• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI STEREOTIP LAKI-LAKI PADA IKLAN TELEVISI. (Studi Semiotik Representasi Stereotip Laki-laki pada Iklan Nescafe Classic rasa Lebih Hitam di Televisi).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "REPRESENTASI STEREOTIP LAKI-LAKI PADA IKLAN TELEVISI. (Studi Semiotik Representasi Stereotip Laki-laki pada Iklan Nescafe Classic rasa Lebih Hitam di Televisi)."

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

iii

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul REPRESENTASI SETEOTIP LAKI-LAKI DALAM IKLAN TELEVISI (Studi semiotik Representasi Stereotip Laki-laki pada Iklan Nescafe Classic Versi Rasa Lebih Hitam di Televisi) ini dapat disusun dengan baik dan lancar. Penulisan penelitian skripsi ini bertujuan unutk memenuhi prasyarat bagi mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Pembangunan Nasional ”VETERAN” Jawa Timur.

Peneliti menyadari bahwa laporan skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang dengan kesabaran telah memberikan petunjuk dan bimbingan sehingga penyusunan laporan proposal skripsi ini dapat terselesaikan. Peneliti sadar bahwa sejak melakukan tugas akhir ini bnayak kekurangan, dan peneliti menucapkan terima kasih kepada :

(2)

iv

membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Keluargaku yang telah memberikan bantuan moril dan materiil yang tak ternilai.

5. Teman dan sahabat-sahabatku yang telah memberikan motivasi dan semangat serta dorongan untuk menyelesaikan studi.

Dengan menyadari kemampuan yang terbatas dalam penulisan laporan skripsi ini, peneliti meminta maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat kesalahan. Dan peneliti mengharapakan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan dari penelitian ini.

Surabaya, 23 November 2010

(3)

v

Lembar Pengesahan...ii

Kata Pengantar ...iii

Daftar Isi ...v

Abstraksi...ix

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang Masalah……….………1

1.2 Perumusan Masalah ...10

1.3 Tujuan Penelitian ...10

1.4 Kegunaan Penelitian ...10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...12

2.1 Landasan Teori ...12

2.1.1 Iklan Televisi ...12

2.1.2 Periklanan sebagai bentuk Komunikasi Massa ...15

2.1.3 Representasi ...16

2.1.4 Stereotip ...17

2.1.5 Stereotip Laki-laki ...20

2.1.6 Macho ...23

(4)

vi

2.1.11 Semiotik John Fiske ...31

2.1.12 Komunikasi non Verbal ……….……….46

2.1.13 Psikologi Warna ...47

2.2 Kerangka Berpikir ...53

BAB III METODE PENELITIAN ...55

3.1 Metode Penelitian ...55

3.2 Kerangka Konseptual ...56

3.2.1 Stereotip laki-laki ...56

3.2.2 Korpus Penelitian ...56

3.2.3 Teknik Pengumpulan data ...57

3.2.4 Teknik Analisis Data ...58

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...59

4.1 Gambaran Umum Objek dan Penyajian data………...59

4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian………...59

4.1.2 Penyajian Data………...61

4.2 Analisis Data………62

4.2.1 Analisis John Fiske………62

(5)

vii

5.2 Saran...75

(6)

viii

(7)

Representasi Stereotip Laki-laki pada Iklan Nescafe Classic rasa Lebih Hitam di Televisi)

Penelitian ini didasarkan pada kurangnya pemahaman dan penjelasan akan stereotip laki-laki dalam masyarakat terutama di Indonesia. Iklan Nescafe Classic ini menyajikan gambaran lain akan stereotip laki-laki yang seharusnya masyarakat pahami dan mengerti. Penggambaran berbeda dari stereotip laki-laki dijabarkan dalam iklan ini. Iklan dalam media massa itu menyampaikan pesan tertentu kepada masyarakat. Penelitian ini dilakukan unutk mendeskripsikan representasi stereotip laki-laki dalam iklan tersebut.

Stereotip laki-laki sangat identik dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan, kepribadian dan ciri laki-laki itu sendiri. Sebagai landasan teori, penelitian ini menggunakan pendekatan Semiotik John fiske, iklan televisi, Macho, Maskulinitas, Periklanan sebagai bentuk Komunikasi Massa, penggunaan warna dalm iklan, komunikasi non verbal, representasi.

Penelitian ini, merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode semiotik. Korpus penelitian adalah iklan kopi Nescafe Classic versi Rasa lebih Hitam 5 scene. Data analisi dalam penelitian ini melalui 3 level yakni level realitas menekankan pada unsur penampilan, kostum, make-up, setting dan gerak tubuh. Level representasi yang berunsur pada teknik kamera, editing, pencahayaan dan suara. Level ideologi merupakan perngorganisasian dalam kesatuan dan penerimaan sosial seperti individualisme patriarki, umur, ras, pluralisme, dan sebagaianya.

(8)

1 1.1Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, kegiatan periklanan sangat melekat di kehidupan masyarakat. Di Indonesia dunia periklanan berkembang pesat seiring berkembangnya teknologi dan informasi. Meningkatnya kegiatan periklanan membuata optimis berbagai kalangan, terutama industri atau perusahaan. Dalam ilmu komunikasi pemasaran, iklan merupakan investasi untuk menjaga hubungan yang berkesinambungan antara perusahaan dan konsumennya. Bahkan menurut Bedjo Riyanto, iklan sama pentingnya dengan investasi di bidang pengemasan (packaging), distribusi maupun penelitian pasar (market research) yang sasaran akhirnya mencapai perolehan laba penjualan secara maksimal (Riyanto, 2001:18).

(9)

berlomba-lomba memenangkan pasar. Semua produk ingin menghendaki dirinya menjadi Market Leader. Para kreator iklan dituntut untuk lebih kreatif dalam menghadirkan konsep iklan dan mengemas pesan-pesan iklan tersebutdengan semaksimal mungkin guna menarik perhatian calon konsumen. Oleh karenanya dalam mengiklankan suatu produk tertentu harus mengandung daya tarik tersendiri. Maka untuk menampilkan kekuatan iklan atau pesan, tidak hanya sekedar menampilkan kekuatn pesan verbal melainkan juga menampilkan kekuatan pesan non verbal. Pesan verbal adalah pesan yang disampaikan baik secara lisan maupun tulisan. Dan semua yang bukan pesan verbal ialah pesan non verbal, sepanjang bentuk non verbala tersebut mengandung arti maka ia dapat disebut sebagai sebuah pesan komunikasi.

Komunikasi iklan pada dasarnya sama, yakni bentuk komunikasi persuasi terhadap komoditi atau produk dan jasa yang erta kaitannya dengan masalah pemasaran. Tujuan dasar iklan adalah memberikan informasi tentang suatu produk layanan dengan cara dan strategi persuasif. Agar pesan dapat dipahami, diterima, disimpan dan diingat serta adanya tindakan tertentu (membeli), yang ditingkatkan dengan cara menarik perhatian konsumen serta menimbulkan asosiasi yang dapat mengugah selera agar bertindak sesuai keinginan komunikator (Cialdini, 2007:124). Dalam beberapa iklan yang ditayangkan di televisi, banyak terdapat perbedaan gender.

(10)

hingga banyak yang dianggap sebagai ketentuan Tuhan (seolah-olah bersifat biologis dan tidak dapat diubah-ubah lagi), sehingga perbedaan gender dianggap dan dipahami sebagai kodrat (Mansour Fakih, 2001). Menurut Judith Waters dan George Ellis (1996), gender merupakan kategori dasar dalam budaya, yaitu sebagai proses dengan identifikasi tidak hanya orang, tetapi juga perbendaharaan kata, pola bicara, sikap dan perilaku, tujuan, dan aktifitas seperti ”maskulinitas” atau ”feminitas”. Berbagai perbendaharaan itu akhirnya memunculkan stereotip tertentu yang disebut dengan stereotip gender (Widyatama, 2006:4).

Menurut Priyo Soemandoyo (1999) kata stereotip berarti citra baku. Citra baku merupakan gambaran atau imaji yang seolah-olah menetap, khas dan tidah berubah-ubah. Jallaludin Rakhmat (1986) menuliskan bahwa stereotip seringkali klise, timpang dan tidak benar. Sehingga stereotip gender bisa diartikan sebagai gambaran laki-laki dan perempuan yang khas, tidak berubah-ubah, klise seringkali timpang dan tidak benar. Ia bersumber dari ola pikiran manusia. Atau menurut Judith dan Ellis, stereotip gender sebagai bagan atau schemata (struktur kognitif) tentang sifat dan perilaku yang diterima sebagai tipe rata-rata pria (dalam hal ini laki-laki) dan wanita (Judith Waters dan George Ellis, 1996).

(11)

emosional, keibuan, berantung pasif, lemah dll. Sementara pria, dalam hal ini laki-laki, digambarakan sebagai sosok agresif, dominan, superior, dimitoskan sebagai pelindung, kuat, rasional, jantan perkasa. Representasi tersebut sangat menonjol dan merupakan penggambaran yang bersifat tradisional (Widyatama, 2006:28). Penggambaran pria ataupun laki-laki pada iklan tampak pada tampilan atau visual melalui tanda dan simbol-simbolnya. Contohnya : pria bertubuh atletis pada iklan kebugaran, berambut panjang pada iklan motor besar atau otomotif, berbadan bagus pada iklan alat kesehatan dan alat kontrasepsi, berparas seorang petualang pada iklan rokok, dll.

(12)

Dalam berbagai budaya, posisi pria selalu berada diatas perempuan termasuk juga dalam budaya patriakal. Dalam masyarakat patriakal perempuan ditempatkan dalam posisi sub-ordinasi terhadap pria. Sistem patrilineal dalam masyarakat Indonesia masih tumbuh subur, karena masih berkembang warna sisa-sisa feodalistik. Paham yang menempatkan hubungan perempuan dan pria bersifat hierarkis. Pria lebih dominan dan menentukan sementara perempuan lebih sub-ordinat, yang dalam beberapa hal lebih ditentukan oleh pria daripada memberikan andil penguasaan pada perempuan (Priyo Soemandoyo, 1999). Budaya tersebut sangat luas dianut dalam masyarakat jawa sehingga mempengaruhi banyak sendi kehidupan (Widyatama, 2006:9).

(13)
(14)

dalam diri seorang yang meskipun disembunyikan dibalik berbgai selubung lahiriah, apda waktu-waktu tertentu tetap akan dapat dilihat oleh orang lain.

Wanita sering menstereotipkan laki-laki dalam berbagai bentuk kepribadian, akan tetapi stereotip laki-laki itu sendiri belum mewakili laki-laki secara keseluruhan. Stereotip ialah ringkasan kesan mengenai sebuah kelompok orang dimana semua anggota dalam kelompok dilihat memiliki sifat yang sama. Bagaimanapun juga, stereotip merefleksikan perbedaan antar orang, dan mereka juga mendistorsikan kenyataan dalam tiga cara (Judd dkk., 1995). Pertama, mereka melebih-lebihkan perbedaan kelompok, membuat kelompok yang distereotipkan terlihat aneh, asing, atau berbahaya, tidak seperti ”kami”. Kedua, mereka menghasilkan persepsi selektif, orang cenderung untuk melihat bukti yang sesuai dengan stereotip dan menolak adanya persepsi yang tidak sesuai dengan stereotip. Ketiga, mereka mengabaikan perbedaan masing-masing anggota dalam kelompok asing ini. Namun stereotip laki-laki ialah persepsi atau kesan tentang sesorang yang mempunyai sifat, kemampuan yang maskulin, kuat, tenang, logika serta pemberani. Stereotip laki-laki seperti ini yang sering diinginkan oleh kebanyakan pria, namun banyak juga wanita yang menmukan dan menentukan stereotip laki-laki di dalam diri pria idamannya. Stereotip pria atau laki-laki yang diinginkan wanita didistorsikan dalam sebuah citra oleh media massa dengan menggambarkan dan mensahkan itulah stereotip laki-laki sebenarnya.

(15)

terstereotipkan pada produk-produk yang menggambarkan maskulinitas, keberanian, petualang dan kejantanan. Produk-produk yang dulu hanya dikonsumsi oleh pria itu sekarang ditereotipkan oleh media massa. Produk-produknay anatara lain : rokok, kopi, alkohol dan kondom. Produk kopi yang dulu mengstigma masyarakat dengan cara yakni yang hanya boleh memakai atau menggunakannya ialah para pria atau laki-laki, karena kopi menggambarkan kedewasaan, kebijakan dan kekuatan. Hal ini terbuktikan dengan pengkonsumsi kopi yang dahulu hanya para pekerja, buruh, sopir angkot atau truck, kuli bangunan, orang tua, hansip, dll., kerena itu mereka menggambarkan secara sempurna bahwa kopi ialah alat atau citra dari pria atau laki-laki. Stereotip yang sudah memasyarakat tersebut sangat berbeda dengan keadaan saat ini. Dimana penikmat kopi bukan para kaum adam lagi, perkembangan teknologi informasi dan moderenisasi serta globalisasilah yang telah merubahnya. Karena semakin banyak bukti bahwa yang bisa mengkonsumsi atau menikmati kopi bukan para pria atau laki-laki lagi. Buktinya dengan kemunculan iklan kopi dengan model seorang wanita atau remaja perempuan bukan laki-laki atau pria.

(16)

penggamabran beberapa jenis pria dilaihat dari keadaan fisiknya. Menurut stereotip atau persepsi masyarakat, pria atau laki-laki yang digambarkan oleh nescafe itu merupakan citra lelaki atau laki-laki tradisional yang sudang mengakar dan membudaya pad apola pikir masyarakat. Tindakan diskriminatif seperti ini menimbulkan konflik dan halangan dalam kehidupan sosial di masyarakat. Potensi akan perkembangan masyarakat itulah yang terhambat dengan adanya prasangka-prasangka atau stereotip pada masyarakat. Dan mengenai tanda (sign) yang digunakan, citra (image) atapun immbol yang ditampilkan, informasi yang disampaikan, makna yang diperoleh serta bagaiaman semuanya berpengaruh pada persepsi, pemahaman dan tingkah lakumasyarakat.

Berbagai macam tanda dalam iklan tersebut meruapkan sistem tanda yang membawa sejumlah ide tertentu yang dikehendaki perbautanya (komunikator, pengiklan, nescafe) agar masyarakat paham dan tahu yang diinginkannya. Tanda-tanda tersebut dibangun dalam berbagai tingkatan, mulai dari sangat sederhana hingga kompleks dan melibatakan banyak sekali sistem tanda. Sebagaiaman yang dituliskan oleh Kasiyan, iklan adalah teks yang dibangun oleh seperangkat tanda baik audio maupun visual yang berfungsi untuk menyampaikan sejumlah pesan (Kasiyan, 2001). Apapun tingkat kekompleksitasan tanda yang digunakan pada dasarnya iklan televisi selalu berupaya agar bisa dipahami oleh khalayaknya (Widyatama, 2006:20).

(17)

yang kita gunakan sehari-hari tidaklah menggambarakan realitas. Melainkan hanyalah pengklisean persepsi atau prasangka dari pemikiran dan pengetahuan yang dimiliki oleh individu, kelompok tertentu ataupun masyarakat. Untuk itulah memahami iklan tidak semudah dan sesingkat menikmati iklan tersebut (Adrian Dektisa hangijanto, 2003). Demikian pula bias gender yang ada di dalamnya (Widyatama, 2006:22). Maka peneliti akan menggunakan sebuah studi semiotik unutk mengkaji dan memahaminya.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah ”Bagaiamana representasi Stereotip Laki-laki dalam Iklan Nescafe Classic versi Rasa lebih Hitam di Televisi ?”

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah di atas adalah untuk mengetahui Representasi Stereotip laki-laki dalam iklan Nescafe Classic versi Rasa Lebih Hitam di Televisi.

1.4Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

(18)

2. Manfaat Akademis, menambah khasanah kawasan wawasan dalam subjek periklanan dan mengetahui stereotip dalam iklan.

(19)

12 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Iklan Televisi

Iklan merupakan bagian dari reklame yang berasal dari bahasa

Prancis, yaitu re-clame yang berarti “meneriakkan berulang-ulang”.

Terdapat berbagai macam definisi serta pengertian dari iklan. Namun,

pada hakikatnya iklan adalah pesan yang disampaikan dari komunikator

pada komunikan. Oleh karena itu iklan adalah bentuk kegiatan

komunikasi.

Komunikasi iklan pada dasarnya sama, yakni bentuk komunikasi

persuasi terhadap komoditi atau produk dan jasa yang erat kaitannya

dengan masalah-masalah pemasaran. Iklan merupakan ‛media’ pemilik

produk yang diciptakan oleh biro iklan untuk disebarluaskan kepada

khalayak dengan berbagai tujuan, diantaranya sebagai informasi produk

dan mendorong penjualan. Karena mendorong penjualan, maka iklan

merupakan bagian dari pemasaran produk (Widyatama, 2006: 13).

Tujuan dasar iklan adalah pemberian informasi tentang suatu

produk layanan dengan cara dan strategi persuasif. Menurut medianya

(20)

advertising (lini atas) dan bellow the line advertising (lini bawah). Above

the line advertising adalah jenis-jenis iklan yang disebarluaskan melalui media massa, misalnya surat kabar, majalah, radio, dan televise.

Sementara bellow the line advertising adalah kegiatan periklanan yang

tidak melibatkan pemasangan iklan di media massa dan tidak memberikan

komisi terhadap perusahaan. Umumnya, kegiatan periklanan lini bawah ini

bersifat penjualan promosi, yaitu kegiatan pemasaran yang dilakukan di

tempat penjualan. (Widyatama, 2006: 13-14).

Sesuai medianya, iklan televisi (television commercial) adalah

iklan yang ditayangkan televisi. Melalui media ini, pesan dapat

disampaikan dalam bentuk audio, visual, dan gerak. Sejalan dengan itu

menurut Wells, Burnet & Mariarty terdapat beberapa bagian dalam iklan

yang ditayangkan di televisi, terdiri dari video, suara (audio), model (talent), peraga (props), latar (settings), pencahayaan (lighting), grafik

(grapich), kecepatan (pacing) (Wells, Burnet & Mariarty, 1999: 391-394). 1. Video yaitu segala sesuatu yang ditampilkan di layar yang bisa

dilihat pada iklan di televisi merupakan stimulus yang merangsang

perhatian khalayak atau dijadikan perhatian karena pada dasarnya

manusia secara visual tertarik pada obyek yang bergerak. Dengan

kata lain manusia lebih tertarik pada iklan display yang bergerak. 2. Suara atau audio dalam iklan televisi, pada dasarnya sama dengan

di radio, yaitu dengan memanfaatkan musik, lagu-lagu singkat

(21)

menyampaikan pesan, langsung kepada khalayak melalui dialog

yang terekam pada kamera.

3. Aktor atau model iklan (talent) juga menjadi bagian penting dalam iklan. Sebagaimana banyak studi yang menunjukkan bahwa

keefektifan komunikasi juga ditentukan oleh ciri-ciri dari

komunikator, seperti kredibilitas dan daya tarik.

4. Alat peraga (props) adalah peralatan-peralatan lain yang digunakan

untuk mendukung pengiklan sebuah produk. Unsur utama alat

peraga ini harus merefleksikan karakter, kegunaan, dan keuntungan

produk, seperti logo, kemasan dan cara penggunaan suatu produk.

5. Latar atau suasana (setting) adalah tempat atau lokasi dimana

pengambilan gambar (shooting) ketika adegan itu berlangsung. Lokasi tersebut dipilih berdasarkan tema iklan.

6. Pencahayaan (lighting) sangat penting untuk menarik perhatian

khalayak dalam menerima suatu obyek tentang kejelasan gambar.

7. Gambar atau tampilan yang bisa dilihat pada iklan di televisi

merupakan stimulus yang merangsang perhatian khalayak dalam

menerima kehadiran sebuah obyek, dan diharapkan khalayak lebih

mudah menerima dan mempersepsikan makna yang disampaikan.

Unsur gambar ini misalnya mengandalkan komposisi warna atau

bahasa tubuh (gesture) dari pemeran iklan.

Kecepatan atau pengulangan merupakan unsur yang sering dipakai,

(22)

Sebagai contoh misalnya pengulangan nama merk atau keunggulan produk

dibandingkan yang lain. Sebagaimana teori dalam gaya bahasa bahwa

sesuatu yang disampaikan berkali-kali bila disertai variasi akan menarik

perhatian orang.

2.1.2 Periklanan sebagai bentuk Komunikasi Massa

Menurut Harold Lasswell, unsur-unsur komunikasi massa terdiri

dari sumber (source), pesan (message), saluran (channel), penerima (receiver), dan efek (effect). Dalam sudut pandang periklanan, sumber

disini tidak lain adalah komunikator atau sponsor tertentu secara jelas.

Komunikator dalam iklan dapat datang dari perseorangan, kelompok

masyarakat, lembaga atau organisasi, bahkan negara. Yang kedua adalah

pesan. Sebuah iklan tidak akan ada tanpa adanya pesan. Pesan yang

disampaikan oleh sebuah iklan, dapat berbentuk perpaduan antara pesan

verbal dan non verbal. Pesan verbal adalah pesan yang disampaikan baik

secara lisan maupun tulisan. Semua pesan yang bukan pesan verbal adalah

pesan non verbal. Sepanjang bentuk non verbal tersebut mengandung arti,

maka ia dapat disebut sebagai pesan komunikasi (Widyatama, 2007: 17).

Unsur saluran menyangkut media yang dipakai untuk

menyebarluaskan pesan-pesan baik itu media cetak, elektronik maupun

internet. Selanjutnya adalah unsur penerima. Iklan diciptakan karena ingin

ditujukan kepada khalayak tertentu. Sifat-sifat dari khalayak sasaran ini

(23)

audience dengan komunikator tidak saling mengenal (anonim). Oleh

karena itu, dalam dunia periklanan khalayak sasaran cenderung bersifat

khusus. Pesan yang disampaikan tidak dimaksudkan untuk diberikan

kepada semua orang, melainkan kelompok target audience tertentu.

Dengan demikian, pesan yang diberikan harus dirancang khusus sesuai

dengan target khalayak (Widyatama, 2007: 22).

Yang terakhir adalah unsur efek. Semua iklan yang dibuat oleh

pengiklan dapat dipastikan memiliki tujuan tertentu, yaitu berupa dampak

tertentu di tengah khalayak. Dampak tertentu yang diharapkan oleh

pengiklan dapat berupa pengaruh ekonomis maupun dampak sosial.

Pengaruh ekonomis adalah dampak yang diharapkan dapat diwujudkan

oleh iklan untuk maksud mendapatkan keuntungan ekonomi. Misalnya,

bertambahnya penjualan produk sehingga mendapatkan keuntungan

materi. Sementara dampakk sosial adalah keuntungan non ekonomi, yaitu

terbangunnya citra baik berupa penerimaan sosial oleh masyarakat

(Widyatama, 2007: 24).

2.1.3 Representasi

Representasi adalah konsep yang mempunyai beberapa pengertian.

Representasi adalah proses sosial dari “representing”. Dan juga merupakan produk dari proses sosial “representing”. Representasi menunjuk baik pada proses maupun produk dari pemaknaan suatu tanda.

(24)

abstrak dalam bentuk-bentuk yang konkret, jadi pandangan-pandangan

hidup kita tentang perempuan, anak-anak, atau laki-laki, misalnya akan

dengan mudah terlihat dari cara kita memberi hadiah ulang tahun kepada

teman kita yang laki-laki, perempuan dan anak-anak. Begitu juga dengan

pandangan-pandangan hidup kita terhadap cinta, perang, dan lain-lain akan

tampak dari hal-hal yang praktis juga. Representasi adalah konsep yang

digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang

tersedia; dialog, tulisan, video, film, fotografi, dsb. Secara ringkas,

representasi adalah produksi makna melalui bahasa.

Bagaimana representasi menghubungkan makna dan bahasa dalam

kebudayaan? Menurut Stuart Hall, ada dua proses representasi. Pertama,

representasi modal, yaitu konsep tentang “sesuatu” yang ada di kepala kita

masing-masing (peta konseptual). Representasi mental ini masih berbentuk

sesuatu yang abstrak. Kedua adalah Representasi ‛bahasa’, yang berperan

penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam

kepala kita harus diterjemahkan dalam ‛bahasa’ yang lazim, supaya kita

dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan

tanda dan simbol-simbol tertentu.

2.1.4 Stereotip

Stereotip (Stereotype) ialah ringkasan kesan terhadap sekelompok orang dimana semua anggota dalam kelompok dilihat memiliki sifat-sifat

(25)

Stereotip tidak selalu buruk, mereka terkadang sebagaimana disebut oleh

para psikolog, merupakan alat yang berguna dalam kontak mental yaitu

alat penghemat energi yang memungkinkan kita membuat keputusan

secara efektif (Macrae & Bodenhausen, 2000). Pandangan stereotip

mengaburkan pandangan masnusia secara pribadi, karena memasukkan

setiap jenis manusia ke dalam kotak-kotak stereotip. Oleh karena itu,

setiap pribadi merasa tidak pantas apabila ”keluar dari kotak”, dan merasa

bersalah bila tidak memenuhi kehendak sosial. Salah satu bentuk dari

stereotip ialah seterotip negatif yakni prasangka. Prasangka ialah stereotip

negatif dan ketidaksesuaian atau kebencian yang kuat dan tidak rasional

terhadap suatau kelompok. Prasangka merupakan peristiwa yang universal

karena memiliki banyak sumber dan fungsi, antara lain :

1. Fungsi Psikologis

Seringkali prasangka melindungi kita dari perasaan ragu, takut,

dan tidak aman. Prasangka meningkatkan perasaan rendah diri dengan

mengembangkan ketidaksesuaian atau kebencian pada kelompok yang

mereka lihat sebagai lebih rendah dan inferior (Islam & Hewstone,

1993; Stephan dkk., 1994).

2. Fungsi Sosial dan Budaya

Prasangka atau stereotip diperoleh melalui tekanan sosial untuk

mengikuti pandangan teman, relasi maupun rekan kerja, dan tidak

semuanya berakar dari segi psikologis. Akan tetapi turunan dari

(26)

diturunkan dari iklan, acara televisi dan laporan berita yang memuat

gambar yang menunjukkan adanya stereotip negatif dari kelompok

tertentu. Dalam tjuan budaya, melekatkan orang-orang pada budayanya

masing atau kelompok nasional dan cara hidupnya

masing-masing.

3. Fungsi Ekonomi

Prasangka membuat perilaku diskriminatif dalam hal ini

perilaku stereotip seolah-olah sah, dengan membenarkan dominasi,

status, ataupun kesejahteraan kelompok mayoritas (Sidanius, Pratto &

Bobo, 1996). Setiap kelompok mayoritas dari-etnis , gender, atau

bangsa apa pun-yang mendiskriminasi (menstereotipkan) kelompok

minoritas akan berupaya menjadikan prasangka sebagai suatu yang

membenarkan perilakunya (Islam & Hewstone, 1993).

Stereotip juga bisa berasal dari dalam alam bawah sadar kita yakni

persepsi. Kemmapuan orang dalam mempersepsikan sesuatu berasal dari

”bawaan” mereka sejak lahir dan pengalaman membentuknya. Beberapa

proses persepsi tampak sebagai kemampuan bawaan tidak berarti orang

mempersepsikan dunia secara serupa ataupun sama. Namun sebagai

manusia, kita peduli pada apa yang kita lihat, dengar, cicipi, cium dan

rasakan. Karena faktor-faktor psikologis (kebutuhan, kepercayaan, emosi

dan ekspektasi) dapat mempengaruhi bagaimana kita mempersepsi serta

apa yang kita persepsikan. Terdapat kesamaan antara persepsi, prasangaka

(27)

sesuatu dengan cara yang sudah dipengaruhi oleh budaya dimana kita

tinggal.

Stereotip mengenai orang lain sudah terbentuk pada orang yang

berprasangka sebelum ia mempunyai kesempatan untuk bergaul

sewajarnya dengan orang-orang lain yang dikenai prasangka itu. Biasanya,

stereotip terbentuk padanya berdasarkan keterangan-keterangan yang

kurang lengkap dan subjektif (Genigan, 2004:181). Gambaran stereotip

tidak mudah berubah serta cenderung unutk dipertahankan olehorang

berprasangka. Meskipun demikian, stereotip dan atau prasangka sosial

dapat pula berubah, yaitu dengan usaha-usaha intensif secar langsung atau

karena perubahan keadaan masyarakat pada umumnya, misalnya karena

peprangan dan revolusi (Genigan, 2004:182).

2.1.5 Stereotip Laki-laki

Salah satu kebutuhan pokok manusia ialah kebutuhan untuk

melambangkan atau menyimbolkan dalam membedakan manusia yang

satu dengan lainnya. Konsep ini mengacu pada pengertian bahwa segala

bentuk sikap dan pandangan tentang karakteristik dan kemampuan

manusia bisa disimbolkan dari apa yang mereka gunakan. Dalam hal ini

laki-laki atau pria, bisa disimbolkan dengan bentuk fisiknya maupun

tingkah laku atau perilakunya. Seorang pria bisa disimbolkan atau dipotret

dengan ciri maskulin, jantan, gagah, mandiri, kuat, keras, dll. Beberapa

(28)

yang berbeda bentuk fisiknya (dalam hal ini berzakun, dan mempunyai

zakar) dengan yang lain serta berkarakteristik secara sempurna (bijak,

kuat, tangguh, jantan, dewasa). Laki-laki, beruntung atau tidak, selalu

menempati posisi lebih tinggi dari perempuan dipandang dari budaya dan

agama apapun dan dari manapun.

Laki-laki secara tradisional distereotipkan sebagai sesorang

berkemampuan dan berkepribadian yang macho, jantan, bertanggung

jawab, pelindung. Namun itu semua masih belum bisa menggambarkan

laki-laki seutuhnya. Sedangkan media menggambarkan seterotip laki-laki

sebagai sosok yang independen, agresif dan berkuasa, dan media juga

mengajarkan laki-laki dan pria untuk menjadi ”lelaki sejati” yang artinya

menjadi berkuasa dan mempunyai kontrol (Wood, 2005:262). Lelaki sejati

yang digambarkan oleh media berdasarkan perkembangan dan kebudayaan

pria atau laki-alaki secara umum memiliki sifat atau karakteristik yang

maskulin, jantan, berani, macho, dll. Banyak pria atau lelaki

berbondong-bondong untuk mendapatkan stereotip tersebut, hal ini tidak lain hanya

untuk mendapatkan perhatian dari lawan jenis yang disukainya. Seorang

laki- laki harus mempunyai keunikan.

la harus berbeda dari teman- temannya yang lain. Sikap

ekstrim-menentang aturan dan nilai-nilai yang berlaku di rumah, sekolah atau

masyarakat-dan sikap eksentrik, bisa membuat seorang laki-laki (artikel

"Jadi Populer di Mata Cewek" {HAI, 26/2/1999}. Sumber :

(29)

_KUNCI_8_Maskulinitas_djvu.txt, diakses 4-8-2010 pukul

9.50pm).Dalam keberanian cowok atau pria atau laki-laki yang mendapat

giliran pertama, walapun ada beberapa orang perempuan atau wanita yang

bisa dibilang berani. Laki-laki dianggap lebih berani dari perempuan bila

melakukan kegiatan- kegiatan keras dan cenderung menyerempet bahaya

seperti panjat tebing, tinju, arung jeram, tampak lebih lazim jika dilakukan

laki-laki. Perempuan yang kegiatan olahraganya tinju dan sepak bola

misalnya, akan dianggap seperti anak laki-laki dan berbeda dari

perempuan lain. Pendeknya, cowokatau laki-laki harus kelihatan berani.

Dan konsep berani disini berarti siap membela dan menjaga

pasangan perempuannya, berani menjadi diri sendiri, dan berani

bertanggungjawab atas apa yang sudah diperbuatnya. Semuanya adalah

sikap yang seharusnya dimiliki oleh semua orang, baik laki-laki maupun

perempuan. Menurut Peter Irons keberanian adalah suatu tindakan

memperjuangkan sesuatu yang dianggap penting dan mampu menghadapi

segala sesuatu yang dapat menghalanginya karena percaya kebenarannya.

Kode-kode kejantanan tidak berhenti pada sifat intrinsik yang melekat

pada diri manusia, ia juga ikut dilekatkan pada asesoris kulit, metal, motor

besar harley davidson, dan pilihan musik tertentu. Musik rock sempat

menjadi jenis musik yang identik dengan laki-laki, meskipun kemudian

banyak juga perempuan yang menggemari jenis musik ini.

Namun banyak juga laki-laki atau pria yang senang akan

(30)

tradisional disimbolkan dengan tubuh yang berotot, atletis dan kekar.

Ciri-ciri ini yang kemudian dipotret oleh media dan menjadi stereotip yang

melekat di masyarakat. Jika pada diri perempuan terdapat stereotipe bahwa

bentuk tubuh ideal yang harus dikejar adalah tubuh yang kurus, tinggi,

langsing, lengkap dengan rambut lurus panjang, maka pada diri seorang

laki-laki pun sebenarnya juga terdapat stereotipe bentuk tubuh tertentu

yang berlaku.

Bahwa seorang laki-laki sebaiknya harus mempunyai bentuk tubuh

yang kuat, berotot, dan sehat. Ini sesuai dengan tuntutan bahwa setiap

laki-laki harus mempunyai sikap mental yang jantan dan macho. Laki-laki-laki yang

bertubuh lemah gemulai, kurus, dan lembek dianggap tidak sepenuhnya

laki-laki, karena diragukan kemampuannya bisa menjaga perempuan

2.1.6 Macho

Macho, kata ini nampaknya menjadi suatu tujuan dan menunjuk

pada citra tradisional pria atau laki-laki yang mencapai ekstremnya. Arti

kata ini disampaikan dalam empat karakteristik : (1) Hindari dengan

taruhan apapun juga segala sesuatu yang bahkan sedikit saja menyerupai

sesuatu yang feminin, seperti hal-hal yang berkait dengan perasaan,

kata-kata yang menyangkut perasaan, air mata, kelemahan, dll. (2) Raihlah

status dengan taruhan apapun yang mempunyai suatu arti bagi pria atau

laki-laki lain. (3) Pastikan bahwa anda tampil keras, kuat dan, lebih-labih,

(31)

yang ditumbuhkan dan ditampilkan tidak hanya berakar pada kepribadian

genetis pria, tapi juga dikembangkan secara luas dengan apa yang

diajarkan, ditampilkan dan dijejalkan dalam masyarakat kita

(Wright,2000:47). Pria diajar oleh pria lain dan masyarakat untuk

memerlukan orang lain,untuk bersikap independen. Mereka diberitahu

untuk tidak berbuat lemah.

Dalam ’Men: A Book for Women’, kecenderungan budaya ini digambarkan sebagai berikut :

Ia tak’kan menagis.

Ia tak’kan menunjukkan kelemahan.

Ia tak’kan perlu kasih sayang atau kelembutan atau kehangatan Ia akan menghibur tapi tak memerlukan hiburan.

Ia akan diperlukan tapi tak memerlukan. Ia akan menyentuh tapi tak tersentuh.

Ia akan laksana besi dan bukan darah-daging. Ia tak’kan tergoyahkan dalam kejantanannya Ia akan berdiri seorang diri.

Seorang pria macho adalah sesorang yang berusaha terlalu keras

untuk menyamai standar yang keliru yang dibuat oleh masayrakat kita

untuk sebuah kejantanan (Wright,2000:48). Para pria macho berupaya

untuk menampilkan sebuah citra tanpa kelemahan. Yang tergambar adalah

citra sebuah rumah tanpa pintu, sebuah puri tanpa gerbang, sorang pria

yang tak dapat disentuh. Setiap pria atau laki-laki mempunyai

kecenderungan untuk tampil menjadi sosok yang macho. Ini adalah akibat

yang didapatkan dari didikan-didikan yang didapatkan seorang laki-laki

menurut tradisi yang biasa ada karena keadaannya yang khas seorang

(32)

bebasnya melepaskan perasaannya. Sejak kecil mereka belajar bahwa

untuk menjadi pria sejati berarti menyembunyikan perasaan

mereka(Eisenman,~:37).

Laki-laki di jaman ini hanya dididik untuk bersaing, untuk

ditanamkan dalam dirinya bahwa kemenangan harus dikejarnya berapapun

harganya, baik itu kemenangan dalam arti kemanusiaan ataupun dalam

keTuhanan. Laki-laki dididik untuk mandiri. Tergantung pada orang lain

adalah tanda kelemahan. Laki-laki dididik untuk tidak puas hanya yang

ada ditangan nya, dan bahwa terus menerus berusaha untuk maju atau

untuk menyelesaikan beberapa proyek adalah jauh lebih penting daripada

meneruskan suatu persahabatan.

Kenyataan praktis yang harus kita hadapi adalah ciri kewanitaan

dan ciri kelaki-lakian itu mutlak penting untuk kesinambungan vitalitass

dan kesehatan baik pribadi kita maupun keluarga kita. Dengan jelas kita

tahu bahwa kesehatan mental masayarakat kitapun sangat tergnatung pada

bagaiamna kita membedakan peran yang tepat bagi kepemimpinan pria

atau wanita. Seorang laki-laki bukannya lemah, tapi kuat, apabila ia

dengan bijaknya memilih untuk membiarkan pedangnya tetap pada

sarungnya. Sikap ini bukan sikap yang cengeng. Inilah sikap laki-laki

sejati yang telah menyerahkan semua keangkuhan makhoismenya...(

(33)

2.1.7 Maskulin

Identitas jenis kelamin merupakan soal pilihan. Orang meyakini

bahwa dirinya pria atau wanita, namun tedapat perbedaan yang mencolok

tentang persepsi individu terhadap diri mereka sendiri. Maskulinitas adalah

karakteristik tubuh laki-laki yang gagah, jantan, keras dan kuat sehingga

bertanggung jawab dalam memimpin, berpolitik dan urusan sejenisnya

yang menggambarkan superioritas laki-laki dalam segenap aspek

kehidupan sehari-hari. Dalam peran tradisional pria harus jadi seorang

pemimpin, baik di rumah maupun masyarakat luas. Helen Andelin

mengemukakan bentuk dominasi pria yang amat baik, menyatakan wanita

harus mematuhi suami mereka dan menikmati perlindungan yang

diberikan. Pria harus menjadi kepala keluarga yang tidak boleh digugat,

istri harus menerima suami sebagai pemimpin mendukung dan

mematuhinya(Sears et al., 1991:218).

Laki-laki atau pria sebagai penguasa dianggap memiliki

kesewenangan unutk mengatur perempuan dan apabila ia kehilangan

kekuasaan tersebut, maka hilang pula harga dirinya. Hal ini sebenarnya

merupakan bumerang bagi laki-laki itu sendiri. Alam bawah sadar mereka

mendorong untuk selalu mempertahankan kekuasaan dan keistimewaan

yang diberikan masayarakat pada mereka. Orang yang sangat maskulin

adalah orang yang menganggap dirinya memiliki ciri-ciri minat,

kegemaran dan ketrampilan bermasayrakat yang secara khusus dikaitkan

(34)

berkeluh kesah atau menunjuk sikap-sikap lemah lembut yang identik

dengan perempuan. Sedari kecil laki-laki diberikan hak istimewa oleh

masyarakat, mereka didahulukan dalam banyak hal dan diberikan

kebebasan unutk melakukan apa saja yang bagi perempuan dilarang dan

itu dianggap sebagai suatu kewajaran. Mereka diajarkan bahwa mereka

adalah makhluk yang lebih berkuasa dibanding lawan jenisnya, dituntut

unutk selalu tampil kuat, tidak terlihat lemah(Humm, 2007:273).

Maskulinitasseringkali dimaknai dengan mengacu pada ciri-ciri

yang melekat pada laki-laki. Maka muncul imaji maskulinitas seperti

tubuh yang berotot, penuh lelehan keringat, perkasa, pemberani, petualang

dan sebagainya. Maskulinitas diidentikkan dengan mobilitas, gerak, gairah

kompetisi atau bertanding. Stereotip maskulinitas lantas acapkali

disejajarkan dengan aktifitas olah raga dan jiwa sportif (Humm,

2007:275).

2.1.8 Teori Norma-norma Budaya

Pada hakikatnya, teori norma-norma budaya menganggap bahwa

media massa melalui pesan-pesan yang disampaikannya secara tertentu

dapat menumbuhkan kesan-kesan yang oleh khalayak disesuaikan dengan

norma-norma budayanya. Perilaku individu umumnya didasarkan pada

norma-norma budaya yang disesuaikan dengan situasi yang dihadapi,

dalam hal ini media akan bekerja secar tidak langsung untuk

(35)

Dalam teori ini ada tiga cara untuk mempengaruhi norma-norma

budaya yang dapat ditempuh oleh media massa. Pertama, pesan-pesan

komunikasi massa dapat memperkuat pola-pola budaya yang berlaku dan

membimbing masyarakat untuk mempercayai bahwa pola-pola tersebut

masih tetap berlaku dan dipatuhi oleh masyarakat. Kedua, media dapat

menciptakan pola-pola budaya baru yang tidak bertentangan dengan pola

budaya yang ada, bahkan menyempurnakannya. Ketiga, media massa

dapat mengubah norma-norma budaya yang berlaku dan dengan cara

demikian mengubah perilaku individu-individu dalam masyarakat

(Suprapto, 2006:20). Dalam penelitian ini, media massa dalam hal ini

iklan Nescafe secara tidak langsung menggunakan cara ketiga dalam

menggambarkan kepada masyarakat akan adanya persoalan yang sedang

terjadi.

2.1.9 Teori Kode Nonverbal

Para ahli komunikasi mengakui bahwa bahasa dan perilaku manusia

yang sering kali tidak dapat bekerja sama dalam menyampaikan pesan, dan

karenanya teori tanda nonverbal (theories of nonverbal signs) atau komunikasi nonverbal merupakan elemen penting dalam tradisi semiotika.

Koden nonverbal adalah sejumlah perilaku yang digunakna untuk

menyampaikan makna. Menurut Jude Burgoon, kode nonverbal memiliki

tiga dimensi, yaitu dimensi semantic, sintaktik, dan pragmatik. Semantik,

(36)

seorang ibu dengan wajah cemberut meletakkan jari telunjukknya di deoan

bbirnya meminta anda yang sedang ngobrol untuk berhenti bicara karena

anak bayinya sedang tidur. Sintaktik, yaitu dimensi yang mengacu pada cara

tanda disusun atau diorganisir dengan tanda lainnya di dalam sistem.

Misalnya, orang yang meletakkan jari telunjuk di depan bibirnya itu tidak

menunjukkna wajah cemberut, tetapi malah tersenyum sambil berkata

dengan suara lembut, ‘Maaf, ada bayi yang sedang tidur,’ Di sini, gerak

tubuh, tanda vokal (suara yang lembut), ekspresi wajah, dan bahasa menyatu

untuk menciptakan makna keseluruhan. Pragmatik, yaitu dimensi yang

mengacu pada efek atau perilaku yang ditunjukkan oleh tanda, sebagaimana

contoh orang yang meminta anda diam, namun yang pertama anda terima

sebagai menunjukkan sikap tidak suka (antipati) kepada anda, sedangkan

lainnya diterima sebagai sikap yang ramah atau bersahabat (Morrisan,

2009 :93).

Sistem tanda nonverbal sering dikelompokkan menurut tipe aktivitas

atau kegiatan yang digunakan di dalam tanda tersebut, menurut Burgoon

terdiri atas tujuh tipe, yaitu bahasa tubuh (kinesics), suara (vocalics atau

paralanguage), tampilan fisik, sentuhan (haptics), ruang (pro-xemics), waktu

(chronemics), dan objek (artifacts) (Morrisan, 2009:93).

2.1.10 Semiotik

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji

(37)

dasarnya mempelajari bagaiamana kemanusiaan (humanity) memakai hal

(thing). Memaknai berarti tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek itu hendak berkomunikasi (Sobur, 2004:15).

Semiotika berasal dari bahasa Yunani, semion yang berarti tanda atau seme yang berarti penafsir tanda. Jika diterapakan dalam tanda-tanda

bahasa, maka huruf, kata, kalimat tidak memiliki arti pada dirinya

sendiri.tanda-tanda itu hanya mengemban arti (significant) dalam kaitannya dengan pembacanya. Pembaca itulah yang menghubungkan

tanda dengan apa yang ditandakan (signified). Sebuah teks baik itu lagu, musik, surat cinta, cerpen, puisi, komik, kartun semua hal itu mungkin

terjadi ”tanda” dapat dilihat dari aktifitas penanda : yaitu suatu proses

signifikasi yang menggunakan tanda yang menghubungkan objek dan

interpretasi.

Semiotika modern mempunyai dua orang bapak yaitu Charles

Sanders Pierce (1839-1914) dan Ferdinand de Saussure (1857-1913).

Terdapat perbedaan anatar Pierce dan Saussure anatra lain : Pierce adalah

ahli filsafat dan ahli logika, sedangkan Saussure adalah tokoh cikal bakal

linguistik umum (Sobur, 2004:110).

Sehingga perlu di garis bawahi dari berbagai definisi di atas adalah

para ahli melihat semiotika sebagai ilmu atau proses yang berhubungan

dengan tanda. Semiotika mempunyai tiga bidang studi utama, yang

(38)

tenatng tanda yang ebrbeda, cara tanda-tanda yang erbbeda itu terkait

dengan manusia yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia

dan hanya bisa dipahami dalam artian manusia yang menggunakannya.

Kedua , kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini

mencakup cara berbagai kode dikemangkan guna memenuhi kebutuhan

suatu masyarakat atau budaya untuk mengeksploitasi saluran komunikasi

yang tersedia untuk mentransmisikannya. Ketiga, kebudayaan tempat kode

dan tanda bekerja. Studi ini bergantung pada penggnaan kode-kode dan

tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri (Fiske, 2006:61).

2.1.11 Semiotik John Fiske

Menurut John Fiske, pokok perhatian tentang studi semiotika ialah

tentang tanda. Semiotika membahas tiga elemen atau bidang studi yang

sama, antara lain:

1. Sign atau tanda

Tanda ialah konstruksi manudaia dan hanya bisa dipahami dalam

artian manisia yang menggunakannya. Pada wilayah ini akan

dipelajari tentang macam-macam tanda. Cara seseorang dalam

memproduksi tanda, macam-macam makna yang terkandung

didalamnya dan juga bagaimana mereka saling terhubung dengan

orang-orang yang menggunakannya.

(39)

Kode atau system yang mengorganisasikan tanda. Studi tentang

system yang terdiri dari berbagai macam tanda yang

terorganisasikan dalam usaha memenuhi kebutuhan masyarakat

atau budaya untuk mengekploitasi media komunikasi yang sesuai

dengan transmisi pesan mereka.

3. Budaya

Lingkungan dimana tanda dank ode itu berada. Kode dan lambing

tersebut segala sesuatunya tidak apat lepas dari latar belakang

budaya dimana tanda dan lambing itu digunakan.

Menurut John Fiske dalam Introduction to Communication Studies (Fiske, 2006 : 69) komunikasi merupakan aktivitas manusia yang lebih

lama dikenal namun hanya sedikit orang yang memahaminya. Dalam

mempelajari komunikasi kita dapat membaginya dalam dua perspektif,

yaitu : segi proses, serta sisi produk dan pertukaran makana. Berkaitan

dengan penelitian iini, maka peneliti hanya akan menggunakan perspektif

yang kedua, yaitu dari sisi produksi dan pertukaran makna.

Perspektif produksi dan pertukaran makana memfokuskan

bahasannya pada bagaimana sebuah pesan ataupun teks berinteraksi

dengan orang-orang disekitarnya untuk dapat menghasilakan sebuah

makan. Hal ini berhubungan dengan peranan teks tersebut dalam budaya

kita. Perspektif ini seringakali menimbulkan kegagalan berkomunikasi

(40)

pesan. Meskipun demikian, yang ingin dicapai adalah signifikasinya dan

bukan kejelasan sebuah pesan yang disampaikan. Untuk itulah pendekatan

yang berasal dari perspektif tentang teks (iklan) dan budaya ini danamakan

pendekatan semiotik.

Definisi semiotik yang umum adalah studi mengenai tanda-tanda.

Studi ini tidak hanya mengarah pada “tanda” dalam kehidupan sehari-hari,

tetapi juga tujuan dibuatnya tanda-tanda tersebut. Bentuk-bentuk tanda

disini antara lain berupa kata-kata, gambar (images), suara, gerak tubuh dan objek. Bila kita mempelajari tanda yang satu dengan tanda-tanda yang

lain membentuk sebuah system, dan kemudian dibuat system tanda. Lebih

sederhananya semiotic mempelajari bagaimana system tanda membentuk

sebuah makna. Menurut John Fiske, konsentrasi semiotic adalah pada

hubungan yang timbulantara sebuah tanda dan makna yang terkandung di

dalamnya, juga bagaimana tanda-tanda tersebut dikomunikasikan dalam

kode-kode.

Menurut James Monaco, seseorang ahli yang lebih berafiliasi

dengan gramatika (tata bahasa) mengatakan bahwa film (iklan) tidak

mempunyai gramatika (film has no grammar). Untuk itu ia menawarkan kritik bahwa teknik yang digunakan dalam film (iklan) dan gramatika pada

sifat kebahasaannya adalah tidak sama. Akan sangat beresiko apabila

memaksa dengan menggunakan kajian linguistic untuk menganalisa

sebuah film (iklan), karena film (iklan) terdiri dari kode-kode yang

(41)

seringakali mengarahkan unit analisi media audio visual pada

analogi-analogi linguistik. Pada semiotika film (iklan), model ini

menggeneralisasikan secara kasar bahwa dalil-dalil dalam film (iklan)

sama dengan bahasa tulis, seperti : frame sebagai morfem atau kata, shot

sebagai kalimat, scene sebagai paragraph, dan sequence sebagai bab.

Penerapan Semiotik pada iklan televise, berarti kita harus

memperhatikan aspek medium televise yang berfungsi sebagai tanda.

Maka dari sudut pandang ini jenis ambilan kamera (selanjutnya disebut

shot saja) dan krja kamera (camera work). Dengan cara ini, peneliti bisa memahami shot apa saja yang muncul dan bagaimana maknanya. Misalnya, close-up (CU) shot berarti pengambilan kamera dari leher ke

atas atau menekankan bagian wajah, makna dari CU shot adalah keintiman dan sebagainya. Selain shot, yang terdapat pada camera work atau kerja yaitu bagaimana gerak kamera terhadap objek, misalnya panning-up atau

pan-up yaitu gerak kamera mendingak pada poros horizontal. Pan-up berarti kamera melihat ke atas, dan ini bermakna adanya otoritas atau

kekuasaan pada objek yang diambil (Berger, 1987 : 37).

Lebih jauh yang harus diperhatikan tidak hanya shot dan camera

work tetapi juga suara. Suara meliputi sound effect dan music. Televisi sebagai media audio visual tidak hanya mengandung unsure visual, namun

juga suara, karena suara merupakan aspek kenyataan hidup. Suara yang

keras, menghentak, lemah, memliki makna yang berbesa-beda. Setiap

(42)

Diasumsikan pembuatan iklan televise sama dengan pembuatan

film ccerita. Analisi semiotik yang dilakukan pada cinema atau film layar

lebar menurut John Fiske disetarakan dengan analisa film (iklan) yang

ditayangkan di televisi. Sehinggga yang dilakukan pada iklan kopi

Nescafe Classic versi Rasa Lebih Hitam, menurut John Fiske dibagi

menjadi tiga level, yaitu:

1. Level Realitas

Pada level ini, realitas dapat berupa penampilan, pakaian, dan

make up yang digunakan oleh pemain, lingkungan, peerilaku, ucapan, gerak tubuh (gesture), ekspresi, suara, dan sebagainya yang dipahami sebagai kode budaya yang ditangkap secara elektronika melalui

kode-kode teknis. Kode-kode-kode social yang merupakan realitas yang akan

diteliti dalam penelitian ini dapat berupa :

a. Penampilan

Penampilan, kostum, dan make-up yang digunakan oleh tokoh di iklan kopi Nescafe Classic versi Rasa Lebih. Dalam

penelitian ini tokoh yang menjadi objek penelitian adalah beberapa

orang pria atau laki-laki. Bagaimana pakaian dan tata rias yang

digunakan, serta apakah kostum dan make-up yang ditampilkan

tersebut memberikan signifaksi tertentu menurut kode sosial dan

kultural.

(43)

Lingkungan atau setting yang ditampilkan dari cerita

masing-masing tokoh tersebut, bagaimana symbol-simbol yang

ditonjolkan serta fungsi dan makna didalamnya. Setting mengacu

kepada tempat di mana sebuah aksi film berlangsung.

Tempat-tempat yang dipilih sifatnya beragam, bisa jadi Tempat-tempat yang

ditayangkan merupakan imaginary places (bersifat khayalan)

ataupun nyata. Fungsi utama dari setting adalah untuk membangun

tempat dan waktu, untuk mengenalkan ide dan tema, dan untuk

menciptakan mood (Prammagiore, 2005 : 62).

c. Gesture

Gesture atau gerak tubuh, apa makna dari gerak tubuh dari

masing-masing tokoh iklan tersebut

2. Level Representasi

Meliputi kerja kamera, pencahayaan, editing, music, dan suara,

yang ditransmisikan sebagai kode-kode representasi yang bersifat

konvensional. Bentuk-bentuk representasi yang bersifat konvensional.

Bentuk-bentuk representasi dapat berupa cerita, konflik, karakter,

action, dialog, setting, casting, dan sebagainya. Level Representasi meliputi : 

a) Teknik Kamera, Teknik-teknik kamera diuraikan sebagai berikut :

1) Camerawork

Penggunaan kamera dalam pembuatan film (iklan) tidak saja

(44)

tangkapan kamera dapat menciptakan makna. Unsur-unsur

yang difungsikan dalam penggunaan kamera adalh sebagai

berikut:

a) Scene

Naratif yang lengkap dalam sebuah film (iklan),

temasuk awal, pertengahan hingga akhir film. Biasanya

scene adalah sebuah rangkaian yang dibedakan melalui waktu dan setting (Pramaggiore, 2005 : 103).

b) Take

Istilah penggunaan kamera yang digunakan dalam

sebuah produksi film yang menandai kapan sebuah

rangkaian frame yang berisi gambar bergerak. Pembuat film biasanya melakukan beberapa kali take untuk sebuah

scene dan kemudian film editor akan memilih salah satu

take yang terbaik untuk dipergunakan (Pramaggiore, 2005 : 104).

2) Shot, Beberapa jenis Shot gambar meliputi :

a) Eye-level shot

Pengambilan gambar yang dilakukan dari jarak

kamera 5’ hingga 6’ dari dasar (ground). Teknik ini menggambarkan figure pameran sebelum melakukan

(45)

Shot yang diambil pada posisi kamera berada di

atas atau lebih tinggi daripada subjek, sehingga penonton

melihat kea rah bawah dan juga berfungsi memperkecil

tampilan subjek (Pramaggiore, 2005 : 110).

c) Low-angle shot

Pengambilan gambar dengan menempatkan kamera

diposisi lebih rendah dari pada subjek. Biasanya

menjadikan subjek menjadi lebih besar (Pramaggiore, 2005

: 110).

d) Zoom shot

Teknik memindahkan lensa dari wide-angel

position menuju telephoto position, yang menghasilkan pembesaran objek dalam frame, dan menjaga objek dalam

focus, biasa desebut zoom in. Sedangkan kebalikannya

adalah zoom out, yaitu teknik untuk memindahkan lensa dari telephoto position menuju wide-angel position, sehingga objek yang besar menjadi lebih kecil dalam frame

tetapi tetap dalam fokus.

e) Long Shot

Shot yang menghasilkan gambar dimana objek

menjadi berukuran kecil atau hamper sama tinggi dengan

(46)

yang dilakukan objek tanpa harus berganti tampilan

(Pramaggiore, 2005 : 112).

f) Medium Long Shot

Shot yang menampilkan objek / figure manusia

lutut kaki ke atas (Pramaggiore, 2005:112).

g) Extreme Long Shot

Pengambilan framing dimana skala dari objek

diperlihatkan sangat kecil; gedung, landscape atau kerumunan orang akan mengisi layar. Dapat juga berfungsi

sebagai establishing shot yaitu berguna untuk mengenalkan environment (setting).

h) Medium Shot

Pengambilan gambar yang menampilkan objek

atau figure manusia dari bagian bahu ke atas (Pramaggiore,

2005 : 112).

i) Close Up

Shot yang menghasilkan gambar objek menjadi

besar dan memnuhi frame dan dekat dengan tubuh objek

seperti dada, wajah, kaki, ataupun tangan (Pramaggiore,

2005 : 104)

j) Medium Close Up

Shot yang diambil dari bagian dada manusia

(47)

k) Extreme Close Up

Pengambilan shot dengan skala objek yang

ditunjukkan amat besar dan berfokus pada bagian tubuh

tertentu

3) Sedangkan untuk teknik pergerakan kamera (camera

movement) antara lain : a. Pan

Pergerakan kamera ke kanan dan kekiri dalam

pengambilan gambar. Pan berfungsi untuk

menghubungkan dua tempat atau karakter dan

menimbulkan kesadaran penonton pada hubungan antara

keduanya (Pramaggiore, 2005 :116).

b. Swish pan

Pergeseran kamera yang dilakukan secara cepat

sehingga menghasilkan gambar buram pada beberapa

bagian gambar (Pramaggiore, 2005 :116).

c. Tilt

Pergerakan kamera pada pengambilan gambar

mengayun kea rah atas atau ke bawah dengan tumpuan

yang kuat (Pramaggiore, 2005: 116).

d. Tracking shot

Pergerakan kamera yang menghasilkan tampilan

(48)

mengikuti pergerakan karakter secara utuh sehingga

seolah-olah penonton ikut bergerak bersama karakter

(Pramaggiore, 2005 :117).

e. Follow shot

Pengambilan gambar dengan kamera bergerak

berputar untuk mengikuti pameran dalam adegan

(Effendy,2002 :138)

b) Teknik editing

Editing merupakan proses pemilihan potongan film yang telah

dihasilkan dan digunakan sehingga membentuk urutan kesatuan

cerita yang koheran. Beberapa teknik editing yaitu : 

1) Cut

Transisi instan dari suatu gambar ke gambar lainnya.

Menunjukkan bahwa tidak ada jeda waktu.

2) Cut back

Mengubah gambar dalam film (iklan) secara cepat dari adegan

saat ini ke adegan lain yang telah dilihat sebelumnya.

Pemotongan ini dilakukan tanpa adanya transisi.

3) Cut to....

Secara cepat mengubah gambar dalam film (iklan) dari adegan

masa kini ke adegan lainnya, tanpa adanya transisi (Effendy,

2002:133).

(49)

Melakukan pemotongan dari suatu pengambilan gambar ke

gambar lainnya pa dasebuah film (iklan) tanapa adanay

penyesuaian (Effendy, 2002:140). Biasanya cut ini bertujuan

membuat adegan dramatis.

c) Pencahayaan (Lighting)

Merupakan kebutuhan yang bersifat dalam pembuatan

sebuah film (iklan). Tanpa adanya cahaya yang masuk ke lensa

kamera, maka tidak akan ada gambar yang terekam ke dalamnya.

Lighting memiliki kemampuan menrangi bagian set dan aktor, pencahayaan juga bisa didesain sedemikian rupa untuk

membentuk mood dan efek tertentu. Pencahayaan berfungsi untuk

menimbulkan pengertian penonton terhadap sebuah karakter,

memberikan perhatian terhadap action tertentu, mengembangkan tema dan juga membantu mood. Beberapa jenis Lighting yang

bisa dipergunakan dalm pembuatan film (iklan) adalah sebagai

berikut :

1. Three-point lighting

Sebuah sistem pencahayaan efisien yang digunakan

untuk pembuatan film (iklan). Three-Point Lighting terdiri atas

3 pencahayaan, yaitu key-light, fill-light dan back-light. Pada set up standar pencahayaan, key-light berfungsi menerangi subjek dari adegan, biasanya diletakkan tepat disebelah kanan

(50)

berfungsi menghilangkan bayangan yang dihasilkan dari

terpaan key-light, sedangkan back-light berfungsi untuk memisahkan antara subjek dengan latar belakang yang

digunakan (Pramaggiore, 2005:79).

2. High-key lighting

Jenis pencahayaan dimana fungsi fill-light hampir

menyamai level key-light. Gambar yang dihasilkan menjadi sangat terang dan hanya menghasilkan sedikit bayangan dari

subyek adegan. Biasanya digunakan dalam adegan yang

menggambarkan keceriaan dan komedi (Pramaggiore,

2005:81).

3. Natural-key lighting

Pada sistem pencahayaan ini, key-light sedikit banyak digunakan lebih terang dibandingkan fill-light sehingga

fill-light tidak perlu menghilangkan bayangan. Gambar yang dihasilkan menjadi lebih ceria dibandingkan high key-light. Biasanya digunakan untuk pengambilan gambar diluar ruangan

(Pramaggiore, 2005:81).

4. Low-key lighting

Pencahayaan denagn menggunakan fill-light yang sangat sedikit, sehingga menghasilkan kontras yang sangat

(51)

Biasanya digunakan untuk film yang bertema menegangkan

atau film noir (Pramaggiore, 2005:81).

d) Sound

Mempunyai fungsi integral dalam perannya untuk turut

mengkonstruksi gambar-gamabr sistematis. Suara atau sound

memegang peranan yang kritis dalam menjelaskan bagaimana

pemirsa bereaksi ketika menyaksiskan iamge atau gambar di layar.

Oleh sebab itu, pendalaman tentang bagaimana berpikir, berbicara

dan menulis tentang sound menggunakna bahasa analisis yang

konkrit diperlukan dalam pemaknaan sebuah film (iklan).

1) Direct sound

Suara yang direkam dalam set, dalam lokasi, jika dalma film

dokumenter direkam dalam kejadian yang sesungguhnya

(Pramaggiore, 2005:207).

2) Looping

Sebuah teknik yang digunakan untuk merekam dialog,

menggunakan mesin yang difungsikan merekam maju dan

mundur (Pramaggiore, 2005:207).

3) Offscreen space

Suara yang datang dari sember asli berada dalam lingkup

ruang dalam sebuah scene tetapi tidak terlihat. Seperti dalam

(52)

bicaranya. Karakter tersebut terlihat, tetapi suara lawan

bicaranya hanya terdengar (Pramaggiore, 2005:209).

4) Diegetic / non-diegetic

Diegetic membantu penempatan musik atau sound effect yang

dipresentasikan secara langsung dalam dunia di dalam film

(iklan), sedangkan non Diegetic suara berasal dari dunia di luar

film (iklan) (Pramaggiore, 2005:210).

5) Voice over

Apabila suara yang biasanya berasal dari karakter film,

terdengar ketika pemirsa melihat image dalam ruang dan

waktu yang pada saat tersebut sebenarnya karakter tersebut

tidak berbicara disebut voice over. Suara karakter terdengar,

tetapi sebenarnya berada di tempat lain (Pramaggiore,

2005:218).

6) Music

Hampir semua film naratif menambahkan unsur musik untuk

menarik perhatian penontonnya, walau begitu musik juga

mampu memanipulasi kenyataan dengan cara tertentu

(Pramaggiore, 2005:226).

3. Level Ideologi

Level ini diorganisasikan ke dalam kesatuan (coherence) dan penerimaan sosial (social acceptability) seperti individualisme, kelas

(53)

2.1.12 Komunikasi non Verbal

Komunikasi non verbal adalah proses mengirim dan menerima

informasi secara interpersonal, baik dengan sengaja maupun tidak

disengaja, tanpa menggunakan bahas atertulsi atau lisan. Sinyal non verbal

memainkan tiga peran penting dalam komunikasi. Pertama, melengkapai

bahasa verbal. Sinyal non verbal dapat memperkuat pesan verbal (saat

sinyal non verbal sesuai dengan kata-kata yang digunakan), sinyal non

verbal juga dapat memperlemah pesan verbal (saat sinyal non verbal tidak

sesuai dengan kata-kata yang digunakan).

Peran kedua sinyal non verbal adalah mengemukakan yang

sebenarnya. Orang-orang berpendapat bahwa berbohong dengans inyal

non verbal akan jauh lebih susah. Sesungguhnya, komunikasi non verbal

sering kali menyampaikan leih banyak hal pada para pendenagr atau

komnikan daripada kata-kata yang diucapkan. Peran ketiga sinyal non

verbal ialah menyampaikan informasi dengan efisien. Sinyal non verbal

dapat menyampaikan nuansa dan banyak sekali informasi secara instan

(Bovee & Thill, 2007:72).

Secara umum terdapat lima fungsi pesan non verbal menurut Mark

L. Knapp. Pertama repetisi yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah

disampaikan secara verbal. Contohnya anak kecil yang menjawab mau

diajak ke dufan akan mengiyakan sambil melompat-lompat senang.

(54)

Contohnya, tanap mengatakan sepath kata pun di Indonesia bila

menggelengkan kepala maka lawan bicaranya akan tahu bahwa itu sebagai

tanda tidak setuju. Ketiga, kontradiksi yaitu menolak sebuah pesan verbal

denngan memberikan makna lain menggunakan pesan non verbal.

Contohnya, seseorang mengiyakan dan menganggukkan kepala saat

diminta mendekat namun lalu mengambil langkah seribu dan lari

secepat-cepatnya. Bahasa tubuhnya yang menghindari kontak dengan melarikan

diri menandakan bahw ia takut, kontradiktif dengan awal pesan verbalnya

saat mengiyakan. Keempat, pelengkap yaitu melengkapi dan memperkaya

pesan non verbal. Contohnya, air muka yang menunjukkan rasa sakit luar

biasa tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Kelima, aksentuasi atau

menegaskan pesan verbal.

2.1.13 Psikologi Warna

Warna digunakan secara artistik sebagai alat ekspresi manusia,

warna mempunyai latar belakang sejarah tersendiri yang tidak dapat

dipisahkan dari perkembangan sejarah seni, sejak zaman prasejarah hingga

zaman modern kini. Sejak lama para ilmuwan telah memfokuskan

perhatian besar terhadap warna yang kemudian bersama dengan seniman

mencoba memperhitungkan semua aspek dan mempelajari bagaimana

warna saling berpengaruh dalam pencampuran maupun dalam penggunaan

(55)

Saat ini, pemilihan warna pada diri seseorang tidak hanya

sekedar mengikuti selera pribadi berdasarkan perasaan saja, tetapi telah

memilihnya dengan penuh kesadaran akan kegunaanya. Da Vinci

menemukan warna utama yang fundamental, yang disebut sebagai warna

utama psikologis, yaitu merah, kuning, hijau, biru, hitam dan putih. Saat

ini ilmuwan memperkenalkan keterlibatan warna terhadap cara otak

menerima serta menginterpretasikan warna (Darmaprawira, 2002:31).

Dalam konterks warna dan hubungannya dengan kepribadian

seseorang, berikut adalah warna-warna yang mempunyai asosiasi dengan

pribadi seseorang menurut Marian L. David :

1. Merah : cinta, nafsu, kekuatan, berani, primitif, menarik, bahaya,

dosa, pengorbanan dan vitalitas

2. Merah Jingga : semangat, tenaga, kekuatan, pesat, hebat, dan gairah

3. Jingga : hangat, semangat muda, ekstrimis dan menarik

4. Kuning Jingga : kebahagiaan, penghormatan, kegembiraan,

optimisme dan terbuka

5. Kuning : cerah, bijaksana, terang, bahagia, hangat, pengecut dan

pengkhianatan

6. Kuning Hijau : persahabatan, muda, kehangatan, baru, gelisah dan

berseri

7. Hijau Muda : kurang pengalaman, tumbuh, cemburu, iri hati, kaya,

segar, istirahat dan tenang

(56)

9. Biru : damai, setia, konservatif, pasif, terhormat, depresi, lembut,

menahan diri dan ikhlas

10. Biru Ungu : spiritual, kelelahan, hebat, kesuraman, kematangan,

sederhana, rendah hati, keterasingan, tersisih, tenang dan sentosa

11. Ungu : misteri, kuat, supremasi, formal, melankolis, pendiam dan

mulia

12. Merah Ungu : tekanan, intrik, drama, terpencil, penggerak,

teka-teki

13. Coklat : hangat, tenang, alami, bersahabat, kebersamaan, sentosa

dan rendah hati

14. Hitam : kuat, duka cita, resmi, kematian, keahlian dan tidak

menentu

15. Putih : senang, harapan, murni. Lugu, bersih, spiritual, pemaaf,

cinta dan terang (Darmaprawira, 2002:38).

Berikut ini adalah beberapa warna yang mempunyai arti dan

perlambangan secara umum :

1. Merah

Merah dibandingkan dengan warna yang lain, warna ini

terkuat dan paling menarik perhatian, bersifat agresif dan lambang

primitif. Warna merah diasosiasikan sebagai darah, marah, berani,

seks, bahaya, kekuatan, kejantanan, cinta dan kebahagaian.

(57)

Warna ini mempunyai karakteristik mulia, agung, kaya,

bangga, sombong dan mengesankan. Lambang serta asosiasinya

merupakan kombinasi warna merah dan biru, sifatnya juga

merupakan kombinasi dari kedua warna tersebut.

3. Ungu

Karakteristiknya ialah sejuk, negatif, dan atau mundur.

Hampir sama dengan biru, tetapi lebih tenggelam dan khidmat,

serta mempunyai karakter murung dan menyerah. Warna ini

melambangkan duka cita, kontempelatif, suci atau lambang agama.

4. Biru

Warna ini berkarakteristik sejuk, pasif, tenang, dan damai.

Goethe menyebutnya sebagai warna yang mempesona, spiritual,

monoteis, kesepian, saat ini memikirkan masa lalu dan masa

mendatang. Biru merupakan warna perspektif, menarik kita pada

kesendirian, dingin, membuat jaraj dan terpisah. Biru

melambangkan kesucian, harapan dan kedamaian.

5. Hijau

Karakter warna ini hampir sama dengan warna biru,

dibandingkan dengan warna lain warna ini relatif lebih netral.

Pengaruh terhadap emosi hampir mendekati pasif dan lebih bersifat

istirahat. Hijau melambangkan perenungan, kepercayaan, dan

keabadian. Dalam penggunaan sehari-hari, warna hijau

(58)

pertumbuhan, kehidupan, harapan, kelahiran kembali dan

kesuburan. Sifat negatif dari warna ini adalah warna yang tidak

disukai oleh anak-anak karena diasosiasikan sebagai warna

penyakit, rasa benci, racun dan cemburu.

6. Kuning

Warna ini adalah kumpulan dua fenomena penting dalam

kehidupan manusia, yaitu kehidupan yang diberikan oleh matahari

dan emas sebagai kekyaan bumi. Kuning adalah warna cerah,

karena sering dilambangkan dengan jantung dan roh, maka kuning

adalah lambang intelektual. Kuning adalah warna paling terang

setelah putih, tapi tidak semurni putih. Kenuing bermakna

kemuliaan cinta serta pengertian yang mendalam dalam hubungan

manusia.

7. Putih

Warna putih memiliki karakter positif, merangsang,

cemerlang, ringan dan sederhana. Putih melambangkan kesucian,

polos, jujur dan murni. Putih juga melambangkan kekuatan, maha

tinggi, lambang cahaya dan kemenangan yang mengalahkan

kegelapan.

Warna putih juga mengimajinasikan kebalikan dari warna

hitam, seperti ungkapan ”hati yang putih” yang berarti tanda

bersihnya hati dari iri dan dengki. Ada pula yang disebut ”ilmu

(59)

dimaksudkan untuk mencelakakan seseorang, maka ilmu putih

dimaksudkan untuk menangkal dan membersihkan sesorang dari

pengaruh ilmu hitam.

8. Abu-abu

Berbagai macam warna abu-abu dengan berbagai tingkatan

melambangkan ketenangan, sopan dan sederhana. Karena itu warna

abu-abu sering melambangkan orang yang telah berumur dengan

kepasifan, sabar dan rendah hati. Warna ini juga melambangkan

intelegensia, tetapi juga mempunyai lambang negatif yaitu

keragu-raguan serta tidak dapat membedakan mana yang lebih penting dan

mana yang kurang penting. Karena sifatnya yang netral, warn

abu-abu sering dilambangkan sebagai penengah dalam pertentangan.

9. Hitam

Warna hitam melambangkan kegelapan dan ketidakhadiran

cahaya. Hitam menandakan kekuatan yang gelap, lambang misteri,

warna malam dan selalu diindikasikan denagn kebalikan dari sifat

warna putih atau berlawanan dengan cahaya terang. Warna ini juga

sering dilambangkan sebagai warna kehancuran atau kekeliruan.

Umumnya warna hitam diasosiasikan denagn sifat negatif.

Ungkapan-ungkapan seperti kambing hitam, ilmu hitam, daftar

hitam, pasar gelap atau daerah hitam menunjukkan perlambangan

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hasilnya adalah rancangan sistematik City Hotel dengan konsep yang didapat dari makna batik Kawung berupa hubungan antara raja dan rakyat yang ditransformasikan menjadi

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN REMIDIAL DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA FRACTION WALL PADA MATERI PECAHAN DI KELAS

Perbedaan lainnya terletak pada upaya Peter Eisenman menghapus hirarki pada pasangan konsep yang utama dalam sebuah ide perancangan sebagai contoh: bentuk dan fungsi pada House II,

Hasil uji statistik terhadap kelompok normal yang tidak diberi angkak maupun kuinin menunjukkan jumlah trombosit yang tidak beda nyata (p>0.05) dibandingkan

Menurut Riefqy (2009,2007:32) pendekatan pembelajaran matematika realistik adalah salah satu pembelajaran matematika yang berorientasi pada mathematize of everyday

A high blood level of retinol — from large amounts of vitamin A from food or supplements — apparently inhibits spe- cial cells that usually make new bone, revs up cells that

BPRS Saka Dana Mulia Ini merupakan salah satu lembaga keuangan alternatif yang bernafaskan Islam yang sesuai dengan visinya yakni menjadi BPRS yang sehat dan