Adanya Permasalahan Kawasan
3) Analisis Interaktif
Metode analisis interaktif memiliki beberapa elemen penting, yakni reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan (verifikasi). Elemen-elemen analisis interaktif dalam kontek
penyusunan rencana tapak (site plan) kawasan wisata lereng
Gunung Lawu ini dapat dijelaskan seperti berikut ini:
Reduksi data, yakni sebuah proses untuk melakukan
penyeleksian, pemfokusan, penyederhanaan, dan pengabstraksian data dari catatan lapangan yang berkaitan
dengan penyusunan rencana tapak (site plan) kawasan
wisata lereng Gunung Lawu. Data dari lapangan kemudian ditranskripsikan dalam bentuk laporan untuk kemudian direduksi dan dipilih hal yang penting untuk mendukung penyusunan rencana tapak.
Penyajian data, yakni suatu rakitan organisasi informasi dalam
bentuk klasifikasi atau kategorisasi yang memungkinkan penarikan kesimpulan yang berkaitan penyusunan rencana
tapak (site plan) kawasan wisata lereng Gunung Lawu dapat
dilakukan. Dalam hal ini display meliputi berbagai jenis
matriks, gambar atau skema, jaringan kerja, tabel, dan peta
yang terkait dengan penyusunan rencana tapak (site plan)
kawasan wisata lereng Gunung Lawu.
Penarikan Kesimpulan, yakni suatu pengorganisasian data
Penyusunan Rencana Tapak Kawasan Wisata Lereng Gunung Lawu 2011
II.11
akhir mengenai penyusunan rencana tapak (site plan)
kawasan wisata lereng Gunung Lawu. Dalam awal pengumpulan data, tim penyusun berusaha memahami keteraturan, pola, pernyataan, konfigurasi, arahan sebab akibat dan proposisi-proposisi dengan bersikap terbuka.
Sebagai bentuk analisis kualitatif analisis interaktif dilakukan secara terus menerus dari awal proses pengumpulan data sampai dengan proses verifikasi atau penarikan kesimpulan. Dengan demikian, proses analisis terjadi secara interaktif yang diikuti dengan pengujian antar komponen.
Penyusunan Rencana Tapak Kawasan Wisata Lereng Gunung Lawu 2011
II.12
B. PENDEKATAN PERENCANAAN
Pendekatan untuk mengembangkan kawasan wisata Lereng Gunung Lawu diarahkan untuk menjadi dasar utama dalam perumusan rencana pengembangan. Pendekatan yang diaplikasikan adalah pendekatan 4-A (Attractions, Accessibility, Amenities, Activities) dan pendekatan 3-E (Ecology, Economy, Education).
1. Pendekatan 4-A
Dalam penyusunan rencana tapak (site plan) kawasan wisata lereng
Gunung Lawu digunakan pendekatan 4-A, yakni sebuah pendekatan yang digunakan untuk mempermudah dalam menganalisis sebuah kawasan sehingga dapat membantu di dalam menyusun perencanaan pengembangan kawasan tersebut. Pendekatan 4-A terdiri atas 4 (empat) komponen yang saling terkait, yakni Atraksi, Aksesibilitas, Amenitas, dan Aktivitas. Pada dasarnya produk pariwisata juga terdiri atas komponen-komponen yang dapat digolongkan menjadi atraksi, aksesibilitas, amenitas, dan aktivitas yang lebih dikenal dengan komponen 4A. Masing-masing komponen tersebut memiliki fungsi yang saling mendukung dalam mewujudkan produk pariwisata yang siap untuk disajikan kepada wisatawan guna memberikan pengalaman perjalanan dan kepuasan kunjungan yang maksimal.
a. Atraksi
Yang dimaksud dengan atraksi atau daya tarik wisata adalah “ …
the features that attract a tourist to a particular destination … they constitute the main reason for travel to the destination. They are the pull factors of touriam” (Soekadijo, 1996; French (1996: 124). Atraksi wisata dapat berupa atraksi alam (natural attractions), seni budaya (cultural attractions), dan buatan (built attractions). Atraksi
atau daya tarik alam adalah “ … attractions that occur naturally
and are neither created by human beings nor exist for the purpose of tourism. Daya tarik budaya adalah daya tarik yang berupa hasil olah budi manusia, seperti kesenian (seni pertunjukan dan seni
Penyusunan Rencana Tapak Kawasan Wisata Lereng Gunung Lawu 2011
II.13
kerajinan), peninggalan bersejarah, cultural events atau special
events, adat istiadat masyarakat (upacara tradisional, tata kehidupan sehari-hari), museum, dll. Sedangkan daya tarik buatan adalah daya tarik yang diciptakan oleh manusia.
b. Aksesibilitas
Sedangkan yang dimaksud dengan aksesibilitas adalah sarana yang memberikan kemudahan kepada wisatawan untuk mencapai daerah tujuan wisata. Menurut French (1996: 204) faktor-faktor
yang penting di dalam aksesibilitas meliputi “… road signage,
access to tourist attractions, regional airports, and ground transport, … time taken to reach the destination, the cost of travelling to the destination, and the frequency of transport to the destination.” Aksesibilitas tidak hanya menyangkut kemudahan transportasi bagi wisatawan untuk mencapai sebuah tempat wisata tetapi juga waktu yang dibutuhkan, dan tanda penunjuk
arah menuju lokasi wisata dan tanda lainnya (signage) seperti
billboard sehingga pencapaian lokasi daya tarik wisata menjadi lebih mudah, cepat, dan nyaman.
c. Amenitas
Amenitas adalah fasilitas pendukung demi kelancaran kegiatan pariwisata yang juga ditujukan untuk memberikan kenyamanan kepada wisatawan sehingga merasa betah berada di daerah tujuan atau destinasi pariwisata. French (1996: 15) menyebutkan
bahwa amenitas adalah “… basic facilities required by tour ists. …
Amenities do not usually in themselves generate or attract tourists, but the lack of amenities might cause tourists to avoid a particular destination.” Fasilitas tersebut terdiri dari akomodasi, rumah makan, pusat informasi pariwisata, pusat perbelanjaan termasuk pasar dan toko, kios/toko cenderamata, kios oleh-oleh khas, pusat layanan kesehatan seperti rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat (PUSKESMAS), took obat-obatan, pusat layanan
Penyusunan Rencana Tapak Kawasan Wisata Lereng Gunung Lawu 2011
II.14
perbankan, sarana komunikasi, pos keamanan, biro perjalanan wisata (BPW), ketersediaan air bersih dan listrik.
d. Aktivitas
French (1996: 124) menyebutkan bahwa aktivitas adalah “…what
the tourist does at the destination area.” Aktivitas yang beraneka ragam bagi wisatawan dapat menyebabkan lama tinggal wisatawan yang lebih panjang yang dapat meningkatkan pengeluaran wisatawan. Selanjutnya, aktivitas yang dilakukan oleh wisatawan dapat menimbulkan aktivitas usaha yang dapat dikerjakan oleh penduduk setempat. Aktivitas usaha tersebut dapat berupa penjualan jasa maupun barang kepada wisatawan.
Menurut Murphy (1995: 46) aktivitas dapat digolongkan menjadi:
(1) appreciative, seperti sightseeing, hiking, photography, enjoying the outdoors; (2) extractive-symbolic, seperti fishing, picking berries, collecting rocks, bird hunting; (3) passive-free play, seperti resting and relaxing, getting away from the city, camping, cooking, reading, enjoying camp-fires, playing cards; (4) sociable-learning,
seperti visiting friends and relatives, shopping, meeting people,
drinking, partying, nature study; dan (5) active-expressive, seperti
swimming, canoeing, beach activities, children’s play, boating.
Selain kegiatan yang dilakukan oleh wisatawan pada saat mengunjungi daya tarik wisata, aktivitas juga mengacu pada kegiatan yang dapat dilakukan oleh masyarakat setempat selaku “tuan rumah” untuk menyediakan layanan atau jasa kepada wisatawan sehingga kegiatan ini menimbulkan dampak berupa keuntungan ekonomi bagi peningkatan pendapatan serta manfaat sosial budaya bagi kawasan. Banyaknya atau beragamnya aktivitas yang dapat dilakukan oleh wisatawan akan berpengaruh pada banyaknya aktivitas ekonomi atau kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh masyarakat setempat.
Penyusunan Rencana Tapak Kawasan Wisata Lereng Gunung Lawu 2011
II.15
2. Pendekatan 3E
Di samping menggunakan pendekatan 4A, pengembangan kawasan wisata lereng Gunung Lawu di Kabupaten Ngawi perlu juga direncanakan dengan menggunakan pendekatan 3E (Ekologi, Ekonomi, dan Edukasi). Dalam kontek perencanaan pengembangan kawasan wisata, pendekatan 3E digunakan sebagai pijakan untuk menjaga keseimbangan antara pola pengembangan pariwisata dengan karakteristik ekologi atau lingkungan alam dan budaya yang dimiliki, mengutamakan aspek pendidikan dalam rangka mengelola lingkungan secara bertanggung jawab dan berkesinambungan serta menekankan pada upaya mengembangkan perekonomian daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini mengingat lokasi kawasan yang berada di daerah pegunungan yang memiliki lingkungan rentan untuk menciptakan dampak bagi kawasan itu sendiri maupun bagi kawasan di sekitarnya.
Berkaitan dengan ekologi atau lingkungan, dalam banyak hal
pariwisata mengandalkan modal utamanya pada lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan budaya. Dengan kata lain tanpa keberadaan unsur-unsur lingkungan tersebut pariwisata akan kehilangan aset atau modal dasar. Oleh karena itu unsur-unsur ekologi yang menjadi modal utama pariwisata harus dipelihara dan dijaga kelestariaanya agar dapat berfungsi secara berkelanjutan. Baik generasi sekarang maupun generasi yang akan datang diharapkan dapat menikmati aset tersebut dengan kualitas yang sama atau tidak terdegradasi.
Unsur edukasi merupakan elemen penting untuk mendukung
pengembangan pariwisata di suatu kawasan atau destinasi. Adanya upaya untuk memberikan informasi dan edukasi atau ‘pendidikan’, baik kepada wisatawan maupun kepada masyarakat setempat, dapat membantu menjaga kelestarian ekologi yang menjadi aset pembangunan pariwisata. Oleh karena edukasi atau pendidikan sangat diperlukan agar wisatawan maupun masyarakat setempat
Penyusunan Rencana Tapak Kawasan Wisata Lereng Gunung Lawu 2011
II.16
memahami pentingnya menjaga lingkungan daerah tujuan wisata yang menjadi modal utama pariwisata.
Komponen ekonomi memegang peran penting dalam pembangunan
pariwisata mengingat tanpa adanya keuntungan atau manfaat ekonomi sama sekali para pelaku usaha pariwisata termasuk masyarakat di daerah tujuan wisata tidak akan termotivasi untuk berperan serta dalam mewujudkan keberhasilan pembangunan pariwisata. Selanjutnya agar semua tujuan tersebut dapat dicapai diperlukan upaya dari berbagai pihak terkait untuk membuktikan bahwa pembangunan pariwisata benar-benar dapat memberikan manfaat ekonomi atau kontribusi finansial kepada masyarakat setempat sehingga dapat meningkatkan pendapatan, perekonomian keluarga dan kesejahteraan mereka. Di sisi lain, dengan mengetahui dan mempercayai bahwa lingkungan yang menjadi modal utama pariwisata dapat memberikan manfaat kepada mereka, tentu mereka lebih termotivasi dan tergerak untuk ikut menjaga kelestariannya.