• Tidak ada hasil yang ditemukan

79/PID.SUS/2014/PN.JAKARTA TIMUR

7. Analisis Kasus

Berdasarkan kasus putusan Pidana Nomor 79/Pid.B/2014/PN.Jkt.Timur termasuk kedalam Tindak Pidana Terorisme sebagaimana yang diatur dalam pasal 15 Undang-undan Terorisme yang menyatakan perbuatan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan dengan tindak pidana “setiap orang yang melakukan pemufakatan jahat, percobaan, atau bantuan untuk melakukan tindak pidan terorisme sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 6, pasal 7, pasal 8, dan pasal 9, pasal 10, pasal 11, dan pasal 12 dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidana.

Dalam hal ini penulis akan memberikan tanggapan atau analisa terhadap kasus tersebut bahwa telah terpenuhinya syarat-syarat formil dari putusan pidana tersebut sesuai dengan pasal 143 atat (2) KUHAP yang berbunyi:

- Nama lengkap, tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama serta pekerjaan terdakwa.

- Uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat pidana tersebut dilakukan adanya keterangan sanksi yaitu: Sigit Indrajid, Rokhadi, Ahmad Taufik, Sefariano, Muhammad Syaiful Sya’bani, syaf’ii, Khairul Ikhwan, dan Yong Subagio serta adanya keterangan terdakwa dan terdakwa sendiri mengakui perbuatannya.

Terdakwa dapat dinyatakan telah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, yakni dengan secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 13c: “dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme dengan menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme sehingga dikenakan sanksi pidana minimal 3 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara”. Dalam hal penulis sedikit menjelaskan tentang pemufakatan jahat, percobaan, serta pembantuan yang dijatuhi hakim dalam putusan perkara tersebut.

1. Pemufakatan jahat

Dalam hal ini pemufakatan jahat dimaksud sebagai adanya dua orang atau lebih telah sepakat untuk melakukan kejahatan dan dengan adanya kesempatan untuk berfikir dan kesempatan melakukan aksinya.Pemufakatan jahat diatur dalam pasal 88 KUHP.

2. Percobaan

Percobaan merupakan menuju suatu hal, akan tetapi tidak sampai pada hal yang dituju itu, atau hendak berbuat sesuatu, sudah dimulai akan tetapi tidak selesai perbuatan tersebut. Dalam hal pidana percobaan dapat dihukum namun harus memenuhi syarat, yakni; niat sudah ada untuk melakukan kejahatan itu, orang sudah melakukan kejahatan itu, serta perbuatan itu tidak jadi selesai oleh karena terhalang oleh sebab-sebab yang timbul kemudian dan tidak terletak dalam kemauan penjahat itu sendiri.Perbuatan percobaan diatur dalam Pasal 53 KUHP.

3. Pembantuan

Merupakan suatu tindakan yang dilakukan seseorang untuk melancarkan aksi kejahatan, baik dalam bentuk bantuan ikut serta melakukan, menyediakan fasilitas pelaksanaan kejahatan serta memberikan dukungan lainnya.Pembantu dalam pidana disebut dengan Medeplichtig. Ketentuan pembantuan diatur dalam Pasal 56 KUHP dengan ketentuan sanksi yang berbeda sesuai dengan hukuman terhadap pelaku utama, dengan ketentuan hukuman yakni; tidak dipidana, pidananya dikurangi sepertiga dari pidana pokok, dipenjara selama 15 tahun, dipidana sama dengan pelaku utama, serta lebih berat dari pelaku utama.

Terdakwa telah didakwa oleh umum dengan dakwaan alternatif, maka majelis hakim akan memilih berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan yaitu pada dakwaan alternatif kedua sebagaimana diatur dalam pasal 13c PERPU Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 Tentang pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang Unsur-unsurnya sebagai berikut:

1. setiap orang

2. yang melakukan pemufakatan jahat, percobaan, atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme.

3. Secara melawan hukum masuk ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba, memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, menyangkut, menyembunyikan, menggunakan, atau mengeluarkan, ke dan/atau dari Indonesia suatu senjata api, amunisi, atau suatu bahan peledak dan bahan-bahan lainnya yang berbahaya.

4. Unsur dengan maksud untuk melakukan tindak pidana terorisme Ad.1. Unsur Setiap Orang;

Bahwa yang dimaksud dengan unsur “setiap orang” adalah setiap subyek hukum yang telah melakukan perbuatan pidana dan kepadanya dapat dipertanggung jawaabkan pidana yang dilakukan;

Dari surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang keseluruhannya menunjuk pada diri tersangka sebagai pelaku tindak pidana, dimana dalam pemeriksaan dipersidangan dengan memperhatikan identitas diri terdakwa dan dari keterangan sanksi-sanksi, maka yang didakwa sebagai pelaku dalam perkara ini adalah Terdakwa M.Jakaria Alias Jack Alias GTM (Generasi Toifah Mansuroh) sehingga dalam persidangan ini tidak terjadi kekeliruan mengenai orang sebagai subjeck hukum yang diajukan oleh Penuntut Umum, dengan demikian Unsur setiap orang telah terpenuhi.

Ad.2. Yang melakukan pemufakatan jahat, percobaan, atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme;

Bahwa pemufakatan jahat (Samenspanning) merupakan suatu perencanaan disertai kesepakatan untuk melakukan suatu kejahatan, dapat dikatakan tindak pidana yang disepakati, dipersiapkan atau direncanakan tersebut belum terjadi, dalam kitab Undang-undang Hukum pidana (KUHPidana) percobaan dan pemufakatan jahat hanya dihukum lebih ringan dari hukuman pokok. Dalam pasal 88 KUHPidana dijelaskan bahwa pemufakatan dalam arti autentik yakni pemufakatan itu terjadi segera atau setelah dua orang atau lebih memperoleh kesepakatan untuk melakukan.

Dalam hal percobaan dan pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme adalah suatu hal yang sudah masuk dalam ranah tindak pidana dengan maksud dan tujuan yang sudah ada pada pelaku itu sendiri.Ketentuan Percobaan dalam hal ini memuat beberapa hal yakni; niat sudah ada untuk berbuat kejahatan, dan pelaku dalam hal ini sudah mulai melaksanakan kejahatan tersebut serta perbuatan tersebut tidak sampai terjadi karena terhalang oleh beberapa sebab yang timbul kemudian dan tidak terletak pada kemauan penjahat itu sendiri.

Dalam pembantuan untuk melakukan tindak pidana dalam hal ini adalah dengan adanya kesadaran dari diri pelaku untuk mempermudah seseorang melakukan tindak pidana sehingga tujuan yang ingin dicapai berjalan dengan baik, walaupun akibat yang ditimbulkan dari pembantuan berupa sanksi pidana bahkan ada yang lebih berat dari perbuatan pelaku sendiri.Perbuatan pembantuan merupakan suatu perbuatan yang melawan hukum baik dalam hal fasilitas maupun lainnya yang sama-sama diatur dalam hukum pidana.

Ad.3. Secara melawan hukum masuk ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba, memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, menyangkut, menyembunyikan, menggunakan, atau mengeluarkan, ke dan/atau dari Indonesia suatu senjata api, amunisi, atau suatu bahan peledak dan bahan-bahan lainnya yang berbahaya.

Bahwa dalam unsur ini perbuatan yang dilarang diatas sudah mempunyai kekuatan hukum tersendiri sehingga setiap orang yang melanggar ketentuan tersebut dikenai sanksi, namun dalam hal kepemilikan baik berupa senjata api atau lainnya harus mempunyai surat izin dari instansi yang terkait yang berhubungan dengan barang-barang berbahaya tersebut. Unsure ini bersifat alternatif dan tidak diharuskan unsur ini terbukti keseluruhannya, salah satu unsur yang terpenuhi maka dianggap unsur ini telah terbukti.

Melawan hukum dalam arti hukum pidana dikenal dengan istilah bahasa belanda yaitu “wederechtelijk” dalam tindak pidana unsur melawan hukum sangat penting karena unsur inilah yang akan menentukan apakah seseorang layak dijatuhi pidana atau tidak. Sifat melawan hukum berarti bertentangan dengan hukum atau tidak sesuai dengan larangan atau keharusan hukum untuk menyerang atau suatu kepentingan yang dilindungi oleh hukum.

Sifat melawan hukum formil formeel wederrechtelijkheid mengandung arti semua bagian /unsur dari rumusan delik telah terpenuhi.Melawan hukum formil jelas adalah karena bertentangan dengan undang-undang tetapi tidak selaras dengan melawan hukum formil.Dan sifat melawan hukum materil yaitu perbuatan yang

melanggar atau membahayakan kepentingan hukum yang hendak dilindungi oleh pembuat undang-undang dalam rumusan delik tertentu.

Ad.4. Unsur dengan maksud untuk melakukan tindak pidana terorisme Bahwa yang dimaksud dalam hal ini adalah adanya niat dalam hati pelaku untuk melakukan suatu perbuatan pidana dengan rancangan yang akan dilakukan oleh pelaku sendiri untuk menyukseskan rencana pelaku tersenbut. Dengan maksud dalam arti adanya keinginan yang dinanti-nantikan pelaku itu sendiri untuk kekacauan masyarakat secara menyeluruh sehingga adanya kepuasan dari pelaku itu sendiri.Maksud dalam hal ini biasanya dilakukan secara sadar oleh pelaku sehingga sudah mempertimbangkan konsekuensi yang ditimbulkan dari perbuatannya.Unsur dengan maksud dalam hal ini tidak bisa semata-mata hanya dipandang dari segi perbuatannya saja namun harus secara meluas dengan mencari awal dilakukannya perbuatan itu sendiri, apakah karena ajang balas dendam, karena perintah penguasa, karena ajaran yang salah atau lainnya.

Pemahaman yang menyimpang tentang ajaran agama dan bentuk ketidak adilan pemerintahan dalam hal kebijakanlah yang dianggap pelaku menjadi alasan seseorang mepunyai niat/maksud untuk melakukan tindak pidana terorisme, yang dalam pemahamannya melakukan kekacauan merupakan suatu bentuk protes yang efektif bagi suatu negara.

Berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap dipersidangan yaitu dari alat bukti berupa keterangan saksi-saksi, petunjuk, dan keterangan terdakwa terdapat fakta hukum, yaitu pada sekitar tahun 2012 terdakwa melihat Khairul alias Irul sedang membuat bom yang oleh terdakwa pernah ditanyaan kepada Irul

dengan kata-kata “bikin apa bang..?”yang dijawab oleh Irul bahwa ia sedang bikin ginian (Bom) dan pada waktu yang sama Sakti juga sering mengunjungi kontrakan Irul melihat bahwa Irul juga membuat senjata api rakitan berikut amunisinya berupa timah seperti bandul pancing yang dilancipkan sebagai proyektif berikut serbuk warna hitam sebagai pendorong proyektif dalam pipa, bahkan untuk kegiatan Irul membuat Bom terdakwa pernah dititipi untuk membelikan lem besi yang disanggupi oleh terdakwa.

Terdakwa dalam kegiatan dengan Shiro als Rokhadi melalui facebook dan chatting sekitar tahun 2011 yang berlanjut tahun 2012 tersebut pernah dihubungi Shiro lewat SMS melalui hp untuk mengajak bertemu di Jakarta, akan tetapi karena sibuk bertemu dengan Shiro baru dilakukan terdakwa pada sekitar januari 2013 yang meminta bertemu di Mesjid Romadhon Taman Galaxy Bekasi. dalam pertemuan bertiga dengan Sayev alias Saiful tersebut mereka berdua bercerita punya program Jihad berupa mencari harta rampasan (FA’I) yang ketika itu oleh Terdakwa ditanyakan kembali apakah program tersebut sudah berjalan, ketika itu dijawab oleh keduanya belum berjalan karena masih belum ada Silah (senjata api, pedang atau bom), kemudian dijanjikan oleh Terdakwa dengan kata-kata

“InsyaAllah kalo nanti ada saya kasih tau antum” dan sebelum keduanya pamit oleh Terdakwa diberikan uang sejumlah Rp. 50.000,- untuk ongkos pulang berikut jaket milik Terdakwa yang diminta oleh Shiro yang ketika itu mengatakan bahwa dia “sudah kotor” yang Terdakwa pahami sebagai sudah tercium polisi.

Karena Terdakwa mengetahui Khairul als Irul bisa membuat senjata api dan Bom sehingga pada awal tahun 2013 bertempat dikontrakan mereka di Taman

Galaxy Terdakwa, menyampaikan kepada Irul untuk meminta Silah (senjata api dan Bom) untuk memenuhi permintaan Shiro als Rokhadi, ketika itu dijawab Irul

“sudah ada” sambil Irul memperlihatkan senjata api rakitan dan Bom buatannya yang oleh Terdakwa langsung dikatakan “sini saya bawa bang” dan ditanya Irul

“untuk siapa” kemudian dijawa Terdakwa untuk Shiro yang oleh Irul ditanya

“Shiro siapa” sehingga dijelaskan Terdakwa bahwa Shiro adalah Ikhwan yang sudah deket. Akhirnya Irul mengizinkan senjata api rakitan berikut 3 butir mesin dalam kotak permen frozz dan Bom tersebut dibawa dan diserahkan Terdakwa kepada kelompok Shiro dengan terlebih dahulu Terdakwa bertanya cara mengoperasikannya dan Irul menjelaskan cara menggunakan senjata api rakitan berikut Bom yang ada kabel min (-) dan plus (+) dengan cara tinggal diberi pemicu (timer) sehingga Bom pipa melengkung tersebut akhirnya Terdakwa bawa.

Kemudian Terdakwa menghubungi Shiro als Rokhadi melalui sms via Hp mengatakan bahwa “bos ada kue nih, mau ngak, jika mau harus sekarang diambil”, kemudian dijawab Shiro dengan kata-kata : “koq mendadak” tetapi Terdakwa memaksa denghan kata-kata “mau ngga nie”, sehingga akhirnya disepakati untuk bertemu di sekitar Cibinong dan terjadi pertemuan pada sekitar Januari 2013 pada jam 20.00 WIB didepan Ramayana Cibinong dan terjadilah penyerahan Bom dan senjata api rakitan berikut mesiu dengan dibungkus sarung tangan abu-abu dan jaket yang Terdakwa pakai sekaligus Terdakwa memberikan penjelasan cara pakainya sambil berpesan kepada Shiro als Rokahdi agar setelah pertemuan itu mereka jangan berhubungan lagi. Bahwa kemudian Bom yang

diserahkan Terdakwa kepada Shiro als Rokhadi tersebut oleh Shiro als Rokhadi dibawa kepada kelompoknya yang diketuai oleh Sigit Indrajid als Abu Yahya als Dimas Nugraha dengan anggotanyabernama Mambo, dan oleh kelompok Shiro ternyata Bom akan digunakandalam Jihad pengeboman Kedubes Myanmar, namun tindakan Jihadtersebut tidak terlaksana karena Mambo dan Ahmad Taufiq terlebih dahuluditangkap oleh pihak berwajib pada tanggal 2 Mei 2013 ketika sedang membawaBom tersebut untuk menemui Sigit Indrajid als Abu yahya als DimasNugraha untuk menyiapkan pemicu Bom agar dapat diledakkan.

Setelah Bom yang diserahkan oleh Terdakwa kepada kelompok Shiro alsRokhadi tersebut disita pihak berwajib dalam penangkapan kelompok SigitIndrajid als Abu yahya als Dimas Nugraha dilakukan pemeriksaan olehJakaria sembiring, S.Si selaku ahli bahan Peledak. namun informasi mengenai kegiatan kelompok Shiro alias Rokhadi dan kawan-kawan mengenai bom dan kegiatan pembuatan bom tidak pernah terdakwa informasikan kepada siapapun samapi ia tertangkap anggota densus 88 AT. dengan demikian semua unsur yang ada dalam kasus ini telah terpenuhi yakni unsur setiap orang yang melakukan permufakatan jahat, percobaan atau pembantuan untuk melakukan Tindak Pidana Terorisme, Secara melawan hukum memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, menggunakan atau mengeluarkan ke dan /atau dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak dan bahan bahan lainnya yang berbahaya dengan maksud

untuk melakukan Tindak Pidana Terorisme. bahwa oleh karena semua unsur dari pasal 15 jo pasal 9 PERPU Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, maka terdakwa harus dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan alternatif pertama;

Dalam persidangan, Majelis Hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat menghapus pertanggung jawaban pidana, baik dari segi alasan pembenar atau alasan pemaaf maka terdakwa harus mempertanggung jawabkan perbuatannya;

Bahwa oleh karena terdakwa mampu bertanggung jawab, maka harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. Berdasarkan ketentuan pasal 15 jo pasal 9 PERPU Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme harus dikenakan pidana penjara dan harus berada dalam tahanan, dan dalam hal putusan yang dijatuhkan oleh hakim maka penulis berpandangan bahwa itu sudah tepat, begitu juga dengan sanksi pidana yang diberikan dengan pidana penjara selama 3 (tiga) Tahun 6 (enam) bulan.

Namun jika dilihat dari segi kriminologi, jenis kejahatan yang cocok dikenakan pada terdakwa (M.Zakaria) adalah Normal criminal ialah tipe penjahat yang sempurna akalnya namun menentukan jalan hidupnya sebagai penjahat, yang dalam kasus ini terdakwa merupakan seorang yang berpendidikan taraf normal/sederajat dan mampu mengaplikasikan segala pekerjaan seperti orang pada lazimnya.

Faktor penyebab terdakwa melakukan tindak pidana tersebut adalah karena faktor keinginan dan faktor balas dendam terhadap perlakuan sekelompok etnis disuatu negara yang diyakini telah mendiskriminasi, memperbudak, dan memberikan ketidak adilan terhadap suatu agama tertentu. yang dimaksud faktor keinginan adalah suatu keadaan yang sangat kuat untuk mendorong pelaku untuk melakukan sebuah kejahatan yang menurut pemahamannya adalah jalan terbaik, sedangkan faktor balas dendam adalah suatu hal yang timbul dalam diri seseorang untuk membalaskan suatu perbuatan yang terlebih dahulu dilakukan orang tertentu dan dinilai pelaku harus diberikan perlawanan atau paling tidak memberikan suatu keadilan dan setimpal atas perbuatannya. hal tersebut juga sangat-sangat berpengaruh terjadinya suatu perbuatan pidana, dalam hal ini contohnya pelaku teror ingin memberikan suatu peringatan kepada petinggi-petinggi negara Myanmar atas tindakan ketidak adilan yang diberikan kepada sekelompok ras, agama, dan budaya yang mayoritasnya adalah agama muslim.

Mengacu pada pemberlakuan pidana penjara dalam presfektif pemidanaan sesuai dengan Putusan Nomor 79/Pid.Sus/2014/PN.Jkt.Timur dengan pidana penjara 3 (tiga) Tahun 6 (enam) bulan sudah adil dalam hal ini hakim mengambil pidana paling ringan dengan alasan/pertimbangan masih dalam percobaan serta terdakwa berkata jujur dan sopan didepan persidangan, belum pernah dihukum dan mengakui setiap perbuatannya. dalam hal penanggulangan, terdakwa M.

Zakaria sebagai seorang yang berfikiran normal serta pendidikan yang sederajat bisa lebih matang berpikir akibat yang akan ditimbulkan dari perbuatan itu sendiri. metode yang diterapkan dalam kasus ini adalah metode Represif, yaitu

kepada terdakwa yang melakukan kejahatan kemudian diproses dan dilanjutkan dengan prosedur hukum yang berlaku.

Namun berbicara dalam hal penanggulangan Tindak Pidana Terorisme bukanlah suatu hal yang efektif jika terus menerus menerapkan perlakuan pemidanaan, hal dalam hal pemidanaan lebih besar berakibat pada timbulnya balas dendam kembali dari sipelaku, sehingga penerapan upaya pendekatan terhadap pelaku lebih efektif sehingga penanaman ideologi suatu bangsa maupun pendalaman ajaran keagamaan lebih mudah untuk dilakukan. bahkan lebih besar harapan mengubah pelaku kejahatan kembali menjadi baik kembali. Dalam hal ini bukan semata-mata melindungi pelaku kejahatan namun lebih kepada pemberlakuan penjahat sebagai seseorang yang butuh pendekatan atau didikan khusus guna penanaman nilai-nilai ideologi yang ada.

BAB V