• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III ANALISIS HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA

B. Analisis Kasus

Perkara dengan nomor register 830/ Pid.B/ 2010/ PN.Mdn. menjatuhkan putusan bahwa menghukum terdakwa pidana penjara selama satu tahun enam bulan. Putusan ini dijatuhkan oleh Majelis Hakim. Dasar penjatuhan putusan oleh pihak Majelis Hakim adalah surat tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum.

Pasal 1 angka 6 huruf b KUHAP, menyatakan bahwa penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim81. Kedudukan Kejaksaan dalam peradilan di Indonesia mengalami pergeseran tugas dan wewenang yang dimilikinya. Dalam kaitannya dengan peradilan pidana, tugas dan kewenangan kejaksaan diatur dalam hukum acara pidana, yaitu UU No. 8 Tahun 1981 (KUHAP), sementara dalam kaitannya dengan kelembagaannya sendiri diatur dalam UU No. 5 Tahun 1991 tentang kejaksaan, namun sekarang telah diubah dengan UU No. 16 Tahun 2004.82 Di Indonesia, sejak berlakunya KUHAP maka Jaksa/Penuntut Umum tidak berwenang melakukan penyidikan perkara oleh karena hal ini merupakan wewenang dari kepolisian dan PNS tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.83

Penuntutan meliputi tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan menurut cara yang diatur berdasarkan undang-undang

81

KUHAP Pasal 1 butir 6. 82

Dalam perkembangannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 diganti dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004.

83

(KUHAP), tujuannya agar perkara diperiksa oleh Hakim di sidang pengadilan dan diputus.84

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 memberikan pengertian pokok atau tafsir otentik bahwa penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam hukum acara pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim sidang pengadilan.85

Setelah adanya penuntutan dari Penuntut Umum, maka sesudah itu hakim mengadakan musyawarah dengan ketentuan putusan diambil dengan suara terbanyak, atau jika tidak dapat dicapai putusan atas dasar suara terbanyak maka pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa yang ditentukan.86

Pengadilan yang mandiri, netral (tidak memihak), kompeten, transparan, akuntabel, berwibawa, yang mempu menegakkan wibawa hukum, pengayoman hukum, kepastian hukum dan keadilan merupakan condition sine qua non atau persyaratan mutlak dalam sebuah Negara yang berdasarkan hukum. Pengadilan sebagai pilar utama dalam penegakan hukum dan keadilan serta proses pembangunan peradaban bangsa.87

Tegaknya hukum dan keadilan serta penghormatan terhadap keluhuran nilai kemanusiaan menjadi prasyarat tegaknya martabat dan integritas Negara. Hakim sebagai aktor utama atau figur sentral dalam proses peradilan senantiasa

84

Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia (Pengembangan Konsep Diversi dan

Resstorative Justice), PT. Refika Aditama, Bandung, 2009, halaman 146. 85

Hari Sasangka, Penyidikan, Penahanan, Penuntutan, dan Praperadilan dalam Teori

dan Praktek, CV. Mandar Maju, Bandung, 2007, halaman 142. 86

Leden Marpaung, Tahun 2009, Op.cit, halaman 18.

87

dituntut untuk mengasah kepekaan nurani, memelihara integritas, kecerdasan moral dan meningkatkan profesionalisme dalam menegakkan hukum dan keadilan bagi rakyat banyak.88

Pasal 1 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.89

Pada pengadilan, Majelis Hakim bertugas untuk memeriksa perkara dan membuat putusan pengadilan atas perkara yang diperiksa di persidangan. Menurut Pasal 1 butir 11 KUHAP putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.90

Alasan Pengadilan menjatuhkan pidana, pertama karena telah terbukti memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang telah dituntutkan padanya. Kedua, terdakwa telah ditahan selama proses pengadilan, mulai saat penyidikan, penuntutan sampai pada saat persidangan, sehingga dengan diputus pidana maka putusan pidana kurungan dapat dikurangi atau hampir sama dengan masa penahanan yang telah dilakukannya.91

88

Ibid.

89

Yudi Kristiana, Op.cit, halaman 57. Perubahan atas UU No. 14 Tahun 1970 Pasal 1 angka (1) dan UU No. 4 Tahun 2004 Pasal 1 angka (1).

90

Soedirjo, Op.cit, halaman 57.

91

Putusan Hakim dapatlah dikatakan merupakan akhir dari proses persidangan pidana untuk tahap pemeriksaan di Pengadilan Negeri.92 Menurut DR. Lilik Mulyadi, SH., MH., dari visi teoritis dan praktik maka putusan pengadilan itu adalah putusan yang diucapkan oleh hakim karena jabatannya dalam persidangan perkara pidana yang terbuka untuk umum setelah melakukan proses dan prosedural hukum acara pidana pada umumnya berisikan amar pemidanaan atau bebas atau penglepasan dari segala tuntutan hukum dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan penyelesaian perkaranya.93

Pada perkara kasus pencurian dengan pemberatan Nomor Register 830/ Pid.B/ 2010/ PN. Mdn. putusan dari Majelis Hakim adalah berupa putusan yang berisikan amar pemidanaan yakni pidana penjara selama satu tahun enam bulan. Pemidanaan ini dijatuhkan oleh Majelis Hakim karena sesuai dengan pemeriksaan selama proses persidangan yang mengangkat fakta-fakta hukum dan surat tuntutan dari Penuntut Umum bahwa Terdakwa telah memenuhi unsur tindak pidana tersebut, yaitu sebagai berikut : 94

1. Unsur barang siapa

Bahwa yang dimaksud barang siapa adalah siapa saja yang dapat dimintakan kepadanya pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukan pada hari Senin tanggal 07 Desember 2009 sekira pukul 03.30 WIB di Aula Kantor KPLP Pelabuhan Belawan

92

Lilik Mulyadi, Tahun 1996, Op.cit, halaman 123.

93

Lilik Mulyadi, Kompilasi Hukum Pidana dalam Perspektif Teretis dan Praktik

Peradilan (Perlindungan Korban Kejahatan, Sistem Peradilan dan Kebijakan Pidana, Filsafat Pemidanaan serta Upaya Hukum Peninjauan Kembali oleh Korban Kejahatan), CV. Mandar

Maju, Bandung, 2010, halaman 93.

94

Kelurahan Belawan II Kecamatan Medan Belawan melakukan pencurian satu unit sepeda motor Yamaha Yupiter MX-135 milik saksi Syarifuddin Sihombing, Ia adalah Andy Azwar Als. Andy yang berhak mempertanggungjawabkannya dan terdakwa yang sehat jasmani maupun rohaninya yang dalam hal ini tidak ada pengecualian terhadap dirinya, dengan demikian maka unsur ini telah terpenuhi secara sah dan meyakinkan.

2. Unsur mengambil sesuatu barang

Mengambil sesuatu barang adalah memindahkan sesuatu barang dari tempat semula ke tempat lain, dalam pemeriksaan dipersidangan, sesuai dengan keterangan saksi dan terdakwa dimana terdakwa telah mengakui telah mengambil satu unit sepeda motor Yamaha Yupiter MX-135 warna merah BK.5137-ED milik saksi Syarifuddin Sihombing pada Senin tanggal 07 Desember 2009 sekira pukul 03.30 WIB, dengan cara membuka loker tempat penyimpanan kunci saksi korban lalu membawa Sepeda Motor tersebut keluar dari Pelabuhan menuju Jalan Belanak Pajak Baru Belawan dengan niat untuk digadaikan, dengan demikian unsur ini telah terpenuhi secara sah dan meyakinkan.

3. Unsur yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain

Berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan dan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa bahwa terdakwa telah mengambil satu unit sepeda motor Yamaha Yupiter MX-135 warna

merah BK.5137-ED milik saksi Syarifuddin Sihombing tanpa izin dari pemiliknya pada hari Senin tanggal 07 Desember 2009 sekira pukul 03.30 WIB, yang diambil oleh terdakwa bukanlah kepunyaan terdakwa, barang tersebut adalah kepunyaan saksi Syarifuddin Sihombing, dengan demikian unsur ini telah terpenuhi secara sah dan meyakinkan.

4. Unsur dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum

Bahwa dari hasil keterangan saksi-saksi maupun keterangan terdakwa, bahwa terdakwa mengambil satu unit sepeda motor Yamaha Yupiter MX-135 warna merah BK.5137-ED milik saksi Syarifuddin Sihombing adalah tanpa sepengetahuan dan seizin dari pemiliknya yaitu saksi korban, dengan demikian perbuatan terdakwa bertentangan dengan undang-undang yang berlaku, dengan demikian unsur ini telah terpenuhi secara sah dan meyakinkan.

5. Unsur dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang adanya disitu tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak, dengan cara membongkar, memecah atau memanjat dengan jalan memakai kunci palsu, perintah palsu atau jabatan palsu

Bahwa berdasarkan keterangan terdakwa pencurian satu unit sepeda motor Yamaha Yupiter MX-135 warna merah BK.5137-ED tersebut dilakukan terdakwa sekira pukul 03.30 WIB di Aula KPLP

Pelabuhan Belawan dan keberadaan terdakwa tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh saksi Syarifuddin Syarifuddin Sihombing.

Pencurian dilakukan dengan membongkar lemari dan mengambil kunci kontak sepeda motor yang sebelumnya disimpan saksi korban dan membawa pergi sepeda motor tersebut kemudian menggadaikannya untuk mendapatkan uang, demikian unsur ini telah terpenuhi secara sah dan meyakinkan.

Berdasarkan uraian tersebut diatas dari keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa yang saling bersesuaian satu sama lain maka unsur dari dakwaan melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-3 dan ke-5 KUHPidana sub 362 KUHP, tersebut diatas telah terbukti dan terpenuhi seluruhnya secara sah dan meyakinkan. Selesainya proses pemeriksaan di dalam persidangan maka tahap selanjutnya adalah pengambilan putusan dari pihak Majelis Hakim. Putusan diambil dengan disertai beberapa pertimbangan. Pada penjatuhan putusan perkara kasus pencurian dengan pemberatan di Pengadilan Negeri Medan dengan Nomor Register 830/ Pid.B/ 2010/ PN. Mdn. terdapat beberapa pertimbangan yang diambil oleh Majelis Hakim yaitu : 95

1. Menimbang bahwa terdakwa di persidangan telah memberikan keterangan yang pada pokoknya sama dengan keterangan dalam berita acara yang dibuat oleh Penyidik;

2. Menimbang bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa dihubungkan dengan barang bukti, Majelis Hakim

95

berpendapat bahwa Terdakwa telah melakukan perbuatan yang memenuhi semua unsur dari pasal 363 ayat 1 ke-3 dan ke-5 KUHPidana sub pasal 362 KUHP;

3. Menimbang bahwa oleh karena itu terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dan oleh karenanya harus dijatuhi pidana sebagaimana disebutkan dalam amar putusan;

4. Menimbang bahwa Majelis Hakim dalam persidangan tidak menemukan adanya alasan pemaaf atau alasan pembenar dan terdakwa dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah dilakukan, karena itu terdakwa harus dijatuhi pidana;

5. Menimbang bahwa karena Terdakwa berada dalam tahanan, maka masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan dan memerintahkan pula agar terdakwa tetap berada dalam tahanan;

6. Menimbang bahwa mengenai barang bukti yang diajukan oleh Penuntut Umum di Persidangan akan ditetapkan dalam amar putusan; 7. Menimbang bahwa oleh karena terdakwa dinyatakan bersalah, maka

terdakwa dibebani untuk membayar biaya perkara ini;

8. Menimbang bahwa sebelum terdakwa dijatuhi pidana perlu dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan;

b. Yang meringankan : Terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya serta belum pernah dihukum.

9. Menimbang bahwa dengan mempertimbangkan segala sesuatu yang termuat dalam berita acara persidangan dianggap merupakan bagian yang tidak terlepas dari putusan.

Pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas yang menjadi dasar bagi hakim dalam membuat putusan. Namun dalam konsekuensi logis dengan diterapkannya “filsafat pemidanaan yang bersifat integratif” maka diharapkan pidana yang dijatuhkan hakim pemidanaannya mengandung unsur-unsur yang bersifat : 96

1. Kemanusiaan dalam artian bahwa pemidanaan yang dijatuhkan hakim tetap menjunjung tinggi harkat dan martabat para pelakunya;

2. Edukatif dalam artian bahwa pemidanaan tersebut mampu membuat orang sadar sepenuhnya atas perbuatan yang telah dilakukannya dan menyebabkan pelaku mempunyai sikap jiwa yang positif dan konstruktif bagi usaha penanggulangan kejahatan; dan

3. Keadilan dalam arti bahwa pemidanaan tersebut dirasakan adil baik oleh terhukum maupun oleh korban ataupun oleh masyarakat.

Selain hal diatas, maka dalam menjatuhkan putusan Majelis Hakim harus melihat dari beberapa sudut pandang, baik psikologi, sosiologis, ekonomis, HAM, dan yuridis, seperti yang dikemukakan oleh Mark Costanzo dalam bukunya Aplikasi Psikologi Dalam Sistem Hukum.

96

Menurut Mark Costanzo, secara abstrak psikologi dan hukum tampak seperti pasangan yang sempurna. Keduanya memfokuskan diri pada perilaku manusia, keduanya berusaha mengungkapkan kebenaran, dan keduanya berusaha menyelesaikan masalah manusia serta memperbaiki kondisi manusia. Tetapi keduanya selalu agak goyah, interaksi antara hukum dan psikologi jarang berjalan mulus atau memuaskan salah satu atau kedua belah pihak.97

97

Sakwanah, Tesis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Perempuan Korban

Kekerasan Seksual dalam Rumah Tangga (Analisis Putusan No. 144/ Pid. B/ 2008/ PN-Lsk di Pengadilan Negeri Lhoksukon), Program Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana UMSU,

Medan, 2010, halaman 68.

Setelah dilakukan study lapangan yang bersifat empiris dengan metode wawancara terhadap hakim di PN Medan, Ketua Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Medan yang memutus dalam perkara No. Reg. 830/ Pid.B/ 2010/ PN.Mdn. ,atas pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh penulis terkait dengan kasus pada perkara ini menerangkan sebagai berikut:

Ketua Majelis Hakim dalam perkara kasus pencurian dengan pemberatan No. Reg. 830/ Pid.B/ 2010/ PN.Mdn. dengan terdakwa Andy Azwar adalah seorang sarjana hukum lulusan S-2 bernama Subiharta, SH, MH. Beliau bertindak sebagai Hakim Ketua Majelis dalam kasus ini, yang mana Beliau merupakan kelahiran dari Yogyakarta, mengambil S-1 yang bergelar SH di Universitas Gadjah Mada dan S-2 yang bergelar MH di Universitas Diponegoro. Beliau sudah menjadi calon hakim sejak tahun 1989 dan profesi nya tersebut di mulai di Klaten. Beliau juga sempat mengajar di kelas Polisi. Pada karirnya sebagai Hakim, Beliau sudah pernah bertugas di Takengon, Sigli, Madura, Jawa Barat, dan sekarang di Medan.

Beliau menerangkan bahwa pencurian dan perampokan adalah kasus yang sama, tetapi penyebutan yang tepat adalah pencurian. Perampokan adalah nama yang digunakan oleh masyarakat awam, sedangkan pencurian terdapat dalam KUHP Indonesia. Perampokan maupun penjambretan identik dengan Pencurian yang dilakukan dengan kekerasan, misalnya dengan ditarik, dipukul, didorong, dan sebagainya. Pada istilah kepolisian, mereka menggunakan sebutan “curat” dan “curas”. Curat adalah singkatan dari pencurian dengan pemberatan, sedangkan Curas adalah singkatan dari pencurian dengan kekerasan.98

Sanksi yang diterapkan juga berbeda-beda, hal ini terkait dengan jenis kategori yang dilakukan oleh pelaku, misalnya, hukuman mencuri sepeda motor lebih berat daripada mencuri uang, apalagi jika dilakukan di malam hari, terlebih dilakukan dengan kekerasan.

Pencurian terbagi dalam beberapa jenis seperti yang tertuang dalam KUHP, yaitu Pencurian Biasa Pasal 362 KUHP, Pencurian dengan Pemberatan Pasal 363 KUHP, Pencurian Ringan Pasal 364 KUHP, Pencurian dengan Kekerasan Pasal 365 KUHP, dan Pencurian yang Dilakukan dalam Lingkungan Keluarga Pasal 367 KUHP.

Seluruh kasus diatas merupakan perkara Pencurian, namun yang menjadi perbedaannya antara satu dengan yang lain adalah unsur yang terpenuhi atas suatu tindak pidana yang terjadi. Seluruh unsur salah satu tindak pencurian harus dipenuhi agar dapat dikatakan melakukan suatu pencurian atas satu dari beberapa kategori jenis pencurian.

98

Pendapat Ketua Majelis Hakim Bapak Subiharta pada perkara dengan Nomor Register 830/ Pid.B/ 2010/ PN. Mdn. dengan Terdakwa Andy Azwar.

Pada Pasal 363 KUHP, terdapat dua aturan penerapan sanksi maksimal yang berbeda, yakni jika melakukan salah satu dari poin ke-1 sampai ke-5 secara tersendiri maka sanksi maksimal hanya 7 tahun penjara, namun jika poin ke-3 disatukan dengan ke-4 dan/atau ke-5 maka sanksi maksimal lebih berat. Hal ini dikarenakan pelaku melakukannya pada malam hari disertai dengan pengrusakan maupun dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama.

Pada kasus di Putusan ini, terdakwa dipidana dengan penjeratan Pasal 363 ayat 1 ke-3 dan ke-5. Unsur telah terpenuhi karena terdakwa melakukan pencurian pada malam hari disertai dengan pengrusakan lemari milik korban menyimpan kunci kontak sepeda motor milik korban, sehingga kasus ini dikategorikan ke dalam tindak pidana pencurian dengan pemberatan.

Sanksi dalam Pasal 363 KUHP adalah maksimal 9 tahun. Bila diperhatikan sanksi dalam KUHP menerapkan sistem hukuman maksimal. Konsep menghadapi masalah penentuan lamanya maksimum dan minimum pidana khususnya untuk pidana penjara dan denda akan tetap dianut sistem maksimum atau absolut.99 Sanksi maksimum terbagi dua yaitu :100

a. Maksimum Umum : sanksi yang dijeratkan adalah sanksi yang paling tinggi kepada pelaku. Maksimum umum di Indonesia adalah apabila kurungan selama 1 tahun dan penjara selama 20 tahun. Apabila hakim ingin memberikan sanksi lebih dari 20 tahun maka tidak bisa

99

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan

Konsep Penyusunan KUHP Baru), Kencana, Jakarta, 2008, halaman 118. 100

memberikan sanksi pidana penjara, harus diganti dengan pidana mati atau alternatifnya pidana seumur hidup.

b. Maksimum Khusus : sanksi maksimum yang diatur dalam pasal per pasal. Contoh, Pasal 362 KUHP tentang Pencurian maksimum khususnya adalah 5 tahun penjara. Setiap tindak pidana memiliki maksimum khusus yang berbeda-beda.

Menurut Subiharta, SH, MH sistem hukuman maksimal cukup efektif untuk kasus tertentu, namun dalam teori sebenarnya hasilnya masih dipertanyakan. Solusi yang diberikan oleh Subiharta adalah apabila seorang narapidana sudah keluar dari penjara, berikan mereka proses pembelajaran di Departemen Sosial.101

Menurut Subiharta, para aparat penegak hukum yang dalam hal ini lebih ditujukan kepada pihak Kepolisian sebaiknya menerapkan sistem Restorative Justice.

Alasan seseorang mencuri karena ada hasrat keinginan dari orang tersebut namun tidak dapat terpenuhi, biasanya karena alasan ekonomis. Maka dari itu berikan mereka tugas atau pekerjaan selama di Departemen Sosial tersebut yang berkaitan dengan hasrat maupun keinginannya, seperti jika seseorang mencuri sepeda motor karena ingin mengendarai sepeda motor maka berikan ia tugas yang berkaitan dengan sepeda motor, baik itu mengantar suatu barang maupun menjadi montir.

102

101

Pendapat Hakim Subiharta, Op.cit.

102

Ibid.

Konsep restorative justice merupakan proses penyelesaian tindakan pelanggaran hukum yang terjadi dilakukan dengan membawa korban dan pelaku

bersama-sama duduk dalam satu pertemuan untuk bersama-sama berbicara. Pada pertemuan tersebut mediator memberikan kesempatan kepada pihak pelaku untuk memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya mengenai tindakan yang telah dilakukannya.103

Restorative Justice dapat dipergunakan sebagai alternatif penyelesaian

kasus pada tingkat kepolisian, sehingga tidak perlu sampai ke Pengadilan. Penyelesaian dengan mempergunakan konsep restorative justice yaitu dengan melibatkan semua komponen lapisan masyarakat dan aparat penegak hukum bersama-sama bermusyawarah untuk menentukan tindakan terbaik bagi pelaku tindak pidana. Penyelesaian ini bertujuan untuk memulihkan kembali kerugian yang telah ditimbulkan. Adapun bentuk pertanggungjawaban yang diberikan yaitu ganti rugi materi, kerja sosial, pendidikan dan pelatihan yang berguna bagi anak. Konsep diversi adalah konsep untuk mengalihkan suatu kasus dari proses formal ke proses informal. Konsep diversi dan restorative justice dapat dilakukan di Indonesia dengan adanya dukungan dari aparat penegak hukum, pemuka agama, pemuka adat, akademisi dan lembaga perlindungan anak.104

a. Mengandung penderitaan atau konsekuensi lain yang tidak menyenangkan;

Menurut H. L. A Hart, bahwa pidana di dalamnya harus :

b. Dikenakan pada seseorang yang benar-benar atau disangka benar melakukan tindak pidana;

103

Marlina, Op.cit, halaman 180.

104

c. Dikenakan berhubung satu tindak pidana yang melanggar ketentuan hukum;

d. Dilakukan dengan sengaja oleh orang selain pelaku tindak pidana; e. Dijatuhkan dan dilaksanakan oleh penguasa sesuai dengan ketentuan

suatu sistem hukum yang dilanggar oleh tindak pidana tersebut.105 Kaum neo-klasik yang menerima pengaruh aliran modern menciptakan gabungan inti pidana penjara berupa faktor pembalasan yang setimpal dan disamping itu juga pembinaan terpidana.106 Hal inilah yang terus menggeser penerapan Restorative Justice. Tujuan dari pemidanaan apabila dikaitkan dengan hukum pidana Indonesia mendatang (RUU KUHP Indonesia) maka dapat dikatakan bahwa bangunan RUU KUHP adalah mencerminkan sosok hukum pidana yang beraliran neo klasik/ neo modern atau daad-daader strafrecht. Kesimpulan ini karena dilihat dari beberapa konsepnya yaitu : 107

a. Pasal 51 tentang tujuan pemidanaan. Yaitu: Ayat (1):

1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakan norma hukum demi pengayoman masyarakat

2. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna.

105

Nandang Sambas, Pembaruan Sistem Pemidanaan Anak di Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, halaman 13.

106

Bachtiar Agus Salim, Pidana Penjara dalam Stelsel Pidana di Indonesia, USU Press, Medan, 2009, halaman 87.

107

3. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dam mendatangkan rasa damai dalam masyarakat

4. membebaskan rasa bersalah pada terpidana. Ayat (2):

Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan martabat manusia.

Pada umumnya, penjatuhan sanksi pidana terhadap pelanggar hukum seringkali dianggap sebagai tujuan dari hukum pidana, oleh sebab itu, apabila pelanggar telah diajukan ke muka sidang kemudian dijatuhi sanksi pidana, maka perkara pelanggaran hukum dianggap telah berakhir.108

Berangkat dari tujuan pemidanaan dalam upaya memberikan perlindungan demi tercapainya kesejahteraan, maka kriteria/standar berat ringannya pemberian sanksi bukan hanya dilihat/diukur secara kuantitatif, melainkan lebih didasarkan kepada pertimbangan kualitatif.109

Lilik Mulyadi menyatakan bahwa pidana yang dijatuhkan hakim harus mengandung unsur-unsur yang bersifat Kemanusiaan, Edukatif, dan Keadilan. Subiharta sepakat dengan apa yang dikatakan oleh Lilik Mulyadi. Beliau juga

Dokumen terkait