• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODE PEN ELITIAN

3.3 Metode Penelitian

3.3.3 Analisis Kebijakan

Analisis kebijakan dilakukan untuk menentukan luas kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Hutan Kota berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 01 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota.

Bentuk RTH yang akan dibangun di sebuah kota harus memperhatikan tujuan pembangunan dan aspek biogeografis kota. Pada penelitian ini bentuk RTH yang akan di bangun di Kota Sintang adalah RTH Hutan Kota, karena tujuan dari pembangunan hutan kota tersebut sebagai pengaman untuk mengkonservasi air atau daerah tangkapan hujan sehingga ketersediaan air Kota Sintang dapat terjaga.

3.3.3.1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 01 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan

Di dalam Permendagri No. 1 Tahun 2007 yang dimaksud Ruang Terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Sedangkan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Dimana Kawasan Perkotaan disini adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

Tujuan penataan RTHKP adalah menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan, mewujudkan kesimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di perkotaan, dan meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman.

Fungsi RTHKP adalah pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan; pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara; tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati; pengendali tata air; dan sarana estetika kota.

Bentuk (RTHKP) seperti yang diatur pada BAB III tentang Pembentukan dan Jenis Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan pada Pasal 5 dan Pasal 6. Pasal 5 ayat 1 menyebutkan bahwa pembentukan RTHKP disesuaikan dengan bentang alam berdasarkan aspek biogeografis dan struktur ruang kota dan estetika. Pasal 5 ayat 2 menyebutkan bahwa pembentukan RTHKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencerminkan karakter alam dan/atau budaya setempat yang bernilai ekologis, historik, panorama yang khas dengan tingkat penerapan teknologi. Jenis-jenis RTHKP disebutkan pada Pasal 6 diantaranya hutan kota. Standar kebutuhan di kawasan perkotaan diatur pada pasal 9 ayat 1, yaitu luas ideal Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan minimal 20% dari luas kawasan perkotaan.

3.3.3.2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Ruang Terbuka Hijau Hutan Kota merupakan bagian dari penataan ruang. Hal ini terlihat dari adanya aturan Undang-undang penataan ruang yang mengatur tentang RTH ini. Menurut UU No. 26 Tahun 2007 yang dimaksud Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan N usantara dan Ketahanan Nasional dengan: terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tersebut, rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau merupakan bagian dari perencanaan tata ruang wilayah kota. Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota diatur pada Pasal 29 Ayat 1, proporsi ruang terbuka hijau paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota.

3.3.3.3 Peraturan Pe merintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota

Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan oleh sarana dan prasarana yang ada. Lahan- lahan bertumbuhan banyak dialihfungsikan menjadi kawasan perdagangan, kawasan permukiman, kawasan industri, jaringan transportasi (jalan, jembatan, terminal) serta sarana dan prasarana kota lainnya. Pembangunan kota pada masa lalu sampai sekarang cenderung untuk meminimalkan ruang terbuka hijau dan menghilangkan wajah alam.

Untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup perkotaan secara ekologi, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota. PP yang ditetapkan tanggal 12 November 2002 ini dimaksudkan sebagai pedoman dan arahan bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan Hutan Kota, serta untuk memberikan kepastian hukum tentang keberadaan hutan kota.. Adapun penyelenggaraan hutan kota dimaksudkan untuk kelestarian, keserasian, dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya.

Sesuai tujuannya penyelenggaraan hutan kota lebih ditekankan kepada fungsinya, yaitu untuk memberbaiki dan menjaga iklim mikro, nilai estetika, meresapkan air, menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota, serta mendukung pelestarian keanekaragaman hayati. Untuk itu di dalam setiap wilayah perkotaan ditetapkan kawasan tertentu dalam rangka penyelenggaraan hutan kota.

Di dalam PP No. 63 Tahun 2002 disebutkan bahwa alokasi hutan kota merupakan bagian dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) Wilayah Perkotaan. Yang dimaksud dengan Hutan Kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang.

Penunjukan lokasi dan luas hutan kota yang diatur dalam PP RI No. 63 Tahun 2002 (pasal 8 ayat 1) dapat berdasarkan pada luas wilayah dan jumlah penduduk dengan persentase luas hutan kota paling sedikit 10% dari wilayah perkotaan. Pembangunan hutan kota dilaksanakan oleh Pemerintah

Kabupaten/Kota. Rencana pembangunan hutan kota merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang Wilayah Perkotaan, dan disusun berdasarkan kajian dari aspek teknis, ekologis, ekonomis, sosial, dan budaya setempat. Biaya penyelenggaraan hutan kota berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau sumber dana lainnya yang sah, ketentuan ini diatur dalam pasal 36.

Tabel 2. Kebutuhan luas RTH Hutan Kota berdasarkan peraturan dan undang-undang

No Kebijakan Pasal

dan Ayat Luas

1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 01 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan

Pasal 9 ayat 1

Luas ideal ruang terbuka hijau kawasan perkotaan minimal 20% dari luas kawasan perkotaan 2 Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Pasal 29 ayat 2 dan ayat 3

-Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota

-Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota

3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota

Pasal 8 ayat 2 dan ayat 3

-Luas hutan kota dalam satu hamparan yang kompak paling sedikit 0,25 hektar

-Persentase luas hutan kota paling sedikit 10% dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat

Dokumen terkait