• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 PENDAHULUAN

3.5 Metode Analisis Data

3.5.3 Analisis Kemiskinan Masyarakat Pesisir

Pengukuran kemiskinan selama ini di Indonesia masih berdasarkan pendekatan yang berbeda-beda sehingga menghasilkan data yang berbeda. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan kuantitatif. Unit analisis yang digunakan terbagi dalam dua tingkatan yaitu :

1) Analisis kesejahteraan regional. Analisis ini digunakan untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir di lokasi penelitian. Unit analisis yang digunakan dalam analisis ini adalah Kelurahan P. Panggang dan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Analisis ini akan menjelaskan permasalahan kemiskinan di tingkat regional meliputi sosial ekonomi masyarakat pesisir, aspek biofisik dan buatan. Indikator kemiskinan yang akan diukur pada tingkatan ini adalah tingkat kesejahteraan keluarga (model BKKBN), indek pembangunan manusia (IPM), indeks ketimpangan distribusi pendapatan, indikator kemiskinan secara partisipatif dan indeks kemiskinan regional.

2) Analisis kesejahteraan rumah tangga. Unit analisis yang digunakan adalah rumah tangga masyarakat pesisir. Data yang digunakan sebagai bahan analisis adalah data primer yang didapat dengan metode kuisioner dan wawancara.

A. Analisis Kesejahteraan Regional

1) Model Kesejahteraan Keluarga

Berbeda dengan BPS, BKKBN lebih melihat dari sisi kesejahteraan dibandingkan dari sisi kemiskinan. Unit survey juga berbeda, dimana BPS menggunakan rumah tangga, sedangkan BKKBN menggunakan keluarga. Data kemiskinan dilakukan lewat pentahapan keluarga sejahtera yang dibagi menjadi lima tahap sebagaimana Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4 Pentahapan Keluarga Sejahtera Menurut BKKBN Tahapan

Keluarga Sejahtera

Definisi dan Indikator Keluarga pra sejahtera

(sangat miskin)

Belum dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator yang meliputi :

a. Indikator Ekonomi :

• Makan dua kali atau lebih sehari

• Memiliki pakaian yang berbeda untuk aktivitas (misalnya di rumah, bekerja/ sekolah dan bepergian)

• Bagian terluas lantai rumah bukan dari tanah b. Indikator Non-Ekonomi

• Melaksanakan ibadah

• Bila anak sakit dibawa ke sarana kesehatan Keluarga sejahtera I

(miskin)

Adalah keluarga yang karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator meliputi:

a. Indikator Ekonomi

• Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging atau ikan atau telor

• Setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru

• Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni b. Indikator Non-Ekonomi

• Ibadah teratur

• Sehat tiga bulan terakhir • Punya penghasilan tetap

• Usia 10-60 tahun dapat baca tulis huruf latin • Usia 6-15 tahun bersekolah

• Anak lebih dari 2 orang, ber-KB

Keluarga sejahtera II Adalah keluarga yang karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator meliputi:

• Memiliki tabungan keluarga

• Makan bersama sambil berkomunikasi • Mengikuti kegiatan masyarakat • Rekreasi bersama (6 bulan sekali) • Meningkatkan pengetahuan agama

• Memperoleh berita dari surat kabar, radio, TV, dan majalah • Menggunakan sarana transportasi

Keluarga sejahtera III Sudah dapat memenuhi beberapa indikator,meliputi: • Memiliki tabungan keluarga

• Makan bersama sambil berkomunikasi • Mengikuti kegiatan masyarakat • Rekreasi bersama (6 bulan sekali) • Meningkatkan pengetahuan agama

• Memperoleh berita dari surat kabar, radio, TV, dan majalah • Menggunakan sarana transportasi

Keluarga sejahtera III plus

Sudah dapat memenuhi beberapa indikator meliputi: • Aktif memberikan sumbangan material secara teratur • Aktif sebagai pengurus organisasi kemasyarakatan

2) Indek Pembangunan Manusia (IPM)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM/HDI) adalah indeks yang digunakan untuk mengukur tingkat pembangunan manusia. IPM dijadikan sebagai penilaian yang bersifat komposit atas perkembangan konsumsi, kesehatan, dan pendidikan masyarakat yang digunakan secara luas untuk mengukur perkembangan kesejahteraan masyarakat.

IPM dihitung berdasarkan data di tingkat Kabupaten. Ada tiga parameter

yang digunakan untuk mengukur IPM (Sumarsono dan Marulita, 2002) dalam

Karim (2005) yaitu :

1. Derajat kesehatan dan panjangnya umur yang terbaca dari angka harapan hidup (life expectancy rate).

2. Pendidikan yang diukur dengan angka melek huruf rata-rata lamanya sekolah.

3. Pendapat yang diukur dengan daya beli masyarakat (purchasing power

parity).

Untuk melihat kualitas pembangunan manusia nilai IPM di bagi menjadi empat klasifikasi sebagaimana disajikan pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5 Kriteria Kualitas Pembangunan Manusia

Nilai IPM Kualitas Pembagunan Manusia

< 50 Rendah

50 <= IPM < 60 Menengah Bawah

66 <= IPM < 80 Menengah Atas

>= 80 Tinggi

Nilai kondisi ideal dan terburuk dari IPM disajikan seperti Tabel 6.

Tabel 6 Nilai Kondisi Ideal dan terburuk dari IPM

Parameter (X) Kondisi ideal Kondisi terburuk

Angka harapan hidup (X1) 85.0 25,0

Angka melek huruf (X2) 100 0

Rata-rata lama sekolah (X3) 15 0

Konsumsi riil per kapita yang telah disesuaikan (X4)

3) Analisis Ketimpangan

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan Indeks Gini Rasio Pendapatan Rumah Tangga Nelayan. Persamaan Indek Gini ini disusun oleh Lorentz dengan bantuan kurva yang disusun dalam suatu skala absis dan ordinat yang sama. Absis menggambarkan presentase (persentil) populasi dan ordinat menggambarkan persentase atau persentil pendapatan. Selanjutnya ditarik diagonal bersudut 45 derajat sebagai batas. Besarnya tingkat kemerataan dan ketidakmerataan dihitung dari luasan wilayah yang dibentuk oleh fungsi yang menggambarkan tingkat pendapatan nelayan dan garis diagonal 45%.

Gini koefisien adalah ukuran ketimpangan agregat yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan sempurna). Koefisien yang ketimpangannya tinggi berkisar antara 0,50-0,70, sedangkan distribusi pendapatan yang relatif merata angkanya berkisar antara 0,20-0,38 (Todaro dan Smith, 2004). Bank dunia mengukur ketidakmerataan distribusi pendapatan berdasarkan besarnya persentase 40% penduduk yang berpenghasilan rendah dengan kriteria, yaitu :

• Jika persentase pendapatan yang diterima oleh kelompok tersebut lebih kecil dari 12 % dari seluruh pendapatan menunjukkan ketimpangan yang tinggi

• Jika kelompok tersebut lebih menerima 12 sampai 17 % dari seluruh

pendapatan menunjukkan ketimpangan yang sedang

• Jika kelompok tersebut lebih menerima lebih dari 17 % dari seluruh pendapatan menunjukkan ketimpangan yang rendah

Data yang digunakan dalam perhitungan ini adalah data pendapatan setiap anggota keluarga yang didapat dari hasil wawancara langsung. Data pendapatan yang digunakan merupakan pendatan riil dari setiap anggota keluarga. Persamaan untuk menghitung indeks gini, adalah :

− =1/2 = ( ) 100 1 X f x IG n Dimana : IG = indeks gini

F (x) = fungsi yang menggambarkan persentase pendapatan nelayan

Persamaan ini dapat dimodifikasi untuk mempermudah pencarian indeks gini yakni :

− − Φ + Φ − = k j j j P IG 1 ) 1 ( ) ( 1 Dimana : IG = Indeks gini P = Peluang

Φ = Persen kumulatif pendapatan rumah tangga nelayan

P = n/k

n = Frekuensi pendapatan yang sama dari rumah tangga nelayan k = Total kumulatif frekuensi pendapatan yang sama

j = Pendapatan rumah tangga nelayan

4) Pengukuran Indikator Kesejahteraan dengan Metode Partisipatif

Pemantauan tingkat kemiskinan selama ini yang dilakukan pemerintah mengandalkan data Susenas dan Potensi desa (Podes). Kedua data ini menjadi pijakan dasar pemerintah dalam distribusi dan alokasi program yang dirancang secara khusus untuk mengurangi kemiskinan di Indonesia. Akan tetapi, muncul persoalan ketika para pejabat lokal ingin melihat secara ril dan harus mengidentifikasi mereka yang miskin dan mengidentifikasi tempat tinggalnya, karena susenas dan Podes tidak menyediakan informasi ini. Beberapa indikator yang digunakan dalam Susenas dan Podes juga seringkali tidak sesuai dengan karekteristik wilayah dan masyarakat yang diteliti. Untuk menjawab permasalahan tersebut, para pelaksana program beralih ke data BKKBN yang tujuan utamanya sebetulnya untuk memantau pelaksanaan program KB Nasional. Dengan demikian metode tersebut kurang cocok dijadikan sebagai instrumen untuk mengidentifikasi keluarga miskin. Penggunaan data ini telah berakibat pada rendahnya tingkat cakupan yang dapat diraih dan terjadinya kebocoran pada program pemerintah untuk masyarakat miskin (Suryahadi & Sumarto ; Principle and Approaches).

Untuk itu dibutuhkan metode pemantauan kemiskinan yang memudahkan pengumpulan data, memberikan hasil yang objektif, peka terhadap kekhasan lokal dan memberikan hasil-hasil yang intuitif dan cepat. Metode ini menekankan kepada keterlibatan penduduk setempat dalam menentukan kriteria kemiskinan. Metode ini pernah diperkenalkan oleh Lembaga Penelitian SMERU pada tahun 2005 dan diuji cobakan di Cianjur dan Demak. Sistem ini oleh SMERU

diperkenalkan sebagai Sistem Pemantauan Kesejahteraan oleh Masyarakat

(Community Based Monitoring System – CBMS). Dalam penelitian ini, metode

CBMS tidak digunakan secara penuh tetapi dimodifikasi dan digunakan sebagian. Terdapat beberapa perbedaan antara CBMS ini dengan sistem pemantauan kemiskinan yang bersifat tradisional. Pertama ; Metode ini menggunakan kuesioner yang cukup sederhana yang dapat dilaksanakan sendiri oleh masyarakat lokal, yang berarti sistem ini menggunakan pengetahuan masyarakat setempat.

Kedua; karena warga setempat dapat memulai menganalisis sebagian informasi

tanpa perlu menunggu untuk terlebih dahulu diproses atau dianalisis di tingkat pemerintahan yang lebih tinggi, hasilnya dapat langsung tersedia dalam waktu yang relatif singkat dan secepatnya dapat diambil tindakan. Ketiga; CBMS peka terhadap kondisi-kondisi yang bersifat lokal. Hal ini penting karena kondisi kemiskinan seringkali berbeda bergantung pada kondisi lokalnya. Karena peka terhadap kondisi lokalnya, CBMS mampu memberikan pengarahan bagi kebijakan yang tepat untuk mengurangi tingkat kemiskinan di suatu daerah. Sebaliknya, sistem pemantauan kemiskinan yang lain biasanya menggunakan seperangkat indikator kemiskinan yang sama untuk seluruh daerah, yang sering terbukti tidak efektif akibat berbagai komplikasi yang ditimbulkan oleh heterogenitas wilayah (SMERU, 2005).

Pengumpulan data dan informasi dalam studi ini dilakukan dengan menggabungkan metode kualitatif. Metode kualitatif dilakukan melalui

wawancara dan diskusi kelompok terarah (focused groups discussion/FGD)

dengan informan kunci, aparat desa dan masyarakat. FGD adalah sebuah tehnik pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan makna sebuah tema menurut pemahaman sebuah kelompok. Tehnik ini mengungkap pemaknaan dari suatu kelompok berdasarkan hasil diskusi terpusat pada beberapa permasalahan tertentu sekaligus digunakan untuk menarik kesimpulan.

Dalam proses FGD, peneliti melibatkan berbagai pihak yang dipandang dapat memberi sumbangan pemikiran terhadap persoalan yang didiskusikan. Bungin (2003) menyatakan bahwa tahapan utama dalam FGD meliputi :

(i) Tahap diskusi. Melibatkan berbagai anggota FGD yang diperoleh berdasarkan kemampuan dan kompetensi formal serta kompetensi penguasaan fokus masalah;

(ii)Tahap analisis hasil FGD. Pada tahap ini dibagi menjadi dua tahap

yaitu tahap analisis mikro dan makro. Pada tahap mikro langkah- langkah analisis meliputi coding terhadap sikap dan pendapat, menentukan kesamaan sikap, menentukan persamaan istilah, mencari hubungan antara masing-masing masalah. Sedangkan pada tahap makro, peneliti dituntut tidak saja mengabstraksikan hubungan- hubungan pada tingkat yang substansial, bahkan abstraksi tersebut sampai pada tingkat mengkonstruksi pengetahuan atau mendekonstruksi teori.

Penggunaan FGD dalam pemetaan kemiskinan secara partisipatif ini sekaligus digunakan dalam pemetaan permasalahan dan isu yang berkembang. Indikator yang digunakan dalam pengukuran kesejahteraan secara partisipatif di P. Panggang dan P. Pramuka ini terdiri dari 7 indikator penting yaitu kondisi rumah, kepemilikan aset, penghasilan/pendapatan, pendidikan, kesehatan, pola makan dan pekerjaan. Sedangkan tangga kehidupan setelah disepakati bersama-sama masyarakat adalah kategori miskin, cukup dan kaya. FGD ini dilakukan di tingkat Desa di Kelurahan P. Panggang yaitu di P. Panggang.

B. Analisis Kesejahteraan Rumah Tangga

Analisis kesejahteraan rumah tangga dilakukan dengan metode deskriptif

berdasarkan data primer yang didapatkan dari hasil kusioner dan data sekunder yang relevan. Analisis menggunakan indikator-indikator rumah tangga miskin yang dibuat oleh BPS maupun BKKBN. Hasil dari masing-masing indikator kesejahteraan selanjutnya dikumpulkan secara total untuk mendapatkan jumlah persentase rumah tangga sangat miskin, miskin, cukup dan kaya. Kriteria tingkat kesejahteraan ini disusun bersama-sama dengan masyarakat dan hasil wawancara dengan tokoh masyarakat.

Analisis kesejahteraan rumah tangga mendasarkan kepada indikator- indikator umum rumah tangga miskin seperti kondisi rumah, tingkat pendidikan,

kesehatan, pendapatan, pekerjaan, kepemilikan aset dan pola pakaian. Selain itu analisis juga dilakukan pada lingkungan kontekstual yang merupakan jalan keluar bagi masyarakat dari kemiskinan. Lingkungan kontekstual terdiri dari lingkungan alam, lingkungan ekonomi, lingkungan sosial dan politik serta ketersediaan sarana dan pelayanan. Data diolah dengan menggunakan software SPSS .