Pada bab ini memberikan pemaparan analisis dari hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan data yang telah diolah pada bab IV.
5.1 Analisis Kejadian Kecelakaan Kerja Selama Tahun 2004 - 2010
Gambar grafik kecelakaan kerja tahun 2004 sampai dengan 2010 secara umum menunjukkan penurunan jumlah kecelakaan kerja. Salah satu penyebabnya adalah adanya pemutusan hubungan kerja karyawan yang mulai dilakukan pada tahun 2003. Namun pada tahun 2007 dan 2010 terjadi kenaikan jumlah tenaga kerja baik karyawan kontrak atau karyawan lama yang direkrut kembali. Dengan adanya penambahan tersebut banyak dari mereka yang belum terbiasa dengan prosedur dan mesin kerja yang baru sehingga jumlah kecelakaan kerjanya pun bertambah.
Hasil identifikasi berdasarkan shift kerja menunjukkan bahwa kejadian
kecelakaan kerja terjadi paling banyak pada shift I yakni pukul 06.00 sampai
dengan 15.00 yakni sebanyak 84 kecelakaan kerja. Dari hasil analisis yang
dilakukan di perusahaan diketahui bahwa, shift I merupakan shift paling aktif
karena hampir semua produksi dilakukan pada shift I. Alasan perusahaan memilih
produksi terbesar dilakukan pada shift I adalah adanya kemudahan dari pihak
manajerial dalam melakukan pemantauan produksi atau pemantauan kesehatan
karena staf kerja keseluruhan masuk pada shift ini, selain itu untuk penghematan
pengeluaran biaya listrik.
Sedangkan hasil identifikasi berdasarkan jenis penanganan diketahui bahwa
kecelakaan kerja terbesar di kondisi first aid. Perbedaan jenis penanganan first aid
dan jenis penanganan lain adalah jenis obat yang diberikan dan luka yang diakibatkan. Untuk hasil identifikasi letak luka terbesar berada di tangan dapat dikatakan bahwa kecelakaan kerja terbesar ada pada anggota tubuh utama yang digunakan saat bekerja, yaitu tangan. Jika dijabarkan lebih detail letak luka ini berada pada pergelangan tangan, jari tangan, telapak tangan, lengan tangan, siku, dan bahu, dimana jari tangan menduduki tingkat teratas untuk luka di tangan. Sedangkan departemen yang paling sering terjadi kecelakaan kerja adalah
commit to user
Departemen FL 456 paling sering terjadi kecelakaan kerja dimana jenis kecelakaan terbanyak adalah terluka pada waktu menangani pekerjaan, mengangkat barang, ataupun membawanya.
5.2 Analisis Hasil Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
5.2.1 Analisis Mengenai Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
Failure modes and Effects Analysis (FMEA) merupakan metode yang digunakan untuk mengidentifikasi risiko yang berpotensi untuk timbul, menentukan pengaruh risiko kecelakaan kerja, dan mengidentifikasi tindakan untuk me-mitigasi risiko tersebut (Crow, 2002). Definisi Failure Modes And Effects Analysis (FMEA) menurut John Moubray adalah metode yang digunakan untuk mengidentifikasi bentuk kegagalan yang mungkin menyebabkan setiap kegagalan fungsi dan untuk memastikan pengaruh kegagalan berhubungan dengan setiap bentuk kegagalan.
Kelebihan dari penggunaan Failure modes and Effects Analysis (FMEA)
adalah sifat FMEA yang objektif karena menggunakan penilaian yang merupakan hasil brainstorming dari para anggota tim FMEA dimana terdiri dari manajer EHS,
staff EHS, supervisor masing-masing departemen produksi, operator, dan kepala
masing-masing departemen yang berkaitan. Dengan hasil FMEA ini dapat diketahui
prioritas penanganan suatu jenis failure mode dengan mempertimbangkan tiga aspek yakni severity, occurance serta detection. FMEA merupakan dokumen hidup yang dapat diperbaharui sesuai dengan kebutuhan perusahaan karena adanya jenis kegagalan-kegagalan baru yang muncul atau perubahan aturan, jika dalam kasus ini maka aturan yang dimaksud adalah aturan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja PT GE Lighting Indonesia.
Kesulitan dari penggunaan Failure Mode and Effect Analysis hanyalah jadwal atau waktu diskusi dari tim FMEA, jadi jika nantinya metode FMEA diterima perusahaan maka perusahaan perlu membuat jadwal untuk
mendiskusikan permasalahan kecelakaan kerja oleh seluruh tim FMEA yakni dari
manajer EHS, staff EHS, supervisor masing-masing departemen produksi,
operator, dan kepala masing-masing departemen yang berkaitan.
5.2.2 Analisis Severity Failure Mode and Effect Analysis
Dalam memberikan penilaian mengenai severity, tim penilai yang terdiri
commit to user
operator, dan kepala masing-masing departemen mempertimbangkan jenis
penanganan yang dimiliki perusahaan yaitu first aid, recordable. Untuk
penjelasan keduanya dapat dilihat pada sub bab 4.1.1. Berdasarkan hasil penentuan skala severity failure mode pada table 4.3, terpeleset, tersandung, dan
jatuh pada ketinggian yang sama memiliki nilai severity tertinggi yaitu 8. Hal ini
karena failure mode terpeleset, tersandung, dan jatuh pada ketinggian yang sama
memiliki dampak tingkat luka yang cukup parah karena korban terbentur di kepala dan menderita gegar otak serta membutuhkan penangana serius. Dalam tabel Priest (1996), nilai severity untuk gagar otak adalah 8.
Sedangkan untuk failure mode terluka karena kecerobohan orang lain dan
jenis-jenis lain dari kecelakaan kerja memiliki nilai severity yang rendah yaitu 3.
Hal ini disebabkan karena luka yang terjadi pada korban seperti memar ringan dan
tergores hanya membutuhkan penanganan first aid atau ringan. Skala penilaian
yang digunakan adalah berdasarakan Priest (1996). Skala penilaian Priest sangat jelas pemaparannya, karena tidak hanya menjabarkan bentuk luka saja, tetapi juga penyakit, bahaya sosial dan psikologi, serta bahaya terhadap alat atau mesin yang digunakan.
5.2.3 Analisis Occurance Failure Mode and Effect Analysis
Berdasarkan hasil penentuan ranking occurance dari cause of failure
kesalahan manusia menduduki tingkat occurance yang tertinggi yaitu 8. Hal ini
didasarkan pada prosentase jumlah kecelakaaan kerja yang terjadi karena kesalahan manusia selama 7 tahun terakhir (2004-2010) sebanyak 40%. Beberapa
cause of failure yang termasuk dalam kesalahan manusia antara lain
ketidakpedulian karyawan terhadap kondisi di sekitarnya, kepanikan karyawan saat berada dalam situasi bahaya, sikap karyawan yang tidak berhati-hati saat bekerja, sikap karyawan tidak menjalankan prosedur kerja dengan benar, sikap karyawan tidak menaati peraturan tata tertib perusahaan, dan bercanda saat bekerja. Selain dari data kecelakaan kerja di perusahaan hasil penilaian juga berasal dari wawancara langsung, dan pengamatan di lapangan khusunya area produksi.
Sedangkan, cause of failure mode belum adanya guarding yang tepat untuk
commit to user
dibandingkan yang lain yakni bernilai 3. Hal ini disebabkan untuk cause of failure
mode belum adanya guarding yang tepat untuk diterapkan di mesin terjadi empat
kali dalam tujuh tahun, dan cause of failure mode kebersihan ruangan yang kurang
terjadi tiga kali dalam tujuh tahun.
5.2.4 Analisis Detection Failure Mode and Effect Analysis
Untuk hasil analisis FMEA mengenai detection failure mode, pada cause of
failure lampu yang pecah dengan tiba-tiba dan belum adanya guarding yang tepat
untuk dipasang pada mesin memiliki nilai detection tertinggi yaitu 10. Hal ini
disebabkan memang belum adanya alat pendeteksi untuk mencegah penyebab tersebut terjadi. Contoh gambaran kejadian untuk lampu yang meledak tiba-tiba
adalah output dari mesin aging incandecent saling berkumpul dalam wadah besar
dan saling bertabrakan satu sama lain. Namun kejadian lampu meledak tidak pada
semua lampu. Selain itu dari hasil wawancara dengan operator di bagian aging
incandecent, kejadian lampu meledak bisa jadi akibat bahan lampu yang kurang
bagus sehingga diperlukan pengetatan Quality Control lampu. Sampling yang
dilakukan oleh karyawan QC pun tidak dilakukan untuk mengetahui ciri-ciri lampu akan meledak, tetapi lebih kepada produk akhir apakah lampu dapat
menyala atau tidak. Untuk cause of failure mode belum adanya rancangan
guarding yang sesuai nilai deteksinya juga 10. Hal ini disebabkan tidak
diketahuinya penyebab ini oleh perusahaan sebelum kecelakaan kerja terjadi atau bisa dikatakan tidak ada alat pendeteksinya.
Nilai detection yang paling rendah adalah 4. Penilaian ini dimiliki oleh
cause of failure mode APD yang dipakai tidak lengkap / tidak layak. Hal ini disebabkan perusahaan memiliki divisi-divisi khusus EHS yang bertanggung jawab pada permasalahan seperti JSA, LOTO, Ergonomi sehingga dengan begitu sudah adanya mengatur aktivitas karyawan untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan, prosedur kerja masing-masing karyawan, media pendukung kesehatan dan keselamatan kerja seperti poster, gambar, pengumuman yang sudah ada di perusahaan meskipun belum bisa maksimal untuk dilakukan oleh para karyawan PT GE Lighting Indonesia.
commit to user