• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Analisis Data

4.2.1 Analisis John Fiske

1. Level Realitas

a. Penampilan, Kostum dan Make-up

Pada scene ini diperlihatkan ada dua orang laki-laki dalam tampilan berbeda. Pria yang pertama dalam tampil kelelahan dan

telah melakukan tindakan yang menggunakan energi yang besar, dan yang kedua dalam tampilan tidur terlentang tidak berdaya. Dikarenakan adanya hasil kegiatan atau latihan tanding antar dua pria ini. Hal ini dimaknai bahwa pria yang berdiri itu memebuktikan bahwa didirnya adalah pria yang tidak lemah namun kuat. Dimana dalam budaya patriarki pria atau alaki-laki digambarakan dengan orang yang kuat berbadana tegap dan optimis. Hal ini berbeda dengan yang ditampilkan oleh iklan Nescafe Classic, yang telah memebrikan penjelasan dan akan deskripsi pria yang kontradiktif akan budaya patriarki yang masih berlaku hingga saat ini. Hal ini dimaknai bahwa pria yang berdiri telah membuktikan bahwa dirinya adalah pria yang kuat dan optimis berbeda denagn gerakan nonverbal yang ada pada raut mukanya.

Kostum yang dikenakan pada kedua scene ini ialah mengenakan pakaian atau kostum olaharag bela diri. Salah satu jenis kegiatan yang dilakukan oleh orang yang mempunyai stamina atau kekuatan fisik yang besar. Jenis kegiatan yang diasosiasikan sebagai aktifitas para laki-laki.

Make-up yang digunakan pada kedua scene ini masih “natural”, karena umumnya laki-laki tidak menggunakna riasan wajah (make-up) secara berlebihan kecuali untuk mengurangi

kesan berminyak pada wajah ketika disorot lampu kamera (Widyatama, 2006:60).

b. Lingkungan atau Setting

Pada scene ini terlihat jelas akan latar tempat terjadinya akitifitas yang dilakukan pria tersebut. Pada latar tersebut digambarkan pada sebuah tempat latihan olahraga bela diri, umumnya kegiatan tersebut dilakukan oleh laki-laki. Terdapat tulisan “Padahal Kuat” yang memberikan penjelasan makna dari tampilan kedua pria tersebut, bahwa dia merupakan penggambaran akan imaji laki-laki yang sesuai dengan budaya patriarki. Digambarkan pula adanya sebuah jam dinding yang diasosiasikan dengan karakter laki-laki yang pekerja keras, disiplin dan ulet. Warna background yang digunakna adalah warna coklat, yang diartikan hangat, tenang, alami, bersahabat, kebersamaan, sentosa dan rendah hati (Darmaprawira, 2002:38).

c. Gesture atau gerak tubuh

Gerak tubuh yang ada pada scene ini menggambarkan bahwa pria itu dalam keadaan lelah dan letih, yang dikarenakan akan kegiatan yang dilakukannya menggunakan stamina yang besar. Sangat mencirikan karakteristik laki-laki yang selalu berada pada kegiatan yang memerlukan stamina dan ketahanan fisik yang kuat.

2. Level Representasi a. Shot

Pada scene ini digunakan teknik high-angle shot, dimana kamera diposisikan berada di atas atau lebih tinggi dari subjek sehingga penonton dapat melihat arah bawah. Dan juga digunakan teknik zoom out. Yang mana makna yang tergambarkan ialah situasi dan keadaan yang memperjelas makna yang terkandung. b. Pencahayaan

Pada scene ini teknik pencahayaan yang digunakan ialah back-light, yang mana subyek dan latar digambarkan secara jelas dan kontras. Yang menggambarkan akan kejelasan karakter dan kepribadian pada citra laki-laki.

c. Sound

Jenis sound atau suara yang digunakan ialah voice over yang membacakan kata (tanda) yang ada pada scene dan diiringi musik dari piano yang di dramatisir. Sehingga tampak suasana yang mendukung untuk terciptanya makna. Pada scene ini tercipta makna kuat, berstamina dan bertenaga.

3. Level Ideologi

Pada scene ini, digambarkan pria mengenakan pakaian olahraga bela diri yang dimaknai atau menandakan akan aktifitas atau kegiatan yang membutuhkan kekuatan dan stamina yang besar serta mencirikan akan aktifitas yang dilakukan oleh laki-laki. Pada umunya pria yang

memiliki hobby atau kegemaran berolahraga itu mempunyai bentuk fisik prima dan berfikiran yang optimis. Namun pada scene ini tampak perbedaan ideologi secara nyata yang tergambara pada wajahnya menunjukkan ekspresi pesimis, tidak bertenaga maupun optimisme layaknya seorang laki-laki. Ini semua bertentangan dengan penggambaran laki-laki dengan fisik yang besar, agresif, prestatif, domain-superior, dan dimitoskan sebagai pelindung, kuat rasional, jantan dan perkasa (Widyatama, 2006:6).

Scene 4

1) Level Realitas

a) Penampilan, Kostum dan Make-up

Pada scene ini digambarkan ada seorang pria berpenampilan seperti anggota militer. Dimana makna militer diasosiasikan dengan tindakan yang keras, tegas dan berwibawa. Yang mana asosiasi tersebut melekat secara tradisional dalam citra atau stereotip laki- laki.

Pada scene ini dilambangkan akan adanya bentuk kejantanan, kekerasan, ketegasan dan kewibawaan. Dengan menggunakan pakaian ala militer, bersenjata, berhelm yang menandakan pria itu akan siap untuk mempertahankan apapun.

Pada scene ini make-up atau tata rias yang digukan tampak berbeda, walapun laki-laki hampir tidak menggunakna rias wajah. Pada scene ketiga, riasan wajah yang digunakan tampak agak berlebihan. Sehingga nampak bahwa wajah pria itu halus dan lembut layaknya wajah sorang perempuan yang penuh kasih sayang. Sedangkan pada scene keempat, make-up yang digunakan tampak natural dan tidak berlebihan.

b) Lingkungan atau Setting

Pada scene ini suasana yang ingin dibangun ialah suasana kesigapan dan kesiapan. Dimana tampak adanya perlengkapan dan peralatan militer yang diasosiasikan sebagai peralatan dan perlengkapan yang hanya digunakan oleh pria. Karena seorang pria atau laki-laki ditandai dan dicitrakan dengan peralatan yang mengutamakan kekuatan fisik. Tampak senjata, helm, mobil serta perlengkapan perang diasosiasikan sebagai bentuk perlengkapan yang menggambarakan sosok lelaki. Karena alat-alat tersebut pada umunya hanya digunakan dan dipakai hanya oleh laki-laki

c) Gesture atau gerak tubuh

Pada scene keempat, gerakan tubuh dalam hal ini mengangkat senjata dimaknai sebagai kesiapan dan kesigapan akan keteguhan hati dalam menjalankan kewajiban. Karena laki-laki itu pada umumnya siap dan tegas.

2) Level Representasi a) Shot

Pada scene ini digunakan teknik long shot, dimana gambar yang dihasilkan menjadi berukuran lebih kecil atau hampir sama tinggi dengan layar teknik. Teknik ini sangat dapat menampilkan pergerakan yang dilakukan oleh objek tanpa harus berganti tampilan (Pramaggiore, 2005:112).

b) Pencahayaan

Pada scene ini teknik pencahayaan yang digunakan ialah back- light, yang mana subyek dan latar yang digambarkan tampak secara jelas dan kontras.

c) Sound

Jenis sound atau suara yang digunakan ialah voice over yang membacakan kata (tanda) yang ada pada tiap scene dan diiringi musik dari piano yang di dramatisir. Sehingga tampak suasana yang mendukung untuk terciptanya makna. Pada scene ketiga tercipta makna lemah lebut, kasih syaang dan pengertian. Dan pada scene

kedua tercipta makna kesiapan, ketegasan, kemampuan akan kendali dan kekuasaan.

3) Level Ideologi

Dan pada scene ini, seorang pria digambarkan dengan peralatan dan perlengkapan yang lengkap dalam keadaan akan melaksanakan perang. Pada scene ini dimaknai dengan adanya kendali dan kekuasaan, inilah stereotip laki-laki yang merupakan bentuk nyata secara budaya. Hal ini merupakan representasi laki-laki yang tergambarkan secara jelas dalam iklan televisi sebagai bentuk penegasan akan realitas masyarakat.

Scene 8

1) Level Realitas

a) Penampilan, Kostum dan Make-up

Pada scene ini diperlihatkan seorang pria yang akna menenggak kopi. Hal ini dimaknai dengan kesuksessan dan keberhasilan akan apa yang sudah dicapainya. Ditampilkan dengan

posisi duduk dan ekspresi wajah yang sigap. Kostum yang dikenakan ialah kemeja dengan warna hitam, dimana kemeja merupak penggambaran dari seorang pria pekerja keras dan profesional.

Selain kemeja tampak pula jam tangan yang diartiak sebagai ciri disiplin dalam menghargai waktu. Dan warna hitam menunjukkan sifat-sifat positif seperti sikap tegas, kukuh, formal, elegan, elit, mempesona dan struktur yang kuat, walaupun banyak yang mengasosiasikan hitam sebagai sifat negatif. Make-up yang digunakan pada scene ini masih “natural”, karena umumnya laki- laki tidak menggunakna riasan wajah (make-up) secara berlebihan kecuali untuk mengurangi kesan berminyak pada wajah ketika disorot lampu kamera (Widyatama, 2006:60)

b) Lingkungan atau Setting

Lingkungan yang dibangun dalam scene ini adalah sebuah lingkungan kesuksesan dan kematangan dari seorang pria atau laki- laki. Digambarakan melalui penempatan peralatan, yakni meja dan kursi kayu, asbak rokok serta cangkir berwarna merah. Kesemua benda itu merupakan bukti penegasan akan ciri atau karakter laki- laki. Background dinding yang berwarna coklat juga diidentikkan dengan karakter pria.

c) Gesture atau gerak tubuh

Tampak tangan pria itu akan menggapai cangkir untuk mengenggak kopi yang dimaknai tindakan yang pasti dan akurat dari seorang pria dalam melakukan sesuatu.

2) Level Representasi a) Shot

Teknik yang digunakan yakni medium long-shot, teknik yang digunakan dalam pengambilan gambar dimulai dari lutut obyek hingga keatas.

b) Pencahayaan

Teknik cahaya yang digunakan natural key lighting, teknik yang digunakan unrtuk menggambarkan pengambilan gambar di luar ruangan (di dalam rumah). Sehingga tampak seperti sinar matahari yang masuk dalam kaca.

c) Sound

Jenis sound atau suara yang digunakan ialah suara musik yang agak berkurang. Sehingga tampak suasana yang mendukung untuk terciptanya makna. Pada scene ini tercipta makna tenang, pekerja profesional

3) Level Ideologi

Penggambaran sosok laki-laki ini sangat tradisional dengan menunjukkan ketegapan postur tubuh, karakter pelindung, jantan, ramah, berwibawa serta kuat dari tampilan secara fisik. Sedangkan

kepribadiannya yang maskulin dan bijak. Ditandai dengan kemeja berwarna hitam yang melambangkan kemisterian seorang pria dan keseriusan akan tindakannya. Kewibawaan seorang laki-laki yang ditampilkan dalam iklan

Dokumen terkait