INFORMAN III
4.2 Analisis Data
4.2.1 Pola Komunikasi Antara Suami Istri yang Menikah Siri Tentang Hak Waris
4.2.1.1 Analisis Keluarga Informan I
yang dimaksud adalah pasangan suami dan istri yang sudah menikah secara siri atau sah menurut agama Islam, dalam keadaan karier (bekerja) maupun tidak bekerja (ibu rumah tangga), dalam keadaan sudah memiliki anak atau belum (dari hasil pernikahan siri) dan dengan tingkat ekonomi sosial manapun (baik dari golongan ekonomi kelas bawah, menengah, maupun kelas atas).
Untuk menjaga privacy informan yang tidak mau disebutkan namanya, peneliti menyamarkan dengan inisial huruf depan dari namanya. Karena walaupun mereka mau terbuka dengan peneliti, tetapi mereka tidak ingin di blow up urusan dalam keluarganya. Bahkan peneliti diminta oleh informan agar tidak menyebut alamat rumah secara lengkap dalam penelitian ini.
4.2 Analisis Data
4.2.1Pola Komunikasi Antara Suami Istri yang Menikah Siri Tentang Hak Waris
4.2.1.1Analisis Keluarga Informan I
Dalam wawancara informan I ini dilakukan di tempat yang sama namun berbeda hari dan waktunya saja, yaitu di rumahnya di daerah Dumai Madiun pada tanggal 2 Mei 2010 jam 11.00 di teras rumah untuk wawancara suami karena pada hari minggu sore itu bapak ”N” sudah harus kembali ke Balikpapan untuk bekerja. Peneliti sedikit bisa bersantai dalam melakukan wawancara dengan suami dari informan I ini karena bapak ”N” ini orangnya suka bercanda, sambil merokok bapak ”N” mulai bercerita dan peneliti pun memberikan beberapa pertanyaan.
Sedangkan untuk mewawancarai sang istri di ruang tamu rumahnya pada keesokan harinya tanggal 3 Mei 2010 sekitar jam 18.30, ibu ”A” ini sangat ramah sekali sehingga memudahkan peneliti untuk mengajukan beberapa pertanyaan yang sedikit pribadi.
Pernyataan informan I ini mengenai siapakah yang sering mendominasi dan mengambil keputusan dalam segala hal menyangkut konflik dalam rumah tangga selama menikah siri. Berikut pernyataannya :
Informan I
”Saya dan istri saya saling terbuka jika ada permasalahan/unek-unek dalam rumah tangga ini, saya juga mengijinkan istri saya mengungkapkan perasaannya, tetapi sebagai suami dan kepala rumah tangga tentunya saya yang harus mengambil keputusan dari permasalahan tersebut”.
”Saya mau istri saya itu nurut sama suami, apapun yang terjadi harus dengarkan kata suami”.
”Kemana-mana harus sama saya, setiap hari saya selalu komunikasi dengan istri walaupun saya kerja di luar kota tapi komunikasi harus setiap hari”.
Berikut pernyataan ibu ”A” dari hasil kroscek mengenai siapakah yang sering mendominasi dan mengambil keputusan dalam segala hal menyangkut konflik dalam rumah tangga selama menikah siri, pada saat itu ibu ”A” menggungkapkan pernyataannya dengan ekspresi wajah yang sangat pasrah dan seakan dia tertekan dengan suaminya. Berikut pernyataannya :
Kroscek
”Saya dengan suami saya memang terbuka kalau ada masalah dalam rumah tangga kami, apalagi nikah siri ya mbak banyak sekali konflik ditambah anak-anak saya tidak setuju, jadi beban buat saya”.
”Walaupun selalu terbuka dan setiap hari berkomunikasi tapi selalu miss understanding kalau ada masalah sering kali tidak mendapatkan jalan keluarnya, karena suami saya itu tipe orang yang keras jadi apapun dia yang mengambil keputusan, jarang sekali meminta pendapat dari saya”.
”Karena saya kenal sekali sifat suami saya, terkadang kalau suami saya sudah tidak bisa diajak omong atau biasanya mengungkit yang sudah dia berikan kepada saya, saya lebih baik diam dan pergi. Daripada saya sakit hati, mendingan saya pergi aja mbak nunggu suami saya tenang dulu, percuma juga kalau saya menyangkal bisa perang dunia karena tidak ada yang mau mengalah”.
Berdasarkan wawancara diatas maka pada dasarnya komunikasi interpersonal antara suami istri informan I ini kurang baik. Disebabkan tidak adanya interaksi yang baik pada saat mereka bertemu dan melakukan komunikasi, hal ini terjadi karena tidak adanya kesepakatan pandangan kedua belah pihak pada dasarnya mereka berdua berbeda pola pikirnya yang mengakibatkan salah satu dari mereka ingin mendominasi dalam segala urusan rumah tangga. Bapak ”N” memiliki sifat kaku dan overprotected terhadap istrinya, sehingga ibu ”A” sering kali tidak nyaman jika berpendapat dalam setiap permasalahan rumah tangganya. Sehingga si istri lebih mengalah jika suami sudah mengambil keputusan walaupun si istri keberatan.
Berikut pernyataan bapak ”N” dari informan I saat ditanyai bagaimana anda berkomunikasi dengan pasangan anda mengenai hak waris dalam pernikahan siri, karena pernikahan anda tidak tercatat dalam hukum. Berikut pernyataannya :
Informan I
”Pastilah mbak kalua nafkah itu setiap bulan”.
”Saya ini kan sudah tidak muda lagi alias tua, manusia kan tidak ada yang tahu umurnya sampai berapa, saya pun selalu membicarakan masalah itu dengan istri saya”.
”Saya tidak mau kalau istri saya nanti terlantar waktu saya sudah meninggal, maka dari itu mulai dari sekarang saya buatkan usaha buat istri saya sebanyak-banyaknya semampu saya atas nama istri saya”.
”Saya sudah menganggap itu warisan dari saya, tapi ya itu tadi mbak istri saya harus nurut dulu sama saya, karena saya orang yang tidak membolehkan istri saya keluar rumah terlalu lama walaupun dapat ijin dari saya”.
Berikut pernyataan ibu ”A” informan I bagaimana anda berkomunikasi dengan pasangan anda mengenai hak waris dalam pernikahan siri, karena pernikahan anda tidak tercatat dalam hukum. Berikut pernyataannya :
Kroscek
”Masalah hak waris, memang suami saya selalu membicarakan itu, dia takut kalau tiba-tiba dia meninggal saya dan anak-anak terlantar, maka dari itu saya di buatkan usaha dari pertama menikah”.
”Tapi kalau saya pribadi mbak, terserah keikhlasan dari suami saya saja, saya tidak mau menuntut terlalu banyak biar nggak malu-maluin terus nanti jadi ribut dan ribet”.
”Karena saat ini saja kalau setiap kita bertengkar, suami saya tidak mau memberi saya dan anak-anak nafkah tiap bulannya dan semua usaha saya itu tetap suami saya yang pegang”.
”Maka dari itu saya tidak mau menuntut banyak-banyak, hanya dari keikhlasan dan kesadaran suami saya saja”.
Peneliti melihat disini bahwa si suami dari informan I ini lebih mendominasi sang istri, dalam mengambil keputusan dan menghadapi masalah dalam rumah tangganya. Si istri harus menuruti semua yang suami inginkan walaupun komunikasi sering sekali dilakukan pasangan ini, namun disini pernyataan suami dari informan I lebih menjelaskan bahwa pasangan ini memiliki porsi masing-masing dalam menangani masalahnya tetapi pada akhirnya suamilah yang tetap berhak mengambil keputusan. Sedangkan menurut istri dari informan I komunikasi yang dilakukan selama ini terkesan tidak efektif, karena walaupun sudah dikomunikasikan tapi tidak ada titik temu dari masalah yang sudah didiskusikan.
Peneliti menyimpulkan bahwa suami istri pada informan I menggunakan pola komunikasi Pemisah Tidak Seimbang, dalam pola komunikasi pemisah tidak seimbang, satu orang dalam keluarga (si suami atau istri) mendominasi. Maka dari itu, satu orang ini secara teratur mengendalikan hubungan dan hampir tidak pernah meminta pendapat kedua belah pihak (si suami atau istri). Pola komunikasi pemisah tidak seimbang ini merupakan pola komuniksai yang buruk dan dapat menimbulkan perpecahan.
Hal ini disebabkan oleh keinginan salah satu pihak untuk mengusai pihak yang lain, dalam hal ini informan I sebagai suami ingin menguasai dan mendominasi segala hal menyangkut urusan rumah tangga termasuk dalam masalah pembagian hak waris, informan I khususnya istri tidak menginginkan adanya campur tangan hukum untuk menuntut haknya dalam pembagian hak waris. Tidak ada perjanjian hitam dia atas putih dan lain sebagainya, hanya rasa keikhlasan dan kesadaran bersama saja dalam pembagian hak waris. Setidaknya hal ini yang dapat ditangkap peneliti dari hasil wawancara dengan suami istri dari informan I.