• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sarana Promosi Kesehatan dalam Penanggulangan Diare di Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen tahun 2016. Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen tahun 2016

HASIL PENELITIAN

5.3. Analisis Sarana Promosi Kesehatan dalam Penanggulangan Diare di Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen tahun 2016. Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen tahun 2016

Sarana promosi kesehatan merupakan media yang digunakan untuk menyampaikan pesan kepada sasaran sehingga mudah dimengerti oleh sasaran atau pihak yang dituju. Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik itu melalui media cetak, elektronik dan media luar ruang, sehingga sasaran dapat meningkat pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya ke arah positif terhadap kesehatannya (Notoatmodjo, 2012). Media pendidikan kesehatan disebut juga sebagai alat peraga karena berfungsi membantu dan memeragakan sesuatu dalam proses pendidikan atau pengajaran. Prinsip pembuatan media bahwa pengetahuan yang ada pada setiap orang diterima atau ditangkap melalui panca indera.

Promosi kesehatan mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pemberdayaan masyarakat, yaitu memperoleh pembelajaran dari, oleh dan bersama masyarakat sesuai dengan lingkungan sosial budaya setempat, agar masyarakat dapat menolong dirinya sendiri dibidang kesehatan. Promosi kesehatan tidak lepas dari media karena melalui media, pesan-pesan yang disampaikan dapat lebih menarik dan dipahami, sehingga sasaran dapat mempelajari pesan tersebut dan sasaran dapat memutuskan untuk mengadopsinya perilaku yang positif. Metode penyampaian pesan dan informasi dalam promkes diantaranya adalah metode audio visual

(lihat-dengar) dan metode cetak (buku saku) yang masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangan.

Hasil wawancara dengan informan Kepala Puskesmas Kuala menyatakan bahwa sarana promosi kesehatan di Puskesmas Kuala masih sangat terbatas sehingga upaya penanggulangan diare melalui promosi kesehatan menjadi terhambat. Hal serupa juga diungkapkan oleh para bidan desa dan kader posyandu, dimana mereka kesulitan menyampaikan maksud dan tujuan materi penyuluhan terutama untuk mencegah penyakit diare khususnya kepada balita.

Hal ini juga dikeluhkan oleh ibu-ibu balita yang mendengar penyuluhan kesehatan yang disampaikan petugas Puskesmas Kuala di Posyandu, dimana mereka kurang memahami isi penyuluhan yang disampaikan karena tidak bisa dipraktikan sehingga terkesan jenuh dan membosankan.

Pelaksanaan kegiatan promosi yang diinginkan informan ibu-ibu balita diwilayah Puskesmas Kuala adalah kegiatan yang dilakukan secara teratur setiap bulan dan dilakukan bersamaan dengan kegiatan lain. Sumber informasi yang diinginkan adalah petugas kesehatan. Informan juga menyatakan bahwa siapapun petugas kesehatan dapat memberikan promosi kesehatan sepanjang petugas kesehatan tersebutmampu danmenguasai permasalahan. Informan menyatakan bahwa bahasa pengantar yang disukai adalah bahasa Indonesia dengan gaya bahasa yang digunakan sehari-hari yaitu bercampur dengan bahasa Aceh.

Menurut sebagian besar informan bahasa Indonesia lebih mudah dipahami dan lebih luas pemakaiannya. Sebagian besar informan menyatakan materi promosi yang diinginkan adalah mengenai penanganan diare. Namun demikian terdapat juga sebagian informan yang menginginkan materi mengenai pencegahan dan pengetahuan tentang diare secara menyeluruh.

Sebagian besar informan ibu-ibu balita menyatakan bahwa mereka mendapatkan informasi kesehatan dari petugas kesehatan dan kader. Informasi yang diperoleh dari petugas kesehatan biasanya didapat melalui penyuluhan di posyandu dan konseling. Sebagian masyarakat yang lain menyatakan bahwa merekamendapatkan informasi kesehatan dari tokoh masyarakat dan tetangga.

Media informasi yang sering dipergunakan informan untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan adalah dalam bentuk spanduk dan pengumuman yang ditempelkan ditempat atau balai pertemuan warga. Sebagian juga informan mempergunakan televisi sebagai sarana untuk memperoleh informasi mengenai kesehatan secara umum tidak hanya terbatas pada diare saja.

Hasil wawancara dengan penanggungjawab KIA di Puskesmas Kuala menyatakan bahwa media promosi kesehatan yang digunakan untuk ibu-ibu hamil dan ibu yang memiliki anak balita sangat terbatas. Hal ini sudah beberapa kali diusulkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen agar sarana untuk promosi kesehatan dilengkapi sehingga tidak menghambat tugas-tugas tenaga kesehatan di Puskesmas dalam menyampaikan penyuluhan.

Menurut Notoatmodjo (2005), pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki sesorang merupakan faktor yang sangat berperan dalam menginterpretasikan suatu rangsangan yang diperoleh. Pengalaman masa lalu akan menyebabkan terjadinya perbedaan dalam interpretasi. Sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarganya.

Hasil wawancara dengan petugas penyuluh kesehatan masyarakat di Puskesmas Kuala menyatakan bahwa kegiatan promosi kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan hanya sebatas rutinitas saja tanpa memperhatikan pemahaman masyarakat tentang isi penyuluhan yang disampaikan. Hal ini juga sejalan dengan pernyataan yang disampaikan oleh masyarakat yang beranggapan bahwa diare bukan penyakit menular karena menurut masyarakat penularan penyakit hanya dapat terjadi melalui udara dan kontak langsung saja. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan bahwa sebagian besar penularan diare adalah melalui penularan oral-fekal.

Pemahaman masyarakat bahwa diare tidak menular ini sesuai dengan penelitian yang menyatakan bahwa masyarakat menganggap bahwa diare terjadi karena salah makan dan anak sedang bertumbuh. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa perilaku manusia merupakan hasil dari pengalaman dan interaksi manusia yang terwujud dalam bentuk sikap, pengetahuan dan tindakan. Pemahaman masyarakat tentang penyakit diare sebagai hal biasa dan dapat ditangani sendiri mempengaruhi tindakan yang diambil apabila terjadi diare. Masyarakat umumnya menunggu sampai 3 hari sebelum membawa anak berobat.

Penanganan sendiri yang dilakukan berupa pemberian cairan rehidrasi oral dan pemberian obat tradisional. Pengetahuan masyarakat mengenai penanganan pertama diare sudah cukup baik dibandingkan dengan pengetahuan tentang pencegahan diare. Namun masyarakat kurang dapat menghubungkan antara diare dengan lingkungan sehingga masyarakat tidak melakukan tindakan pencegahan.

Untuk itu Puskesmas Kuala perlu melakukan promosi kesehatan menggunakan media yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang pengaruh lingkungan terhadap pencegahan diare. Dengan informasi yang diberikan diharapkan masyarakat mengetahui hubungan antara lingkungan dengan diare sehingga diharapkan akan melakukan tindakan pencegahan yang diperlukan.

Hasil observasi yang dilakukan ke Puskesmas Kuala diketahui bahwa sarana promosi kesehatan yang ada di Puskesmas Kuala masih minim. Media promosi yang paling banyak jumlahnya dalam bentuk poster-poster yang ditempelkan ke dinding gedung Puskesmas dimana hal ini dianggap kurang efektif karena tidak dapat dilihat ataupun dibaca oleh masyarakat. Demikian juga alat peraga promosi kesehatan khusus untuk penanggulangan diare di Puskesmas Kuala tidak tersedia.

Maka berdasarkan dari hasil penelitian di atas disimpulkan bahwa sarana promosi kesehatan di Puskesmas Kuala masih terbatas dan tidak memberikan dukungan kepada petugas kesehatan melakukan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat. Demikian pula halnya dengan manfaat penyuluhan yang diterima oleh masyarakat yang masih belum meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang penyebab diare dan langkah-langkah pencegahannya.

BAB 6