• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Keberlanjutan Pengelolaan Sumberdaya Hutan

II. Data Sekunder :

3.4. Metode Analisis Data

3.4.1. Analisis Keberlanjutan Pengelolaan Sumberdaya Hutan

3.4. Metode Analisis Data

Tahapan proses analisis data adalah sebaga i berikut:

3.4.1. Analisis Keberlanjutan Pengelolaan Sumberdaya Hutan

Analisis keberlanjutan pengelolaan sumberdaya hutan dilakukan dengan pendekatan “Rap -INSUSFORMA” melalui beberapa tahapan, yaitu: 1) tahap penentuan atribut pengelolaan sumberdaya hutan secara berkelanjutan untuk masing-masing dimensi (ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi, hukum dan kelembagaan), 2) tahap penilaian setiap atribut dalam skala ordinal berdasarkan kriteria keberlanjutan untuk setiap faktor dan analisis ordinasi yang berbasis metode “multidimensional scaling” (MDS), dan 3) tahap penyusunan indeks dan status keberlanjutan pengelolaan sumberdaya hutan di wilayah perbatasan Provinsi Kalimantan Barat. Untuk setiap atribut pada masing -masing dimensi diberikan skor yang mencerminkan kondisi keberlanjutan dari dimensi yang dikaji. Rentang skor ditentukan berdasarkan kriteria yang dapat ditemukan dari hasil pengamatan lapangan dan analisis data sekunder. Rentang skor berkisar antara 0 – 3, tergantung pada keadaan masing-masing atribut, yang diartikan

Sebaliknya nilai baik mencerminkan kondisi paling menguntungkan.

Tabel 4 menyajikan atribut-atribut dan skor yang akan digunakan untuk menilai keberlanjutan pengelolaan sumberdaya hutan di kawasan perbatasan Kalimantan Barat. Atribut-atribut tersebut diperoleh dari studi pustaka CIFOR dan LEI menyangkut sustainable forest management (SFM), dan para peneliti terdahulu serta berdasarkan pengamatan lapangan sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan

Tabel 4. Atribut-atribut dan skor keberlanjutan pengelolaan sumberdaya hutan

Dimensi dan Atribut Skor Baik Buruk Keterangan

Dimensi Ekologi

Ketersediaan zonasi untuk berbagai pengelolaan hutan

0; 1; 2 2 0 (0) tidak tersedia; (1) tersedia

tapi belum dipatuhi secara baik; (2) tersedia dan dipatuhi Upaya perlindungan

terhadap tempat-tempat yang rentan ekologis

0; 1; 2 2 0 (0) tidak dilakukan;

(1) dilakukan tapi belum secara masksimal; (2) dilakukan secara maksimal. Tingkat kekayaan/keragaman biota

0; 1; 2 2 0 (0) sangat minim; (1) cukup

beragam;(2) sangat beragam. Upaya perlindungan

terhadap biota langka

0; 1,2,3 3 0 (0) tidak dilakukan;

(1) dilakukan sebatas yang didukung dana

internasional;(2)dilakukan sebatas biota yang memiliki nilai ekonomi;(3) dilakukan terhadap semua biota langka Frekuensi kejadian

kebakaran hutan

0; 1; 2 0 2 (0) tidak pernah; (1) terjadi

pada saat musim kemarau panjang; (2) setiap tahun sekali pada musim kemarau.

Waktu suksesi hutan 0; 1; 2 2 0 (0) lambat; (1) sedang;

(2) cepat Program reboisasi

hutan

0; 1; 2; 3 3 0 (0) tidak ada; (1) ada sedikit;

(2) sedang; (3) banyak Kegiatan ladang

berpindah

0; 1; 2: 3 0 3 (0) tidak ada; (1) ada sedikit;

(2) sedang; (3) banyak

Diameter tebangan 0; 1; 2 2 0 (0) kecil;(1) sedang; (2) besar

Frekuensi kejadian banjir

0; 1; 2 0 2 (0) tidak pernah terjadi; (1)

jarang terjadi; (2) sering

Dimensi Ekonomi Tingkat pengembalian dana reboisasi 0; 1; 2 2 0 (0) rendah; (1) sedang; (2) tinggi Kontribusi sektor kehutanan terhadap PDRB Kalimantan Barat 0; 1; 2 2 0 (0) rendah; (1) sedang; (2) tinggi

Pasar produk 0; 1; 2 2 0 (0) lokal; (1) nasional; (2) internasional Tingkat ketergantungan konsumen terhadap hasil hutan. 0; 1; 2 0 2 (0) tinggi; (1) seda ng; (2) rendah Harga komoditi hutan

yang dipasarkan.

0; 1; 2 2 0 (0) Rendah; (1) sedang;

(2) tinggi Kelayakan usaha

industri kehutanan

0; 1; 2; 3 3 0 Mengacu pada analisis usaha:

(0) rugi; (1) kembali modal (2) kuntungan marjinal; (3) untung besar Tingkat pendapatan masyarakat di sekitar hutan 0; 1; 2 2 0 (0) rendah; (1) sedang; (2) tinggi Pemanfaatan

sumberdaya hutan non kayu

0; 1; 2 2 0 (0) rendah; (1) sedang; (2)

tinggi

Dimensi Sosial Budaya

Akses masyarakat lokal terhadap sumberdaya hutan

0; 1; 2; 3 3 0 (0) tidak punya sama sekali ;

(1) rendah; (2) sedang; (3) tinggi Tingkat penyerapan tenaga kerja 0; 1; 2 2 0 (0) rendah; (1) sedang; (2) tinggi Pemahaman, kepedulaian, dan tanggung jawab masayarakat terhadap sumberdaya hutan 0; 1; 2 2 0 (0) rendah; (1) sedang; (2) tinggi

Pola hubungan para stakeholder dalam pemanfaatan sumberdaya hutan 0; 1 1 0 (0) tidak saling menguntungkan; (1) saling menguntungkan Tingkat pendidikan masayarakat di sekitar hutan

0; 1; 2 2 0 (0) dibawah rata -rata

nasional; (1) sama dengan rata-rata nasional; (2) di atas rata-rata nasional.

Jarak pemukiman dengan kawasan hutan

0; 1; 2 2 0 (0) dekat ; (1) sedang;

(2) jauh Peran masyarakat adat

dalam pengelolaan hutan

0;1;2 2 0 (0) rendah; (1) sed ang;

(2) tinggi Pemberdayaan

masyarakat di sekitar hutan

0;1;2;3 3 0 (0) tidak ada; (1) ada, tidak

berjalan; (2) kurang optimal; (3) berjalan optimal Dimensi Teknologi Tingkat efisiensi industri pengolahan hasil hutan 0; 1; 2 2 0 (0) rendah; (1) sedan g; (2) tinggi Ketersedaiaan teknologi pengolahan hasil hutan. 0; 1; 2 2 0 (0) teknologi sederhana; (1) teknologi sedang; (2) teknologi tinggi

dengan teknologi tinggi Ketersediaan basis

data (data bases)

sumberdaya hutan

0; 1 1 0 (0) tidak tersedia; (1) tersedia

Ketersediaan teknologi mitigasi bencana kebakaran hutan

0; 1 1 0 (0) tidak tersedia; (1) tersedia

Dimensi Teknologi

Standarisasi mutu produk hasil hutan

0; 1; 2 2 0 (0) belum diterapkan;

(1) diterapkan hanya untuk produk tertentu saja ; (2) diterapkan pada semua produk

Penerapan sertifikasi produk hasil hutan (ekolabel)

0; 1; 2; 2 0 (0) belum diterapkan;

(1) diterapkan hanya untuk produk tertentu saja; (2) diterapkan pada semua produk

Pengolahan limbah kayu bekas tebangan

0; 1; 2 2 0 (0) rendah; (1) sedang;

(2) tinggi

Hukum dan Kelembagaan

Perjanjian kerjasama dengan negara tetangga Malaysia

0; 1;2 2 0 (0) tidak ada; (1) ada tapi

belum secara secara khsusus membahas sumberdaya hutan;

(2) ada secara khusus. Mekanisme kerjasama

lintas sektor dan antar daerah dalam pengelolaan sumberdaya hutan

0; 1 1 0 (0) tidak ada; (1) ada

Frekuensi konflik 0; 1; 2 0 2 (0) tidak pernah ada ; (1)

jarang terjadi ; (2) sering terjadi

Intensitas pelanggaran hukum (penebangan liar)

0; 1; 2 0 2 (0) tidak pernah ada ; (1)

jarang terjadi ; (2) sering terjadi

Ketersedian peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan sumberdaya hutan

0; 1; 2;3 3 0 (0) tidak ada ; (1) ada sedikit ;

(2) cukup banyak; (3) banyak

Ketersediaan hukum adat/agama

0; 1; 2 2 0 (0) tidak ada ; (1) cukup

tersedia ; (2) sangat lengkap Keberadaan aparat

penegak hukum di lokasi

0; 1; 2 2 0 (0) tidak ada ; (1) cukup

tersedia ; (2) sangat lengkap Konsistensi penegakan

hukum

0; 1; 2;3 3 0 (0) tidak konsisten ; (1) cukup

konsisten ; (2) konsisten ; (3) sangat konsisten

Sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah

0; 1; 2 2 0 (0) tidak sinkron; (1) kurang

hutan yang dikaji relatif terhadap dua titik acuan yaitu titik “baik” (“good”) dan titik “buruk” (“bad”). Untuk memudahkan visualisasi posisi ini digunakan analisis ordinasi.

Proses ordinasi Rap-INSUSFORMA ini menggunakan perangkat lunak modifikasi Rapfish (Kavanagh, 2001). Proses Algoritma Rap-INSUSFORMA juga pada dasarnya mengikuti proses algoritma Rapfish seperti terlihat pada lampiran 1.

Dalam implemementasinya, Rapfish menggunakan teknik yang disebut Multi Dimensional Scaling atau MDS. Objek atau titik yang diamati dipetakan ke dalam ruang dua atau tiga dimensi, sehingga objek atau titik tersebut diupayakan sedekat mungkin terhadap titik asal. Dengan kata lain, dua titik atau objek yang sama dipetakan dalam satu titik yang saling berdekatan satu sama lain. Sebaliknya objek atau titik yang tidak sama digambarkan dengan titik titik yang berjauhan (Fauzi dan Anna, 2005). Teknik ordinasi (penentuan jarak) di dalam

MDS didasarkan pada Euclidian Distance yang dalam ruang yang berdimensi n

dapat ditulis sebagai berikut :

(

2 2 2

)

1 2 1 2 1 2 ...

d = xx + yy + −z z + (1)

Konfigurasi atau ordinasi dari suatu objek atau titik di dalam MDS kemudian diaproksimasi dengan meregresikan jarak Euclidian (

d

ij ) dari titik ike titik

j

dengan titik asal (

d

ij) dituliskan dalam persamaan berikut:

ij ij

d = a + bd + e (2)

Umumnya terdapat tiga teknik yang digunakan untuk meregresikan

persamaan di atas yakni metode least square (KRYST), metoda least squared

bergantian yang didasarkan pada akar dari Euclidian distance (squared distance)

atau disebut metoda ALSCAL, dan metode yang didasarkan pada Maximum

mengoptimisasi jarak kuadrat (squared distance=

d

ijk) terhadap data kuadrat (titik asal=

o

ijk), yang dalam tiga dimensi ( , , )i j k ditulis dalam formula yang disebut S-Stress sebagai berikut :

(

2 2

)

2 4 1 1 , ijk ijk m i j k ijk i j d o S m = o    =      

∑∑

∑∑

(3)

Jarak kuadrat merupakan jarak Euclidian yang dibobot, atau ditulis :

( )

2 2 1 r ijk ka ia ja a d w x x = =

− (4)

Salah satu keunggulan MDS terhadap pendekatan lainnya seperti Multi

Atribut Utility Techique (MAUT) atau cluster analisis adalah kemampuan

memetakan untuk jarak euclidian dalam ruang spasial. Selain itu, dimensi

kordinat dalam MDS bersifat kontinyu sementara dalam cluster analisis bersifat diskrit. Alder et al (2000) juga menyatakan kestabilan ordinasi bila menggunakan pendekatan MDS.

Perangkat lunak Rapfish merupakan pengembangan MDS yang terdapat

di dalam perangkat lunak SPSS, untuk proses rotasi, kebalikan posisi (fliping), dan beberapa analisis sensitivitas yang telah dipadukan menjadi satu perangkat lunak. Melalui MDS ini, posisi titik keberlanjutan tersebut dapat divisualisasikan dalam dua dimensi (sumbu horizontal dan vertikal). Untuk memproyeksikan titik-titik tersebut pada garis mendatar dilakukan proses rotasi, dengan titik ekstrem “buruk” yang diberi nilai skor 0% dan titik ekstrem yang “baik” diberi nilai skor 100%. Posisi status keberlanjutan sistem yang dikaji akan berada di antara dua titik ekstrem tersebut. Nilai ini merupakan nilai indeks keberlanjutan pengelolaan sumberdaya hutan di wilayah perbatasan Kalimantan Barat pada saat ini. Ilustrasi hasil ordinasi yang menunjukkan nilai indeks keberlanjutan pengelolaan sumberdaya hutan sebesar 60 % dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2. Ilustrasi indeks keberlanjutan pengelolaan sumberdaya hutan sebesar 60 persen.

Analisis ordinasi ini dapat digunakan hanya untuk satu faktor saja dengan memasukkan semua atribut dari dimensi yang dimaksud. Hasil analisis akan mencerminkan status keberlanjutan dimensi yang dimaksud. Jika analisis setiap dimensi telah dilakukan, maka analisis perbandingan keberlanjutan antar dimensi dapat dilakukan dan divisualisasikan dalam bentuk diagram layang-layang (kite diagram) seperti disajikan pada Gambar 3.

Error!

Skala indeks keberlanjutan pengelolaan sumberdaya hutan mempunyai rentang 0% - 100%. Jika sistem yang dikaji mempunyai nilai indeks lebih dari

50%, maka sistem tersebut di kategorikan sustainable, dan sebaliknya jika

nilainya kurang dari 50%, maka sistem tersebut digolongkan belum sustainable. Dalam penelitian ini disusun empat kategori status keberlanjutan berdasarkan skala dasar (0 - 100) sebagaimana disajikan pada Tabel 5.

0%

60%

100%

Gambar 3 Ilustrasi indeks keberlanjutan setiap d imensi pengelolaan sumberdaya hutan di wilayah perbatasan Kalimantan

Barat 0 20 40 60 80 100 Ekologi Ekonomi Sosial budaya Teknologi Hukum dan Kelembagaan

Nilai Indeks Kategori

0 – 25,99 Buruk

26,00– 49,99 Kurang

50 – 74,99 Cukup

75 – 100,00 Baik

Analisis sensitivitas dilakukan dengan tu juan untuk mengidentifikasi atribut yang sensitif dalam memberikan kontribusi terhadap INSUSFORMA di lokasi penelitian. Pengaruh dari setiap atribut dilihat dalam bentuk perubahan “root mean square” (RMS) ordinasi, khususnya pada sumbu–x atau skala sustainabilitas. Semakin besar nilai perubahan RMS akibat hilangnya suatu atribut tertentu, maka semakin besar pula peranan atribut tersebut dalam pembentukan nilai INSUSFORMA pada skala sustainabilitas, atau dengan kata lain semakin sensitif atribut tersebut dalam keberlanjutan pengelolaan sumberdaya hutan di lokasi penelitian.

Untuk mengevaluasi pengaruh galat (error) acak pada proses pendugaan nilai ordinasi pengelolaan sumberdaya hutan digunakan analisis “Monte Carlo”.

Menurut Kavanagh (2001), analisis “Montecarlo” juga berguna untuk

mempelajari hal-hal berikut ini.

1. Pengaruh kesalahan pembuatan skor atribut yang disebabkan oleh pemahaman kondisi lokasi penelitian yang belum sempurna atau kesalahan pemahaman terhadap atribut atau cara pembuatan skor atribut;

2. Pengaruh variasi pemberian skor akibat perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti yang berbeda;

3. Stabilitas proses analisis MDS yang berulang-ulang (iterasi);

4. Kesalahan pemasukan data atau adanya data yang hilang (missing data); 5. Tingginya nilai ”stress” hasil analisis Rap-INSUSFORMA ( nilai “stress”dapat

diterima jika < 25%).

Secara lengkap, tahapan analisis Rap- INSUSFORMA menggunakan metode MDS dengan aplikasi modifikasi Rapfish disajikan pada Gambar 4.

Analisis data dengan menggunakan Rap-Insusforma menyangkut aspek keberlanjutan dari Ekologi, Ekonomi, Sosial, Teknologi, Hukum dan Kelembagaan. Secara umum metode analisis Rap-Insusforma akan dimulai

dengan mereview atribut-atribute dan mendefinisikan sumberdaya hutan yang

akan dianalisis diwilayah perbatasan kalimantan Barat melalui study literatur serta pengamatan di lapangan. Tahap selanjutnya adalah pemberian skor yang didasarkan pada ketentuan yang sudah ditetapkan dalam Rap-Insusforma.

Setelah didapatkan hasil scoring maka setiap atribute dianalisis dengan

menggunakan Multidimensional Scaling (MDS) guna menentukan posisi relatif dari sumberdaya hutan terhadap ordinasi good dan bad. Dalam MDS, obyek atau titik yang diamati dipetakan kedalam ruang dua atau tiga dimensi, sehingga obyek atau titik tersebut diupayakan ada sedekat mungkin terhadap titik asal. Dengan kata lain, dua titik atau obyek yang sama dipetakan dalam satu titik yang saling berdekatan satu sama lainnya. Sebaliknya obyek atau titik yang tidak sama digambarkan dengan titik-titik yang berjauhan.

Pada setiap pengukuran, jarak titik pendugaan dengan titik asal menjadi

penting. Goodness of fit dalam MDS, dimaksudkan untuk mengukur seberapa

tepat (How well) konfigurasi dari suatu titik dapat mencerminkan data aslinya. Goodness of fit dicerminkan dari besaran nilai S-stress yang dihitung

berdasarkan nilai S di atas. Nilai stress yang rendah menunjukan good fit,

sementara nilai S yang tinggi menunjukan hal sebaliknya. Dalam

Rap-Kondisi pengelolaan sumberdaya hutan saat ini

Penentuan Atribut sebagai Kriteria Penilaian

MDS (ordinasi setiap atribut)

Penilaian (skor) setiap atribut

Analisis Monte Carlo Analisis Sensitivitas

Analisis Keberlanjutan

Gambar 4. Tahapan analisis Rap- INSUSFORMA menggunakan MDS dengan aplikasi Modifikasi Rapfish.

Langkah selanjutnya menganalisis nilai stres dengan menggunakan ALSCAL Alogaritme. Dari hasil ordinasi dengan MDS dan nilai stress melalui alogaritme ALSCAL dilakukan “rotasi” untuk menentukan posisi sumberdaya hutan pada ordinasi bad dan good. Langkah selanjutnya adalah menganalisis menggunakan Monte carlo untuk menentukan aspek ketidakpastian dan analisis Leverage untuk menentukan aspek anomali dari atribute yang dianalisis.