• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Bahan Pengisi

Bahan pengisi adalah bahan yang ditambahkan pada proses pengolahan pangan untuk melapisi komponen-komponen flavour, meningkatkan jumlah total padatan, memperbesar volume, mempercepat proses pengeringan dan mencegah kerusakan bahan akibat panas (Murtala, 1999).

Pada umumnya bahan yang bersifat hidrokoloid sering digunakan sebagai bahan pengisi karena dapat memberikan kestabilan dalam suatu emulsi, suspensi, dan buih (foam). Banyak stabilizer dan bahan pengisi berasal dari polisakarida

seperti gum arab, Na-CMC, dekstrin, karagenan, agar, dan jenis pati termodifikasi lainnya (Fennema, 1985).

Bahan pengisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Na-CMC, dekstrin, dan maltodekstrin, karena mudah larut dalam air dan memiliki kekentalan yang relatif rendah dibandingkan pati (BeMiller, 1993).

2.6.1 Dekstrin

Dekstrin adalah golongan karbohidrat dengan berat molekul rendah yang dibuat dari hidrolisa pati dengan asam. Dekstrin merupakan gabungan polimer dari unit-unit D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan α-(1,4) dan memiliki rantai cabang α-(1,6) glikosidik (Anonymous, 2010a). Berat molekul dekstrin sebesar 50.000 Dal (Winarno, 2002)

Dalam pembuatan dekstrin rantai panjang pati mengalami pemutusan oleh enzim atau asam menjadi dekstrin dengan molekul yang lebih pendek, yaitu 6-10 unit glukosa dengan rumus molekul (C6H10O5)n. Berkurangnya panjang rantai menyebabkan terjadinya perubahan sifat pati yang tidak larut dalam air menjadi dekstrin yang mudah larut dalam air lebih cepat terdispersi, memiliki kekentalan yang lebih rendah serta lebih stabil daripada pati (BeMiller, 1993).

Gambar 6. Gambar struktur kimia dekstrin (Anonymous, 2010a)

Dekstrin memiliki struktur molekul berbentuk spiral sehingga molekul-molekul flavour akan terperangkap di dalam struktur spiral helix, dengan

selama proses pengolahan dan bersifat stabil terhadap panas dan oksidasi (Lastriningsih, 1997). Dekstrin juga berfungsi sebagai bahan pencegah pengendapan pada produk bubuk kering dan sebagai bahan pendispersi (Pulungan dkk., 2003).

Dekstrin memiliki viskositas yang relatif rendah, oleh karena itu pemakaian dekstrin dalam batas jumlah sebanyak 15 g/kg menurut permenkes RI dalam Cahyadi (2006), masih diijinkan. Pemakaian dekstrin dimaksudkan sebagai bahan pengisi (filler) menguntungkan, karena dapat meningkatkan berat produk dalam

bentuk bubuk yang dihasilkan (Warsiki dkk, 1995).

2.6.2 Maltodekstrin

Maltodekstrin pada dasarnya merupakan senyawa hasil hidrolisis pati yang tidak sempurna atau disebut hidrolisis parsial yang dibuat dengan penambahan asam atau enzim (Anonymous, 2010b).

Berdasarkan struktur kimianya, maltodekstrin tersusun dari unit-unit α -D-glukosa 2-20 unit yang sebagian besar terikat melalui ikatan α-(1,4) glikosidik. Rumus umum maltodekstrin adalah [(C6H10O5)nH2O)] (Luthana, 2008). Berat molekul maltodekstrin sebesar 1800 Dal (Jacson and Lee, 1991).

Sifat-sifat maltodekstrin bergantung pada DE (Dextrose Equivalents) dan

mempunyai DE antara 3 hingga 20. DE merupakan ukuran kuantitatif derajat hidrolisa polimer pati (Semakin tinggi nilai DE, semakin pendek rantai glukosa, semakin tinggi tingkat kemanisan dan hidrolisa pati) (DeMan, 1988). FDA (Food

and Drugs Administration) mendefinisikan maltodekstrin sebagai produk yang

memiliki DE kurang dari 20 dan dinyatakan aman untuk campuran bahan pangan (Anonymous, 2010c).

Maltodekstrin berbentuk bubuk kering merupakan pembentuk padatan yang baik untuk produk standard dan rendah lemak, efektif dalam pengeringan flavour, jus buah, dan produk yang sulit kering lainnya dengan menggunakan pengering semprot (Linden Guy and D.Lorient, 1999).

Hui (1992), menjelaskan bahwa maltodekstrin dapat digunakan pada makanan karena maltodekstrin memiliki sifat-sifat spesifik tertentu. Sifat-sifat ini antara lain proses dispersi yang cepat, daya larut yang tinggi, mampu membentuk film, memiliki sifat higroskopis yang rendah, mampu menghambat kristalisasi, daya ikat yang baik, proses browning rendah, dan mampu membentuk ‘body’.

Firdaus (2005), menggunakan maltodekstrin sebagai bahan pengisi bubuk sari buah nangka menggunakan metode foam mat drying dengan konsentrasi 5% ;

7,5% ; 10%, dan Wardhani (2005), menggunakan konsentrasi maltodekstrin 5% ; 10% ; 15% sebagai bahan pengisi serbuk sambiloto. Perlakuan terbaik keduanya didapatkan pada perlakuan konsentrasi maltodekstrin sebesar 5%.

2.6.3 Na-CMC (Natrium Carboxymethyl Celullose)

Natrium Karboksimetil selulosa merupakan eter polimer selulosa linear dan berupa senyawa anion, tidak berwarna, tidak berbau, tidak beracun, butiran atau bubuk yang larut dalam air namun tidak larut dalam larutan organik (Wings, 2008).

Na-CMC (Natrium Carboxymethyl Celullose) yang banyak digunakan

dalam industri makanan adalah garam Na yang dalam bentuk murninya disebut gum selulosa. Pembuatan Na-CMC ini dengan cara mereaksikan NaOH dengan selulosa murni kemudian ditambahkan Na kloroasetat, karena Na-CMC mempunyai gugus karboksil maka viskositas larutan Na-CMC dipengaruhi oleh pH larutan dan bila pH terlalu rendah (<3), Na-CMC akan mengendap (Winarno,2002).

Na-CMC merupakan makromolekul, dengan berat molekul yang sangat besar yakni lebih besar dari 17.000 Dal atau jumlah rantai (n) hingga 100. Rumus struktur kimianya adalah [C6H7O2(OH)x(OCH2COONa)y]n, jumlah rantai (n) hingga 100, x=2 dan y=1

Batas penggunaan secara umum dari Na-CMC dalam minuman dan makanan yang berbentuk cair ataupun padatan berupa bubuk yang diijinkan oleh JECFA International adalah tidak lebih dari 2 mg/kg. Pada batas penggunaan tertentu, Na-CMC akan memberikan tekstur tertentu terhadap bahan, karena peranan natrium karboksi metil selulosa adalah sebagai pengikat air, pengental,

dan stabilisator campuran (Anonymous, 2000).

Warsiki dkk (1995), menyatakan bahwa konsentrasi Na-CMC yang makin meningkat ternyata diikuti dengan peningkatan rendemen, kadar air, dan total padatan terlarut.

Winarno (1992), menyatakan bahwa proses mekanisme Na-CMC sebagai

stabilizer yaitu mula-mula Na-CMC yang membentuk garam natrium

karboksimetil selulosa akan terdispersi di dalam air, butir-butir CMC yang bersifat

hidrofilik akan menyerap air. Peranan Na-CMC adalah menyelubungi partikel-partikel terdispersi.

Razkumar, et.al., (2006), pada pembuatan bubuk buah alphonso,

menggunakan bahan pembusa (foaming agent) albumin telur 10% dan metil

selulosa 0,5% sebagai stabilizer.

Raharitsifa, et.al., (2006), pada pembuatan bubuk jus apel dengan

membandingkan 2 jenis foaming agent protein putih telur dan polisakarida

metilselulosa pada waktu pengocokan yang berbeda. Perlakuan terbaik dari penelitian tersebut adalah dengan menggunakan metilselulosa 0,5% dan putih telur 2-3%. Semakin lama pengocokan hanya dapat meningkatkan stabilitas busa yang terbentuk.

Dokumen terkait