• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.5 Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sintang

5.5.1 Potensi Hutan Kota

Tingginya kebutuhan lahan untuk pembangunan kota serta terbatasnya lahan yang tersedia akan mendorong terjadinya perubahan dalam pemanfaatan dan penggunaan lahan di Kota Sintang. Pengembangan Kota Sintang akan meningkatkan nilai ekonomis lahan melebihi nilai sosialnya, sehingga menyebabkan alokasi lahan di perkotaan cenderung untuk kepentingan pembangunan ekonomi. Sebagai kota yang terus berkembang, pembangunan lahan untuk perumahan, perdagangan dan jasa di wilayah Kota Sintang akan meningkat sehingga dikhawatirkan kawasan hutan yang berfungsi ekologis sebagai daerah penunjang Kota Sintang akan hilang.

Berdasarkan apek kebijakan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 diketahui bahwa minimal hutan kota yang harus disediakan di Kota Sintang seluas 1.376 ha. Untuk menjaga dan mengusahakan luas hutan yang lebih besar maka dapat memeperhatikan beberapa potensi yang dimiliki oleh Kota Sintang saat ini.

5.5.1.1Hutan Kota Baning

Hutan Kota Baning yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia Nomor 405/Kpts-II/99 pada tanggal 14 Juni 1999 mempunyai luas 213 ha. Kepala Pusat Informasi Kehutanan (2002) menyatakan bahwa untuk menjaga keberadaan dan kelangsungan fungsi hutan kota, maka setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan perubahan dan atau penurunan fungsi hutan kota. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah membakar hutan kota, merambah, menebang, memotong, mengambil dan memusnahkan tanaman dalam hutan kota tanpa izin pejabat yang berwenang, membuang benda-benda yang dapat mengakibatkan kebakaran atau membahayakan kelangsungan fungsi hutan kota; dan mengerjakan, menggunakan, atau menduduki hutan kota secara tidak sah.

Namun hutan kota dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan sepanjang tidak mengganggu fungsinya. Kegiatan dimaksud adalah: pariwisata alam, rekreasi, olah raga, penelitian dan pengembangan, pendidikan, serta untuk pelestarian plasma nutfah atau budidaya hasil hutan bukan kayu.

Dari hasil survey beberapa upaya pemerintah Kota Sintang dalam menjaga hutan kota Baning adalah dengan membangun pagar pemisah yang mengitari hutan kota Baning. Pembangunan pagar ini dianggap efektif untuk melindungi kawasan dari pembukaan atau perambahan yang dapat menyebabkan kerusakan hutan. Pemerintah juga telah membuat jalan berupa gertak kayu untuk menikmati keindahan hutan dan kesegaran udara. Namun pembangunan jalan ini belum rampung karena hanya ada satu rute saja dan kondisi jalan juga sudah mulai rusak.

5.5.1.2Penetapan Status Hutan yang Tersisa

Hasil analisis citra tahun 2008 menunjukkan bahwa masih tersisa hutan di Kota Sintang seluas 787 ha atau 17%. Setelah dikurangi dengan luas Hutan Kota Baning maka masih tersisa 574 ha hutan alami yang sangat potensial untuk dijadikan Hutan Kota.

Menyadari laju pembukaan hutan yang sangat cepat di Kota Sintang maka pemerintah harus dapat menekannya dengan cara membuat tata ruang yang mengatur kawasan terbangun, budidaya dan kawasan lindung. Potensi hutan alami yang sangat potensial sebesar 574 ha maka yang dapat dilakukan adalah meningkatkan status kawasan tersebut menjadi hutan kota. Keberadaannya sangat strategis karena mengelilingi Kota Sintang sehingga dapat berfungsi juga sebagai

buffer kota. Pekerjaan pemerintah menjadi sedikit ringan karena tidak harus membangun hutan dari awal, pemerintah cukup menetapkan kawasan tersebut menjadi hutan kota dan mengawasinya. Dengan meningkatkan status kawasan tersebut menjadi hutan kota diharapkan dapat menjaga dan memenuhi kebutuhan hutan kota untuk menjaga ketersedian air.

Selain berfungsi sebagai penjaga ketersedian air, hutan alami tersebut juga memiliki kelebihan dari sisi ekonomi dan ekologis. Sisi ekonominya, biaya untuk membangun hutan kota menjadi lebih rendah. Sedangkan sisi ekologisnya yaitu memiliki kekayaan spesies dan genetis, struktur pepohonan yang bervariasi, habitat serta komunitas flora dan fauna yang terjaga (Gul, Gezer dan Kane, 2006).

5.5.1.3Sempadan Sungai Kapuas dan Sungai Melawi

Kota Sintang dilewati oleh dua sungai besar yaitu Sungai Kapuas dan Sungai Melawi. Kedua sungai ini memiliki sempadan sungai yang berpotensi sebagai lahan Hutan Kota. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, sempadan sungai didefinisikan sebagai kawasan sepanjang kiri dan kanan sungai. Daerah sempadan mencakup daerah bantaran sungai yaitu bagian dari badan sungai yang hanya tergenang air pada musim hujan dan daerah sempadan yang berada di luar bantaran yaitu daerah yang menampung luapan air sungai di musim hujan dan memiliki kelembaban tanah yang lebih tinggi dibandingkan kelembaban tanah pada ekosistem daratan.

Kriteria sempadan sungai menurut Pasal 16 Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 32 Tahun 1990 adalah sekurang-kurangnya 100 meter dari kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan anak sungai. Dengan memanfaatkan sempadan sungai maka diperoleh lahan potensial untuk pembangunan hutan kota seluas 251 ha.

Hutan kota yang berada pada sempadan sungai berfungsi sebagai konservasi air disepanjang sungai dalam menjaga mekanisme inflow ke sungai dan outflow ke air tanah. Proses inflow-outflow tersebut merupakan proses konservasi hidrolis sungai dan air tanah. Komponen vegetasi sungai secara hidrolis berfungsi sebagai retensi alamiah sungai. Dengan demikian, air sungai dapat secara proporsional dihambat lajunya ke hilir. Dampaknya dapat mengurangi banjir dan erosi disepanjang sungai (Anonim, 2007).

5.5.1.4Sempadan Jalan

Kawasan sempadan jalan adalah jalur hijau di sepanjang kanan-kiri jalan terutama jaringan jalan primer dan arteri sekunder. Jalur sempadan ini dapat digunakan sebagai areal hutan kota yang berfungsi juga sebagai koridor jalan. Berdasarkan Rencana Detail Tata Ruang Kota Sintang tahun 2006 maka hasil perhitungan pemanfaatan sempadan jalan diperoleh luasan total hutan kota sebesar 273 ha.

Lebar jalur hijau sempadan jalan yang ditetapkan di dalam Rencana Detail Tata Ruang Kota Sintang sebagai berikut:

− Untuk jaringan jalan primer yang menghubungkan Kota Sintang dengan wilayah eksternal, direncanakan jalur hijau selebar 50 meter di setiap sisi jalan dihitung dari batas luar ROW jalan sehingga diperoleh 81 ha lahan yang potensial untuk pembangunan hutan kota.

− Untuk jaringan jalan internal kota (jaringan sekunder) jalur hijau sempadan jalan ditetapkan 25 meter di setiap sisi jalan arteri sekunder, dihitung dari batas luar ROW jalan sehingga diperoleh 192 ha lahan yang potensial untuk pembangunan hutan kota.

5.5.1.5Lahan Terbuka Bekas Tambang

Kota Sintang terdapat beberapa lokasi seperti di Kapuas Kanan Hulu, Baning Kota dan Tanjung Puri. Bekas kegiatan penambangan emas tersebut sudah ditinggalkan. Keberadaan lahan ini sangat potensial untuk dikelola pemerintah agar dapat dikembalikan fungsinya menjadi hutan. Luas total lahan bekas penambangan emas tersebut adalah 205 ha.

Total luas hutan kota yang dapat disediakan baik yang sudah ada maupun berupa lahan potensial yang dapat dibangun menjadi hutan kota dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Potensi hutan kota di Kota Sintang

No Potensi Lahan Luas Lahan

ha Persen 1 2 3 4 5

Hutan Kota Baning Hutan alami

Sempadan sungai Sempadan jalan Lahan bekas tambang

213 574 251 273 205 5 13 5 6 4 Total 1.516 33

Luas Kota Sintang 4.587 ha Sumber: Hasil Analisis 2009

Dari Tabel 13 diketahui bahwa luas hutan kota yang dapat disediakan sekitar 1.516 ha (33%). Sesuai dengan UU No. 26. Tahun 2007, kuota 30% dapat terpenuhi. Luas hutan kota seluas 1.516 ha dapat menambah persediaan air kota sebesar 2.728.800 m3 sehingga dapat membantu memenuhi kebutuhan air 101.706 jiwa di tahun 2035. Sedangkan diperkirakan penduduk Kota Sintang akan terus bertambah dan akan mencapai puncaknya sekitar 114.432 jiwa pada tahun 2042. Tentunya dengan hanya mengandalkan hutan kota untuk pemenuhan kebutuhan air hingga tahun 2042 tidak bisa mencukupi.

Selain melakukan penambahan luas hutan kota, pemerintah juga harus melakukan tindakan lainnya seperti usaha menurunkan angka pertambahan penduduk serta melakukan perbaikan pengolahan air bersih sehingga tekanan penduduk terhadap pemanfaatan air tanah dalam jumlah besar dapat dikurangi. Pembangunan hutan kota bukan satu-satunya cara dalam mengatasi masalah ketersedian air di Kota Sintang namun dengan mengalokasikan hutan kota dari sekarang merupakan suatu tindakan preventif terhadap masalah lingkungan lainnya yang akan timbul seperti pencemaran udara, kebutuhan oksigen dan tempat melepas lelah bagi masyarakat Kota Sintang. Hal ini sangat perlu karena Kota Sintang akan terus mengalami perkembangan.

Usaha yang dapat dilakukan selain membangun hutan kota adalah dengan menurunkan angka pertambahan penduduk lebih kecil dari 3,8%. Pemerintah Daerah Kota Sintang dapat mempromosikan dan menggiatkan program Keluarga Berencana sehingga peningkatan jumlah penduduk kota dapat dikendalikan. Kemampuan kota menyediakan air bersih bagi warganya sesuai dengan perencanaan adalah sebanyak 101.706 jiwa, sedangkan saat ini penduduk Kota Sintang diperkirakan 53.960 jiwa. Jika program ini berhasil maka rentang pemenuhan kebutuhan air bersih dapat diperpanjang.

Pemerintah dapat melakukan perbaikan jaringan untuk memperkecil tingkat kebocoran. Meningkatan produksi air bersih karena dari kapasitas total produksi PDAM saat ini berkisar 3.815.856 m3/tahun, namun produksi air hanya 2.349.450 m3/tahun. Meningkatkan waktu pengaliran air menjadi 24 jam sehari. Dengan meningkatnya pelayanan PDAM maka dapat memperkecil penggunaan air tanah oleh masyarakat.

Pengembangan infrastruktur air bersih di Sintang dapat dikembangkan dari konsep dan pendekatan yang telah digariskan oleh Ditjen Perkotaan dan Perdesan Departemen Pekerjaan Umum untuk penyediaan prasarana dasar perkotaan seperti terlihat pada Tabel 14. dibawah ini.

Tabel 14. Strategi penge mbangan prasarana dasar perkotaan: Air bersih pada berbagai skala Kota Di Indonesia

Skala Kota Strategi Pengembangan

Metro + Besar - Peningkatan pelayanan

- Penambahan sambungan rumah - Penambahan hidran umum - Penambahan kapasitas Sedang + Kecil - Peningkatan pelayanan

- Penambahan sambungan rumah - Penambahan hidran umum - Penambahan kapasitas - Penambahan kran umum - Penambahan IPA

Sumber: Ditjen Perk otaan dan Perdesaan Dep. Pek erjaan Umum

Dengan melihat pada arahan diatas, maka untuk Kota Sintang yang termasuk dalam kategori kota kecil mengarah menjadi kota sedang (dalam artian ukuran penduduk), konsep yang digunakan untuk pengembangan prasarana dasar air bersih dan sanitasi adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan kapasitas dan pelayanan

2. Penambahan sambungan rumah, kran dan hidran umum 3. Penambahan IPA

Untuk mengatasi kelangkaan sumber air dan kurangnya air bersih (terutama saat musim kemarau), strategi yang perlu ditempuh yaitu :

1. Pencarian atau penelusuran sumber air yang baru (non sungai) untuk menambah kapasitas produksi sumber air yang ada

2. Pembangunan dan penyediaan sarana dan prasarana air bersih seperti perluasan daya jangkau pipa air bersih agar dapat menjangkau seluruh kawasan

3. Pemeliharaan dan operasi instalasi air bersih oleh PDAM untuk meminimalisasi kebocoran

Dokumen terkait