• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 PENDAHULUAN

2.5 Pendekatan Ekonomi Politik dan Kelembagaan

2.5.2 Kelembagaan

A. Definisi dan Batasan Kelembagaan

Salah satu faktor penting dalam aspek pengelolaan ekosistem pesisir adalah perhatian terhadap kelembagaan yang terjadi di lingkungan masyarakat pesisir. Pada prinsipnya, terdapat dua jenis pengertian kelembagaan, yaitu kelembagaan sebagai aturan main (rule of the game) dan kelembagaan sebagai organisasi (Pakpahan, 1989). Menurut Brinkerkoff dan Goldsmitth (1990) kelembagaan atau institusi merupakan aturan atau prosedur yang mengarah pada bagaimana masyarakat bertindak dan peranan organisasi yang telah mendapatkan status tertentu atau legitimasi. Kelembagaan sebagai aturan main menurut Schmid (1972) dalam Pakpahan (1990) adalah suatu himpunan hubungan yang tertata di antara orang-orang dengan mendefinisikan hak-haknya, pengaruhnya terhadap hak orang lain, privilage, dan tanggung jawab.

Kelembagaan senantiasa berbarengan dengan kebijakan. Kebijakan yang bagus tanpa didukung kelembagaan yang baik akan membawa proses pembangunan ke arah yang baik. Pengalaman menunjukkan bahwa kegagalan pembangunan bersumber dari kegagalan pemerintah dalam menerapkan kebijakan serta mengabaikan pembangunan kelembagaan yang harusnya menjadi dasar dari seluruh proses pembangunan baik ekonomi, sosial, politik maupun pengelolaan sumber daya alam. Kelembagaan dengan demikian sangat erat kaitannya dengan kebijakan. Sebagian pakar spesialis kelembagaan hanya memusatkan perhatian pada kode etik, aturan main, sedangkan sebagian hanya melihat pada organisasi dengan struktur, fungsi dan manajemennya. Kebanyakan analisis kelembagaan saat ini memadukan organisasi dan aturan main.

Ostrom (1985;1986) menyatakan bahwa kelembagaan merupakan aturan dan rambu-rambu sebagai panduan yang dipakai oleh para anggota suatu kelompok masyarakat untuk mengatur hubungan yang saling mengikat atau saling tergantung satu sama lain. Penataan institusi (institutional arrangements) dapat ditentukan oleh beberapa unsur seperti aturan operasional untuk pengaturan pemanfaatan sumber daya, aturan kolektif untuk menentukan, menegakan hukum atau aturan itu sendiri dan untuk merubah aturan operasional serta mengatur hubungan kewenangan organisasi. Senada dengan Ostrom, Uphof (1986) melihat kelembagaan sebagai suatu himpunan atau tatanan norma–norma dan tingkah laku yang bisa berlaku dalam suatu periode tertentu untuk melayani tujuan kolektif yang akan menjadi nilai bersama. Institusi ditekankan pada norma-norma prilaku, nilaibudaya dan adat istiadat.

Kelembagaan bukan hanya terkait dengan institusi tetapi adalah perpaduan dengan organisasi. Kelembagaan mencakup penataan institusi (institutional

arrangement) untuk memadukan organisasi dan institusi. Penataan institusi adalah

suatu penataan hubungan antara unit-unit ekonomi yang mengatur cara unit-unit ini apakah dapat bekerjasama dan atau berkompetisi. Dalam pendekatan ini organisasi adalah suatu pertanyaan mengenai aktor atau pelaku ekonomi di mana ada kontrak atau transaksi yang dilakukan dan tujuan utama kontrak adalah mengurangi biaya transaksi (Williamson, 1985).

Kelembagaan dengan demikian merupakan suatu tatanan dan pola hubungan antara anggota masyarakat atau organisasi yang saling mengikat yang dapat menentukan bentuk hubungan antar manusia atau antara organisasi yang diwadahi dalam suatu organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik aturan formal maupun informal untuk pengendalian prilaku sosial serta insentif untuk bekerjasama dan mencapai tujuan bersama (ICRAF, 2003).

Untuk mempermudah dalam penentuan kelembagaan dan upaya membangunnya, maka dibuat batasan-batasan tertentu yang dapat melingkupi definisi kelembagaan. Ruang lingkup kelembagaan dapat dibatasi pada hal-hal berikut (Arifin dan Rachbini, 2001) :

(1) Kelembagaan adalah kreasi manusia (human creation). Beberapa bagian penting dari kelembagaan adalah hasil akhir dari upaya dari manusia yang dilakukan secara sadar. Apabila manusia itu hanya pasif saja dalam suatu sistem, maka sistem itu tak ubahnya seperti kondisi alami yang kemungkinan lebih menguasai kelangsungan kepentingan manusia.

(2) Kumpulan individu (group of individuals). Kelembagaan hanya berlaku pada sekelompok individu, setidaknya dua orang atau bagi seluruh anggota masyarakat. Oleh karena itu, kelembagaan dirumuskan dan diputuskan bersama-sama oleh kelompok individu, bukan secara perorangan.

(3) Dimensi waktu (place dimentions). Suatu lingkungan fisik adalah salah satu determinan penting dalam penyusunan kelembagaan, yang juga berperan dalam pembentukan struktur kelembagaan. Namun demikian, penyusunan kelembagaan juga dapat berperan sangat penting bagi perubahan kondisi lingkungan fisik. Hal inilah yang dikenal sebagai hukum timbal-balik (feed-

back relationship).

(4) Aturan main dan norma (rules and norms). Kelembagaan itu ditentukan oleh konfigurasi aturan main dan norma yang telah dirumuskan oleh suatu kelompok masyarakat. Anggota masyarakat harus mengerti rumusan-rumusan yang mewarnai semua tingkah laku dan norma yang dianut dalam kelembagaan tersebut.

(5) Sistem pemantauan dan penegakan aturan (monitoring and enforcement). Aturan main dan norma harus dipantau dan ditegakan oleh suatu badan yang kompeten atau oleh masyarakat secara internal pada tingkat individu. Maknanya adalah sistem pemantauan dan penegakan aturan tidak sekedar aturan di atas aturan, tetapi lebih lengkap dari itu.

(6) Hierarki dan jaringan (nested levels and institution). Suatu kelembagaan bukanlah struktur yang terisolasi, melainkan merupakan bagian dari hierarki dan jaringan atau sistem kelembagaan yang lebih kompleks. Pola hubungan ini sering menimbulkan keteraturan yang berjenjang dalam masyarakat sehingga setiap kelembagaan pada masing-masing tingkatan dapat mewarnai proses evolusi dari setiap kelembagaan yang ada.

(7) Konsekuensi kelembagaan (consequences of institutions). Dalam konsekuensi kelembagaan ini umumnya dikenal dua macam tingkatan yaitu:

(a) Kelembagaan meningkatkan rutinitas atau keteraturan atau tindakan manusia yang tidak memerlukan pilihan yang lengkap dan sempurna. Namun demikian kelembagaan juga mempengaruhi tingkah laku individu melalui sistem insentif dan disinsentif.

(b) Kelembagaan memiliki pengaruh bagi terciptanya pola interaksi yang stabil dan diinternalisasikan oleh setiap individu. Hal inilah yang menghasilkan suatu harapan keteraturan di masa mendatang dengan ketentuan telah dibatasi oleh penataan dan pengaturan kelembagaan yang ada. Oleh karena itu, kelembagaan dapat menimbulkan ketidakpastian.

Dari berbagai definisi dan batasan di atas dapat dirangkum beberapa unsur penting dari kelembagaan. Unsur-unsur penting tersebut antara lain institusi yang merupakan landasan untuk membangun tingkah laku sosial masyarakat, norma tingkah laku yang mengakar dalam masyarakat, peraturan dan penegakan aturan, aturan yang terdapat dalam masyarakat, kode etik, kontrak, pasar, hak milik, organisasi, dan insentif untuk menghasilkan tingkah laku yang diinginkan. Perpaduan antara berbagai pendekatan di atas akan menghasilkan analisis kelembagaan yang memadai. Kelembagaan dapat berkembang baik jika didukung oleh infrastruktur kelembagaan (institutional infrastructure), ada penataan

kelembagaan (institutional arrangements) dan mekanisme kelembagaan

(institutionalmechanism) (ICRAF, 2003).

B. Analisis Kelembagaan

Dalam menganalisis aspek kelembagaan yang terbentuk, dibutuhkan kerangka analisis (framework) yang tepat sehingga bermanfaat bagi keberlanjutan sumberdaya pesisir pulau-pulau kecil. Ostrom (1986, 1990) dan Blamquist, (1992), Kiser dan Ostrom, (1982) dalam Imperial (1999) telah mengembangkan suatu “framework” yang membantu untuk menganalisis kelembagaan. Framework

tersebut dinamakan Institutional Analysis and Development (IAD). Kerangka analisis ini telah digunakan dalam menganalisis penataan dan pengaturan kelembagaan dalam pengelolaan air tanah, common pool resources, (misalnya, sistem irigasi, kehutanan, dan perikanan), organisasi metropolitan dan

pengembangan insfrastruktur pedesaan. IAD dapat digunakan juga untuk menguji penataan dan pengaturan kelembagaan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir (Sprole-Jones, 1993) dalam imperial (1999). Secara skematik IAD dijelaskan dalam Gambar 4.

Imperial (1999) menyatakan bahwa IAD secara teoritik adalah suatu kerangka kerja yang membantu menganalisis performa dan struktur penataan dan pengaturan kelembagaan. Ostrom (1986) dalam Imprerial (1999) menyatakan bahwa diferensiasi dalam analisis kelembagaan berasal dari bentuk analisis organisasi yang difokuskan pada aturan baik yang bersifat formal (hukum, kebijakan, peraturan) maupun informal (norma sosial).

Gambar 4 Framework Analisis dan Pengembangan Kelembagaan.

Modifikasi dari Ostrom, E..D, R. Gardner, and J. Walker. Rules, Games, & Common-Pool Resources. Ann Arbor. MI The

University of Michigan Press. Sumber : Imperial (1999)

Dalam analisis kelembagaan akan menguji apakah permasalahan yang dihadapi oleh suatu kelompok individu atau organisasi dan bagaimana aturan itu diimplementasikan dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Kerangka IAD tidak mengadvokasi tipe penataan dan pengaturan kelembagaan swasta

(particular), seperti pasar atau hierarkis, tetapi menggambarkan faktor-faktor

Evaluasi

° Biaya informasi ° Biaya koordinasi ° Biaya strategis

Performa kelembagaan secara keseluruhan

° Efisiensi

° Keseimbangan fiskal ° Redistribusi keadilan ° Akuntabilitas ° Atribut fisik dari sistem

° Aturan/kelembagaan ° Atribut

masyarakat/budaya

Arena Aksi ° Pelaku (actor)

° Situasi yang diputuskan (decision situation)

Pola interaksi (Antar jaringan kerja

pemerintah)

° Performa kelembagaan ° Hasil kebijakan

yang mempengaruhi desain kelembagaan seperti karakteristik fisik suatu ekosistem dan problem yang bersifat alami, budaya individu/organisasi yang mampu menyelesaikan problem yang dihadapi, serta instrumen penyusunan kelembagaan yang bersifat individu maupun organisasi (Ostrom, 1990) dalam

Imperial (1999).

Selain menggunakan framework IAD, kerangka pemikiran lain yang biasa digunakan adalah kerangka analisis Schmid (1972) dalam Pakpahan (1989) yang mencirikan suatu kelembagaan :

1) Batas kewenangan (jurisdictional boundary). Konsep batas jurisdiksi atau batas kewenangan dapat diartikan sebagai batas wilayah kekuasaan atau batas otoritas yang dimiliki oleh suatu preferensi. Dalam suatu organisasi, batas kewenangan menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam organisasi tersebut

2) Hak dan Kewajiban (property right). Konsep ini selalu mengandung makna sosial yang berimplikasi ekonomi. Konsep hak kepemilikan sendiri berasal dari hak (right) dan kewajiban (obligation) semua lapisan peserta didefinisikan/diatur oleh peraturan yang menjadi pegangan, adat dan tradisi atau konsensus yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat. Implikasinya adalah (a) hak seseorang adalah kewajiban orang lain; (b) hak yang tercermin oleh kepemilikan adalah sumber kekuasaan untuk memperoleh sumberdaya. Hal tersebut dapat diperoleh melalui berbagai cara seperti melalui pembelian, pemberian bonus sebagai balas jasa, pengaturan administasi seperti subsidi pemerintah terhadap kelompok masyarakat.

3) Aturan representasi (rule of representation). Aturan representasi mengatur siapa yang berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan apa yang diambil dan apa akibatnya terhadap performance akan ditentukan oleh kaidah representasi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Dalam proses ini bentuk partisipasi tidak ditentukan oleh besarnya uang rupaih yang dibagikan, melainkan ditentukan oleh keputusan kebijaksanaan organisasi dalam membagi beban dan manfaat anggota yang terlibat. Dalam kerangka pemikiran ini

berkembang juga mengenai kelembagaan local. Uphoff (1986) menyebutkan tiga tingkatan dalam kelembagaan, yakni :

a) Kelompok ; yaitu sekumpulan orang yang memiliki identitas

sendiri dengan beberapa kesamaan kepentingan (minat), misalnya tetangga (RT), kelompok berdasarkan pekerjaan, umur, etnik dan jender

b) Komunitas; yaitu merujuk kepada suatu unit tempat tinggal yang relative memiliki kehidupan sosial ekonomi sendiri, digambarkan sebagai suatu unit interaksi sosial ekonomi yang lebih menunjuk pada system administrasi/teritorial yang lebih rendah, misalnya desa/kelurahan

c) Lokalitas; yaitu menunjuk pada sejumlah komunitas yang

mempunyai hubungan kerja sama sosial dan ekonomi (komersial), setingkat kecamatan dimana pusat pasar berada yang dicarikan oleh kesatuan komunitas, yang mempunyai pusat pasar sosial dan ekonmi, dengan satu paket pertumbuhan.

3 METODOLOGI PENELITIAN