• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Analisis Karakteristik Pekarangan .1 Analisis Ukuran Pekarangan

4.2.3 Analisis Keragaman Tanaman Pekarangan

4.2.3.1 Analisis Keragaman Fungsi Tanaman di Pekarangan

Komposisi spesies pembentuk keragaman fungsi (horizontal) yang ada di dalam satu pekarangan dengan pekarangan lainnya dapat berbeda-beda. Namun secara umum, pekarangan-pekarangan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu altitude, tipe tanah, iklim dan status sosial-ekonomi serta latar belakang budaya (Karyono 1990). Pada penelitian ini, tanaman dikelompokkan berdasarkan delapan fungsi tanaman menurut Arifin (1998), yaitu tanaman hias, obat, sayur, buah, bumbu, penghasil pati, industri dan lainnya. Pengelompokan tanaman ke dalam delapan fungsi tanaman pekarangan dapat dilihat pada Tabel 22.

Fungsi tanaman akan dikelompokkan menjadi tanaman pangan (tanaman obat, sayur, buah, bumbu, dan penghasil pati), serta tanaman non-pangan (tanaman hias, industri, dan lainnya). Berdasarkan hasil survei, jumlah jenis tanaman yang teridentifikasi adalah sebanyak 199 jenis tanaman yang terdiri atas 108 jenis tanaman pangan (17 jenis tanaman obat, 32 jenis tanaman sayur, 34 jenis tanaman buah, 18 jenis tanaman bumbu, dan 7 jenis tanaman penghasil pati), dan 91 jenis tanaman non pangan (76 jenis tanaman hias, 6 jenis tanaman industri, dan 19 jenis tanaman lainnya) (Lampiran 1). Jumlah jenis tanaman pangan lebih banyak daripada jenis tanaman non pangan.

Berdasarkan keragaman fungsi tanaman, masyarakat sudah memanfaatkan pekarangan untuk budidaya tanaman pangan. Hal ini dapat terlihat dari keanekaragaman spesies pangan pada Tabel 28. Tanaman pangan pada umumnya dapat diperoleh dari keragaman tanaman obat, sayur, buah, bumbu, dan penghasil pati. Tanaman hias memiliki keragaman jenis tertinggi, dan di antaranya ada yang

Gambar 23 Preferensi zonasi pekarangan untuk penanaman pangan

0% 10% 20% 30% 40% 50% Kab. Bandung 0% 10% 20% 30% 40% 50% Kab. Bogor pangan non-pangan 0% 10% 20% 30% 40% 50% Kab. Cirebon

Tabel 22 Keragaman strata tanaman pekarangan berdasarkan rata-rata jumlah

Lokasi Hias Obat Sayur Buah Bumbu Penghasil Pati Industri Lainnya Fungsi Tanaman Kab. Bandung 48 12 21 26 11 6 6 4 Kab. Bogor 45 7 22 22 20 7 2 1 Kab. Cirebon 37 4 11 22 9 3 0 5

33 berpotensi sebagai pangan yaitu tanaman kenikir, kemuning, dan jawer kotok (Gambar 24).

4.2.3.2 Analisis Keragaman dan Dominansi Tanaman Pangan

Keanekaragaman hayati pertanian meliputi tanaman yang digunakan untuk makanan dan kegiatan pertanian (Negri et al. 2009). Di dalam penelitian ini, tanaman yang digunakan untuk makanan diklasifikasikan ke dalam kelompok tanaman pangan. Tanaman pangan yang dianalisis terdiri dari tanaman obat, sayur, buah, bumbu dan penghasil pati. Analisis keragaman tanaman pangan menggunakan metode Shannon Wiener dilakukan untuk mengetahui tingkat keragaman tanaman pangan pada pekarangan.

Tabel 23 menginformasikan bahwa nilai indeks keragaman Shannon Wiener tanaman pangan pada pekarangan di Kabupaten Bogor memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan kedua kabupaten lainnya yaitu sebesar 1.95, dan termasuk ke dalam klasifikasi keragaman spesies sedang. Kabupaten Bandung memiliki nilai H’ 1.44 dan masih masuk dalam klasifikasi keragaman spesies sedang, sementara Kabupaten Cirebon yang memiliki nilai H’ terendah yaitu 0.71 yang termasuk dalam klasifikasi keragaman spesies rendah. Nilai keragaman ini membuktikan bahwa Kabupaten Bogor yang berada pada ketinggian dataran sedang tetap memiliki keragaman yang lebih tinggi meskipun dalam hal ukuran pekarangan tidak memiliki lahan yang lebih luas dibandingkan dengan pekarangan di Kabupaten Bandung. Keanekaragaman di Kabupaten Bogor yang tertinggi diakibatkan oleh letaknya yang berada di dataran sedang, sehingga nilai keanekaragaman pun lebih tinggi dibandingkan di dataran tinggi (Bandung)

Gambar 24 Tanaman hias yang berfungsi sebagai tanaman pangan (dari kiri ke kanan): kenikir, kemuning, dan jawer kotok

Tabel 23 Indeks keragaman Shannon Wiener pada tanaman pangan pekarangan

Indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H')

Kab. Bandung Kab. Bogor Kab. Cirebon

Patrol-

sari mekar Giri- Bojong- emas Udik Situ Cikara- wang Bantar- sari Bakung Lor Gro- gol Pegagan Lor 0.83 0.37 2.02 1.55 1.60 2.45 2.38 0.41 0.80 0.18 1.15 1.14 1.87 2.03 2.24 0.97 0.64 0.19 0.18 0.54 4.47 1.48 2.23 2.64 0.25 0.12 0.53 1.64 1.45 2.83 1.36 2.43 1.61 0.98 0.14 0.14 0.22 0.19 2.48 1.98 2.09 2.36 2.99 0.20 0.66 0.39 1.65 2.89 2.13 2.26 2.13 0.68 0.82 0.93 1.73 1.24 2.69 1.81 2.40 1.03 1.51 0.00 0.67 1.46 0.50 4.99 1.43 1.34 2.85 2.13 0.32 0.14 0.27 0.45 2.36 1.40 1.86 2.01 0.40 0.00 1.17 1.52 0.52 0.73 1.81 1.95 2.28 0.84 0.05 0.36 0.84 0.81 2.67 1.68 2.02 2.16 1.31 0.27 0.56 1.44 1.95 0.71

34

Lampiran 7 Rekomendasi tanaman di model pekarangan (lanjutan)

maupun rendah (Cirebon). Keanekaragaman sedang untuk Kabupaten Bogor dan Bandung (1<H’<3.322) dianggap sudah memiliki produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang, tekanan ekologis sedang (Restu 2002).

Namun jika melihat dominansi spesies tanaman pangan dalam suatu pekarangan, maka dapat dilakukan analisis dominansi tanaman dengan metode

Summed Dominance Ratio (SDR). Hasil analisis SDR terhadap tanaman-tanaman yag ditemui di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30 menunjukkan sepuluh spesies tanaman yang memiliki nilai SDR dengan 10 peringkat tertinggi di ketiga kabupaten penelitian. Berdasarkan Tabel 24 juga dapat terlihat bahwa tanaman yang dominan di Kabupaten Bandung dan Cirebon adalah tanaman buah yang sebagian besar merupakan tanaman tahunan. Sedangkan Kabupaten Bogor didominasi oleh tanaman bumbu dan sayur yang sifatnya semusim. Hal ini sesuai dengan kondisi pekarangan di Bogor yang memiliki ukuran sempit, sehingga tanaman yang dibudidayakan di pekarangan terbatas untuk tanaman dengan jarak tanam besar.

Namun jika dilihat dari angka SDR secara rata-rata, maka dapat terlihat bahwa spesies tanaman yang paling dominan dan sering ditemukan di keseluruhan sampel pekarangan adalah tanaman mangga (SDR 54.01), lalu diikuti dengan pisang (SDR 33.11) lalu tomat (SDR 29.99) (Gambar 25). Dapat terlihat dari 10 spesies tanaman tersebut, bahwa dominansi tanaman bumbu 40%, buah 30%, sayur 20%, dan tanaman penghasil pati 10%. Hal ini membuktikan bahwa pekarangan masih difungsikan sebagai penyedia tanaman bumbu yang pada hakikatnya akan diperlukan untuk bahan pangan sehari-hari.

Tabel 24 Dominasi tanaman pekarangan

No Nama Lokal SDR Nama Lokal SDR Kab. Bandung Kab. Bogor Nama Lokal SDR Kab. Cirebon Nama Lokal SDR Rata-rata 1 Mangga 67.68 Tomat 64.70 Mangga 92.04 Mangga 54.01 2 Cabe rawit 46.45 Cabe rawit 34.93 Pisang 47.23 Pisang 33.11 3 Pisang 41.64 Kunyit 32.48 Cabe merah 32.39 Tomat 29.99 4 Pepaya 41.04 Kangkung 30.56 Lengkeng 26.89 Cabe rawit 29.03 5 Terong 35.00 Caisin 28.75 Pepaya 26.42 Pepaya 25.68 6 Singkong 31.32 Bayam 27.89 Kangkung 22.28 Cabe merah 21.30 7 Jeruk 20.15 Cabe merah 25.03 Jambu biji 20.22 Kangkung 20.50 8 Kunyit 14.41 Jahe 18.81 Tomat 15.50 Terong 16.37 9 Jambu air 11.66 Kacang Panjang 15.66 Kelapa 10.14 Kunyit 16.35 10 Bawang daun 10.16 Jahe merah 14.16 Jeruk 9.25 Singkong 13.23

Gambar 25 Tanaman pangan pekarangan dengan nilai SDR

35 4.2.3.3 Analisis Keragaman Strata Tanaman di Pekarangan

Susunan tanaman di pekarangan terdiri atas berbagai lapisan, mulai dari rumput atau herba untuk ketinggian kurang dari 1 m (strata I), semak untuk ketinggian 1-2 m (strata II), perdu dan pohon kecil dengan ketinggian 2-5 m (strata III), pohon sedang yang memiliki tinggi antara 5-10 m (strata IV), dan pohon tinggi untuk ketinggian pohon di atas 10 m (strata V) (Arifin 1998). Keragaman stratifikasi tanaman dapat memberikan keuntungan pemanfaatan ruang dan cahaya matahari yang optimal. Hal ini dapat mendukung keberlanjutan keanekaragaman hayati pertanian. (Christanty et al. (1986); Abdoellah (1991); dan Arifin et al. (1997)). Pengelompokan tanaman pekarangan ke dalam lima strata tersebut dapat dilihat pada Tabel 25.

Persamaankeragaman strata pada ketiga lokasi dapat terlihat dari kesamaan nilai terendah pada nilai rata-rata jumlah jenis tanaman strata IV. Sedangkan pada nilai rataan tertingginya dapat dilihat pada pekarangan di tiga lokasi pun memiliki keragaman strata tertingginya pada strata I. Keragaman strata ini sangat dipengaruhi akibat luas lahan pekarangan yang relatif sempit, sehingga tidak memungkinkan untuk budidaya banyak jenis tanaman dengan strata tinggi.