengan menggunakan lebih sedikit bahan-bahan yang mahal atau memodifikasi proses pembuatan
=
produk untuk mengurangi biaya tenaga kerja langsung. Dua kemungkinan ini dapat mengurangi biaya variabel per unit.
Untuk memberi gambaran bagaimana dampak pengurangan biaya variabel per unit terhadap volume penjualan dan laba, anggaplah bahwa biaya variabel per unit sekarang turun sebesar Rp. 100. Berapa unit produk harus dijual untuk mencapai target laba Rp. 10.000?. Dengan menggunakan analisa biaya volume laba, maka diperoleh perhitungan sebagai berikut:
Keterangan Mula-Mula Penurunan B.Variabel Rp. 100
Harga Jual/unit Rp. 1.000 Rp. 1.000
Biaya Variabel/unit Rp. 600 (-) Rp. 500 (-) (600-100) C/M per Unit Rp. 400 Rp. 500
Biaya Tetap Total Rp.20.000 Rp.20.000 Target Laba Rp.10.000 Rp.10.000
Titik Impas 50 unit 40 unit
Target Penjualan
untuk capai laba 75 unit 60 unit
Sumber :Slamet Sugiri,2002:121
Penurunan biaya variabel per unit mengurangi titik impas dari 50 unit menjadi 40 unit. Untuk mencapai target laba Rp. 10.000, PT. XYZ membutuhkan penjualan hanya 60 unit sebagai akibat semakin rendahnya biaya variabel per unit.
Dalam perubahan biaya tetap, biaya tetap dapat saja berubah dari tahun anggaran satu ke tahun anggaraan berikutnya. Sering kali manajemen pertimbangkan kenaikan biaya tetap dengan mengharapkan kenaikan volume penjualan. Contoh kenaikan biaya tetap misalnya kenaikan biaya iklan, kenaikan biaya pelatihan pramuniaga dan kenaikan biaya perjalanan para pramuniaga. Kenaikan biaya tetap akan mengubah titik impas dan tingkat volume penjualan untuk mencapai target laba tertentu. Sebagai ilustrasinya, maka akan dibuat contoh dengan menggunakan data PT. XYZ di atas. Anggaplah bahwa manajemen sedang mempertimbangkan kenaikan biaya tetap sebesar Rp. 4.000. Bagaimana dampaknya terhadap titik impas dan volume penjualan dengan target laba Rp. 10.000?. Dengan menggunakan analisa biaya volume laba, maka diperoleh perhitungan sebagai berikut:
Keterangan Mula-Mula Kenaikan B. Tetap Rp.4.000
Harga Jual/unit Rp. 1.000 Rp. 1.000 Biaya Variabel/unit Rp. 600 (-) Rp. 600 (-) C/M per Unit Rp. 400 Rp. 400
Biaya Tetap Total Rp.20.000 Rp.24.000 (20.000+4.0000) Target Laba Rp.10.000 Rp.10.000
Titik Impas 50 unit 60 unit
Target Penjualan
untuk capai laba 75 unit 85 unit
Kenaikan biaya tetap 20% (Rp.4.000) akan menaikkan titik impas 20% juga. Untuk mencapai target laba Rp.10.000, volume penjualan naik dari 75 unit menjadi 85 unit.
Perubahan lebih dari satu variabel secara serentak terjadi pada kegiatan operasional perusahaan. Untuk memberikan ilustrasi, maka digunakan contoh data PT. XYZ misalnya perusahaan mempertimbangkan adanya kenaikan biaya tetap sebesar Rp. 4.000 dan kenaikan harga jual sebesar Rp. 100. Dengan menggunakan analisa biaya volume laba, dampak perubahan dua variabel tersebut terhadap titik impas dan volume penjualan untuk mencapai target laba Rp. 10.000 adalah dengan perhitungan sebagai berikut:
Keterangan Mula-Mula Kenaikan B. Tetap Rp.4.000 dan harga Jual Rp. 100
Harga Jual/unit Rp. 1.000 Rp. 1.100 (1.000+100) Biaya Variabel/unit Rp. 600 (-) Rp. 600 (-)
C/M per Unit Rp. 400 Rp. 500
Biaya Tetap Total Rp.20.000 Rp.24.000 (20.000+4.0000) Target Laba Rp.10.000 Rp.10.000
Titik Impas 50 unit 48 unit
Target Penjualan
untuk capai laba 75 unit 68 unit
Kenaikan harga jual Rp. 100 (10%) yang lebih kecil daripada kenaikan biaya tetap Rp. 4.000 (20%) menurunkan titik impas sebesar 2 unit (48%) dan menurunkan volume penjualan untuk mencapai target laba Rp. 10.000 sebanyak 7 unit (kira-kira 9,3%).
Setelah mengetahui titik impas perusahaan, maka dapat ditentukan keamanan volume penjualannya (margin of safety).
Menurut Mulyadi (2001:254), margin of safety merupakan ”suatu analisis yang memberikan informasi berapa maksimum volume penjualan yang boleh turun, agar perusahaan tidak mengalami kerugian.”
Dengan demikian, margin of safety dapat memberikan petunjuk jumlah maksimum penurunan volume penjualan yang tidak menyebabkan kerugian.
Jika analisis impas memberikan informasi mengenai berapa jumlah
volume penjualan minimum agar perusahaan tidak mengalami kerugian,
maka jika angka impas ini dihubungkan dengan angka pendapatan penjualan, akan diperoleh informasi berapa volume penjualan tertentu yang boleh turun agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Selisih antara volume penjualan dengan volume penjualan impas disebut dengan angka margin of safety.
Jika dikaitkan dengan contoh data PT. XYZ di atas, maka impas tercapai pada volume penjualan sebanyak 50 unit produk atau jika dihitung dalam satuan rupiah, maka impas tercapai pada total penjualan sebesar Rp. 50.000 dimana diperoleh dengan cara unit impas dikalikan dengan harga
jual barang tersebut. Jika misalnya volume penjualan perusahaan sebesar 80 unit, maka keamanan volume penjualan dalam satuan unit dan rupiah dapat dihitung sebagai berikut:
Margin of Safety (Unit) = Volume Penjualan – Volume Impas = 80 unit – 50 unit
= 30 unit
Margin of Safety (Rupiah) = Total Penjualan – Total Impas = Rp. 80.000 – Rp. 50.000 = Rp. 30.000