• Tidak ada hasil yang ditemukan

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

1. Sistem Pembayaran Tuna

7.3. Analisis Keragaan Pasar 1 Analisis Marjin Tataniaga

Marjin tataniaga total merupakan perbedaan harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh petani. Analisis marjin dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap lembaga tataniaga. Analisis marjin dilakukan mulai dari petani, pedagang pengumpul desa, pedagang besar dan pedagang pengecer. Analisis marjin pemasaran bertujuan untuk mengetahui efisiensi tataniaga nenas di Desa Paya Besar. Pada Tabel 20 dapat dilihat komponen-komponen dalam tataniaga diantaranya biaya tataniaga dan keuntungan yang diperoleh.

Biaya tataniaga merupakan biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga dalam memasarkan nenas di Desa Paya Besar hingga ke konsumen akhir. Jenis biaya yang dikeluarkan setiap lembaga tataniaga berbeda-beda meliputi biaya transportasi, tenaga kerja, retribusi, dan penyusutan. Sedangkan keuntungan tataniaga merupakan selisih antara harga jual dengan harga beli yang telah ditambahkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga tataniaga. marjin tataniaga pada setiap saluran sistem tataniaga nenas di Desa Paya Besar.

Pedagang pengumpul desa membeli nenas dari petani di ketiga saluran tataniaga dengan harga yang berbeda yaitu Rp. 2.000,00 untuk buah pertama, Rp. 1.500,00 untuk buah kedua dan Rp. 1.000,00 untuk buah ketiga. Perbedaan harga ini didasarkan pada umur panen nenas, dimana untuk buah induk atau buah pertama harga jualnya lebih tinggi. Sedangkan untuk buah anakan dan buah catok (buah kedua dan ketiga) harga jualnya lebih murah. Hal ini dipengaruhi oleh ukuran buah dan kualitas buah yang dihasilkan.

Tabel 20 mendapatkan bahwa harga jual nenas petani pada saluran pertama lebih rendah dibandingkan dengan harga jual nenas pada saluran kedua dan ketiga. Perbedaan harga ini dikarenakan setiap saluran tataniaga memiliki daerah pemasaran yang berbeda-beda dan permintaan ukuran nenas yang berbeda- beda sehingga harga beli pedagang berbeda-beda disesuaikan dengan tingkat keuntungan yang ingin diperoleh. Harga pada saluran pertama merupakan rata- rata harga nenas buah kedua dan buah ketiga yaitu Rp. 1.250,00.

Marjin tataniaga terbesar terdapat pada saluran dua yaitu sebesar Rp. 3.500,00. Hal ini dikarenakan pada saluran dua nenas yang dijual adalah nenas khusus kualitas super untuk memenuhi permintaan konsumen di Kota Palembang. Volume penjualannya lebih sedikit dibandingkan dengan saluran satu dan tiga. Untuk saluran satu dan tiga marjin tataniaga yang dihasilkan yaitu masing-masing sebesar Rp. 2090,44 dan Rp. 2817,54. Hal ini disebabkan pada saluran satu dan dua volume penjualan nenas cukup tinggi dan memiliki saluran yang cukup panjang. Nenas yang dijual pada saluran satu merupakan nenas buah kedua dan buah ketiga yang memiliki harga jual lebih rendah karena memiliki ukuran lebih kecil dari nenas buah pertama. Saluran satu merupakan salah satu saluran terpanjang karena melibatkan banyak lembaga tataniaga dalam mendistribusikan nenas hingga ke konsumen akhir.

Khusus saluran tiga nenas yang didistribusikan adalah nenas yang memiliki kualitas super yang berukuran lebih besar. Kualitasnya sama dengan nenas yang dijual pada saluran kedua. Permintaan nenas buah pertama lebih banyak berasal dari konsumen non-lokal. Selain karena banyaknya permintaan, harga jual nenas pada saluran ini lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual pada saluran dua. Oleh sebab itu, nenas kualitas super biasanya langsung dipasarkan ke Jakarta. Besar marjin yang dihasilkan untuk tiap saluran tataniaga ditentukan oleh volume penjualan nenas dan jarak lokasi pemasaran. Dalam kasus ini panjang pendeknya saluran rantai tataniaga bukan merupakan penentu dari besar kecilnya marjin yang dihasilkan.

Berdasarkan keterangan pada Tabel 20 biaya tataniaga tertinggi pada jalur tataniaga yang ada di Desa Paya Besar ditanggung oleh saluran tiga yaitu sebesar Rp. 1.048,12. Hal ini disebabkan jarak distribusi yang cukup jauh dari sentra produksi nenas. Biaya tataniaga terkecil terdapat pada saluran satu yaitu sebesar Rp. 845,33. Saluran satu ini jarak distribusinya cukup dekat dengan sentra produksi dan volume nenas yang dijual lebih besar dibandingkan pada saluran dua. Jika dibandingkan dengan saluran satu yang jarak distribusinya cukup dekat, biaya tataniaga pada saluran dua lebih tinggi karena volume nenas yang dijual jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan volume penjualan pada saluran satu dan tiga.

Tabel 20. Analisis Marjin Tataniaga Nenas pada Saluran I, II dan III di Desa Paya Besar, Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir.

Uraian (Rp/Buah) Saluran Tataniaga I II III 1. Petani a. Harga jual b. Biaya pemanenan 1142,86 100,00 2000,00 100,00 2015,79 100,00 2. Pedagang Pengumpul Desa a. Harga Beli b. Biaya Tataniaga c. Keuntungan d. Harga Jual e. Marjin 1142,86 270,00 353,67 1766,67 623,81 2000,00 683,33 416,67 3100,00 1100,00 2015,79 550,00 600,87 3166,67 1150,87 3. Pedagang Besar a. Harga Beli b. Biaya Tataniaga c. Harga Jual d. Keuntungan e. Marjin 1766,67 247,00 2266,70 253,03 500,03 - - - - - 3166,67 173,12 3766,67 426,88 600,00 4. Pedagang Pengecer a. Harga Beli b. Biaya Tataniaga c. Harga Jual d. Keuntungan e. Marjin 2266,70 228,33 3233,30 738,27 966,60 3100,00 163,33 5500 2236,67 2400,00 3766,67 225,00 4833,33 841,67 1066,67 Total biaya tataniaga 845,33 946,67 1048,12

Total keuntungan 1345,11 2653,30 1869,42

Total marjin 2090,44 3500,00 2817,54

Keuntungan tataniaga terbesar terdapat pada saluran dua sebesar Rp. 2653,33. Saluran ini khusus untuk penjualan nenas dengan kualitas super atau nenas buah pertama sesuai dengan permintaan konsumen lokal di wilayah Kota Palembang. Pedagang pengumpul desa dan pedagang pengecer memanfaatkan saluran untuk mengambil keuntungan yang besar dengan mematok harga tinggi pada nenas yang dijual. Keuntungan yang didapat pada saluran tiga yaitu sebesar Rp. 1.869,42. Hal ini dikarenakan rantai tataniaga yang cukup panjang dan konsumen akhir merupakan penduduk non-lokal. Selain itu jarak distribusi mempengaruhi biaya tataniaga sehingga pedagang menjual dengan harga yang cukup tinggi untuk mendapatkan keuntungan yang diharapkan. Sedangkan keuntungan terkecil terdapat pada saluran satu sebesar Rp. 1.345,11. Hal ini dikarenakan harga jualnya tidak terlalu tinggi namun rantai lembaga tataniaga

pada saluran ini cukup panjang sehingga keuntungan yang diperoleh tidak terlalu besar. Berdasarkan analisis marjin tataniaga nenas di Desa Paya Besar, maka saluran satu merupakan saluran yang efisien jika dibandingkan dengan saluran lainnya.

Jika dibandingkan dengan analisis pemasaran nenas dari kota lainnya seperti nenas Bogor dan nenas Blitar maka nenas Palembang memiliki marjin paling besar. Besarnya marjin dipengaruhi oleh biaya tataniaga masing-masing nenas. Nenas Palembang dipasarkan hingga keluar Provinsi Sumatera Selatan. Hal ini menyebabkan tingginya biaya transportasi karena jarak yang ditempuh cukup jauh. Sedangkan pemasaran nenas Bogor dan nenas Blitar hanya menjangkau pasar dalam kabupaten dan provinsi sehingga biaya transportasi tidak terlalu tinggi.

7.3.2. Analisis Farmer’s Share

Analisis farmer’s share merupakan perbandingan harga yang diterima oleh petani nenas dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir. Analisis farmer’s

share digunakan sebagai indikator untuk menentukan efisiensi saluran tataniaga

suatu produk. Analisis farmer’s share berkebalikan dengan analisis marjin tataniaga. Namun, farmer’s share yang tinggi tidak selalu menunjukkan bahwa sebuah saluran tataniaga efisien. Farmer’s share yang diterima petani pada saluran tataniaga nenas di Desa Paya Besar dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Farmer’s Share pada Saluran Tataniaga Nenas di Desa Paya Besar Saluran Tataniaga Harga di tingkat petani (Rp/Buah) Harga di tingkat konsumen (Rp/Buah) Farmer’s Share (%) Saluran I 1142,86 3233,30 35,35 Saluran II 2000,00 5500,00 36,36 Saluran III 2015,79 4833,33 41,71

Tabel 21 menunjukkan bahwa bagian terbesar yang diterima petani terdapat pada saluran tiga yaitu sebesar 41,71 persen. Saluran tiga merupakan saluran dengan total marjin tataniaga terendah kedua dan biaya tataniaga tertinggi. Saluran satu dan dua memiliki nilai farmer’s share yaitu masing-masing sebesar

35,35 persen dan 36,36 persen. Hal ini dikarenakan marjin yang diambil pada saluran dua sangat tinggi jika dibandingkan dengan kedua saluran lainnya. Berdasarkan ketiga nilai farmer’s share pada masing-masing saluran tataniaga, maka dapat disimpulkan bahwa saluran yang paling menguntungkan bagi petani adalah saluran tiga.

Berdasarkan hasil penelitian tataniaga nenas Bogor di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor bahwa nilai farmer’s share tertinggi terdapat pada saluran dua sebesar 75 persen. Lembaga tataniaga yang dilibatkan pada saluran ini adalah petani, pedagang pengumpul desa dan langsung dijual ke pedagang pengolah. Sedangkan nilai farmer’s share terbesar pada tataniaga nenas Blitar sebesar 66,67 persen. Jika dilihat dari nilai farmer’s share tataniaga nenas dari masing-masing daerah, maka kedua saluran tersebut merupakan saluran terpendek dari tataniaga nenas yang ada di lokasi penelitian masing-masing dan jarak pemasaran pada kedua saluran tersebut cukup dekat dengan lokasi sentra produksi nenas di masing-masing tempat penelitian. Tataniaga nenas Palembang di Desa Paya Besar memiliki nilai farmer’s share terendah dibandingkan nenas Bogor dan nenas Blitar.

7.3.3. Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya

Efisiensi sistem tataniaga dari suatu komoditas dapat ditunjukkan dengan membandingkan antara besarnya keuntungan terhadap biaya tataniaga. Saluran tataniaga dinyatakan efisien jika penyebaran nilai rasio keuntungan terhadap biaya di setiap lembaga tataniaga tersebar merata. Hal ini dapat diartikan bahwa setiap biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga akan memberikan keuntungan yang tidak jauh berbeda pada masing-masing lembaga tataniaga yang terdapat dalam saluran tersebut. Rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga nenas di Desa Paya Besar dapat dilihat pada Tabel 22.

Berdasarkan Tabel 22 saluran satu memiliki nilai rasio keuntungan terhadap biaya sebesar 1,59 yang berarti setiap satu satuan rupiah yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 1,59. Biaya terbesar ditanggung oleh pedagang pengumpul yaitu sebesar Rp. 270,00 per buah. Pada saluran ini petani mengeluarkan biaya angkut berupa biaya tenaga kerja yang ditugaskan mengangkut nenas dari lahan petani ke tempat

pedagang pengumpul desa. Keuntungan terbesar diperoleh oleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp. 738,27 per buah.

Tabel 22. Rasio Keuntungan dan Biaya Untuk Setiap Saluran Tataniaga Nenas di Desa Paya Besar.

Lembaga Tataniaga Saluran Tataniaga

I II III

Pedagang Pengumpul Desa

Ci 270,00 683,33 550,00

Πi 353,81 416,67 600,87

Rasio πi/Ci 1,31 0,61 1,09

Pedagang Besar Ci 247,00 - 173,12 Πi 253,03 - 426,88 Rasio πi/Ci 1,02 - 2,46 Pedagang Pengecer Ci 228,33 163,33 225,00 Πi 738,27 2236,67 841,67 Rasio πi/Ci 3,23 13,69 3,74 Total Ci 845,33 946,67 1048,12 Πi 1237,97 2653,33 1885,21 Rasio πi/Ci 1,59 2,80 1,78

Saluran dua memiliki nilai rasio keuntungan terhadap biaya sebesar 2,80 yang berarti setiap satu rupiah yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 2,80. Nilai rasio pada saluran dua merupakan nilai rasio terbesar. Biaya tataniaga terbesar ditanggung oleh pedagang pengumpul desa yaitu sebesar Rp. 683,33 per buah. Sedangkan keuntungan terbesar diperoleh oleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp. 2.236,67 per buah. Pada saluran ini petani juga mengeluarkan biaya upah tenaga kerja untuk pengangkutan nenas sebesar Rp. 100 per buah.

Saluran tiga memiliki nilai rasio keuntungan terhadap biaya sebesar 1,78 yang artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 1,78. Nilai rasio pada saluran tiga merupakan nilai rasio terbesar kedua setelah nilai rasio saluran dua. Biaya tataniaga terbesar pada saluran ini ditanggung oleh pedagang pengumpul desa yaitu sebesar Rp. 550,00 per buah. Keuntungan terbesar diperoleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp. 841,67 per buah.

Uraian di atas menyimpulkan bahwa semakin panjang saluran tataniaga maka semakin kecil rasio keuntungan terhadap biaya yang diperoleh. Dilihat dari penyebaran nilai rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga dalam setiap saluran tataniaga maka saluran tiga memiliki nilai rasio keuntungan terhadap biaya yang cukup merata. Nilai rasio dan keuntungan saluran tiga pada pedagang pengumpul sebesar 1,09, pada pedagang besar sebesar 2,46 dan pada pedagang pengecer sebesar 3,74.

Berdasarkan analisis rasio keuntungan terhadap biaya dari penelitian tataniaga nenas Palembang sebelumnya disimpulkan bahwa pola saluran pemasaran yang terbentuk tidak memberikan keuntungan yang merata pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat karena cenderung terpusat pada salah satu lembaga tataniaga. Pedagang pengecer merupakan lembaga tataniaga yang hampir sering memperoleh nilai rasio keuntungan terhadap biaya tertinggi pada setiap saluran. Jika dibandingkan dengan nilai rasio keuntungan terhadap biaya dari nenas Bogor dan nenas Blitar maka nenas Blitar memiliki rasio keuntungan terhadap biaya sebesar 12,75 sedangkan nenas Palembang sebesar 2,80 dan 1,5 untuk nenas Bogor.

7.4. Efisiensi Tataniaga

Efisiensi tataniaga dapat tercapai apabila sistem tataniaga yang ada telah memberikan kepuasan pada pelaku-pelaku tataniaga yang terlibat mulai dari petani hingga konsumen akhir. Berdasarkan hasil analisis tataniaga nenas Palembang diperoleh nilai efisiensi tataniaga untuk masing-masing saluran tataniaga sebagai berikut ditunjukkan pada Tabel 23.

Tabel 23. Nilai Efisiensi Tataniaga pada Masing-Masing Saluran Tataniaga Nenas Palembang di Desa Paya Besar.

Indikator Saluran Tataniaga

I II III

Total Marjin (Rp/Buah) 2090,44 3500,00 2817,54

Farmer’s share (%) 35,35 36,36 41,70

Rasio πi/Ci 1,59 2,80 1,78

Ada beberapa indikator untuk menentukan efisiensi saluran tataniaga nenas Palembang diantaranya nilai marjin, farmer’s share, sebaran nilai rasio keuntungan terhadap biaya dan volume penjualan nenas. Saluran tiga memiliki marjin tataniaga sebesar Rp. 2.817,54 per buah. Nilai marjin saluran tiga merupakan urutan kedua terkecil setelah nilai marjin pada saluran satu. Besarnya nilai farmer’s share pada saluran tiga yaitu 41,71 persen. Nilai farmer’s share saluran tiga merupakan nilai terbesar dibandingkan saluran lainnya. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya terbesar terdapat pada saluran kedua. Namun jika dibandingkan dengan saluran lainnya, nilai rasio keuntungan terhadap biaya yang memiliki sebaran merata yaitu terdapat pada saluran tiga. Jika dilihat dari volume penjualan maka saluran tiga memiliki penjualan yang paling banyak yaitu 66.368 buah nenas. Kondisi ini dipengaruhi oleh adanya kontinuitas permintaan terhadap buah nenas dari pasar yang ada di Jakarta. Saluran tiga juga merupakan saluran yang paling banyak digunakan oleh lembaga tataniaga nenas di Desa Paya Besar.

Maka dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa saluran tataniaga nenas yang relatif lebih efisien adalah saluran tiga. Namun pada kondisi lapang saluran ini belum optimal. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor dimana posisi petani masih sebagai penerima harga, informasi yang dikuasai petani relatif lebih sedikit (terbatas) dibandingkan pedagang lainnya dan kelompok tani yang ada belum dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya dan pemasaran nenas di Desa Paya Besar.

Jika membandingkan efisiensi saluran tataniaga nenas Palembang dengan nenas dari kota lainnya diantaranya nenas Bogor dan nenas Blitar maka dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24. Efisiensi Saluran Tataniaga Nenas Palembang, Nenas Bogor dan Nenas Blitar

Indikator Total Marjin (Rp/Buah) Farmer’s Share (%) Rasio πi/Ci Nenas Palembang 2817,54 41,71 1,78 Nenas Bogor 500 75 1,5 Nenas Blitar 400 66,67 8,55

Berdasarkan hasil analisis perbandingan saluran tataniaga nenas Palembang dengan nenas Bogor dan nenas Blitar yang telah dilakukan sebelumnya oleh Sihombing (2010) dan Indhra (2007) bahwa dari ketiga saluran yang dinilai efisien secara operasional terdapat perbedaan marjin, farmers’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya.

Saluran tataniaga nenas Palembang yang efisien memiliki marjin tataniaga sebesar Rp. 2.833,33 atau sebesar 58,29 persen, dengan farmer’s share sebesar 41,71 persen dan rasio keuntungan terhadap biaya sebesar 1,78. Saluran ini melibatkan petani, pedagang pengumpul desa, pedagang besar non-lokal dan pedagang pengecer non-lokal. Nenas Palembang pada saluran ini dipasarkan ke Pasar Induk Kramat Jati. Harga jual nenas ke Pasar Induk Kramat Jati lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga jual nenas ke pasar di wilayah Palembang untuk ukuran dan kualitas nenas yang relatif sama. Nenas yang dipasarkan melalui saluran ini merupakan nenas segar. Dilihat dari jumlah volume penjualan pada saluran ini maka jumlah nenas Palembang yang dialirkan melalui saluran tiga sebesar 66.368 (74,33%). Jumlah ini tertinggi dibandingkan dengan dua saluran lainnya.

Saluran tataniaga nenas Bogor yang efisien memiliki marjin tataniaga sebesar Rp. 500,00 (25%), dengan nilai farmer’s share sebesar 75 persen dan rasio keuntungan terhadap biaya sebesar 1,5. Saluran ini melibatkan petani, pedagang pengumpul desa dan pedagang pengolah. Saluran ini merupakan saluran terpendek dari kedua saluran tataniaga nenas Bogor lainnya. Volume produksi nenas yang dijual pada saluran ini adalah 2100 buah (62,59%) untuk tiap minggunya. Tujuan penjualan nenas Bogor ini adalah pasar-pasar tradisional di sekitar Bogor. Pada saluran tataniaga nenas Bogor petani melakukan fungsi sortasi/grading. Hal ini memberikan nilai tambah kepada petani sehingga harga jual nenas di tingkat petani dapat lebih tinggi. Sihombing (2010) mengatakan bahwa sebagian petani nenas Bogor di Desa Cipelang telah menerapkan SOP pada usaha nenasnya.

Saluran tataniaga nenas Blitar yang efisien memiliki marjin tataniaga sebesar Rp. 400,00 (33,33%), dengan nilai farmer’s share sebesar 66,67 persen dan rasio keuntungan terhadap biaya sebesar 8,55. Saluran tataniaga ini

melibatkan petani, pedagang pengumpul desa dan pedagang pengecer. Nenas Blitar dipasarkan dalam bentuk segar dan hanya dijual di wilayah Ponggok dan Blitar. Sehingga biaya tataniaga yang dikeluarkan pada saluran ini lebih rendah yaitu sebesar Rp. 41,87 per buah.

VIII KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait