• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Analisis Kestabilan Lereng

Analisis kestabilan lereng dilakukan untuk menilai tingkat kestabilan suatu lereng. Istilah kestabilan lereng dapat didefenisikan sebagai ketahanan blok diatas suatu permukaan miring (diukur dari garis horizontal) terhadap runtuhan (collapsing) dan gelinciran (slidding) (Kliche, 1999). Dalam hal ini setiap permukaan tanah yang memiliki kemiringan terhadap garis horizontal disebut lereng, baik alami maupun buatan manusia. Karena lereng tidak horizontal, melainkan membentuk sudut, akan timbul suatu gaya penggerak menuruni lereng.

Jika gaya penggerak akibat adanya gravitas dan cenderung membuat blok diatas permukaan miring tersebut bergerak menuruni lereng. Jika gaya penggerak tersebut sangat besar dan kekuatan geser dari material penyusun lereng relatif kecil, dapat terjadi longsoran (Terzaghi and Peck, 1967).

Kestabilan lereng, baik lereng alami maupun lereng buatan (buatan manusia) serta lereng timbunan, dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat dinyatakan secara sederhana sebagai gaya-gaya penahan dan gaya-gaya penggerak yang bertanggungjawab terhadap kestabilan lereng tersebut. Pada kondisi gaya penahan (terhadap longsoran) lebih besar dari gaya penggerak, lereng tersebut akan berada

6

dalam kondisi yang stabil (aman). Namun, apabila gaya penahan lebih kecil dari gaya penggeraknya, lereng tersebut tidak stabil dan akan terjadi longsoran.

Sebenarnya, longsoran merupakan suatu proses alami yang terjadi untuk mendapatkan kondisi kestabilan lereng yang baru (keseimbangan baru), di mana gaya penahan lebih besar dari gaya penggeraknya.

Untuk menyatakan tingkat kestabilan suatu lereng, dikenal istilah Faktor Keamanan (Safety Faktor). Faktor keamanan diperlukan untuk mengetahui kemantapan suatu lereng untuk mencegah bahaya longsoran di waktu-waktu yang akan datang.

Faktor Keamanan (FK)

FK= Total Gaya Penggerak...(2.1) Total Gaya Penahan

Menurut Made Astawai Rai 2011, secara umum pada tambang terbuka longsoran diklasifikasikan kedalam 4 jenis longsoran:

a. Longsoran Bidang

Longsoran bidang merupakan suatu longsoran batuan yang terjadi sepanjang bidang lucur yang dianggap rata.Bidang luncur tersebut dapat berupa bidang sesar, rekahan (joint) maupun bidang perlapisan batuan.Syarat – syarat terjadinya longsoran bidang:

1) Terdapat bidang luncur bebas (daylight), berarti kemiringan bidang luncur harus lebih kecil daripada kemiringan lereng.

2) Arah bidang luncur sejajar atau mendekati dengan arah lereng (maksimum berbeda 20).

7

3) Kemiringan bidang luncur lebih besar daripada susut geser dalam batuannya 4) Terdapat bidang bebas ( tidak terdapat gaya penahan ) pada kedua sisi

longsoran.

Berikut gambar longsor bidang ditunjukan pada gambar 2.1 di bawah ini.

Sumber: Irwandy Arif, 2016

Gambar 2.1Longsoran Bidang b. Longsoran Baji

Longsoran baji dapat terjadi pada suatu batuan jika lebih dari satu bidang lemah yang bebas dan saling berpotongan.Sudut perpotongan antara bidang lemah tersebut lebih besar daripada sudut geser dalam batuannya.Longsoran baji dapat terjadi dengan syarat geometri sebagai berikut:

1) Kemiringan lereng > kemiringan garis perpotongan kedua bidang lemah pembentuk baji.

2) Garis perpotongan kedua bidang lemah pembentuk baji miring ke arah muka lereng.

3) Kemiringan garis perpotongan kedua bidang pembentuk baji > sudut gesek dalam.

ψf ψp For Sliding ψf= Kemiringan lereng

ψp= Kemiringan bidang luncur

= Sudut geser dalam Keterangan :

ψf ψp For Sliding ψf= Kemiringan lereng

ψp= Kemiringan bidang luncur

= Sudut geser dalam Keterangan :

8

Berikut gambar longsor baji yang ditunjukan pada gambar 2.2 di bawah ini.

Sumber: Irwandy Arif, 2016

Gambar 2.2Longsoran Baji c. Longsoran guling

Longsoran guling terjadi pada batuan yang keras dan memiliki lereng terjal dengan bidang lemah yang tegak atau hamper tegak dan arahnya berlawanan dengan arah kemiringan lereng. Longsoran ini bisa berbentuk blok atau bertingkat. Kondisi untuk menggelincir atau meluncur ditentukan oleh sudut geser dalam ( ) dan kemiringan bidang luncurnya (ψ), tinggi balok ( h ) dan lebar balok (b) terletak pada bidng miring bertingkat.Kondisi geometri yang dapat menyebabkab terjadinya longsoran guling antara lain:

1) Balok akan tetap mantap bila ψ < dan b / h >tan . 2) Balok akan meluncur bila ψ > b / h >tan .

3) Balok akan tergelincir, kemudian mengguling bila ψ < dan b / h <tan . 4) Balok akan langsung mengguling bila ψ < dn b / h <tan .

Berikut gambar longsor guling yang ditunjukan pada gambar 2.3 di bawah ini.

ψf= Kemiringan lereng

ψp= Kemiringan garis perpotongan bidang lemah ψf ψp Perpotongan bidang lemah

Distribusi tekanan air tanah Keterangan :

ψf= Kemiringan lereng

ψp= Kemiringan garis perpotongan bidang lemah

9

Sumber: Irwandy Arif, 2016

Gambar 2.3Longsoran Guling d. Longsoran Busur

Longsoran busur dapat terjadi pada batuan yang lunak atau pada timbunan batuan. Biasanya batuan yang longsor itu bergerak pada suatu bidang.Bidang ini disebut bidang gelincir atau bidang geser.

Bentuk bidang ini sering mendekati busur lingkaran.Pada batuan yang keras longsoran busur dapat terjadi jika batuan tersebut sudah mengalami pelapukan dan mempunyai bidang lemah yang dapat dan dikenali kedudukannya.Syarat – syarat terjadi longsoran busur:

1) Memiliki bidang lemah yang banyak dan arah longsorannya bergerak sepanjang bidang lemah yang berbentuk busur.

2) Kemiringan lereng lebih besar dari kemiringan bidang lemah dn kemiringan bidang lemah lebih besar dari sudut geser dalam batuan.

3) Material pembentuk lereng di asumsikan homogen.

4) Kelongsoran diasumsikan terjadi pada bidang busur yang melewati lantai lereng.

5) Rekahan tarik vertical diasumsikan terjadi di atas lereng atau muka lereng.

6) Kondisi air tanah bervariasi dari kering sampai jenuh total.

10

7) Posisi dari rekahan tarik dan permukaan busur adalah sama.

Berikut gambar longsor busur yang ditunjukan pada gambar 2.4 di bawah ini.

Sumber: Irwandy Arif, 2016

Gambar 2.4Longsoran Busur 2.1.2. Klasifikasi Massa Batuan

Klasifikasi massa batuan yang terdiri dari beberapa parameter sangat cocok untuk mewakili karakteristik massa batuan, khususnya sifat-sifat bidang lemah atau kekar dan derajat pelapukan massa batuan. Berdasarkan parameter tersebut, sudah banyak usulan atau modifikasi massa batuan yang dapat digunakan untuk merancang kemantapan lereng. Pada umumnya klasifikasi tersebut mencoba menghubungkan parameter sudut kemantapan lereng dengan bobot klasifikasi massa batuan untuk berbagai tinggi lereng (Irwandy Arif, 2016).

1. Rock Mass Rating

Klasifikasi Rock Mass Rating diusulkan oleh Bieniawski (1979) digunakan untuk menentukan kualitas massa batuan berdasarkan lima parameter, yakni kuat tekan batuan utuh (UCS), RQD (dengan melakukan pengukuran atau estimasi), spasi bidang-bidang diskontiniu, dan kondisi air tanah (Irwandy Arif, 2016).

a. Kuat tekan batuan

1) Uji kuat tekan uniaxial (Unconfined Compressive Strength Test)

11

Uji tekan dilakukan untuk mengukur tekan uniaksial (Unconfined Compressive Strength Test – UCS Test) dari sebuah contoh batuan berbentuk silinder dalam satu arah (Uniaksial). Tujuan utama uji ini adalah untuk mengklasifikasi kekuatan dan karakterisasi batuan utuh. Hasil uji ini berupa beberapa informasi, seperti kurva tegangan-regangan, kuat tekan uniaksial, modulus elastisitas, nisbah poisson, energi fraktur, dan energi fraktur spesifik.

Pengujian ini dilakukan menggunakan mesin tekan (compression machine) dan dalam pembebanannya mengikuti standar dari Internasional Society Of Rock Mechanics (ISRM, 1981). Secara teoritis penyebaran tegangan didalam contoh batuan searah dengan gaya yang dikenakan pada contoh tersebut. Akan tetapi, pada kenyataannya arah tegangan tidak searah dengan gaya yang dikenakan pada contoh.

Hal ini terjadi karena ada pengaruh dari plat penekan pada mesin tekan yang berbentuk bidang pecah yag searah dengan gaya, berbentuk

”cone”. Contoh batuan yang akan digunakan dalam pengujian kuat tekan harus memenuhi beberapa syarat. Kedua muka contoh bayuan uji harus mencapai kerataan hingga 0,02 mm dan tidak melenceng dari sumbu tegak lurus lebih besar dari pada 0,001 radian (sekitar 3,5 min) atau 0,05 mm dalam 50 mm (0,060). Demikian juga sisi panjangnya harus bebas dari ketidak rataan sehingga kelurusannya sepanjang contoh batu uji tidak melencenglebih dari 0,3 mm.

12

Perbandingan antara tinggi dan diameter contoh batuan (L/D) akan mempengaruhi nilai kuat tekan batuan. Jika digunakan perbandingan (L/D)

= 1, kondisi tegangan triaksial saling bertemusehingga akan memperbesar nilai kuat tekan batuan. Sesuai dengan ISRM (1981), untuk pengujian kuat tekan digunakan rasio (L/D) antara 2-2,5 dan sebaliknya diameter (D) contoh batu uji paling tidak berukuran tidak kurang dari NX, atau kurang lebih 54 mm. Semakin besar perbandingan antara tinggi dan diameter contoh batuan yang digunakan, kuat tekan akan semakin kecil seperti ditunjukkan persamaan dibawah ini:

Menurut American Society For Testing and Materials (ATSM):

σc(L/D)=1 = σc / (0,788 + (0,222 / (L/D))) ...(2.2) Menurut Protodyakonov:

σc(L/D)=2 = 8.σc / (7 + (2 / (L/D)))...(2.3) Keterangan: σc = kuat tekan batuan

D = Diameter Sampel L = Koreksi rasio panjang

Berikut gambar deformasi contoh batuan uji UCS yang ditunjukan pada gambar 2.5.

13

Sumber: Irwandy Arif, 2016

Gambar 2.5Deformasi Pada Contoh Batuan Hasil Uji UCS

Berikut gambarpola failur dimensi contoh batuan yang ditunjukan pada gambar 2.6 di bawah ini

Sumber: Irwandy Arif, 2016

Gambar 2.6Pola Failure Pada Berbagai Dimensi Contoh Batuan 2) Point Load Test (Test Franklin)

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan dari contoh batuan secara tidak langsung di lapangan. Contoh batuan dapat berbentuk silinder atau tidak beraturan. Peralatan yang digunakan untuk uji point load, seperti ditunjukkan pada gambar 2.7, mudah dibawa, tidak begitu besar dan cukup ringan sehingga pengujian mudah dilakukan dan dapat dengan cepat diketahui kekuatan batuan di lapangan sebelum pengujian laboratorium dilakukan.

Contoh batuan yang digunakan untuk pengujian ini dapat berbentuk silinder ataupun bongkahan batuan, seperti terlihat pada gambar 2.8.

14

Contoh batuan untuk pengujian ini adalah yang berbentuk silinder dengan diameter = 50 mm (NX = 54 mm, lihar ISRM, 1985).

Sumber: Irwandy Arif, 2016

Gambar 2.7alat PLI

Sumber: Irwandy Arif, 2016

Gambar 2.8Tipe Dan Syarat Contoh Batuan Uji PLI

Menurut Broch & Franklin (1972), indeks point load (Is) suatu contoh batuan dapat dihitung dengan persamaan:

Is = P/D2...(2.4) Untuk diameter contoh batuan yang bukan 50 mm, maka diperlukan faktor koreksi terhadap persamaannya. Menurut Greminger 1982(mekanika batuan Made Astawa Rai, 2011), selang faktor koreksi

15

tergantung besarnya diameter. Karena diameter ideal adalah 50 mm maka Greminger menurunkan persamaan sebagai berikut:

Is(50) = F (P/D2)...(2.5) Dengan,

F = (d/50)0.45...(2.6) Sehingga diperoleh suatu persamaan Point Load Indeks yang telah dikoreksi sebagai berikut:

Is(50)=(d/50)0.45(P/D2)...(2.7) Jika Is = 1 MPa, indeks tersebut tidak memiliki arti. Maka penentuan kekuatan harus berdasarkan uji UCS, dan menurut Bieniawski dengan diameter contoh 50 mm maka UCS dapat ditentukan melalui:

σc = 23 x Is...(2.8) Uji aksial dan uji bongkah beraturan (irregular lump) menggunakan diameter ekivalen (De) dalam perhitungan Point Load Indeks yang diturunkan dari luas penampang minimum.

Is(50) = F (P/ De2)...(2.9) Dengan,

F = (De2

/50)0.45...(2.10) Keterangan:

σc= kuat tekan batuan

Is(50)= Point Load Index 50 mm (MPa)

P = Beban maksimum hingga contoh pecah (N) D = Jarak antara dua konus penekan (mm) d = Diameter conto (mm)

16 b. Rock Quality Designation (RQD)

Indeks RQD telah diperkenalkan lebih dari 20 tahun yang lalu sebagai indeks dari kualitas batuan pada saat informasi kualitas batuan hanya tersedia dari deskripsi ahli geologi dan persentase dari perolehan inti (core recovery). RQD adalah modifikasi dari persentase perolehan inti yang utuh dengan panjang 10 cm atau lebih. Ini adalah indeks kuantitatif yang telah digunakan secara luas untuk mengidentifikasikan daerah batuan yang kualitasnya rendah sehingga dapat diputuskan untuk penambahan pemboran atau pekerjaan eksplorasi lainnya. Untuk menentukan RQD, ISRM merekomendasikan ukuran inti paling kecil berdiameter NX (54,7 mm) yang dibor dengan menggunakan double tube core barrels.

Adapun contoh core utuh untuk prosedur pengukuran dan perhitungan RQD dapat dilihat pada gambar 2.9.

Sumber: Made A.R dan Suseno K, 2011

Gambar 2.9Prosedur Pengukuran Dan Perhitungan RQD

Bila bor inti tidak tersedia, dapat dihitung dengan pengukura bidang diskontinu (metode scanline). Jarak pisah antar bidang diskontinu (kekar) adalah

17

jarak tegak lurus antara dua bidang diskontinu yang berurutan sepanjang sebuah garis pengamatan yang disebut scanline, dan dinyatakan sebagai intact legth.

Panjang scanline minimum untuk pengukuran jarak diskntinu adalah 50 kali jarak rata-rata diskontinuiti yang hendak diukur. Namun, menurut International Society for Rock Mechanic (ISRM, 1981) panjang ini cukup 10 kali tergantung tujuan pengukuran scanline-nya.

RQD = 100 (0,1 λ + 1) e-0,1λ...(2.12) Keterangan: λ = banyak kekar dalam 1 meter

Untuk klasifikasi jarak kekar dapat dilihat pada tabel 2.2 di bawah ini.

Tabel 2.1 Klasifikasi Jarak Kekar Deskripsi jarak Struktur bidang

Diskontinu

Jarak (mm)

Spasi sangat lebar Perlapisan sangat tebal >2000

Spasi lebar Perlapisan tebal 600 – 2000

Spasi cukup lebar Perlapisan sedang (medium)

200 – 600

Spasi rapat Perlapisan tipis 60 – 200

Spasi sangat rapat Perlapisan sangat tipis 20 – 60

Laminasi tebal (batuan sedimen) 6 – 20 Laminasi sempit (batuan metamorf dan

batuan beku)

6 – 20

Berlapis, memiliki belahan (cleavage), struktur perlapisan seperti aliran/flow, metamorfik, dll.

6 – 20

18 Spasi sangat rapat

sekali (ekstrem)

Perlapisan tipis (batuan sedimen) < 20 Sangat berfoliasi, memiliki belahan (cleavage) dan struktur perlapisan seperti aliran/flow, (batuan metamorf dan batuan beku)

< 6

Sumber: Irwandy Arif, 2016

Berikut contoh prosedur normal pengukuran kekar dapat dilihat pada gambar 2.10 di bawah ini

Sumber: Irwandy Arif, 2016

Gambar 2.10Prosedur Normal Untuk Garis Pengukuran KekarAdapun contoh pengukuran kekar menggunakan metode scanline dapat dilihat pada gambar 2.11 di bawah ini.

Sumber: Irwandy Arif, 2016

Gambar 2.11Pengukuran Jarak Antar Kekar Menggunakan Metode Scanline

19

Setelah melakukan pengukuran kekar pada lereng dengan metode scanline, selanjutnya menentukan kelas masa batuan dengan parameter dan tabel pembobotan batuan. Untuk menentukan klasifikasi parameter dan pembobotan batuan dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.2 RMR - A Klasifikasi Parameter dan Pembobotan

Parameter Selang nilai

1 Kuat

Parameter Selang nilai

4

Kering Lembab Basah Menetes Mengalir

Bobot 15 10 7 4 0

Sumber: Made A.R dan Suseno K, 2011

Untuk menentukan nilai kondisi kekar dapat dilihat panduan seperti tabel 2.4.

20

Tabel 2.3 Klasifikasi Bidang Kekar Panduan untuk klasifikasi bidang kekar Persistensi

Kekasaran Very rough Rough Slighlty rough

Sumber: Made A.R dan Suseno K, 2011

Setelah melakukan klasifikasi bidang kekar, selanjutnya dilanjutkan pembobotan orientasi kekar. Untuk pembobotan orientasi kekar dapat dilihat pada tabel 2.5 di bawah ini.

Tabel 2.4 RMR – B Perubah Bobot Orientasi Kekar Jurus &

Sumber: Made A.R dan Suseno K, 2011

21

Setelah dilakukan pembobotan orientasi kekar, selanjutnya menganalisis kelas massa batuan menurut bobot total batuan. Untuk menganalisis kelas massa batuan dengan bobot total batuan dapat dilihat pada tabel 2.6 di bawah ini.

Tabel 2.5 RMR – C Kelas Massa Batuan Menurut Bobot Total

Bobot 100-81 80-61 60-41 40-21 <20

No. Kelas I II III IV V

Description Batuan sangat baik

Batuan baik Batuan sedang

Sumber: Made A.R dan Suseno K, 2011

Selanjutnya menganalisis kelas batuan untuk mendapatkan kohesi dan sudut geser dalam, hal ini ditunjukan pada tabel 2.7 di bawah ini.

Tabel 2.6 RMR – D Arti Kelas Massa Batuan

No. Kelas I II III IV V

Sumber: Made A.R dan Suseno K, 2011

2.1.3. Uji Sifat Fisik Batuan dan Mekanik Batuan 1. Sifat Fisik Batuan

Sifat fisik batuan yang mempengaruhi kestabilan lereng adalah bobot isi, porositas dan kadar air. Berikut penjelasan dari sifat fisik batuan:

22 a. Bobot Isi (γ)

Semakin besar bobot isi suatu batuan atau tanah, maka gaya penggerak yang menyebabkan longsor semakin besar juga. Dengan demikian, kemantapan lereng tersebut semakin berkurang. Bobot isi terdiri dari:

1) Bobot Isi Asli (γn)

Bobot Isi Asli (γn) merupakan perbandingan antara berat batuan asli dengan volume total batuan dengan satuan dalam Gr/Cm3.

ɣn = Wn / (Ww – Ws)………..……...(2.13) Keterangan:

ɣn = Bobot isi normal Wn = Berat natural Ww = Berat melayang Ws = Berat jenuh batuan jenuh dengan volume total batuan dengan satuan Gr/Cm3

ɣw = Ww / (Ww –Ws)………...(2.15)

23 Keterangan:

ɣw = Bobot isi jenuh b. Kadar Air

Kandungan air pada suatu material baik tanah maupun batuan sangat berpengaruh terhadap kemantapan lereng. Semakin tinggi kandungan air pada suatu lereng makia semakin kecil nilai kemantapan dari suatu lereng. Kadar ait terdiri dari:

1) Kadar Air Asli (ωn)

Kadar Air Asli merupakan perbandingan antara berat air dalam batuan. asli dengan berat butiran batuan dan dinyatakan dalam %.

ωn = ((Wn – Wo) / Wo) × 100%...(2.16) Keterangan:

ωn = Kadar air asli Wn = Berat natural Wo = Berat kering 2) Kadar Air Jenuh (ωsat)

Kadar air jenuh (ωsat) merupakan perbandingan antara berat air dalam batuan jenuh dengan berat butiran batuan dan dinyatakan dalam %.

ωsat = ((Ww-Wo) /Wo) × 100%...(1.17) Keterangan:

ωsat = Kadar air jenuh Ww = Berat melayang Wo = Berat kering

24 3) Porositas (n)

Batuan yang mempunyai porositas besar akan banyak menyerap air. Dengan demikian bobot isinya menjadi lebih besar, sehingga memperkecil kemantapan lereng. Adanya air dalam batuan juga akan menimbulkan tekanan air pori yang memperkecil kuat geser batuan. Batuan yang mempunyai kuat geser kecil akan lebih mudah longsor.

Porositas dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara volume total pori-pori batuan dengan volume total batuan per satuan volume tertentu,dinyatakan dalam %, yang dirumuskan :

n = ((Ww-Wo) / (Ww-Ws)) × 100%...(2.18) Keterangan:

n = porositas

Ww = Berat melayang Wo = Berat kering Ws = Berat jenuh

Ws = Berat Batuan Jenuh (Gram) 2. Sifat Mekanik Batuan

Sifat mekanik pada batuan berupa kuat tekan (UCS) dan PLI. . Kohesi dan sudut geser dalam merupakan sifat mekanik batuan yang juga mempengaruhi lereng.

Kohesi adalah gaya tarik menarik antara partikel dalam batuan, dinyatakan dalam satuan berat per satuan luas. Kohesi batuan akan semakin besar jika kekuatan gesernya makin besar.

Nilai kohesi (c) diperoleh dari pengujian laboratorium yaitu pengujian kuat geser langsung (direct shear strength test) dan pengujian triaxial. Sedangkan sudut geser dalam merupakan sudut yang dibentuk dari hubungan antara tegangan

25

normal dan tegangan geser di dalam material tanah atau batuan. Semakin besar sudut geser dalam suatu material maka material tersebut akan lebih tahan menerima tegangan luar yang dikenakan terhadapnya.

2.1.4. Faktor Keamanan Lereng

Faktor keamanan dapat dinyatakan dengan FK yang memberikan gambaran nilai suatu lereng, menurut bowles 1989 (Teguh Samudera Paramesywara, 2014) FK dikategorikan dalam 3 jenis seperti pada tabel 2.8 yaitu:

Tabel 2.7 Hubungan nilai faktor keamanan lereng dan intensitas longsor Nilai faktor keamanan Kejadian / intensitas longsor

FK < 1,07 Longsor terjadi sering

(lereng labil) 1,07 < FK < 1.25 Longsor pernah terjadi

(lereng kritis)

FK > 1,25 Longsor jarang terjadi

(lereng relatif stabil)

Sumber: Teguh SP dan Budi Setia, 2014

1. Analisis Nilai Faktor Keamanan Menggunakan Bantuan Software Slide V.6.0

Pemograman ini dibutuhkan data-data mengenai sifat massa batuan secara umum yang bergantung pada kriteria kekuatan apa yang digunakan.

Dengan menggunakan kriteria kekuatan mohr-coulomb diperlukan data kohesi, sudut geser dalam dan bobot isi untuk mencari faktor keamanan lereng.

Kemudian menggunakan Metode janbu Simplified untuk mengetahui faktor keamanan dari lereng.

26

Adapun langkah untuk mengoperasikan software slide.v.6.0 sebagai berikut:

a. Membuat nama file baru

Setelah aplikasi software slide.v.6.0 dibuka langkah pertama adalah membuat nama file baru, kemudian mengambil gambar dalam format dxf melalui langkah file- importimport dxf, stelah itu kita harus mengimpor eksternal boundary atau batas paling luar dari section yang dianalisis,

kemudian impor material boundary, material boundary adalah batas antara material tersebut. Dalam sebuah lereng bisa terdapat beberapa jenis material.

Tampilan setelah external boundary dan material boundary diimpor dapat dilihat pada gambar 2.12 dan gambar 2.13

Gambar 2.12 Geometri external boundarysetelah diimpor ke slide

27

Gambar 2.13 Geometri material boundary setelah diimpor ke slide b. Identifikasi metode dan parameter perhitungan

Dalam analisis kestabilan lereng terdapat beragam metode dengan parameter yang berbeda, metode dan parameter perhitungan tersebut harus di identifikasi dengan tepat. Langkah pertama untuk menentukan metode perhitungan adalah klik menu analysis-project setting seperti pada gambar 2.14.

Gambar 2.14 Geometri material boundarysetelah di impor ke slide Setelah itu akan muncul top up menu seperti pada gambar 2.15 hingga gambar 2.17. project setting terdiri dari beberapa bagian yaitu general, methods, growndwater, statistic, dan random numbers.General adalah pengaturan umum tentang judul, satuan, arah longsor, dan beberapa data penunjang. Methods adalah pengaturan metode perhitungan yang digunakan.

28

Growndwater adalah pengaturan tentang pengaruh air di dalam kestabilan lereng.

Dua kolom terakhir pada bagian kanan adalah statistic dan random numbers, menu ini tidak harus dipilih atau bisa dikosongkan.

Gambar 2.15 Pengaturan umum dalam project setting

Gambar 2.16 Pengaturan metode yang digunakan

29

Gambar 2.17Pengaturan pengaruh air dalam stabilitas lereng c. Identifikasi material

Material pembentuk lereng yang akan di analisis harus dimasukan ke dalam data software slide.v.6.0, langkah untuk mengatur material adalah klik menu properties-define materials.

Gambar 2.18 Langkah untuk membuka menu pengaturan material Setelah itu akan muncul top up pengaturan material, setiap material diatur nama dan warnanya untuk memudahkan dalam penyajian, karakteristik pertama yang harusdimasukan adalah bobot isi/unit weight, Setelah itu pilih jenis analisis kekuatan, setiap jenis akan meminta parameter yang berbeda, misalnya jika digunakan mhor-coulomb maka parameter yang harus dilengkapi adalah kohesi dan sudut geser dalam, sedangkan water parameters berupa nilai RU

30

(A) (B)

Gambar 2.19A.hanya akan muncul jika dalam groundwater method digunakan RUcoefficient.B Langkah untuk membuka menu pengaturan material

Langkah selanjutnya adalah menempatkan material pada gambar berdasarkan material boundary dengan karakteristik yang telah dibuat, tampilan lereng akan berubah sesuai materialnya seperti gambar 2.20.

Gambar2.20 Setiap jenis material diwakili oleh warna yang berbeda

31 d. Pengaturan bidang gelincir

Kemungkinan bidang gelincir yang akan terjadi pada lereng yang di analisis dapat di pilih dengan klik menu surfaces-suface options kemudian akan muncul top up menu seperti pada gambar 2.21, pengaturan bidang gelincir disesuaikan dengan kemungkinan bidang longsor pada lereng yang akan di analisis. Pada failur 25 kemungkinan longsor adalahpada failed material yang tersusun oleh material lepas sehingga digunakan bidang gelincir berbentuk lingkaran.

Gambar 2.21 Langkah untuk membuka pengaturan bidang gelincir

Setelah surface type dipilih circular selanjutnya adalah mengatur metode pencarian kemugnkinan bidang gelincir. Radians increment menunjukan jumlah interval antara radius terbesar dan terkecil pada setiap titik pusat gelincir.

Sedangkan composite surface adalah bidang gelincir berbentuk busur lingkaran yang melewati lebih dari satu jenis materia, dan tension cract dipilih karena kemungkinan bidang gelincir pada failur25 hanya akan melewati failed material.

32

Gambar 2.22Surface options

Selanjutnya klik auto grid seperti gambar 2.23 untuk membuat grid yang memuat kemungkinan pusat gelincir. Jika dipilih auto grid maka software slide.v.6.0 akan membuat sebuah kotak dengan kemungkinan bidang longsoran, metode ini adalah metode paling lengkap dan paling efektif. Sebenarnya metode

Selanjutnya klik auto grid seperti gambar 2.23 untuk membuat grid yang memuat kemungkinan pusat gelincir. Jika dipilih auto grid maka software slide.v.6.0 akan membuat sebuah kotak dengan kemungkinan bidang longsoran, metode ini adalah metode paling lengkap dan paling efektif. Sebenarnya metode