• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI PENERAPAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI UNI EROPA DAN PENGARUHNYA TERHADAP EKSPOR UDANG INDONESIA

6.2. Analisis Kasus Penolakan Ekspor Udang di Uni Eropa

Berdasarkan data yang dilansir oleh RASFF sejak 2004-2011, produk perikanan Indonesia menerima tiga notification oleh European-RASFF, yaitu alert notification, information notification, dan border rejection notification. Alert notification merupakan sebuah “pemberitahuan peringatan” atau “peringatan” di pasar atau ketika tindakan cepat diperlukan, sedangkan information notification merupakan sebuah “pemberitahuan informasi” menyangkut suatu pangan atau pakan di pasar negara yang memberitahukan dimana risiko telah diidentifikasi dan tidak memerlukan tindakan cepat. Border rejection notification merupakan notification untuk produk pangan yang teridentifikasi membahayakan sebelum masuk ke pasar Eropa atau mengalami penolakan di Eropa. Perkembangan jumlah

54 kasus produk perikanan yang menerima notification dari European-RASFF dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Perkembangan Jumlah Kasus Produk Ikan dan Udang yang Menerima Notification dari European-RASFF Tahun 2004-2011

Sumber: DG Sanco (2012), (diolah)

Berdasarkan Gambar 6, secara menyeluruh dapat dilihat bahwa jumlah kasus produk ikan dan udang yang menerima notification dari tahun 2004-2011 sudah mengalami penurunan. Ini menunjukkan bahwa standardisasi produk hasil perikanan Indonesia sudah semakin mendekati standar internasional. Dari tahun 2004-2011, produk ikan menerima notification sebanyak 149 kasus yang terdiri dari 61 persen notification information, 29 persen alert notification, dan 10 persen border rejection notification. Berbeda dengan produk ikan, produk udang hanya menerima notification sebanyak 34 kasus yang terdiri dari 82 persen information notification, dan sisanya alert notification dan border rejection notification masing-masing sembilan persen.

Banyaknya produk yang menerima notification berupa information dan alert berarti produk ikan dan udang diketahui memiliki masalah atau dapat membahayakan kesehatan setelah masuk ke dalam pasar di Uni Eropa, sedangkan notification berupa border rejection berarti produk telah ditolak masuk ke pasar Uni Eropa karena membahayakan kesehatan. Dari Gambar 6, khususnya untuk produk udang terlihat perkembangan yang baik dimana sejak tiga tahun terakhir produk udang Indonesia hampir tidak menerima notification dari European- RASFF. Berbeda dengan produk ikan, meskipun sudah mengalami penurunan

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 J um la h k a sus Tahun Ikan Udang

55 penerimaan notification selama tahun 2004-2011, namun notification yang diterima tetap tergolong membahayakan, khususnya dari tahun 2008-2011 yang tercatat ada 11 kasus produk ikan yang menerima border rejection notification. Ini berarti produk ikan Indonesia tidak bisa masuk ke Uni Eropa, dengan kata lain harus dihancurkan atau dikembalikan. Produk ikan yang teridentifkasi berbahaya dan menerima notification oleh European-RASFF disebabkan oleh beberapa alasan yang diterima dari produk ikan tersebut. Alasan terjadinya notification pada produk ikan asal Indonesia dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Perkembangan Jumlah Alasan Kasus Produk Ikan yang Menerima Notification dari European-RASFF Tahun 2004-2011

Sumber: DG Sanco (2012), (diolah)

Berdasarkan Gambar 7, dapat dilihat bahwa notification yang diterima dari European-RASFF adalah karena banyaknya produk ikan yang belum sesuai dengan standardisasi Uni Eropa. Alasan terbesar terjadinya notification dari tahun 2004-2011 pada produk ikan tersebut adalah karena produk ikan Indonesia melebihi batas kandungan logam berat seperti mercury dan cadmium. Untuk alasan logam berat, setiap tahunnya Indonesia menerima notification karena produk ikan terdeteksi mengandung mercury ataupun cadmium. Pada periode tersebut, Indonesia menerima notification adanya kandungan logam berat untuk produk ikan sebanyak 41 persen dari 169 total alasan yang diterima dari European-RASFF, 10 persen karena alasan bahwa produk ikan Indonesia

0 5 10 15 20 25 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 J u m la h a la sa n Tahun mercury

carbon monoxide treatment histamine

cadmium

poor hygienic state

unauthorised substances malachite green, chrystal violet, and leucomalachite green

56 mengandung zat beracun yang dapat membahayakan kesehatan seperti histamine, dan sisanya karena alasan proses seperti pengolahan, penangkapan, pengepakan, dll.

Jika dilihat perkembangannya dari tahun 2004-2011, alasan notification yang diterima Indonesia sudah banyak berkurang terutama mengenai standardisasi proses seperti unauthorised substances malachite green, chrystal violet, and leucomalachite green, poor hygienc, dan carbon monoxide treatment, namun untuk hal logam berat, produk ikan Indonesia masih terdeteksi adanya produk ikan yang melebih batas maksimum. Adapun kasus notification yang diterima karena produk ikan terdeteksi logam berat seperti mercury dan cadmium pada tahun 2008 adalah karena adanya kebijakan CD 2008/660 yang ditetapkan Uni Eropa yang mengharuskan eksportir Indonesia melakukan pengujian terhadap setiap komoditas perikanan. Kasus penolakan ini dikarenakan produk ikan Indonesia melewati batas maksimum kandungan logam berat untuk perikanan tangkap. Meskipun sudah mengalami penurunan dari periode tahun 2004-2007, namun kasus notification yang diterima tetap harus menjadi perhatian khusus bagi seluruh stakeholder, terutama karena masih ditemukannya produk ikan yang melebih batas kandungan logam berat.

Ikan dan produk perikanan lainnya secara umum diberikan regulasi atau peraturan yang sama, tetapi setiap produk bisa menerima alasan yang berbeda- beda, tergantung pada penanganan/budidaya untuk produk perikanan budidaya dan penangkapan untuk produk perikanan tangkap. Seperti halnya udang, produk udang sebagai produk perikanan budidaya teridentifkasi berbahaya dan menerima notification oleh European-RASFF disebabkan paling banyak karena alasan antibiotik. Kandungan antibiotik yang terkandung dalam produk perikanan budidaya, khususnya udang telah menjadi perhatian khusus oleh Uni Eropa. Berbagai alasan lain sehingga terjadinya notification pada produk udang asal Indonesia dapat dilihat pada Gambar 8.

57 Gambar 8. Perkembangan Jumlah Alasan Pasus Produk Udang yang Menerima

Notification dari European-RASFF Tahun 2004-2011 Sumber: DG Sanco (2012), (diolah)

Gambar 8 menunjukkan perkembangan penurunan kasus notification yang diterima oleh Indonesia untuk produk udang. Untuk alasan antibiotik seperti prohibited substance chloramphenicol, nitrofuran (metabolite) furazolidone, dan nitrofurazone, notification yang diterima menunjukan penurunan kasus. Pada tahun 2004, notification yang diterima sangat tinggi, tetapi pada tahun selanjutnya notification untuk alasan antibiotik semakin berkurang. Berbeda dengan produk ikan, produk udang lebih banyak mengalami penolakan dengan alasan yaitu menggunakan zat yang dilarang seperti chloramphenicol dan nitrofuran serta alasan karena mengandung mikroorganisme seperti Vibrio parahaemolyticus. Produk udang Indonesia dari Gambar 8 menunjukkan perkembangan yang baik dalam hal pemenuhan standardisasi yang sesuai dengan negara importir. Hal ini terbukti bahwa pada tahun 2009-2011, Indonesia tidak menerima notification adanya produk yang membahayakan kesehatan. Adapun satu notification yang diterima pada tahun 2010 hanya karena alasan proses yaitu poor temperature control pada produk udang beku.

Adapun kebijakan yang ditetapkan oleh Komisi Eropa terhadap produk udang sebagai produk perikanan melalui CD 2010/220, yang mewajibkan uji sampel bebas antibiotik terhadap paling sedikit 20 persen dari produk perikanan budidaya di semua pelabuhan pintu masuk ke Eropa tidak mengakibatkan terjadi

0 1 2 3 4 5 6 7 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 J um la h A la sa n Tahun Cadmium

Prohibited subtance nitrofuran (metabolite), furazolidone and nitrofurazone

Prohibited subtance chloramphenicol Vibrio spp.

Too high count of aerobic mesophiles Other

58 notification oleh European-RASFF. Data kasus notification pada Gambar 8 telah menunjukkan bahwa kebijakan CD 2010/220 yang ditetapkan Uni Eropa terhadap residu antibiotik ternyata tidak ditemukan. Kebijakan CD 2010/220 dapat diajukan kepada Komisi Eropa oleh competent authority untuk segera dicabut karena berdasarkan ketetapan yang disepakati bahwa apabila kebijakan yang ditetapkan sudah dipenuhi dalam waktu satu tahun maka kebijakan tersebut perlu ditinjau ulang.

Kasus notification yang terjadi untuk produk udang dan ikan Indonesia di Uni Eropa dapat menjadi jawaban untuk melihat bahwa kebijakan yang diterapkan khususnya nontarif terkait Sanitary and Phytosanitary berpengaruh pada kinerja ekspor udang dan produk perikanan Indonesia lainnya, dimana produk ekspor udang Indonesia telah memenuhi standar keamanan dan kesehatan konsumen di pasar internasional, khususnya Uni Eropa. Selain itu, menurunnya jumlah kasus notification untuk produk ikan dan udang yang diterima dari European-RASFF menunjukkan bahwa penanganan yang dilakukan para pelaku eksportir Indonesia sudah baik dalam memenuhi segala persyaratan yang ditetapkan oleh Uni Eropa.

Berdasarkan hasil analisis penerapan kebijakan Uni Eropa dan kasus notification yang di terima Indonesia oleh European-RASFF menunjukkan bahwa setiap kebijakan yang ditetapkan Uni Eropa untuk setiap produk udang dan perikanan yang masuk dari negara-negara eksportir memang haruslah dipenuhi karena menyangkut kesehatan dan keamanan konsumen. Penurunan volume ekspor udang dan produk perikanan lainnya ke Uni Eropa tidak hanya semata- mata karena peraturan yang ditetapkan Uni Eropa melainkan juga karena faktor produksi udang dan penanganan pada setiap produk perikanan. Sedikitnya kasus notification dalam tiga tahun terakhir yang di terima Indonesia dari European- RASFF terhadap produk udang harus dapat dipertahankan oleh seluruh stakeholder. Mengadopsi ketentuan Uni Eropa mengenai zero tolerance terhadap antibiotik berbahaya sangat penting sebagai standar mutlak bagi seluruh pelaku eksportir agar dapat meningkatkan kinerja ekspornya. Tindakan yang dapat dilakukan dalam mengadopsi hal tersebut adalah dengan mencermati secara intensif setiap tahapan dalam budidaya udang baik di tingkat petambak/pembudidaya hingga unit pengolah yaitu dengan melakukan farm

59 registration, farm inspection, feed quality control, farm monitoring, dan raw materials control.

Dokumen terkait