dalam kategori mekanisme dismotility, dimana terjadi kegagalan koordinasi aktivitas untuk pergerakan feses menuju kolon. Oleh karena itu, dibutuhkan intervensi yang dapat mendorong pergerakan feses menuju kolon selain penggunaan terapi cairan dan serat. Massage abdomen merupakan salah satu cara
Universitas Indonesia yang dapat membantu pergerakan feses dengan cara mendorong secara manual feses menuju kolon atau rektum.
Inovasi intervensi yang digunakan pada penanganan konstipasi pada klien adalah massage abdomen gaya Swedia diambil dari penelitian Sinclair (2010). Penelitan massage abdomen ini dilakukan kepada 60 lansia selama 7 menit dalam 8 minggu. Sinclair (2010) mengungkapkan bahwa teknik massage abdomen gaya Swedia ini dilakukan dengan berbagai variasi oleh berbagai penelitian, misalnya Lamas (2009) menggunakan lebih banyak teknik effleurage ringan dengan waktu total selama 7 menit, sedangkan Emly (2001, 2006) lebih banyak menggunakan tekanan effleurage kekuatan sedang, meremas dan getaran (vibrasi) dengan waktu total selama 15-20 menit. Preece (2002) lebih benyak menggunakan gerakan massage dengan teknik mendorong dengan waktu total 10 menit.
Selama 2 minggu, penulis telah melakukan intervensi massage abdomen gaya Swedia pada klien. Teknik ini dilakukan selama 4-5 kali dalam seminggu selama 10-15 menit pada pagi atau sore diantara waktu makan. Selama 2 minggu pelaksanaan intervensi, klien telah mengalami peningkatan frekuensi defekasi yaitu sekitar 2 hari sekali, dan bahkan pernah melakukan defekasi 1 kali dalam sehari, yaitu pada hari Rabu dan Kamis, tanggal 11 dan 12 Juni 2014. Selain frekuensi defekasi yang sudah dalam rentang normal, volume feses yang dapat dikeluarkan oleh klien pada saat defekasi juga meningkat dari sebelumnya.
Klien dilakukan massage dengan posisi telentang di atas tempat tidur. Peralatan tambahan yang digunakan dalam melakukan intervensi ini adalah stetoskop, minyak zaitun (olive oil), dan selimut. Stetoskop digunakan untuk memeriksa bunyi bising usus yang terjadi selama 1 menit, minyak zaitun digunakan untuk mengurangi friksi (gesekan) melawan kulit (Lamas, 2011) dan selimut digunakan untuk menjaga privasi klien dengan menutup bagian-bagian tubuh yang tidak diintervensi. Kekurangan dalam melakukan intervensi ini adalah intervensi ini tidak dilakukan rutin setiap hari dan pada waktu yang sama dari hari pertama hingga hari terakhir pelaksanaan intervensi. Selain itu, dengan keterbatasan jam
dinas, penulis tidak dapat memantau dan mengobservasi secara langsung proses defekasi dan kondisi (konsistensi dan volume) feses yang dikeluarkan klien saat defekasi.
Terdapat beberapa perbedaan proses pelaksanaan intervensi antara praktik yang dilakukan penulis dengan penelitian terkait. Penelitian sebelumnya, melakukan proses intervensi selama 8 minggu, sementara penulis hanya melakukan selama 2 minggu. Hal itulah yang mungkin menjadi penyebab feses yang dikeluarkan residen masih terasa keras meskipun frekuensi defekasi sudah normal. Selain itu, penelitian sebelumnya selalu melakukan massage pada telapak tangan untuk membantu mengoptimalkan fungsi refleks dan melenturkan telapak tangan sebelum melakukan pemijatan. Penelitian sebelumnya juga menggunakan terapi musik untuk membantu merilekskan klien. Kedua hal tersebut tidak dilakukan oleh penulis selama proses intervensi.
Kelebihan yang dirasakan penulis saat melakukan intervensi massage abdomen ini adalah klien sangat kooperatif selama interaksi dan pelaksanaan intervensi dan residen tidak banyak memiliki jadwal kegiatan sehingga mudah ditemui dan melakukan kontrak intervensi. Hambatan yang dirasakan saat melakukan intervensi ini adalah keterbatasan kemampuan penulis untuk melakukan observasi untuk memantau asupan serat dan cairan klien serta proses defekasi yang dilakukan klien selama 24 jam. Selain itu, kondisi klien yang mengalami hambatan mobilitas fisik dan gangguan penglihatan, juga merupakan faktor penghambat karena klien tidak dapat melakukan aktivitas fisik secara mandiri, melihat jenis makanan yang dimakan, melihat warna dan jumlah feses yang keluar saat defekasi, serta klien tidak dapat memenuhi asupan cairan sesuai kebutuhan secara mandiri.
4. 4 Alternatif Pemecahan yang dapat Dilakukan
Intervensi unggulan massage abdomen ini dapat dilakukan oleh para petugas panti sebagai salah satu alternatif intervensi untuk mengatasi konstipasi yang dialami oleh WBS. Jika petugas panti kesulitan dalam melakukan Swedish Abdominal
Universitas Indonesia Massage, maka dapat dilakukan massage abdomen cara klasik saja atau pijat I Love U. Selain itu, alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan oleh petugas adalah mengurangi risiko konstipasi dengan memberikan makanan cukup serat dengan menambah porsi sayur dan buah pada makanan, meningkatkan asupan cairan dengan membantu menyediakan minum di samping tempat tidur, serta meningkatkan aktivitas fisik dengan melakukan ROM aktif assistif pada klien.
Cara melakukan pijat I Love U ini adalah dimulai dari bagian bawah perut sebelah kanan yaitu sekitar tulang pelvis kanan. Lakukan pijatan dengan gerakan melingkar lembut dari tulang pelvis menuju ke tulang iga kanan, kemudian bergerak mendatar hingga ke bagian tulang iga kanan. Dari iga kanan kemudian pijat hingga mencapai tulang pelvis kiri dan kembali ke umbilikus. Lakukan gerakan ini selama 2-3 menit. Ulangi gerakan ini selalu searah jarum jam hingga kurang lebih 10 kali (University of Michigan Health System, 2011).
Alternatif pemecahan atau intervensi lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah konstipasi selain massage abdomen dapat berupa latihan gerakan mengayuh sepeda atau latihan berjalan. Touhy dan Jett (2010) menyatakan bahwa peningkatan aktivitas dengan berjalan selama 20-30 menit khususnya setelah makan sangat membantu untuk mencegah konstipasi.
Bersepeda statis menyebabkan adanya pergerakan tubuh bagian bawah sehingga dapat menyebabkan evakuasi secara tepat saat defekasi dan secara umum hal ini dapat mencegah konstipasi. Selain itu, latihan sepeda statis dapat menguatkan otot pelvis (Ramus, 2011 dalam Oktariyani, 2013). Peningkatan kekuatan otot pelvis ini dapat membantu mengurangi risiko terjadinya mekanisme konstipasi pada jenis kedua, yaitu disfungsi otot pelvis. Griffin (2010) dalam Oktariyani (2013) menjelaskan bahwa latihan 30 hingga 60 menit latihan mengayuh sepeda selama 3 sampai 4 kali dalam seminggu, efektif sebagai perawatan untuk mencegah konstipasi.
PSTW Budi Mulia 1 Cipayung telah memiliki alat sepeda statis yang dapat digunakan untuk melakukan teknik kayuh sepeda ini kepada para lansia mandiri
yang ditempatkan di ruang klinik. Bagi para lansia yang mengalami hambatan mobilitas fisik atau kelemahan pada bagian tubuh lain sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan mobilisasi dari wisma ke klinik seperti kondisi yang dialami oleh Nenek R, maka lansia dengan kondisi seperti ini dapat melakukan teknik kayuh sepeda di atas tempat tidur. Caranya adalah dengan meminta klien berbaring dengan posisi nyaman, kemudian angkat kaki dan tekuk lutut hingga posisi di atas abdomen. Kemudian bantu klien untuk mulai melakukan gerakan mengayuh dengan kaki bergantian.
52 Universitas Indonesia
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Panti werdha merupakan salah satu tatanan kesehatan yang menjadi ruang lingkup pada pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan. Panti werdha merupakan huian yang diciptakan pemerintah khusus lansia terlantar di perkotaan. Oleh karena itu, lansia yang tinggal di panti juga merupakan klien yang perlu perhatian dan asuhan keperawatan demi mempertahankan status kesehatan mereka. Urban Nursing sangat diperlukan untuk mengatasi berbagai masalah yang ditimbulkan sebagai dampak dari urbanisasi lansia. Asuhan keperawatan perkotaan yang diberikan berupa pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara menyeluruh dan terpadu, diharapkan mampu mencapai tujuan pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat, yaitu meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan masyarakat yang optimal.
Konstipasi merupakan masalah yang sering dialami oleh lansia, khususnya di panti werdha sebagai salah satu hunian lansia di wilayah perkotaan. Konstipasi ini, dirasa sangat mengganggu oleh para lansia. Hal ini disebabkan karena konstipasi merupakan salah satu manifestasi ketidakterpenuhinya salah satu kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan eliminasi. Sesuai dengan teori yang dijelaskan, manusia cenderung tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar lain jika kebutuhan dasar yang lebih prioritas belum terpenuhi. Oleh karea itulah, diperlukan intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah konstipasi pada lansia di panti werdha.
Pijat perut memiliki efek terukur pada sembelit, baik bagian yang sedikit otot melalui stimulasi, atau bagian otot spasmodik melalui relaksasi. Namun, efek baik ini akan menghasilkan tinja yang didorong secara manual di sepanjang saluran pencernaan menuju rektum. Pijat perut mengurangi waktu transit kolon, meningkatkan frekuensi buang air besar pada pasien sembelit, dan mengurangi perasaan tidak nyaman dan nyeri yang menyertainya.
Inovasi intervensi yang digunakan pada penanganan konstipasi pada klien adalah massage abdomen gaya Swedia (Swedish Abdominal Massage) diambil dari penelitian Sinclair (2010). Penelitan massage abdomen ini dilakukan kepada 60 lansia selama 7 menit dalam 8 minggu. Teknik ini menggunakan stroke pettrisage, effleurage, getaran, dan tapotement diterapkan pada dinding perut anterior sebagai pengobatan untuk konstipasi. Para praktisi kesehatan percaya bahwa dengan memberi tekanan pada dinding perut bagian anterior, mereka dapat menekan organ-organ pencernaan diantara jari yang memijat dan dinding posterior dari rongga perut serta berfungsi merangsang gerakan peristaltik usus. Teknik massage ini menggunakan Tactile Stimulation Method dari Birkestad yang menggunakan prinsip mengurut, penekanan dengan lembut, dan tekanan statis.
Setelah dilakukan massage abdomen secara teratur, yaitu selama 15 menit dengan frekuansi 4-5 kali dalam seminggu, didapatkan hasil evaluasi obyektif bahwa masih terdapat rabaan massa keras pada abdomen kuadran 4 dan bising usus masih tetap 1 kali per menit hingga 2 minggu intervensi. Selain evaluasi obyektif, didapatkan pula evaluasi subyektif yang berasal dari pernyataan klien, bahwa klien sudah dapat melakukan defekasi hampir rutin dua hari sekali. Bahkan pada hari Rabu dan Kamis tanggal 11 dan 12 Juni 2014, residen buang air besar 1 kali dalam sehari. Klien juga mengatakan bahwa volume feses yang keluar sudah lebih banyak jika diandingkan sebelum-sebelumnya. Meskipun pola defekasi klien sudah normal dan volume feses yang keluar meningkat, namun konsistensi feses yang dikeluarkan klien masih keras.
Berdasarkan hasil evaluasi yang didapatkan setelah dilakukan implementasi inovasi berupa massage abdomen, ditemukan hasil bahwa massage abdomen telah terbukti dapat membantu mengatasi dan mencegah konstipasi yang terjadi pada lansia. Massage abdomen dapat menjadi salah satu intervensi yang ditawarkan sebagai pilihan, terutama untuk dunia keperawatan dalam mengatasi masalah konstipasi. Hal ini dikarenakan massage abdomen tidak hanya membantu mendorong dan memecahkan penumpukan feses di kolon, namun pada abdomen juga terdapat beberapa titik refleks defekasi yang dapat distimulasi dengan
Universitas Indonesia menggunakan teknik massage. Selain itu, massage abdomen juga dapat meningkatkan kenyamanan klien tanpa adanya campur tangan obat-obatan yang dapat menimbulkan efek samping.
5.2 Saran
1. PSTW Budi Mulia 1 Cipayung
Diharapkan hasil karya ilmiah ini dapat digunakan sebagai informasi mengenai data status WBS yang ada di panti, sehingga dapat membantu para petugas dalam memberikan perawatan. Selain itu, karya ilmiah ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada pihak panti mengenai masalah kesehatan yang dialami oleh salah satu WBS, sehingga dapat membuat perencanaan intervensi untuk mengatasi masalah tersebut, misalnya peningkatan asupan serat, menyediakan air minum di dekat klien, serta program untuk meningkatkan aktivitas untuk mengatasi konstipasi.
2. Keilmuan Keperawatan
Diharapkan hasil dari karya ilmiah ini mampu memberikan informasi kepada bidang keperawatan, khususnya keperawatan gerontik mengenai salah satu intervensi alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah konstipasi. Selain itu, karya ilmiah ini diharapkan juga mampu menjadi evidence base bagi kelompok keilmuan gerontik untuk menyusun rencana pendidikan kesehatan maupun menjalin kemitraan dengan pihak panti dengan tujuan meningkatkan status kesehatan lansia yang tinggal di panti.
3. Penelitian Selanjutnya
Diharapkan karya ilmiah ini dapat menjadi informasi bagi penelitian selanjutnya mengenai hasil evaluasi yang diperoleh dari intervensi yang telah dilakukan. Selain itu, penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian serupa dan memperbaiki proses pelaksanaan intervensi untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal, seperti waktu pelaksanaan intervensi yang dilakukan secara rutin pada waktu dan durasi yang sama, pengoptimalan dalam pemberian terapi cairan dan serat, serta observasi untuk mengetahui
proses defekasi dan kondisi (warna, konsistensi, volume) feses yang keluar, sehingga hasil penelitian lebih obyektif.
Allender, D. (2001). Literacy Guerillas, Canon Keepers, and Empire Institutions: A Black Teacher’s Narrative. San Fransisco: Ishmael Reed’s Konch Magazine
Cahyati, W. H. (2012). Konsumsi Pepaya (Carica Papaya) dalam Menurunkan Debris Index. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 124
Depkes. (2006). Pedoman Penyelenggaraan Upaya Keperawatan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas
Efendi, F & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika
Horton, P.B. & Hunt, C.L. (1991). Sosiologi Jilid I. Jakarta: Erlangga
Indrizal, E. (2006). Memahami Konsep Pedesaan dan Tipologi Desa di Indonesia. Hal 2-6. 26 Mei 2014. Fisip.unand.ac.id/media/rpkps/EdiIndrizal/M3.pdf
Ismayadi (2004). Proses Menua (Aging Process). Artikel Universitas Sumatera Utara
Kemenkes. (2013). Buletin lansia: Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta : Redaksi Kemenkes
Lamas. K. (2011). Using Massage to Ease Constipation. Artikel Nursing Times 01.02.11. Vol 107 No 4
Mauk, K.L (2009). Gerontological Nursing: Competencies for Care 3rd Ed. Burlington: Jones & Bartlett Learning
Marza-Danila, D. (2011). The Effectiveness of Using Certain Combine Reflex Massage Methods in Treating Functional Constipation. Journal of Physical Education and Sport, 74-78. No.1, Vol XII
Oktariyani. (2013). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Bapak B (78 Tahun) dengan Masalah Konstipasi di Wisma Bungur Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Cibubur. Karya Ilmiah Akhir Ners Universitas Indonesia. Tidak Dipublikasikan
Raissa, T. (2012). Asupan Serat dan Cairan, aktivitas fisik, serta gejala Konstipasi pada Lanjut Usia. Skripsi Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan
Rao, S. S. C & Go, J. T. (2010). Update on the Management of Constipation in the elderly: New Treatment Options. Journal of Clinical Interventions in Aging, 164
Sari, S. K. (2009). Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fkultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tentang Pentingnya Serat untuk Mencegah Konstipasi Tahun 2009. Karya Tulis Ilmiah Universitas Sumatera Utara. Tidak dipublikasikan
Shandu, R. G. (2011). What is Abdominal Massage. Artikel International Professional School of Bodywork Massage Therapy Center
Sinclair, M. (2010). The Use of Abdominal Massage to Treat Chronic Constipation. Journal of Bodywork & Movement Therapies, 1-10. Doi: 10.1016/j.jbmt.2010.07.07
Siregar, C. T. (2004). Kebutuhan Dasar Manusia Eliminasi B.A.B. Artikel Universitas Sumatera Utara
Toner, F. & Claros, E. (2012). Preventing, Assessing, and Managing Constipation in Older Adults. Lippincott Williams & Wilkins. www.Nursing2012.com . Diunduh pada tanggal 05 Juli 2014 pukul 20.00 WIB
Wardalisa.(2012). Teori Abraham Maslow.
FDownloads%2Ffiles%2F26402%2FMateri%2B07%2B-%2BTeoriAbrahamMaslow.pdf&ei=9ui5U9HWIcj98QWZ34K4Dg&usg=A FQjCNFNvQTfGqhz6MRYE5IQL6dcd_IAeQ&sig2=p2RfG1hyE9gbKKM Y_Kathw&bvm=bv.70138588,d.dGc . Diunduh tanggal 07 Juni 2014, pukul 07.00 WIB
Woolery, et al. (2006). A Constipation Assessment Scale for Use in Pediatric
Oncology. Journal of Pediatric Oncology, 65-69. Doi: