• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.2. Analisis Fr aming

Framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih daripada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut. Menurut Aditjondro (dalam Siahaan et al., 2001 : 9-10), proses framing merupakan bagian tak terpisahkan dari proses penyuntingan yang melibatkan semua pekerja di bagian keredaksian media cetak. Dan juga tidak hanya melibatkan para pekerja pers, tetapi juga pihak-pihak yang bersengketa dalam kasus-kasus tertentu yang masing-masing berusaha menampilkan sisi-sisi informasi yang ingin ditonjolkannya (sambil menyembunyikan sisi-sisi lain), sambil mengaksentuasikan pandangannya dengan mengacu pada pengetahuan, ketidaktahuan, dan perasaan para pembaca (Sobur, 2006 : 166).

Sedangkan menurut Pan dan Kosicki, ada dua konsepsi yang saling berkaitan.

Pertama, dalam konsepsi psikologi. Framing dalam konsepsi ini lebih menekankan

pada bagaimana seseorang memproses informasi dalam dirinya. Framing berkaitan dengan struktur dan proses kognitif, bagaimana seseorang mengolah sejumlah informasi dan ditunjukkan dalam skema tertentu. Disini dilihat sebagai penempatan informasi dalam suatu konteks yang unik/khusus dan menempatkan elemen tertentu

dari suatu isu dengan penempatan lebih menonjol dalam kognisi seseorang. Kedua, konsepsi Sosiologis. Kalau pandangan psiklogis lebih melihat pada prose internal seseorang, bagaimana individu secara kognitif menafsirkan suatu peristiwa dalam cara pandang tertentu, dalam pandangan sosiologis lebih melihat pada bagaimana konstruksi sosial atas realitas.

Disini tampak ada dua konsepsi yang agak berlainan mengenai framing. Disatu sisi framing dipahami sebagai struktur internal dalam alam pikiran seseorang. Disisi lain framing dipahami sebagai perangkaat yang melekat dalam wacana sosial/politik. Pan dan Kosicki membuat suatu model yang mengintegrasikan secara bersama-sama konsepsi psikologis yang melihat frame semata sebagai persoalan internal pikiran dengan konsepsi sosiologis yang lebih tertarik melihat frame dari sisi bagaimana lingkungan sosial dikonstruksi seseorang (Eriyanto, 2005 : 252).

Dalam lingkup komunikasi, analisis framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk menganalisis fenomena atau aktivitas komunikasi. Konsep tentang framing atau frame itu sendiri bukan murni dari konsep ilmu komunikasi sendiri, akan tetapi pinjam dari ilmu kognitif (psikologis). Analisis framing juga membuka peluang bagi implementasi konsep-konsep sosiologis, politik dan kultural untuk menganalisis fenomena komunikasi, sehingga suatu fenomena dapat diapresiasi dan dianalisis berdasarkan konteks sosiologis, politis atau kultural yang melingkupinya, (Sudibyo, 1999 : 176).

Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara- cara atau ideologi media saat mengkontruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi

seleksi, penonjolan dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita (Sobur, 2006 : 162)

Dalam mengkontruksi suatu realitas, wartawan tidak hanya menggunakan konsepsi yang ada dalam pikirannya semata. Pertama, proses konstruksi juga melibatkan nilai sosial yang melekat dalam diri wartawan. Nilai-nilai sosial yang tertanam mempengaruhi bagaimana kebenaran diterima secara taken for granted oleh wartawan. Kedua, ketika menulis dan mengkonstruksi suatu berita, wartawan bukanlah berhadapan dengan publik yang kosong. Bahkan ketika peristiwa ditulis dan kata mulai disusun, khalayak menjadi pertimbangan dari wartawan. Hal ini karena wartawan bukan menulis untuk dirinya sendiri, melainkan untuk dinikmati dan dipahami oleh pembaca. Ketiga, proses konstruksi itu juga ditentukan oleh proses produksi yang selalu melibatkan standar keja, profesi jurnalistik dan standar profesional dari wartawan (Eriyanto, 2005 : 254)

2.2.2. Perangkat Framing

Terdapat dua rumusann atau model tentang perangkat framing yang kini kerap digunakan sebagai metode framing untuk melihat upaya media mengemas berita.

Pertama, model Pan dan Kosicki yang merupakan modifikasi dari dimensi

Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat organisasi ide. Frame merupakan suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita, frame berhubungan dengan makna (bagaimana seseorang memaknai suatu peristiwa, dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks).

Dalam pendekatan ini perangkat framing dibagi menjadi empat struktur besara. Pertama, struktur Sintaksis; Kedua, struktur Skrip; Ketiga, struktur Tematik; Keempat, struktur Retoris. (Sobur, 2006 : 175)

Sintaksis dalam pengertian umum, sintaksis adalah susunan kata atau fase dalam kalimat. Dalam wacana berita, sintaksis menunjuk pada pengertian susunan dari bagian berita headline, lead, latar informasi, sumber, penutup dalam satu kesatuan teks berita secara keseluruhan. Bentuk sintaksis yang paling popular adalah struktur piramida terbalik (inverted pyramid) yang dimulai dengan judul headline,

lead, episode, latar, penutup. Headline, merupakan aspek sintaksis dari wacana berita

dengan tingkat kemenonjolan yang tinggi yang menunjukkan kecenderungan berita. Pembaca cenderung lebih mengingat headline yang dipakai dibandingkan bagian berita. Headline mempunyai bagian fungsi framing yang kuat.

Pada hakikatnya headline merupakan intisarin dari berita. Dibuat dalam satu atau dua kalimat pendek, tapi cukup memberitahukan persoalan pokok peristiwa yang diberitakannya. Karena berita yang disajikan itu banyak, dan masing-masing berita harus bisa diminati dan dinikmati pembaca.

Apabila headline merupakan intisari dari berita, maka lead merupakan sari dari berita itu. Selaku sari dari beritanya, lead merupakan laporan singkat yang bersifat klimaks dari peristiwa yang dilaporkannya. Lead yang baik umumnya memberikan sudut pandang dari berita, menunjukkan perspektif tertentu dari peristiwa yang diberitakan. (Suhandang, 2004 : 115)

Latar merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi makna yang ingin ditampilkan wartawan. Seorang wartawan ketika menulis berita biasanya mengemukakan latar belakang peristiwa yang ditulis. Bagian lain yang penting adalah pengutipan sumber berita. Bagian ini dalam penulisan berita dimaksudkan untuk membangun obyektivitas, prinsip keseimbangan dan tidak memihak. Pengutipan ini menjadi salah satu perangkat framing atas tiga hal, Pertama mengklaim validitas atau kebernaran dari penyataan yang dibuat dengan mendasarkan diri dari klain otoritas akademik. Kedua,menghubungkan poin tertentu dari pndangannya kepada pejabat yang berwenang. Ketiga,mengecilkan pendapat atau pandangan mayoritas sehingga pandangan tersebut tampak sebagai menyimpang.

Skr ip. Laporan berita sering disusun sebagai suatu cerita. Hal ini karena dua hal. Pertama, banyak laporan berita yang berusaha menunjukkan hubungan, peristiwa yang ditulis merupakan kelanjutan dari peristiwa sebelumnya. Kedua, berita umumnya mempunyai orientasi menghubungkan teks yang ditulis dengan lingkungan komunal pembaca. Bentuk umum dari skrip ini adalah pola 5W +1H (what, when,

where, who, why and how). Atau dalam istilah jurnalistik dikenal dengan Listening

Tematik, bagi Pan and Kosicki, berita mirip sebuah pengujian hipotesis: peristiwa yang diliput, sumber yang dikutip, dan pernyataan yang diungkapkan semua perangkat itu digunakan untuk membuat dukungan yang logis bagi hipotesis yang dibuat. Salah satu perangkat yang termasuk dalam tematik adalah Koherensi: pertalian atau jalinan antar kata, proposisi atau kalimat. Ada beberapa macam koherensi; pertama, koherensi sebab akibat. Proposisi atau kalimat satu dipandang akibat atau sebab dari proposisi lain. Kedua, koherensi penjelas. Proposisi atau kalmat satu dilihat sebagai penjelas proposisi atau kalimat lain. Ketiga, koherensi pembeda. Proposisi atau kalimat satu dipandang kebalikan atau lawan dari proposisi atau kalimat lain.

Retoris. Struktur retoris dari wacana berita menggambarkan pilihan gaya atau kata yang dipilih oleh wartawan untuk menekan arti yang ingin ditonjolkan oleh wartawan. (Eriyanto, 2005:257)

Dokumen terkait