• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebakaran hutan dan lahan dipengaruhi oleh unsur dari perilaku api. Perilaku api merupakan dasar dalam mempelajari dampak kebakaran hutan dan lahan terhadap lingkungan sebagai penilaian kerusakan yang ditimbulkan serta menentukan strategi dalam pengendaliannya (Syaufina 2008). Perilaku api dicirikan dengan segitiga lingkungan api yang saling terkait satu dengan yang lain. Unsur dari segitiga lingkungan api adalah bahan bakar, cuaca/iklim dan topografi. Perubahan kondisi dari setiap unsur lingkungan dan interaksi antar unsur tersebut sangat menentukan karakteristik serta perilaku api.

Ekosistem gambut memberikan manfaat yang luas bagi kehidupan di muka bumi ini. Ekosistem gambut memberikan kehidupan bagi flora dan fauna dan berperan sebagai pengatur tata air sehingga daerah di sekitarnya dapat terhindar dari intrusi air laut pada musim kemarau dan terhindar dari banjir saat musim penghujan. Lahan gambut mampu menyimpan dan menyerap gas rumah kaca atau karbon dalam jumlah besar sehingga secara tidak langsung juga berperan penting dalam mengatur iklim lokal maupun global (Wibisono et al 2005). Propinsi Riau merupakan wilayah yang mempunyai lahan gambut terbesar di Pulau Sumatera, yakni 4.044 juta Ha. Kandungan karbon tanah gambut di Riau tergolong paling tinggi di Sumatera bahkan ke Asia Tenggara (Muslim dan Kurniawan 2008). Propinsi Riau saat ini tidak hanya terkenal dengan Propinsi yang mempunyai luasan gambut terbesar di Pulau Sumatera akan tetapi wilayah yang juga penyumbang asap terbesar hingga ke negara tetangga akibat kebakaran hutan dan lahan.

Populasi manusia yang semakin hari semakin bertambah membuat kebutuhan hidup juga semakin besar, sehingga dalam memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan pendapatan masyarakat memanfaatkan sumber daya hutan. Pemafaatan sumber daya hutan cenderung hanya terfokus kepada aktifitas penebangan pohon- pohon yang bernilai ekonomis untuk diperdagangkan tanpa memperhatikan aturan dan pengelolaan hutan yang berlaku. Perbedaan sudut pandang mengenai fungsi dan manfaat langsung hutan sering berujung pada perubahan status kawasan hutan menjadi kawasan non-hutan seperti lahan perkebunan, pertanian, bahkan areal pemukiman (Wibisono et al 2005).

Perubahan status kawasan hutan gambut menjadi kawasan non-hutan menjadi lahan perkebunan di desa Sepahat misalnya, membuat masyarakat atau para pengusaha membuat saluran drainase. Saluran drainase dibuat untuk mengatur muka air tanah. Pembuatan saluran drainase sepanjang tahun akan mengalirkan air dari lahan gambut. Akan tetapi pada musim kemarau saluran drainase tidak saja menguras air yang tergenang tetapi juga air yang terikat dalam tanah gambut, sehingga menurunkan muka air tanah dan gambut menjadi kering.

Lahan gambut yang mengering akan mengurangi kemampuan daya mengikat air secara drastis dan pada saat musim kemarau panjang gambut akan lebih cepat mengering dan mudah terbakar. Saluran drainase juga dapat menyebabkan menurunnya ketebalan amblesnya gambut secara permanen (subsidence).

Desa Sepahat yang merupakan salah satu desa yang memiliki kawasan hutan yang cukup luas. Akan tetapi saat ini hutan tersebut sudah beralih fungsi menjadi areal perkebunan kelapa sawit dan karet. Luas perkebunan kepala sawit yang dimiliki oleh masyarakat hingga tahun 2011 sudah mencapai luas 3200 Ha.

Berdasarkan Gambar 14,15, dan 16, deteksi hotspot yang ditangkap oleh satelit NOAA dan TERRA-AQUA pada tahun 2008-2010 di desa Sepahat berada di lahan gambut dalam, dengan kedalaman gambut lebih dari 2 m. Pada tahun 2010 berdasarkan deteksi satelit TERRA-AQUA terdapat 2 hotspot yang berada di lahan gambut dengan kedalaman 75-200 cm

Gambar 14 Deteksi hotspot melalui Satelit NOAA-18 dan Satelit TERRA tahun 2008 pada berbagai kedalaman lahan gambut di Desa Sepahat

Gambar 15 Deteksi hotspot melalui Satelit NOAA-18 dan Satelit TERRA tahun 2009 pada berbagai kedalaman lahan gambut di Desa Sepahat

Gambar 16 Deteksi hotspot melalui Satelit NOAA-18 dan Satelit TERRA tahun 2010 pada berbagai kedalaman lahan gambut di Desa Sepahat

Berdasarkan sistem penyiapan lahan atau alih fungsi lahan, masyarakat Desa Sepahat menggunakan metode penyiapan lahan dengan cara membakar lahan untuk membersihkan lahan dari semak-semak belukar. Cara ini dianggap paling efektif serta tidak perlu menggunakan modal yang besar. Akan tetapi pengetahuan masyarakat untuk mengendalikan api beserta dampak yang ditimbulkan jika membersihkan lahan dengan cara membakar, sering kali membuat kebakaran lahan meluas sehingga tidak terkendali.

Tiupan angin yang besar, keadaan tanah gambut yang sulit mengikat air membuat kebakaran lahan di Desa Sepahat menjadi kebakaran yang sangat besar hingga menimbulkan asap tebal hingga ke negeri tetangga. Tahun 2009, merupakan tahun terjadinya kebakaran yang paling tinggi di antara kurun waktu 2008-2010. Kebakaran tahun 2009 telah membakar ribuan hektar perkebunan milik masyarakat. Pada tahun 2010 kebakaran juga kembali di tempat yang sama akan tetapi luasan yang terbakar hanya 20 Ha.

Kebakaran gambut merupakan kebakaran yang digolongkan sebagai kebakaran bawah (ground fire). Kebakaran bawah adalah keadaan dimana api yang berasal dari permukaan, kemudian menjalar ke bawah membakar bahan organik melalui pori-pori gambut. Ujung api bergerak dan menyebar kearah kubah gambut (peat dome) dan perakaran pohon dengan kecepatan rata-rata 1.29 cm/jam (Kurnain 2008). Api

membakar bahan organik dengan pembakaran yang tidak menyala (smoldering) sehingga hanya asap berwarna putih saja yang tampak di atas permukaan (Adinugroho et al. 2005).

Kebakaran yang terjadi di lahan gambut dapat mengakibatkan hilangnya lapisan serasah dan lapisan gambut, stabilitas lingkungan yang terganggu, gangguan atas dinamika flora dan fauna, gangguan atas kualitas udara dan kesehatan manusia, kehilangan potensi ekonomi, dan gangguan atas sistem transportasi dan komunikasi. Dampak utama yang disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan gambut adalah asap yang ditimbulkan yang mempengaruhi jarak pandang dan kualitas udara. Asap bertahan cukup lama di lapisan atmosfer akibat rendahnya kecepatan angin permukaan (Kurnain 2008). Kebakaran yang terjadi di Desa Sepahat pada tahun 2010 telah menyebabkan kepungan asap tebal yang menyebar hingga negara tetangga yaitu Singapore dan Malaysia.

BAB VI

Dokumen terkait