• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. BAHAN DAN METODE

3.13. Analisis Kebijakan Kelembagaan Pengelolaan DAS

Analisis kelembagaan dilakukan terhadap organisasi baik formal maupun non formal, tugas pokok dan fungsi organisasi tersebut serta perundang-undangan baik tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten yang terkait dengan lokasi penelitian. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif.

Dalam analisis ini digunakan metoda AHP (Analythical Hierarchy Process), penggunaan AHP dimulai dengan membuat struktur hirarki atau jaringan dari permasalahan yang ingin diteliti. Di dalam hirarki terdapat tujuan utama, kriteria- kriteria, sub kriteria dan alternatif-alternatif yang akan dibahas. Perbandingan berpasangan dipergunakan untuk membentuk hubungan di dalam struktur. Hasil dari perbandingan ini akan membentuk matrik dimana skala rasio diturunkan dalam bentuk eigen vektor utama atau fungsi eigen.

Sementara itu langkah-langkah yang dilakukan dalam metode AHP adalah: 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi masalah

Terkait dengan pengembangan prioritas pemanfaatan lahan dalam mendefinisikan suatu masalah dan menentukan solusi masalah tersebut adalah dengan suatu proses identifikasi terhadap pemanfaatan lahan yang ada dan optimal. Pada tahapan tersebut dapat diketahui deviasi dari kedua faktor tersebut dengan

discussion approach.

2. Membuat struktur hierarki, terutama dalam perencanaan kedepan dan kebelakang. 3. Pengaruh relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan yang setingkat diatasnya, perbandingan berdasarkan judgement dari para pengambil keputusan, dengan menilai tingkat kepentingan satu elemen

dibandingkan dengan elemen lainnya. Untuk mengkualifikasikan data kualitatif pada materi wawancara digunakan nilai skala komparasi 1 sampai 9. Dalam penyusunan skala kepentingan ini berdasarkan Saaty (1991) seperti pada Tabel 7.

4. Melakukan perbandingan berpasangan. Bila vektor pembobotan elemen-elemen

operasi A1, A2, A3 dinyatakan sebagai vektor W, dengan W = (w1, w2, w3), maka nilai intensitas kepentingan elemen operasi A1 dibandingkan dengan A2 dapat dinyatakan sebagai perbandingan bobot elemen A1 terhadap A2, yakni w1/w2 = a12.

Tabel 7. Skala Angka Saaty

Intensitas/

Pentingnya Definisi Keterangan

1 Sama penting Dua aktivitas memberikan kontribusi yang

sama kepada tujuan

3 Perbedaan penting yang lemah

antara yang satu terhadap yang lain

Pengalaman dan selera sedikit menyebabkan yang satu lebih disukai daripada yang lain

5 Sifat lebih pentingnya kuat Pengalaman dan selera sangat menyebabkan

penilaian yang satu lebih dari yang lain, yang satu lebih disukai dari yang lain.

7 Menunjukkan sifat sangat penting Aktivitas yang satu sangat disukai

dibandingkan dengan yang lain, dominasinya tampak dalam kenyataan

9 Ekstrim penting Bukti bahwa antara yang satu lebih disukai

daripada yang lain menunjukkan kepastian tingkat tertinggi yang dapat dicapai.

2, 4, 6, 8 Nilai tengah diantara dua

penilaian

Diperlukan kesepakatan (kompromi)

Resiprokal Jika aktivitas i, dibandingkan

dengan j, mendapat nilai bukan nol, maka j jika dibandingkan dengan i, mempunyai nilai kebalikannya

Asumsi yang masuk akal

Rasional Rasio yang timbul dari skala Jika konsistensi perlu dipaksakan dengan

mendapatkan sebanyak n nilai angka untuk melengkapi matriks

Nilai wi/wj dengan i,j = 1,2,3 … n didapat dari para pakar di bidang

pengelolaan DAS ( ada 10 orang) yang dimintai memberikan penilaian. Bila matriks ini dikalikan dengan vektor kolom W (w1,w2,w3 .. wn) maka diperoleh hubungan; AW = nW ………. (1)

Bila matriks A diketahui dan ingin diperoleh nilai W, maka dapat diselesaikan melalui persamaan berikut;

[ A – n I ] W = 0 ….………... (2)

dimana I = matriks identitas

5. Menghitung akar ciri, vektor ciri dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten

maka pengambilan data diulangi atau dikoreksi.

6. Perhitungan Indeks Konsistensi (CI) yang menyatakan penyimpangan konsistensi

dan menyatakan ukuran tentang konsisten tidaknya suatu penilaian atau pembobotan perbandingan berpasangan, dihitung dengan menggunakan rumus;

CI = 1 max   n n  Keterangan:

maxs = akar ciri maksimum

n = ukuran matriks

Cara yang paling umum dipakai oleh banyak pembuat model Proses Hirarki Analitik adalah menghitung rata-rata penilaian dari semua responden. Ada dua metode rata - rata yang dapat dipakai. Pertama adalah nilai hitung rata - rata dan yang kedua adalah nilai ukur rata-rata (Permadi, 1992). Karena penilaian gabungan ini

dilakukan untuk setiap sel adalah matriks pembandingan, maka akan didapatkan matriks pembandingan berpasangan baru yang merupakan matriks pembandingan berpasangan gabungan dari jawaban semua responden.

Secara statistik, metode rata – rata yang lebih cocok untuk deret bilangan yang sifatnya rasio atau pembandingan seperti skala dalam model PHA adalah nilai ukur rata - rata (Geomean) yang menyatakan akar pangkat n dari hasil perkalian bilangan sebanyak n. Kelebihan metode nilai ukur rata – rata ini selain cocok untuk bilangan rasio atau pembandingan, juga mampu mengurangi gangguan yang ditimbulkan salah satu bilangan yang terlalu besar atau terlalu kecil. Rumus dari nilai ukur rata – rata adalah sebagai berikut : (Permadi,1992)

w n n a xa x...xa a

2 1

Dengan aw = Penilaian gabungan ( penilaian akhir )

ai = Penilaian responden ke-1 ( dalam skala 1/9

sampai dengan 9 ) n = Banyaknya responden.

Setelah didapat aw untuk setap sel, dibentuk sebuah matriks pembandingan

berpasangan gabungan baru kemudian dicari bobot atau prioritas setiap elemen. Proses tersebut digunakan untuk menyusun kegiatan perencanaan kedepan dan balik, berikut dijelaskan jenis perencanaan yang dimaksud:

a. Perencanaan Kedepan (forward planning)

Dalam upaya menganalisa kebijakan pengelolaan lahan dengan AHP diperlukan suatu hierarki yang akan membantu melihat persoalan yang ada. Hierarki proses

kedepan yang dapat disusun dalam suatu sistem yang kompleks dengan memecah menjadi elemen-elemen pokoknya secara hierarkis.

Dalam persoalan pengelolaan lahan. hierarki yang dibutuhkan adalah hierarki fungsional yang akan membawa sistem ke arah pemecahan masalah dan tujuan yang diinginkan. Elemen-elemen pokok yang dapat digunakan dalam persoalan ini menurut hubungan esensialnya adalah :

Level 1 adalah Fokus, Level 2 adalah Kelompok Aktor atau pihak yang terkait, Level 3 adalah Sasaran Kelompok dan Level 4 adalah Skenario.

Berikut penjelasan masing-masing elemen dari tingkatan atau hierarki proses kedepan dalam analisis kebijakan pengelolaan DAS.

1. Fokus, sebagai level 1 fokus menjelaskan secara umum tujuan analisis ini, yakni prospek kebijakan pengelolaan DAS dimasa datang.

2. Aktor, aktor yang terkait dapat dibagi kedalam tiga kelompok yaitu :

Pemerintah, disamping mempunyai fungsi dan wewenang, mempunyai peranan

dan kepentingan yang sangat tinggi dalam kegiatan pemanfaatan lahan. Pemerintah dalam hal ini adalah instansi teknis, pemerintah propinsi dan pemerintah daerah.

Masyarakat, penduduk setempat yang terkait dengan kegiatan yang terjadi di

sekitar lahan.

Lembaga Swadaya Masyarakat, kelompok yang banyak memperhatikan

keberadaan/kelestarian lingkungan, berkaitan dengan pamanfaatan lahan.

3. Sasaran, garis besar sararan masing-masing kelompok diatas adalah sebagai

Sasaran kelompok pemerintah adalah : Pengaturan penggunaan ruang kab/kota,

kec, desa. Penyediaan lahan pemukiman/infrastruktur, Pengaturan pengelolaaan.

Sasaran kelompok masyarakat adalah: Peningkatan pendapatan dan lapangan

kerja, Pembukaan lahan untuk pertanian (semusim dan tahunan) dan pemukiman.

Sasaran kelompok lembaga swadaya masyarakat adalah : Kepentingan tersendiri

dari LSM atau kelestarian fungsi lingkungan dalam pemanfaatan lahan.

4. Skenario, adalah alternatif kemungkinan model pengelolaan DAS di masa datang

yang dapat terjadi dikarenakan adanya trend atau kecendrungan sasaran kelompok diatas terhadap kawasan DTA Danau Toba yaitu :

Konservasi dengan mempertahankan kondisi hutan yang ada.

Konservasi dengan menambah luasan hutan dengan penanaman kembali

pada areal terbuka.

b. Perencanaan Balik (backward planning)

Tahapan selanjutnya adalah penentuan prioritas kebijakan yang akan ditempuh untuk mendapatkan model skenario pemanfaatan lahan yang optimal. Dengan bekerja balik akan dinilai berbagai persoalan/aspek dan mengindentifikasi berbagai kebijakan yang sangat efektif dalam memberikan hasil yang diinginkan. Hierarki proses balik yang dapat disusun dalam hal pengelolaan DAS ini dalam hubungannya dengan kebijakan yang diharapkan nantinya adalah sebagai berikut:

Level I adalah Fokus, Level 2 adalah Skenario, Level 3 adalah Persoalan/Aspek, Level 4 adalah Aktor dan Level 5 adalah Kebijakan.

Berikut penjelasan dari komponen masing-masing level hierarki analisis untuk perencanaan balik.

a. Fokus, adalah masa depan yang diinginkan pada pengelolaan DAS DTA Danau

Toba.

b. Skenario, kondisi yang paling optimal yang dimungkinkan dari model skenario

yang terpilih dari proses kedepan.

c. Persoalan /Aspek, kelompok aspek/persoalan utama pada kawasan ini.

Sosial Ekonomi Budaya, aspek yang berhubungan dengan peningkatan

pendapatan, prilaku dan kebiasaan yang berhubungan dengan pemanfaatan lahan.

Koordinasi, aspek yang menghubungkan berbagai kebijakan dalam pengelolaan

DAS.

Pelestarian Fungsi Lingkungan, aspek pelestarian lahan agar dapat bermanfaat

lama dan mendukung keseimbangan ekosistem yang ada.

d. Aktor, institusi/ lembaga yang terlibat, baik lembaga formal maupun

nonformal.

BPDAS, BKSDA, Bappeda Propinsi dan Kabupaten Dinas Pekerjaan Umum Propinsi dan Dinas Kehutanan Provinsidan Kabupaten, BPN, PSL Perguruan Tinggi, Dinas Tata Kota, Dinas Perikanan, Bapedalda, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan Masyarakat sekitar DTA Danau Toba.

e. Kebijakan, kebijakan operasional-fungsional aktor/lembaga meliputi: RUTR,

Perda danPenegakan hukum serta Koordinasi antar sektor dan pemangku kepentingan di DTA Danau Toba.

Dokumen terkait