• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KATA-KATA KEBURUKAN PADA AYAT AL-QURAN DALAM TAFSIR

Dalam memaparkan dan menjelaskan keburukan, al-Qur‟an menggunakan banyak istilah (term) dengan gaya dan ragam bahasa yang berbeda1 serta menyesuaikan dengan konteks turunnya suatu ayat. Setiap term memiliki kecenderungan makna yang berbeda-beda begitupun dengan penafsirannya dalam ayat.

A. Analisa Terhadap Kata Khabīṡ

1. Surah al-Baqarah ayat 267.





























































“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”

Ayat ini menjelaskan tentang kewajiban memilih harta yang baik bukan yang buruk ketika hendak berinfak dijalan Allah Swt,

1 Toshihiko Izutsu, Konsep-Konsep Etika Religius dalam al-Qur‟an, terj.

Agus Fahri Husein (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2003), 280-290.

baik infak tersebut berupa zakat wajib maupun sedekah sunnah.

Karena tujuannya adalah mendekatkan diri kepada Allah Swt dan mencari pahala dengan beramal baik.

Para ulama berbeda pendapat tentang maksud infak dalam ayat ini. Ali bin Abi Thalib, Ubaidah as-Salmani dan Ibn Sirrin berpendapat bahwa infak dalam ayat ini adalah zakat wajib.

Sedangkkan, al-Barra‟ bin „Azib, Hasan al-Bashri dan Qatadah berpendapat bahwa infak dalam ayat ini adalah sedekah sunnah.

Namun, secara zhahir ayat ini bersifat umum mencakup zakat wajib dan sedekah sunnah. Jika zakat wajib maka jumlah zakat yang dikeluarkan sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan. Jika sedekah sunnah tidak terikat dengan jumlah yang harus dikeluarkan.2

Al-Hakim, Tirmidzi, Ibn Majah, dan yang lainnya meriwayatkan dari al-Barra‟ bin „Azib, ia berkata, “ayat ini turun berkaitan dengan kami, kaum Anshar. Kami adalah kaum yang memiliki pohon kurma. Salah satu dari kami menginfakkan buah kurma sesuai hasil panen yang didapat. Ada sebagian orang yang membawa setandan buah kurma yang jelek untuk digantungkan ditempat yang disediakan untuk orang-orang miskin. Banyak di antara buahnya yang bijinya tidak keras dan ada yang kering sebelum matang, sehingga daging buahnya tipis. Ada juga yang membawa setandan kurma yang telah rusak. Ibn Abi Hatim meriwayatkan dari Ibn Abbas r.a ia berkata, “ada sebagian para sahabat membeli makanan yang murah lalu mereka sedekahkan, lalu turunlah ayat ini.”3

2 Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, jilid.2 (Depok: GEMA INSANI, 2013), 88.

3 Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, jilid.2 (Depok: GEMA INSANI, 2013), 86.

49 Sebuah riwayat an-Nasa‟i dari Abu Umamah Ibn Sahl Ibn Hanif tentang tafsir firman Allah Swt kalimat “Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya.” Di antara yang buruk ini adalah ju‟rur dan hubaiq (dua warna yang menandakan kurma sudah buruk), Rasulullah saw pun melarang kedua jenis kurma ini untuk dijadikan sebagai infak atau zakat.4

Tidak jauh berbeda dengan perkataan Ath-Thabari, “maksud firman-Nya  (yang buruk-buruk) artinya yang jelek dan tidak bagus, Dia berfirman, “Janganlah kamu sengaja mengambil yang jelek untuk disedekahkan dari hartamu, akan tetapi bersedekahlah dengan yang baik-baik”. Kata  mengandung dua makna, pertama sesuatu yang tidak mengandung manfaat sama sekali, makna kedua sesuatu yang tidak disukai/dibenci oleh jiwa.

Jiwa yang dimaksud disini ialah jiwa yang baik dan sehat.

Sesungguhnya Allah Swt ialah Dzat Yang Maha Baik dan Dia tidak berkenan menerima sesuatu yang dibenci oleh jiwa kalian.

Bagaimana kalian bisa memberi infak dengan sesuatu yang jelek, padahal kalian juga tidak menyukainya dan tidak mau menerimanya.5

2. Surah âli „Imrân ayat 179.











































































4 Imam al-Qurthubi, Al-Jami‟ li Ahkaam al-Qur‟an terj.Dudi Rosyadi, dkk, juz.3 (Jakarta: PUSTAKA AZZAM, 2008), 716.

5 Abu Ja‟far Muhammad Ibn Jarir ath-Thabari, Jami‟ Al Bayan an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an terj.Akhmad Affandi, juz.4 (Jakarta: PUSTAKA AZZAM, 2008), 660.

“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam Keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin).

dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasulNya; dan jika kamu beriman dan bertakwa, Maka bagimu pahala yang besar.”

As-Suddi dan lainnya berkata, “Rasulullah bersabda,

“Diperlihatkan kepada umatku dalam bentuknya masing-masing, seperti halnya diperlihatkan kepada Adam. Aku diberi tahu siapa-siapa orang yang beriman kepadaku dan siapa-siapa-siapa-siapa orang yang kafir.” Lalu hal ini sampai ke telinga kaum munafik, lalu mereka mengejek dan berkata, “Muhammad mengira bahwa dirinya mengetahui siapa-siapa orang yang beriman dan siapa-siapa yan kafir, padahal kami berada bersamanya, namun ia tidak tahu siapa kami sebenarnya.” Lalu Allah menurunkan ayat ini. 6

Al-Kalbi berkata, “orang Quraisy berkata, “Wahai Muhammad, kamu mengira bahwa orang yang menentangmu akan masuk neraka dan Allah murka kepadanya. Sedangkan orang yang mengikuti agamamu adalah penduduk surga dan Allah ridha kepadanya. Kalau begitu, coba beritahukan kepada kami siapa-siapa orang yang beriman kepadamu dan siapa-siapa-siapa-siapa yang kufur dan tidak beriman kepadamu.” Lalu Allah menurunkan ayat ini.

Abu al-„Aliyah berkata, “kaum mukminin meminta untuk diberikan tanda agar dapat membedakan antara kaum mukmin dengan kaum munafik. Lalu, Allah pun menurunkan firmannya, Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang

6 Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, jilid.2 (Depok: GEMA INSANI, 2013), 513.

51 beriman daam keadaan kamu sekarang ini, para sahabat berbeda pendapat mengenai ditunjukkan kepada siapa ayat tersebut. Ibn Abbas, Adh-Dhahak, Muqatil, Al Kalbi, dan mayoritas ahli tafsir mengatakan bahwa ayat tersebut ditujukan kepada kaum kafir dan kaum munafik.7

Kata  artinya menyisihkan, membedakan, mengeluarkan, memisahkan. Kata  disini maksudnya orang munafik, 

 dari orang mukmin, yang berarti kata  disini merupakan pembahasan yang non materi yaitu tertuju pada sifat munafik itu bukan orangnya. Perbedaan antara orang munafik dengan orang mukmin melalui pembebanan perintah yang berat, seperti perang uhud. Maka dapat dikatakan bahwa keimanan adalah unsur utama bagi baik dan buruknya seseorang.8

Ath-Thabari berkata, Allah swt. Berfirman, “Tidaklah Dia membiarkan orang-orang beriman dalam keadaan seperti kalian ini, yang mukmin bercampur dalam keadaan samar dengan yang munafik, dan tidak bisa dibedakan antara keduanya, sehingga Allah swt. Membedakan mana yang buruk dan mana yang baik.

Orang yang buruk adalah orang munafik yang menyembunyikan kekufurannya, sedangkan orang yang baik adalah seorang mukmin yang ikhlas dan benar-benar beriman.” Allah swt membedakan mereka dengan berbagai macam cobaan, seperti yang terjadi pada perang Uhud, kemenangan kaum musyrik dan kekalahan kaum mukminin.9

7 Imam al-Qurthubi, Al-Jami‟ li Ahkaam al-Qur‟an terj.Dudi Rosyadi, dkk.

(Jakarta: PUSTAKA AZZAM, 2008), 720.

8 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbâh , v.2 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 292

9 Abu Ja‟far Muhammad Ibn Jarir ath-Thabari, Jami‟ Al Bayan an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an terj.Akhmad Affandi, juz.6 (Jakarta: PUSTAKA AZZAM, 2008), 230.

3. Surah an-Nur ayat 26



































Dokumen terkait