• Tidak ada hasil yang ditemukan

versi 4b.10 dari masing-masing ortet dan klon-klon turunannya, dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan jauh dekatnya kemiripan genetik tanaman klon terhadap ortetnya. Nilai kemiripan genetik yang digunakan dalam penelitian analisis antara ortet dan klon-klonnya adalah 90%, yaitu kelompok dengan kemiripan genetik lebih besar atau sama dengan 90% dan kelompok dengan kemiripan genetik kurang dari 90%. Analisis kemiripan genetik antara ortet dan klon-klon turunannya menunjukkan bahwa lima dari sembilan ortet yang diuji, sebagian besar klon-klonnya memiliki kemiripan genetik lebih besar atau sama dengan 90%, yaitu ortet 10, 16, 36, 51, dan 120.

Gambar 8 Keragaman genetik ortet kelapa sawit Tenera (DxP) berdasarkan 14 pasang primer mikrosatelit dengan program PAUP ver. 4b.10. 0,2 berarti terdapat sebanyak 10% alel yang berbeda dari total alel; individu 10, 16, 36, 48, 51, 90, 120, 124, dan 228 merupakan tanaman ortet yang digunakan sebagai sumber eksplan dalam kultur jaringan.

Analisis kemiripan genetik menggunakan program PAUP versi 4b.10, menunjukkan bahwa tanaman klon kelapa sawit Tenera dari sumber eksplan ortet 10 sebagian besar memiliki karakter yang sama dengan ortetnya (Gambar 9 ,Lampiran 5). Seluruh tanaman klon yang berasal dari perkembangan embrioid panen pertama (E1) dan kedua (E2), yaitu tanaman klon 10.1, 10.2, 10.3, 10.4, 10.5, dan 10.6 memiliki 100% alel yang sama dengan ortet 10.

0.2

0 0.6 1 1.4 1.8 2.2 2.6

Tabel 6 Tetua betina Dura dan jantan Pisifera dari Progeny ortet kelapa sawit

No Kode Ortet Progeny Induk Betina Progeny Induk Jantan 1 10 703.802 742.316 2 16 703.802 742.316 3 36 703.802 742.316 4 51 703.802 742.316 5 48 711.808 742.207 6 90 703.808 742.316 7 120 711.614 742.316 8 124 702.414 742.316 9 228 703.802 743.302

Gambar 9 Keragaman genetik kelapa sawit Tenera (DxP) ortet 10 dan klon-klon turunannya berdasarkan 14 pasang primer mikrosatelit dengan program PAUP ver. 4b.10. 0,02 berarti terdapat sebanyak 2% alel yang berbeda dari total alel.

Tanaman klon 10.7, 10.8, dan 10.9 merupakan tanaman klon yang berasal dari perkembangan embrioid panen ketiga. Hanya tanaman klon 10.8 yang memiliki jarak genetik terhadap tanaman ortet 10, yaitu sebesar 0,02 yang berarti terdapat 2% alel yang berbeda dibandingkan alel-alel yang muncul pada tanaman ortet 10. Embrioid panen ketiga (E3) merupakan embrioid yang muncul setelah beberapa kali proses subkultur pada tahap embriogenesis dari embryoid line yang sama. Hal tersebut sesuai dengan Wattimena dan Mattjik (1992) yang menyatakan

0.02

0 0.06 0.1 0.14 0.18 0.22 0.26

bahwa keragaman genetik dalam kultur jaringan dapat disebabkan oleh fase tak berdiferensiasi yang lama. Semakin lama waktu yang dibutuhkan eksplan dalam media kultur dapat menyebabkan terjadinya perubahan genetik pada tanaman.

Kelapa sawit Tenera (DxP) ortet 16 memiliki sebagian besar tanaman klon identik dengan ortetnya, sehingga dimasukkan ke dalam kelompok ortet dengan kemiripan genetik lebih besar dari 90%. Dibandingkan dengan ketiga tanaman klon yang merupakan perkembangan dari embrioid panen kedua (16.4; 16.5; dan 16.6), hanya tanaman klon 16.4 memiliki jarak genetik 0,3 yang berarti bahwa tanaman klon ini memiliki perbedaan alel sebanyak 30% dari total alel pada ke-14 lokus mikrosatelit yang diamati (Gambar 10, Lampiran 5). Sedangkan kedua tanaman klon yang lain, yaitu tanaman klon 16.5 dan 16.6 identik dengan ortet 16.

Gambar 10 Keragaman genetik kelapa sawit Tenera (DxP) ortet 16 dan klon-klon turunannya berdasarkan 14 pasang primer mikrosatelit dengan program PAUP ver. 4b.10. 0,02 berarti terdapat sebanyak 2% alel yang berbeda dari total alel.

Tanaman klon yang merupakan perkembangan dari embrioid panen ketiga, yaitu 16.7, 16.8 dan 16.9 memiliki jarak genetik yang lebih dekat dengan tanaman ortet 16. Tanaman klon 16.8 dan 16.9 memiliki perbedaan alel sebesar 2% dari

0.02 0.26

Koefisien keragaman genetik

total alel yang diperoleh pada ke-14 lokus mikrosatelit yang diamati, sedangkan tanaman klon 16.7 identik terhadap tanaman ortet 16.

Berdasarkan kasus dari tiga tanaman klon yang merupakan perkembangan dari eksplan tanaman ortet 16, yaitu tanaman klon 16.4, 16.8 dan 16.9 menunjukkan bahwa perubahan genetik terjadi pada tanaman klon yang berkembang dari embrioid panen kedua (E2) dan ketiga (E3). Perbedaan alel pada tanaman klon 16.4 (30%) lebih banyak dibandingkan tanaman klon 16.8 dan 16.9 (2%). Hal tersebut tidak sesuai dengan Wattimena dan Mattjik (1992), yang menyatakan bahwa semakin lama waktu yang diperlukan eksplan untuk membentuk embrioid pada media kultur berpengaruh terhadap perubahan genetik tanaman klon.

Menurut Gunawan (1992), pembelahan sel tidak terjadi pada semua sel dalam jaringan asal tetapi hanya sel-sel di lapisan tepi. Kalus yang berkembang dari satu eksplan akan menghasilkan kalus yang seragam. Lebih lanjut dikengemukakan bahwa eksplan batang, akar, dan daun dapat menghasilkan kalus yang heterogenous. Pada tembakau, jaringan dengan histologi yang seragam menghasilkan kalus dengan sel yang memiliki level ploidi yang berbeda. Corley dan Tinker (2003), menambahkan faktor genotipe eksplan sebagai salah satu penyebab terjadinya keragaman genetik klon-klon hasil perbanyakan dengan teknik kultur jaringan. Pada tanaman klon 16.4, 16.8, dan 16.9 diduga munculnya keragaman karena pengaruh dari faktor genotipe eksplan.

Hasil analisis kemiripan genetik ortet kelapa sawit dan klon-klon turunannya berdasarkan 14 pasang primer mikrosatelit, menemukan empat dari sembilan tanaman ortet kelapa sawit Tenera (DxP) yang klon-klonnya memiliki kemiripan genetik kurang dari 90%, yaitu kelapa sawit ortet 48, 90, 124, dan 228.

Analisis kemiripan genetik menggunakan program PAUP versi 4b.10, menunjukkan bahwa tanaman klon kelapa sawit Tenera (DxP) dari sumber eksplan ortet 90 memiliki karakter yang berbeda dibandingkan dengan ortet 90. Tanaman klon yang dihasilkan dari perkembangan embrioid panen ketiga (E3), yaitu tanaman klon 90.8 dan 90.9 memiliki jarak genetik 0,4 yang merupakan tanaman klon dengan kemiripan karakter paling dekat dengan induknya (Gambar

11, Lampiran 5). Tanaman klon yang dihasilkan dari perkembangan embrioid panen pertama (90.1) dan tanaman klon yang dihasilkan dari perkembangan embrioid panen kedua (90.4 dan 90.6) memiliki jarak genetik yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga tanaman klon, yaitu 90.1, 90.4, dan 90.6 memiliki karakter yang sama berdasarkan 14 pasang primer mikrosatelit yang digunakan sebagai alat analisis.

Gambar 11 Keragaman genetik kelapa sawit Tenera (DxP) ortet 90 dan klon-klon turunannya berdasarkan 14 pasang primer mikrosatelit dengan program PAUP ver. 4b.10. 0,02 berarti terdapat sebanyak 2% alel yang berbeda dari total alel.

Analisis kemiripan genetik menggunakan program PAUP versi 4b.10 berdasarkan 14 pasang primer mikrosatelit, diketahui bahwa tanaman kelapa sawit Tenera (DxP) ortet 228 memiliki tanaman klon yang paling beragam. Seluruh tanaman klon yang merupakan hasil perkembangan embrioid panen pertama (E1), kedua (E2), dan ketiga (E3) dari kelapa sawit Tenera (DxP) ortet 228 tidak ditemukan tanaman klon yang memiliki jarak genetik yang sama. Hanya tanaman klon 228.7 yang identik dengan tanaman ortet 228 (Gambar 12, Lampiran 5).

Perbanyakan tanaman melalui teknik kultur jaringan berpotensi menghasilkan tanaman klon yang identik dengan ortetnya dengan cara menginduksi embriogenesis sel somatik dari eksplan. Embrioid yang berasal dari perkembangan eksplan yang sama seharusnya memiliki sifat genotipe yang sama

Koefisien keragaman genetik

0.02 0.26

pula, namun pada kenyataannya terdapat keragaman genetik antar tanaman klon yang berasal dari perkembangan embrioid dengan periode panen yang berbeda.

Pada kasus yang terjadi pada penelitian ini, keragaman genetik yang terjadi diperkiraan sebagai akibat dari faktor genetik eksplan. Sifat genetik tanaman yang digunakan sebagai sumber eksplan memiliki respon yang berbeda terhadap pemberian zat pengatur tumbuh yang sama. Respon tersebut berhubungan dengan adanya bagian eksplan yang bersentuhan langsung dan tidak bersentuhan langsung dengan media kultur. Menurut George dan Sherrington (1984), faktor yang mempengaruhi pertumbuhan selama proses kultur jaringan, yaitu (1) genotipe, yang berhubungan dengan sifat genetik tanaman, (2) substrat, meliputi media kultur dan komposisi zat pengatur tumbuh, (3) lingkungan kultur, dan (4) eksplan.

Gambar 12 Keragaman genetik kelapa sawit Tenera (DxP) ortet 228 dan klon- klon turunannya berdasarkan 14 pasang primer mikrosatelit dengan program PAUP ver. 4b.10. 0,02 berarti terdapat sebanyak 2% alel yang berbeda dari total alel.

Analisis kemiripan genetik tanaman klon kelapa sawit terhadap ortetnya dilakukan sebagai deteksi awal terjadinya variasi somaklonal dalam proses kultur jaringan kelapa sawit. Perubahan sekuen mikrosatelit yang ditemukan pada tanaman klon kelapa sawit berupa perbedaan ukuran alel, muncul tidaknya alel

0,02

Koefisien keragaman genetik

0.26

dibandingkan sekuen mikrosatelit pada tanaman ortet diasumsikan berpotensi terhadap terjadinya variasi somaklonal.

Yunita (2009) mengemukakan bahwa kasus variasi somatik yang terjadi dalam kultur jaringan, dipengaruhi oleh keadaan sel itu sendiri. Sel yang mengalami perubahan genetik akan membelah dan membentuk sekumpulan sel yang berbeda dengan induknya. Selanjutnya membentuk klon baru yang berbeda induknya.

Berdasarkan hasil analisis kemiripan genetik yang telah dilakukan terhadap sembilan tanaman ortet dan klon-klonnya, menemukan bahwa keragaman genetik pada tanaman klon sebagian besar dipengaruhi oleh genotipe ortet. Beberapa ortet menunjukkan adanya kemiripan genetik yang tinggi pada tanaman klon, seperti pada tanaman ortet 10, 16, 36, 51, dan 120.

Menurut Hutami et al. (2006), keragaman genetik merupakan faktor penting dalam pemuliaan tanaman untuk merakit varietas baru misalnya, varietas dengan peningkatan ketahanan terhadap kondisi abiotik. Kondisi tersebut berbeda dengan harapan penyedia bibit. Pada industri penyedia bibit kelapa sawit, keragaman genetik yang muncul melalui proses kultur jaringan perlu diminimalkan karena tuntutan true-to-type yang merupakan salah satu kontrol kualitas mutu bibit yang diproduksi.

Dokumen terkait