• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Implementasi Program Promosi Kesehatan di Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen tahun 2016 Kabupaten Bireuen tahun 2016

HASIL PENELITIAN

5.1. Analisis Implementasi Program Promosi Kesehatan di Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen tahun 2016 Kabupaten Bireuen tahun 2016

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.75 tahun 2014 tentang Puskesmas bahwa terdapat dua fungsi Puskesmas yaitu Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP). Upaya kesehatan masyarakat adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat melalui upaya-upaya promosi kesehatan.

Program promosi kesehatan termasuk dalam UKM dan sebagai ujung tombak pelayanan Puskesmas kepada masyarakat. Puskesmas dituntut untuk meningkatkan kinerja sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.1114/Menkes/SK/VII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah. Dalam peraturan menteri kesehatan tersebut memberikan pengertian promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.

Sementara menurut Syafrudin (2009), yang dimaksud dengan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan adalah suatu kegiatan dan atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan,

pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan.

Penyakit diare di Puskesmas Kuala merupakan masalah kesehatan yang sering dihadapi. Data Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen tahun 2015 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah penderita diare pada anak balita diwilayah Puskesmas Kuala sebanyak 445 kasus. Puskesmas Kuala telah melaksanakan upaya-upaya pencegahan diare melalui kegiatan promosi kesehatan dan pemberian bantuan kesehatan baik di Puskesmas, pustu dan poskesdes.

Hasil wawancara dengan informan menyatakan bahwa Puskesmas Kuala telah melaksanakan program promosi kesehatan baik di Puskesmas maupun diluar Puskesmas atau desa-desa. Bentuk kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat dan juga melakukan kegiatan yang melibatkan peran serta masyarakat seperti melakukan kebersihan lingkungan dan perbaikan jamban dirumah penduduk.

Sebagian informan masyarakat yang jarang mengikuti kegiatan dilingkungan menyatakan bahwa mereka belum pernah menerima penyuluhan dan kegiatan lain yang berkaitan dengan promosi pencegahan diare. Sebagian besar informan yang sering mengikuti kegiatan di lingkungan menyatakan bahwa mereka pernah menerima kegiatan terkait pencegahan diare. Masyarakat sudah menerima kegiatan terkait promosi diare yaitu penyediaan sarana air bersih dan jamban. Diketahui bahwa kegiatan ceramah dan konseling dilakukan di Posyandu sesuai permintaan warga dan bukan merupakan kegiatan yang sudah terprogram.

Promosi kesehatan untuk mengendalikan kejadian diare perlu dilakukan karena terdapat berbagai macam tanggapan dan penerimaan yang berbeda di masyarakat. Beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang pendidikan, sosial budaya, dan ekonomi menyebabkan terjadinya bermacam pengertian, sikap dan tanggapan dan penerimaan masyarakat terhadap diare, kepadatan penduduk yang tinggi, higiene dan yang buruk mempertinggi kejadian diare. Faktor-faktor tersebut mempermudah penyebaran atau penularan infeksi.

Hasil wawancara dengan petugas KIA dan penyuluh kesehatan masyarakat menyatakan bahwa masyarakat diwilayah Puskesmas Kuala memiliki kesadaran yang masih rendah untuk menjaga kebersihan lingkungan guna mencegah terjadinya penyakit menular seperti diare. Dari observasi lapangan diketahui bahwa sampah-sampah dan hasil limbah masyarakat masih berada disekitar lingkungan rumah penduduk sehingga menciptakan lingkungan kotor terutama bagi anak balita dan bayi yang tinggal disekitarnya.

Menurut Bustami (2011), bahwa program kesehatan akan menjadi bermutu jika dikelola dan diarahkan sesuai dengan ketentuan dan prosedur kerja yang berlaku dengan maksud pelayanan kesehatan akan menjadi lebih mudah untuk diterima oleh masyarakat dengan baik. pengendalian penyakit diare dapat dilakukan dengan pemeliharaan sanitasi lingkungan dan promosi kesehatan. Salah satu usaha untuk mengendalikan penyakit diare adalah dengan melakukan promosi kesehatan yaitu segala usaha yang dilakukan yang dapat berpengaruh terhadap peningkatan kesehatan. Kegiatan promosi kesehatan dapat berupa pendidikan, perubahan

lingkungan yang mendukung peningkatan kesehatan, legislasi, ataupun perubahan pada norma-norma sosial.

Masalah lain yang timbul diwilayah Puskesmas Kuala adalah kebiasaan ibu balita yang tidak membiasakan anaknya untuk mencuci tangan sebelum makan.

Sarana air bersih yang tersedia di rumah penduduk memiliki kualitas yang masih rendah dan terkontaminasi oleh kotoran dari luar. Demikian pula halnya kebiasaan ibu-ibu balita yang membiasakan anaknya membuang tinja sembarangan tempat.

Tentunya hal ini akan mendorong penyebaran bakteri yang masuk kedalam tubuh balita. Hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare dikemukan oleh Bozkurt (2003), dimana orang tua yang tidak mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum merawat anak, maka anak mempunyai resiko lebih besar terkena diare.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Auli dkk, (1994) di Sumatera Selatan, kebiasaan ibu membuang tinja anak ditempat terbuka merupakan factor resiko yang besar terhadap kejadian diare dibandingkan dengan kebiasaan ibu membuang tinja anak anak dijamban.

Menurut Soekidjo (2007), untuk mencegah atau sekurang-kurangnya mengurangi kontaminasi kotoran manusia terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya pembuangan kotoran manusia harus disuatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. Kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan dinilai masih rendah, Dari hasil wawancara dengan kader diketahui bahwa pengelolaan sampah tidak terkelola dengan baik,

masyarakat masih ada yang buang sampah sembarangan ke sungai, ke parit dan di pekarangan rumah.

Sementara menurut Andrianto (1995), untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus diambil dari sumber yang terlindungi atau tidak terkontaminasi.

Sumber air bersih harus jauh dari kandang ternak dan kakus paling sedikit sepuluh meter dari sumber air. Air harus ditampung dalam wadah yang bersih dan pengambilan air dalam wadah dengan menggunakan gayung yang bersih dan untuk minum air harus di masak. Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil bila dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih.

Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa pemahaman masyarakat tentang diare di Puskesmas Kuala masih kurang tepat. Terdapat beberapa persepsi yang tidak tepat. Pemahaman dan persepsi masyarakat ini dipengaruhi oleh pengetahuan dan informasi yang diterima. Selama ini kegiatan penyuluhan lebih ditekankan pada penanganan diare dari pada usaha pencegahan dan pengertian diare itu sendiri.

Masyarakat kurang dapat menghubungkan antara diare dengan lingkungan sehinggamasyarakat tidak melakukan tindakan pencegahan.

Untuk itu perlu dilakukan promosi kesehatan yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang pengaruh lingkungan terhadap pencegahan diare. Dengan informasi yang diberikan diharapkan masyarakat mengetahui hubungan antara lingkungan dengan diare sehingga diharapkan akan

melakukan tindakan pencegahan yang diperlukan. Pengetahuan merupakan faktor yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan tindakan

5.2. Analisis Pelaksanaan Penanggulangan Diare di Puskesmas Kuala