• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.8 Analisis Kelayakan Finansial

Tujuan dari analisis finansial adalah untuk mengetahui laba rugi dalam suatu perusahaan. Data yang diperoleh dari analisis mutu kemudian diuji dengan analisis sidik ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan-perlakuan terhadap produk yang dihasilkan.

Data sekunder berupa harga-harga baik bahan baku maupun produk yang dihasilkan. Analisa finansial yang dilakukan meliputi : analisis nilai uang dengan metode Break Event Point (BEP), Net Present Value (NPV), Rate of Return

dengan metode Internal Rate of Return (IRR) dan Payback Periode (PP) (Susanto

2.8.1 Break Event Point (BEP) (Susanto dan Saneto, 1994)

Break Event Point (BEP) atau titik impas adalah suatu keadaan tingkat

produksi tertentu menyebabkan besarnya biaya produksi keseluruhan sama dengan besarnya nilai atau hasil penjualan, jadi pada keadaan tersebut perusahaan tidak mendapatkan keuntungan dan juga tidak mengalami kerugian. Perhitungan BEP dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

1) Biaya titik impas

BEP (Rp) = FC 1 – ( Vc / P )

2) Presentase titik impas

BEP (%) = BEP (Rp) x 100 % P

3) Kapasitas titik impas

Kapasitas titik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan untuk mencapai titik impas.

BEP (unit) = FC P – Vc

Keterangan : FC = Biaya tetap

P = Pendapatan

Vc = Biaya tidak tetap

2.8.2 Net Present Value (NPV) (Susanto dan Saneto, 1994)

Net Present Value (NPV) adalah selisih antara nilai investasi saat sekarang

diperoleh N > 0 berarti proyek layak dilaksanakan, dan sebaliknya bila NPV < 0 maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan.

Berikut rumus untuk menghitung NPV : n Bt - Ct

NPV =

Σ

t - 1 ( 1 + i )

Keterangan :

Bt = penerimaan pada tahun t

Ct = pengeluaran pada tahun t

t = 1, 2, 3, ..., n

n = umur ekonomis proyek

i = suku bunga bank

2.8.3 Internal Rate of Return (IRR) (Susanto dan Saneto, 1994)

Internal Rate of Return (IRR) merupakan tingkat suku bunga yang

menunjukkan persamaan antara nilai jumlah investasi sekarang dengan jumlah investasi (modal) awal dari suatu proyek yang sedang dikerjakan. Dengan kata lain IRR adalah tingkat suku bunga yang akan menyebabkan NPV = 0. Bila nilai IRR suatu proyek lebih besar dari suku bunga yang berlaku, maka proyek dinyatakan layak untuk dilaksanakan. Rumus perhitungan IRR sebagai berikut : IRR = i’ + NPV” x i” - i’

NPV’ - NPV”

Keterangan :

i’ = Tingkat suku bunga sekarang

NPV’ = NPV positif hasil percobaan nilai

NPV” = NPV negatif hasil percobaan nilai

2.8.4 Gross Benefit Ratio (Gross B/C Ratio)

Gross Benefit Ratio merupakan perbandingan antara penerimaan kotor

dengan biaya kotor yang telah dirupiahkan di masa sekarang atau dipresentvaluekan. Kriteria ini memberikan pedoman bahwa proyek akan dipilih apabila Gross B/C > 1, sebaliknya bila proyek mempunyai Gross B/C < 1 tidak akan dipilih. ∑ Bt t - 1 (1 + i)’ Gross B/C = n ∑ Ct t – 1 (1 + i)’ Keterangan :

Bt = Penerimaan pada tahun ke-t

Ct = Biaya pada tahun ke-t

n = Umur ekonomis proyek

i = Suku bunga bank

2.8.5 Payback Periode ( PP ) (Susanto dan Saneto, 1994)

Payback Periode merupakan perhitungan jangka waktu yang dibutuhkan

untuk pengembalian modal yang ditanam pada proyek, nilai tersebut berupa presentase maupun waktu (baik tahun maupun bulan). Payback Periode tersebut

proyek yang akan dipilih jika mempunyai waktu Payback Periode yang paling

cepat.

Rumus Payback Periode adalah sebagai berikut :

PP = I Ab Keterangan : I = Jumlah modal Ab = Penerimaan bersih 2.9 Landasan Teori

Inulin adalah komponen prebiotik, berperan dalam proses pencernaan yang memberikan efek biologis sama dengan dietary fiber (Silva, 1996). Di Indonesia, sumber inulin dapat diperoleh dari jenis uwi-uwian (Dioscorea spp.). Menurut

Yuniar (2010), uwi yang memiliki kadar inulin tertinggi adalah gembili (Dioscorea esculenta) sebesar 14,629% (bk). Untuk memperpanjang masa simpan

inulin serta menambah nilai ekonomis gembili, inulin dapat diproses menjadi produk kering.

Pengeringan merupakan suatu metode untuk menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan bantuan energi panas. Istianah (2010), melakukan pengeringan inulin dengan menggunakan metode pengeringan oven. Produk inulin yang dihasilkan kurang remah, memiliki kenampakan kurang bagus (seperti kristal bening) dan daya larutnya rendah. Berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya dengan metode pengeringan oven diperoleh tekstur inulin yang keras dan lengket pada

loyang, oleh sebab itu diperlukan suatu metode pengeringan yang dapat menghasilkan inulin dengan karakteristik yang lebih baik.

Penanganan inulin dari uwi gembili dalam bentuk bubuk merupakan alternatif utama. Menurut Kumalaningsih (2005), produk bubuk adalah produk olahan pangan yang berbentuk serbuk, ukuran partikel kecil/porous, kadar air rendah, mudah dilarutkan dalam air, dan memiliki daya simpan yang lama. Salah satu metode pengeringan yang paling cocok dalam pembuatan produk bubuk inulin dari uwi gembili adalah foam mat drying.

Menurut Desrosier (1988), foam mat drying merupakan cara pengeringan

bahan berbentuk cair yang sebelumnya dijadikan busa terlebih dahulu dengan menambahkan zat pembusa dengan diaduk atau dikocok, kemudian ditebarkan diatas loyang atau wadah, lalu dikeringkan sampai larutan benar-benar kering.

Pada metode foam mat drying perlu ditambahkan bahan pembusa untuk

mempercepat pengeringan, menurunkan kadar air, dan menghasilkan produk bubuk yang remah. Menurut Kumalaningsih dkk (2005), dengan adanya busa maka akan mempercepat proses penguapan air walaupun tanpa suhu yang terlalu tinggi, produk yang dikeringkan menggunakan busa pada suhu 50-80°C dapat menghasilkan kadar air 2-3%. Bubuk hasil dari metode foam mat drying

mempunyai densitas atau kepadatan yang rendah (ringan) dan bersifat remah. Menurut Koswara (2005), bahan pengisi dapat mengurangi sifat higroskopis bahan, membentuk padatan yang baik, dan memudahkan bahan larut dalam air.

Mekanisme foam mat drying adalah pemasukan udara dengan pengocokan

meningkatkan luas permukaan partikel dan memudahkan panas bergerak dalam struktur busa tersebut. Bahan pembusa yang ditambahkan berfungsi mendorong pembentukan busa, dengan adanya busa maka terbentuk gelembung gas yang terisi oleh udara, sehingga larutan yang akan dikeringkan dan bahan pengisi dapat masuk dan terikat dalam struktur busa, dengan demikian kadar air dalam partikel lebih mudah diuapkan.

Konsentrasi penambahan bahan pembusa akan mempengaruhi produk inulin bubuk yang dihasilkan. Menurut Desrosier (1988), konsentrasi busa yang semakin banyak akan meningkatkan luas permukaan dan memberi struktur busa pada bahan sehingga akan meningkatkan kecepatan pengeringan dan kadar air dalam bahan menurun.

Dekstrin merupakan gabungan polimer dari unit-unit D-glukosa 6-10 unit glukosa yang dihubungkan oleh ikatan α-(1,4) atau α-(1,6) glikosidik dengan rumus molekul (C6H10O5)n. (Anonymous, 2010). Dekstrin memiliki struktur molekul berbentuk spiral sehingga molekul-molekul flavour akan terperangkap di dalam struktur spiral helix, dengan demikian penambahan dekstrin dapat

melindungi senyawa yang peka terhadap oksidasi atau panas, karena molekul dekstrin bersifat stabil terhadap panas dan oksidasi selama pengeringan (Lastriningsih, 1997). Dekstrin juga berfungsi sebagai bahan pencegah pengendapan pada produk bubuk kering dan sebagai bahan pendispersi (Pulungan dkk., 2003).

Maltodekstrin mempunyai struktur rantai ikatan lurus, tersusun dari unit-unit α-D-glukosa yang sebagian besar terikat melalui ikatan α-(1,4) glikosidik

dengan jumlah unit glukosa antara 2 sampai 20 unit (Anonymous, 2010b). Rumus umum maltodekstrin adalah [(C6H10O5)nH2O)] (Luthana, 2008).

Hui (1992), menjelaskan bahwa maltodekstrin dapat digunakan pada makanan karena maltodekstrin memiliki sifat-sifat spesifik tertentu. Sifat-sifat ini antara lain proses dispersi yang cepat, daya larut yang tinggi, mampu membentuk film, memiliki sifat higroskopis yang rendah, mampu menghambat kristalisasi, daya ikat yang baik, dan proses browning rendah.

Menurut Winarno (2002), Na-CMC merupakan turunan selulosa yang digunakan secara luas oleh industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Na-CMC merupakan makromolekul, dengan berat molekul yang sangat besar yakni lebih besar dari 17.000. Rumus struktur kimianya adalah [C6H7O2(OH)x(OCH2COONa)y]n, jumlah rantai (n) hingga 100, x=2 dan y=1 (Anonymous, 2010c).

Peranan natrium karboksi metil selulosa adalah sebagai pengikat air, pengental, dan stabilisator campuran. Mekanisme Na-CMC sebagai stabilizer

yaitu mula-mula Na-CMC yang membentuk garam natrium karboksimetil

selulosa akan terdispersi di dalam air, butir-butir Na-CMC yang bersifat hidrofilik

akan menyerap air. Peranan Na-CMC adalah menyelubungi partikel-partikel terdispersi.

2.10 Hipotesis

Diduga terdapat pengaruh nyata antara jenis bahan pengisi dan konsentrasi putih telur terhadap produk inulin bubuk yang dihasilkan.

Dokumen terkait