• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Bank Syariah

4. ANALISIS INTERNAL (KEKUATAN DAN KELEMAHAN) a.Kekuatan (strength) dari sistem bank syariah

1) Dukungan umat islam yang merupakan mayoritas penduduk.

Bank syariah telah lama menjadi dambaan umat islam di Indonesia, bahkan sejak masa kebangkitan nasional yang pertama. Berdirinya bank syariah merupakan upaya strategis dalam garis-garis program kerja majelis ulama indonesia tahun 1990 1995. Hal ini menunjukkan besarnya harapan dan dukungan umat islam yang diwakili oleh Majelis Ulama Indonesia terhadap adanya Bank Syariah.

14 Adanya bank syariah yang sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah Islam adalah sangat penting untuk memelihara umat islam dari terjerumus kepada yang haram. Ada berbagai fatwa ulama yang diterbitkan oleh 5 kelompok institusi yang menyamakan bunga bank sama dengan riba, yaitu fatwa oleh Kantor Mufti Mesir antara tahun 1900 s/d 1989, fatwa oleh Konferensi Kedua Konsul Pengkajian Islam, Al-Azhar, Kairo, Mesir pada Muharam 1385H/Mei 1965M, fatwa oleh Konsul Akademi Fiqih islam dari Liga Dunia Muslim, dan fatwa oleh Presiden Jenderal Departemen IFTA di Saudi Arabia. Oleh krena itu pada konferensi ke-2 Menteri-Menteri luar negeri negara-negara muslim di seluruh dunia bulan desember 1970 di Karachi, Pakistan, telah

sepakat untuk mendirikan Islamic Development Bank (IDB) yang dioperasikan sesuai

dengan prinsip-prinsip Syariah Islam. IDB kemudian secara resmi didirikan pada bulan Agustus 1974 di mana Indonesia menjadi salah satu negara anggota pendiri. Negara-negara anggotanya antara lain : Albania, Algeria, Bahrain, Bangladesh, Djibouti, Gambia, Guinea, Kuwait, Niger, Pakistan, Palestina, senegal, Turki, Yaman, Indonesia. Di Negara-negara tersebut IDB telah memberikan modal untuk mendirikan bank syariah.

3) Relevansi konsep yang melekat (build in concept) pada bank syariah dengan kebutuhan pembangunan baik masa kini maupun dimasa yang akan datang.

Bank syariah memiliki suatu sitem operasional yang diperlukan masyarakat baik untuk saat ini maupun untuk saat yang akan datang karena :

(a) Build in concept bank syariah mendorong terjalinnya kebersamaan antara bank dan nasabahnya baik dalam menghadapi risiko usaha maupun dalam membagi keuntungan/kerugian secara adil.

(b) Penyaluran dana bank syariah berupa pembiayaan murabaha dan baiu bithaman ajil dapat dilakukan tanpa jaminan fisik baik berupa surat hak atas pemilikan harta

15 tetap maupun fidusia. hal ini dapat dilakukan karena pembiayaan yang diberikan adalah berupa talangan dana untuk membeli barang kebutuhan peminjam (selama belum lunas, barang itu masih menjadi milik bank).

(c) Untuk pembiayaan al-mudharabah dan al-musyarakah, bank syariah dengan

sendirinya tidak akan membebani nasabah dengan biaya-biaya tetap yang ditentukan dimuka, nasabah hanya diwajibkan membagi hasil usahanya secara wajar sesuai dengan perkembangan usahanya menurut perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. Bagi hasil kecil kalau keuntungan usahanya kecil dan bagi hasil besar kalau keuntungan usahanya besar.

(d) Karena pendapatan dari bagi hasil yang diterima nasabah sebagai penyimpan dana

pada bank syariah akan berbeda dari waktu ke waktu sejalan dengan situasi ekonomi, maka nasabah secara otomatis sudah dapat mengetahui keadaan banknya jauh sebelum bank tersebut menderita kerugian, inilah keterbukaan yang dijamin oleh bank syariah.

(e) Bank syariah dalam operasinya juga terbebas dari penyimpangan- penyimpangan

karena penyaluran dana selalu dikaitkan dengan barang yang diperlukan pemijam.

Pada bank syariah berlaku ketentuan “ ada barang, ada uang” sehingga secara

makro selalu menyeimbangkan jumlah uang yang beredar dengan jumlah barang yang tersedia. Oleh karena itu bank dengan sistem ini tidak berdampak inflasi, mendorong investasi, mendorong pembukaan lapangan kerja baru, dan mendorong terjadinya pemerataan pendapatan.

(f) Bank syariah juga menyediakan pinjaman murah bebas bunga disebut al-qardul hasan dari rekening dana umat atas nama baitul tamwil, yayasan-yayasan, BAZIS, masjid, atau nasabah perorangan, dan sebagainya yang dananya berasal dari zakat,

16 infaq, shadaqah, dan wakaf tunai sebelum saatnya disalurkan kepada mereka yang berhak.

(g) Investasi yang dilakukan nasabah bank syariah ke dalam perekonomian, dapat dilakukan setiap waktu dan tidak tergantung kepada tinggi rendahnya tingkat

bunga karena tidak ada biaya uang (cost of money = biaya bunga pinjaman) yang

harus diperhitungkan.

(h) Bank syariah bersifat mandiri dan tidak terpengaruh secara langsung oleh gejolak

moneter, baik dalam negeri maupun internasional, karena kegiatan operasional bank ini tidak menggunakan perangkat bunga. Kemandirian ini menjamin bank syariah mempunyai ketahananyang kuat terhadap pengaruh negatif globalisasi.

(i) Persaingan antar bank syariah tidak saling mematikan tetapi saling menghidupi,

bentuk persaingan antar bank syariah adalah “fastabiqul khairat” atau berlomba-lomba untuk lebih baik dari yang lain dalam memberikan pelayanan kepada nasabah. Dengan demikian antar bank syariah ada jaringan kemitraan baik

pendanaan maupun pembiayaan dalam bentuk penyertaan, penepatan, line of

financing, dan informasi proyek pembiayaan.

b. Kelemahan (weakness) dari sistem bagi hasil bank syariah

Kelemahan utama sistem bagi hasil bank syariah terletak pada sisi penyaluran

dana kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan mudharabah dan pembiayaan

musyarakah, pada kedua jenis pembiayaan ini bank syariah sangat menggantungkan diri pada akhlak, moral, dan kejujuran nasabahnya. Pada kedua jenis pembiayaan ini bank syariah sangat rawan terhadap mereka yang beritikad tidak baik.

Kelemahan lainnya terdapat pada sisi pengerahan dana masyarakat dalam bentuk

tabungan mudharabah dan deposito mudharabah pada kedua jenis simpanan ini

17 nasabah yang kecil-kecil dan yang nilai simpanannya di bank tidak pernah tetap. Dengan demikian kemungkinan salah hitung setiap saat bisa terjadi sehingga diperlukan kecermatan yang lebih besar dari bank konvensional.

Kelemahan berikutnya adalah bahwa karena bank ini membawa misi bagi hasil yang adil, maka bank syariah lebih membutuhkan tenaga profesional yang andal daripada bank konvensional, kekeliruan menilai kelayakan proyek yang akan dibiayai bank syariah mungkin akan membawa akibat yang lebih berat daripada yang dihadapi bank konvensional yang hasil pendapatannya sudah dapat dihitung secara tetap dari bunga.

Karena bank syariah masih baru dioperasikan di Indonesia maka kemungkinan di sana sini masih diperlukan perangkat peraturan pelaksanaan untuk pembinaan dan pengawasannya. Masalah adaptasi sistem pembukuan dan akuntansi perbankan yang telah baku, termasuk hal yang masih perlu dibahas dan diperoleh kesepakatan bersama. Dengan mengenali kelemahan-kelemahan ini maka adalah kewajiban kita semua untuk memikirkan bagaimana mengatasinya dan menemukan penangkalnya.

c. Peluang (opportunity) dari bank syariah

Yang paling penting dalam hal ini adalah, bagaimana dapat didirikannya bank syariah sebanyak-banyaknya di Indonesia, lalu dapat tumbuh dan berkembang serta dapat bertahan di tengah-tengah krisis ekonomi yang berkepanjangan. Kemudian yang lebih penting lagi adalah mampu menjadi bank andalan di masa yang akan datang dalam memasuki globalisasi ekonomi berikut ini akan diuraikan berbagai pertimbangan yang membentuk peluang-peluang bank syariah.

18

a) Adanya hal yang nyata bahwa menurut fatwa ulama di dunia, masih banyak yang

menganggap bahwa menerima dan/atau membayar bunga adalah termasuk menghidup suburkan riba. Maka banyak masyarakat islam yang tidak mau menggunakan jasa perbankan konvensional yang telah ada sekarang.

b) Meningkatnya kesadaran beragama yang merupakan hasil pembangunan pada

sektor agama, telah memperbanyak jumlah perorangan, yayasan-yayasan, pondok-pondok pesantren, sekolah –sekolah agama, masjid-masjid, baitul mal, yang belum menyimpan dananya di bank konvensional yang sudah ada. Hal ini sejalan dengan fatwa ulama.

c) Sistem pengenaan biaya uang/imbalan uang dalam sistem perbankan yang berlaku

sekarang (disebut bunga) di khawatirkan mengandung unsur – unsur yang tidak sejalan dengan syariah islam, yaitu antara lain:

(a) Bunga ditetapkan dimuka secara pasti (fixed) dianggap mendahului takdir

karena seolah – olah peminjam uang dipastikan akan memperoleh

keuntungan sehingga mampu membayar pokok pinjaman dan bunga-bunganya pada waktu yang telah ditetapkan [lihat surat Luqman ayat 34].

(b) Bunga ditetapkan dalam bentuk persentase (%) sehingga apabila dipadukan

dengan unsur ketidak pastian yang dihadapi manusia, secara matematis dengan berjalannya waktu akan bisa menjadikan hutang berlipat ganda [lihat surat Al- Imran ayat 130].

(c) Memperdagangkan/ menyewakan barang yang sama dan jenis dengan

memperoleh keuntungan/ kelebihan kualitas maupun kuantitas, hukumnya

adalah riba [ lihat terjemah hadits Shahih Muslim oleh Ma’mur Daud Bab

19

(d) Membayar hutang dengan lebih baik [yaitu diberikan tambahan] seperti yang dicontohkan dalam Al-Hadits, harus atas dasar suka rela dan inisiatifnya harus datang dari yang punya utang, bukan karena ditetapkan dimuka dan dalam jumlah yang pasti [ lihat terjemah hadits Shahih Muslim

oleh Ma’mur Daud Bab Riba No. 1569 s/d 1572]. Unsur-unsur yang dikhawatirkan tidak sejalan dengan syariah islam tersebut di ataslah yang ingin dihindari dalam mengelola bank syariah.

2) Adanya peluang hukum untuk berkembangnya bankn syariah.

a) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tantang Bank Indonesia mengamanatkan

agar Bank Indonesia juga mengembangkan dan membina perbankan Syariah.

b) Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (1) beserta penjelasannya yang

menyebutkan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bank syariah dalam operasinya mempunyai konsep yang melekat (build in concept) berasaskan kebersamaan baik dalam hal investasi, menghadapi risiko usaha, maupun dalam membagi hasil usaha dengan Nasabahnya.

c) Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan undang-undang no.7

tahun 1992 dengan penjelasannya dan peraturan-peraturan pelaksanaannya sangat mendukung keberadaan bank syariah.

d) Paket 27 oktober 1988 dan ketentuan lanjutannya tanggal 29 Januari 1990 memberi peluang untuk berdirinya bank-bank swasta baru, kemudian bank-bank asing yang ada dapat membuka cabang pembantu di 5 kota dan Daerah Otorita Pulau Batam, dan masuknya perwakilan bank asing baru termasuk kemungkinan

20 Sehingga ini dapat dipastikan peluang yang lebih besar lagi akan diperoleh bank syariah.

e) Berbagai peraturan Bank Indonesia yang diterbitkan sejak tahun 1999 sampai tahun 2005 khususnya peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/35/PBI/2005 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2005 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, dimana pada Pasal 4 Modal disetor untuk mendirikan Bank Umum Syariah ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar Rp 1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) yang sebelumnya adalah sebesar Rp 3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah).

3) Adanya peluang ekonomi bagi keberadaan bank syariah.

a) Krisis moneter yang melanda negara – negara di wilayah Asia bulan Juli 1997 yang kemudian berkembang menjadi krisis ekonomi, telah membuktikan betapa rapuhnya sistem perbankan dengan sistem bunga yang mendominasi perekonomian di negara tersebut. Di Indonesia krisis moneter dimulai dengan merosotnya dengan tajam nilai tukar rupiah terhadap US dolar. Merosotnya nilai tukar rupiah tersebut dengan sendirinya membengkakkan utang nasabah besar bank yang dibuat sebelumnya dalam valuta asing. Akibatnya secara otomatis terjadi pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), kredit macet atau non performing loan, dan bank mengalami mismatch karena loan to deposit

di atas 120 persen.

b) Kebijaksanaan uang ketat yang kemudian diterapkan oleh pemerintah untuk

mengatasi krisis ekonomi, telah mendorong tingginya tingkat bunga bank untuk mengatasi kesulitan likuiditas. Menyusul tingginya tingkat bunga adalah

terjadinya masalah nigative spread karena banyaknya nasabah yang tidak mampu

21

c) Terjadinya krisis perbankan di Indonesia yang didominasi perbankan dengan

sistem bunga, menjadikan masyarakat mulai memperhatikan bank dengan sistem bagi hasil yang selama krisis moneter da krisis ekonomi tetap tangguh dan sehat. Ketangguhan bank syariah terletak pada seimbangnya kewajiban bank dengan kemampuannya, sebagaimana yang dipraktikkan dalam sistem bagi hasil antara bank dengan menyimpan dana.

d) Ketangguhan bank syariah ternyata dibuktikan pula oleh bank syariah di seluruh

dunia sehingga fenomena ini telah menjadi kajian menarik bagi bank dunia dalam Dana Moneter Internasional (IMF), serta lembaga-lembaga kajian di universitas-universitas yang terkenal di seluruh dunia.

e) Adanya bank syariah yang terbukti tangguh dalam menghadapi krisis ekonomi, akan memperkaya khasanah perbankan di Indonesia. Iklim baru ini telah menarik penanaman modal disektor lembaga keuangan khususnya IDB dan bank-bank syariah lainnya serta pemodal dari negara-negara penghasil minyak di Timur Tengah.

f) Konsep bank syariah yang telah mengutamakan kegiatan produksi dan

perdagangan serta kebersamaan dalam hal investasi, menghadapi risiko usaha dan membagi hasil usaha, akan memberikan sumbangan yang besar kepada perekonomian Indonesia khususnya dalam menggiatkan investasi, penyediaan kesempatan kerja dan pemerataan pendapatan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa mengingat bank syariah adalah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, maka bank dengan sistem ini akan mempunyai segmentasi dan pangsa pasar yang baik sekali di Indonesia. Dengan sedikit pembinaan sesuai ketentuan yang berlaku, peluang untuk berkembangnya bank syariah di Indonesia cukup besar.

22

d. Ancaman (threat) terhadap bank syariah

Ancaman yang paling berbahaya adalah apabila bank syariah dikait-dikaitkan dengan fanatisme agama. Akan ada pihak-pihak yang berusaha menghalangi berkembangnya bank syariah ini semata-mata hanya karena tidak suka apabila umat islam bangkit dari keterblakangan ekonominya. Mereka tidak mau tahu bahwa bank syariah itu jelas-jelas bermanfaat untuk semua orang tanpa pandang bulu. Isu

eksklusivisme atau SARA mungkin akan dilontarkan untuk mencegah berkembangnya bank syariah di Indonesia.

Ancaman berikutnya adalah dari mereka yang merasa terusik kenikmatannya dalam mengeruk kekayaan rakyat Indonesia yang sebagian besar beragama Islam melalui sistem perbankan konvensional yang sudah ada. Munculnya bank syariah yang menuntut pemerataan pendapatan yang lebih adil akan dirasakan oleh mereka sebagai ancaman terhadap status quo yang telah dinikmatinya selama puluhan tahun.

Ancaman yang terakhir ialah dari umat islam sendiri yang kualitas imannya telah mengalami kemerosotan karena tergoda oleh kebutuhan materi atau mungkin karena kurangnya pemahaman tentang karakteristik bank syariah. Di antara mereka yang menyimpan uangnya di bank syariah, akan ada yang menuntut bagi hasil yang setingkat dengan tingkat bunga bank konvensional yang berlaku justru pada saat bank syariah itu baru berdiri atau pada saat perekonomian sedang lesu. Sebaliknya pada waktu bank syariah dapat memberikan bagi hasil lebih besar dari tingkat bunga bank konvensional yang berlaku, maka bank syariah dianggap lebih zalim dari bank konvensional. Akibat dari tuntutan tersebut ada pengelola bank syariah yang mengikuti keserakahan seperti ini dengan cara memodifikasi sistem perbankan syariah sehingga mirip dengan sistem bank konvensional, ternyata sebagian besar bank-bank

23 syariah yang melakukan modifikasi seperti tersebut di atas, sekarang ini mengalami kesulitan.

Dengan mengenali ancaman-ancaman terhadap dioperasikannya bank syariah ini, diharapkan para cendekiawan yang telah memahami kemanfaatan bank syariah dapat berjaga-jaga dan mengupayakan penangkalnya.

Dari inventarisasi faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman tersebut di atas, terlihat bahwa faktor kekuatan dan peluang sangat menonjol, sementara itu faktor kelemahan dan ancaman tidak terlalu sulit untuk mengatasinya. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa prospek bank syariah di Indonesia di tengah-tengah krisis ekonomi masih sangat baik meskipun kelak akan menghadapi era globalisasi.

B. KEPUTUSAN MENABUNG

1. Pengertian Keputusan Menabung

Menurut Kotler (2002:234) mengemukakan bahwa keputusan adalah sebuah proses pendekatan penyelesaian masalah yang terdiri dari pengenalan masalah, mencari informasi, beberapa penilaian alternatif, membuat keputusan membeli dan perilaku setelah membeli yang dilalui konsumen. Pengertian keputusan pembelian menurut Drumond (2007:251) yaitu mengidentifikasikan semua pilihan yang mungkin untuk memecahkan persoalan itu dan menilai pilihan-pilihan secara sistematis dan obyektif serta sasaran-sasarannya yang menentukan keuntungan serta kerugiannya masing-masing.

Keputusan merupakan bagian/salah satu elemen penting dari perilaku nasabah disamping kegiatan fisik yang melibatkan nasabah dalam menilai, mendapatkan dan

24 masalah mencakup semua jenis perilaku pemenuhan kebutuhan dan jajaran luas dari

faktor– faktor yang memotivasi dan mempengaruhi keputusan nasabah.

Pengambilan keputusan merupakan suatu kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang yang ditawarkan. Tahap-tahap proses keputusan pembelian dapat digambarkan dalam sebuah model dibawah ini :

Gambar 2.1

Tahap Proses Membeli

Sumber : Kotler, 2007: 235

Pada model di atas mempunyai anggapan bahwa para konsumen melakukan lima tahap dalam melakukan pembelian. Tahap hal ini tidak selalu terjadi, khususnya dalam pembelian yang tidak memerlukan keterlibatan pembeli. Para konsumen dapat melewati beberapa tahap dan urutannya tidak sesuai.

1) Pengenalan Masalah

Proses membeli dengan pengenalan masalah atau kebutuhan pembeli menyadari suatu perbedaan antara keadaan yang sebenarnya dan keadaan yang diinginkannya. Kebutuhan itu dapat digerakkan oleh rangsangan dari dalam diri pembeli atau dari luar.

2) Pencarian informasi

Konsumen mungkin tidak berusaha secara aktif dalam mencari informasi sehubungan dengan kebutuhannya. Seberapa jauh orang tersebut mencari informasi

Perilaku pasca pembelian Kepuasan membeli Evaluasi alternatif Pencarian informasi Pengenalan masalah

25 tergantung pada kuat lemahnya dorongan kebutuhan, banyaknya informasi yang dimiliki, kemudahan memperoleh informasi, tambahan dan kepuasan yang diperoleh dari kegiatan mencari informasi. Biasanya jumlah kegiatan mencari informasi meningkat tatkala konsumen bergerak dari keputusan situasi pemecahan masalah yang terbatas ke pemecahan masalah yang maksimal.

3) Evaluasi alternatif

Informasi yang didapat dari calon pembeli digunakan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai alternatif-alternatif yang dihadapinya serta daya tarik masing-masing alternatif. Produsen harus berusaha memahami cara konsumen mengenal informasi yang diperolehnya dan sampai pada sikap tertentu mengenai produk promosi dan keputusan untuk pembeli.

4) Keputusan membeli

Produsen harus memahami bahwa konsumen mempunyai cara sendiri dalam menangani informasi yang diperolehnya dengan membatasi alternatif-alternatif yang harus dipilih atau dievaluasi untuk menentukan produk mana yang akan dibeli.

5) Perilaku Pasca pembelian

Apabila barang yang dibeli tidak memberikan kepuasan yang diharapkan, maka pembeli akan merubah sikapnya terhadap merek barang tersebut menjadi sikap negatif, bahkan mungkin akan menolak dari daftar pilihan. Sebaliknya bila konsumen mendapat kepuasan dari barang yang dibelinya maka keinginan untuk membeli terhadap merek barang tersebut cenderung untuk menjadi lebih kuat. Produsen harus mengurangi perasaan tidak senang atau perasaan negatif terhadap suatu produk dengan cara membantu konsumen menemukan informasi yang membenarkan pilihan konsumen melalui komunikasi yang diarahkan pada orang-orang yang baru saja membeli produknya.

26

C. PERILAKU KONSUMEN

Dokumen terkait