• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.4 Analisis Indeks Keberlanjutan Lahan Sawah

Pertanian berkelanjutan diartikan sebagai pengelolaan sumberdaya untuk menghasilkan kebutuhan pokok manusia (sandang, pangan, papan), sekaligus mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam (Sabiham, 2008). Analisis indeks keberlanjutan lahan sawah (IKLS) dimaksudkan untuk mengevaluasi status keberlanjutan pertanian lahan sawah di suatu wilayah yang telah dipetakan zona agroekologi dan daya dukungnya. Analisis IKLS dilakukan melalui beberapa tahap kegiatan, yaitu (1) penentuan indikator keberlanjutan di setiap faktor, (2) penapisan indikator, (3) standarisasi data, (4) penilaian IKLS, dan pengkategorian IKLS. Proses analisis IKLS yang didasarkan pada faktor lingkungan biofisik (L), faktor ekonomi (E), dan faktor sosial (S), dan Budaya (B) diperlihatkan pada Gambar 29. Faktor multidimensi tersebut merupakan penentu keberlanjutan lahan sawah yang berbasiskan agroekologi.

Indikator adalah suatu alat ukur untuk meringkas infomasi yang relevan atau masuk akal dari fenomena tertentu (Bach, 2005). Menurut Rao dan Rogers (2006), indikator menginformasikan status fungsi suatu sistem dari suatu mesin, manusia, ekosistem atau negara. Indikator keberlanjutan adalah atribut suatu sistem yang dapat dihitung dan diukur untuk menjastifikasi keberlanjutan sistem tersebut. Atribut indikator keberlanjutan ini bersifat multidimensi dari faktor lingkungan, ekonomi, dan sosial. Indikator-indikator akan memiliki makna apabila dituangkan dalam bentuk agregasi indeks. Indeks keberlanjutan dapat digunakan untuk mengkaji keberlanjutan sistem secara terpadu.

3.4.1 Penentuan Atribut Indikator

Diagram penentuan indikator keberlanjutan lahan sawah disajikan pada Gambar 30. Konsep penentuan atribut indikator keberlanjutan lahan sawah memodifikasi konsep yang dikemukakan oleh Rao dan Rogers (2006). Dalam konsep ini, agroekosistem lahan sawah didefinisikan sebagai suatu sistem pertanian berbasis ekologi yang terdiri dari tanaman padi sawah, manusia, dan organisme lainnya yang berada di suatu zona agroekologi, yang dimaksudkan untuk produksi pangan (beras). Indikator keberlanjutan lahan sawah diidentifikasi dengan model hubungan sebab akibat (causality) antara tenaga pendorong (driving force), tekanan (pressure), kondisi keseimbangan (state), dampak (impacts), dan respon (response), yang dikenal sebagai model DPSIR (Driving

Gambar 29. Proses analisis indeks keberlanjutan lahan sawah

Penentuan Indikator (Model DPSIR) Standarisasi Data Atribut Penilaian IKLS Analisis Multivariat: Analisis Faktor Nilai IKLS Penapisan Indikator Indikator Terpilih Pengkategorian IKLS Analisis Diskriminan

Force-Pressure-State-Impact-Response). Tenaga pendorong yang berperan sebagai pemicu adanya ancaman keberlanjutan lahan sawah bersumber dari aktivitas manusia di berbagai sektor (energi, transportasi, industri, perumahan, pertanian). Tenaga pendorong ini menekan agroekosistem lahan sawah. Tekanan dari tenaga pendorong mengakibatkan kondisi keseimbangan ekosistem terganggu. Agroekosistem Lahan Sawah Stres Agroekosistem Lahan Sawah Kerentanan Agroekosistem

Lahan Sawah Pengelolaan Agroekosistem Lahan Sawah

Indikator/Variabel: Modal SDL Ketersediaan air N-total P-total K-total Penguasaan lahan Modal SDM Pendidikan petani Usia petani Modal Keuangan

Modal usaha tani

Modal Infrastruktur Kondisi irigasi Fasilitas pascapanen Pemasaran Modal Sosial Motivasi bertani Persepsi terhadap har- ga padi

Persepsi terhadap kon- versi lahan Keanggotaan Poktan Budaya lokal Indikator /Variabel: Kualitas air : Salinitas (ppm) Stres Lahan

Potensi konversi lahan

Stres Tanaman

Serangan hama & penyakit tanaman Degradasi Tanah C-organik tanah P-tersedia K-tersedia Indikator/Variabel: Lingkungan

Bebas bahaya Banjir

Ekonomi: Perolehan keuntungan Sosial Fragmentasi lahan Indikator/Variabel: Ilmu dan Teknologi:

Adopsi teknologi

Kelembagaan dan Sosial:

Fungsi penyuluhan Perolehan pupuk

Indeks keberlanjutan Lahan Sawah

Tenaga Pemicu Tekanan Kondisi Dampak Respon

Komponen Keberlanjutan Lahan Sawah

Terganggunya keseimbangan ekosistem ini menimbulkan dampak. Agar keberlanjutan terjaga, dampak yang terjadi perlu direspon oleh pemangku kepentingan (stakeholders) dalam bentuk pengelolaan agroekosistem lahan sawah.

Indikator tenaga pendorong yang mencerminkan sistem produksi pertanian dikelompokkan dalam komponen agroekosistem lahan sawah, yang terdiri dari modal sumberdaya lahan, modal sumberdaya manusia, modal keuangan, modal infrastruktur, dan modal sosial. Indikator tekanan menunjukkan stres agroekosistem karena tekanan yang dipicu oleh tenaga pendorong. Tertekannya agroekosistem lahan sawah dinyatakan dengan empat atribut indikator, yaitu kualitas air, stres lahan, stres tanaman, dan penurunan kesuburan tanah (degradasi tanah).

Kondisi gangguan keseimbangan ekosistem dan dampak yang timbul karena tekanan dari tenaga pendorong ditunjukkan oleh kerentanan agroekosistem lahan sawah (vulnerability agroecosystem). Atribut indikator keberlanjutan untuk kepekaan agroekosistem ini dinyatakan dengan indikator lingkungan (bahaya banjir), ekonomi (perolehan keuntungan), dan sosial (fragmentasi lahan).

Pengelolaan agroekosistem lahan sawah adalah untuk merespon timbulnya dampak yang mengancam keberlanjutan sebagai akibat dari tekanan tenaga pendorong. Atribut indikator keberlanjutan untuk pengelolaan agroekosistem dituangkan dalam bentuk perangkat kebijakan dari hasil rumusan pengelolaan agroekosistem lahan sawah. Atribut indikator keberlanjutan untuk perangkat kebijakan tersebut berkaitan dengan adopsi teknologi (pemupukan berimbang, konservasi tanah dan air, efisisensi pengairan), dan pemberdayaan sosial kelembagaan, seperti peningkatan fungsi peyuluhan dan mempermudah perolehan pupuk.

Semua atribut indikator keberlanjutan tersebut dapat diintegrasikan dengan teknologi SIG dalam satuan pemetaan zona agroekologi. Agregasi atribut indikator yang dihasilkan melalui proses SIG ini merupakan indeks keberlanjutan yang dapat digunakan untuk mengkaji keberlanjutan agroekosistem lahan sawah.

3.4.2 Penapisan Variabel Indikator

Penapisan variabel indikator dimaksudkan untuk menyeleksi variabel- variabel indikator, sehingga diperoleh indikator utama yang mempengaruhi keberlanjutan lahan sawah. Proses penapisan variabel indikator menggunakan metode statistik multivariat analisis faktor (factor analysis), seperti yang telah dijelaskan oleh para ahli (King, 1969; Srivasta dan Carter, 1983; Timm, 2002; Supranto, 2004).

Fungsi analisis faktor adalah untuk mereduksi data atau meringkas variabel, dari variabel yang banyak diubah menjadi sedikit variabel. Variabel yang terseleksi merupakan variabel utama yang dapat menjelaskan sebagian besar varian (informasi) yang terkandung dalam variabel asli (original variables). Variabel-variabel yang diteliti mempunyai hubungan saling terkait. Hubungan interdependensi variabel ini dijadikan sebagai dasar untuk pengurangan variabel. Variabel-variabel yang mempunyai hubungan interdependensi dapat digabung menjadi satu faktor, sehingga bisa diperoleh variabel-variabel atau faktor dominan (utama) yang dapat menjelaskan sebagian besar varian (informasi) yang terkandung dalam variabel aslinya. Seperti yang telah dikemukakan, keberlanjutan lahan sawah dipengaruhi oleh faktor biofisik, ekonomi, dan sosial- budaya. Atribut indikator keberlanjutan dari masing-masing faktor tersebut memiliki hubungan interdependensi. Oleh karena itu, penggunaan analisis faktor merupakan pilihan tepat untuk menentuan indikator utama yang dapat menjelaskan pengaruh faktor biofisik, ekonomi, dan sosial-budaya terhadap keberlanjutan lahan sawah.

3.4.3 Standarisasi Data Atribut

Standarisasi adalah upaya untuk membakukan nilai atribut data agar dapat diintegrasikan untuk memperoleh informasi yang standar. Dalam penelitian ini, atribut indikator keberlanjutan diukur dengan satuan yang berbeda-beda. Misalnya, ketersediaan air diukur dengan satuan liter/detik/ha, kandungan C- organik tanah dalam persen (%), unsur hara P-tersedia dan K-tersedia dalam ppm, keuntungan petani dalam nilai ordinal, motivasi bertani dalam nilai ordinal, dan lain-lain. Nilai-nilai atribut indikator tersebut bersifat relatif dan tidak dapat

diintegrasikan karena satuannya berbeda-beda. Hal ini dapat berimplikasi pada nilai indeks keberlanjutan yang tidak standar (baku). Melalui standarisasi, seluruh nilai atribut indikator keberlanjutan lahan sawah memiliki skala sama dan baku, sehingga dapat dijumlahkan dan nilai indeks yang dihasilkan bersifat standar.

3.4.4 Penilaian Indeks Keberlanjutan Lahan Sawah

Nilai Indeks Keberlanjutan Lahan Sawah (IKLS) dihitung dari nilai atribut indikator utama dari faktor biofisik, ekonomi, dan sosial-budaya yang telah distandarkan. Untuk evaluasi keberlanjutan lahan sawah, nilai IKLS yang diperoleh diklasifikasikan menjadi empat kelas keberlanjutan, yaitu buruk (0 – 25), kurang (> 25 – 50), cukup (> 50 – 75), baik (> 75 – 100). Pengklasifikasian tersebut didasarkan pada nilai kisaran (range) hasil perhitungan IKLS.

3.4.5 Pengkategorian Indeks Keberlanjutan Lahan Sawah

Pengkategorian IKLS dimaksudkan untuk mengelompokkan nilai IKLS yang dihitung dari indikator utama keberlanjutan lahan sawah (faktor biofisik, ekonomi, dan sosial-budaya) di setiap zona agroekologi. Proses pengkateogorian IKLS tersebut menggunakan analisis diskriminan. Penggunaan fungsi diskrimanan untuk pengkategorian IKLS ini mengacu pada konsep yang dijelaskan oleh Supranto (2004). Dengan analisis diskriminan ini, nilai IKLS di setiap zona agroekologi yang diperlakukakan sebagai variabel tidak bebas dapat dikelompokkan sesuai dengan karakteristik lahan yang dicerminkan oleh indikator-indikator utama sebagai variabel bebas yang dapat berfungsi sebagai faktor penghambat maupun pendukung keberlanjutan lahan sawah. Peranan indikator utama sebagai faktor penghambat atau pendukung keberlanjutan lahan sawah dimaksud dapat dicerminkan oleh nilai koefiesien diskriminan. Apabila nilai koefsien diskriminan variabel bebas (indikator utama) bernilai negatif, maka indikator utama tersebut berperan sebagai faktor penghambat. Sebaliknya, nilai koefisien diskriminan variabel bebas (indikator utama) bernilai positif, maka indikator utama tersebut berperan sebagai faktor pendukung keberlanjutan lahan sawah.

Dokumen terkait