• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Tahap Persiapan Penelitian

2. Pembuatan tepung jagung

3.1 Analisis kimia

Untuk mengetahui kandungan zat gizi dalam tepung jagung yang dihasilkan, maka dilakukan analisis proksimat. Analisis proksimat tersebut meliputi kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat (by difference). Selain itu, analisis kimia lain yang dilakukan adalah analisis total pati, amilosa, dan serat kasar. Komposisi kimia proksimat tepung jagung dapat dilihat Tabel 22.

Tabel 22 Data hasil analisis kimia tepung jagung

Parameter b/b (%) b/k (%) Kadar air 7.45 8.06 Kadar abu 0.13 0.14 Kadar lemak 2.38 2.57 Kadar protein 6.67 7.21 Kadar karbohidrat 83.37 90.08

Kadar serat serat (%) 0.88 0.95

Kadar amilosa (%) 27.90 -

Total pati (%) 59.40 -

Keterangan: b/b = berat basah b/k = berat kering

a. Kadar air

Hasil analisis kadar air menunjukkan bahwa tepung jagung memiliki kadar air sebesar 7.45 (% b/b). Nilai kadar air tersebut berbeda jauh dengan kadar air jagung pipil. Perbedaan kadar air jagung pipil dengan tepung jagung tersebut disebabkan oleh proses pembuatan tepung jagung yang dilakukan, yaitu pada tahap pengeringan dengan menggunakan oven pengering. Selama pengeringan, terjadi pelepasan air yang menyebabkan kadar air tepung jagung mengalami

Jenis oven pengering yang digunakan termasuk ke dalam tray dryer

dengan udara panas kering keluar dari lubang yang terdapat pada sisi kanan dan kiri oven. Kecepatan proses pengeringan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor internal adalah sifat kimia, struktur fisik serta ukuran bahan, sedangkan faktor ekternal adalah suhu udara dan kecepatan udara (Fellows dan Hamptonnes 1992 diacu dalam Lopulalan 2008).

Kadar air sangat dipengaruhi oleh cara penyimpanan atau lama waktu dari pemanenan sampai bahan diolah menjadi suatu produk (Lopulalan 2008). Penentuan kadar air diperlukan sebab berpengaruh pada daya simpan tepung jagung. Makin tinggi kadar air suatu bahan maka makin tinggi kemungkinan bahan tersebut rusak. Kadar air tepung jagung yang dihasilkan memenuhi syarat mutu kadar air tepung jagung yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional dalam SNI 01-3727-1995 yang menetapkan kadar air maksimum sebesar 10 (% b/b).

b. Kadar abu

Kadar abu dari suatu bahan perlu diketahui agar dapat digunakan untuk menentukan kadar mineral yang terkandung dalam bahan tersebut yang berupa abu sisa pembakaran. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar abu tepung jagung sebesar 0.13 (% b/b), sedangkan kadar abu jagung pipil sebesar 1.5 (% b/b). Rendahnya kadar abu tepung jagung disebabkan oleh tahapan pada pembuatan tepung jagung yaitu pemisahan beras jagung dengan lembaga yang mengandung 75% dari total mineral (Lopulalan 2008). Kadar abu juga dipengaruhi oleh jenis bahan, umur bahan, dan lain-lain. Kadar abu tepung jagung yang dihasilkan masih memenuhi syarat mutu SNI yaitu maksimal 1.5 (% b/b).

c. Kadar lemak

Data kadar lemak tepung jagung adalah 2.38 (% b/b). Kadar lemak bukan merupakan salah satu syarat mutu yang ditetapkan dalam SNI 01-3727-1995. Pengetahuan kadar lemak tepung jagung terkait dengan proses gelatinisasi. Kadar lemak yang tinggi akan dapat mengganggu proses gelatinisasi, sebab lemak dapat membuat kompleks dengan amilosa sehingga amilosa tidak keluar dari granula

pati (Lopulalan 2008). Dengan mengetahui kadar lemak tepung, maka akan memudahkan untuk menentukan tujuan pembuatan suatu produk (Riyani 2007).

Daftar komposisi bahan makanan (Depkes 1998) menunjukkan bahwa kadar lemak tepung jagung kuning sebesar 3.9%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar lemak tepung jagung masih di bawah acuan DKBM. Nilai kadar lemak yang diperoleh relatif kecil apabila dibandingkan dengan kadar lemak tepung jagung varietas nasional yaitu 7-8% (Riyani 2007). Rendahnya kadar lemak pada tepung jagung karena pada proses pembuatan tepung telah dilakukan pemisahan antara beras jagung dengan lembaga dan perikarp dimana terdapat kandungan lemak yang tinggi pada kedua bagian tersebut.

d. Kadar protein

Kadar protein tepung jagung bukan merupakan salah satu syarat mutu tepung jagung. Kadar protein tepung sangat penting untuk melengkapi gizinya. Kadar protein tepung jagung adalah 6.67 (% b/b) dan 7.21 (% b/k). Faktor konversi yang digunakan dalam perhitungan adalah faktor konversi untuk jagung yaitu 6.25 karena faktor konversi tepung jagung belum ditetapkan.

Data kadar protein menunjukkan terjadi penurunan kadar protein tepung jagung dibandingkan dengan jagung pipil. Hal ini disebabkan oleh pengeringan pada proses pembuatan tepung jagung dari jagung pipil. Pengeringan menyebabkan kerusakan protein seperti denaturasi, struktur agregasi dan berkurangnya aktivitas enzim rehidrasi, dimana kerusakan protein ditandai dengan perubahan seluruh struktur sekunder protein.

e. Kadar karbohidrat

Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi utama bagi tubuh. Karbohidrat dalam tepung terdiri dari karbohidrat dalam bentuk gula-gula sederhana, pentosa, dekstrin, selulosa dan pati (Ahza 1983 diacu dalam Lopulalan 2008). Semakin manis rasa tepung, maka kandungan karbohidrat dalam bentuk gula-gula sederhana juga semakin tinggi dan kandungan patinya akan semakin

rendah. Berdasarkan hasil analisis, nilai kadar karbohidrat tepung jagung sebesar 83.37 (% b/b).

f. Kadar serat kasar

Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan manusia. Serat jagung banyak terdapat pada bagian perikarp. Pada proses penepungan perikarp dibuang sehingga menurunkan serat tepung.

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa kadar serat kasar tepung jagung adalah 0.88 (% b/b) dan 0.95 (% b/k). SNI 01-3727-1995 mencantumkan maksimum kandungan serat kasar tepung jagung adalah 1.5% (% b/b). Jika nilai hasil perhitungan dibandingkan dengan SNI persyaratan mutu tepung jagung maka kadar serat kasar tepung jagung yang dihasilkan memenuhi syarat.

Walaupun berpengaruh pada tekstur tepung (menjadi lebih kasar), serat kasar berperan penting dalam penilaian kualitas bahan makanan karena angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan makanan tersebut. Hal ini berarti kandungan serat pangan yang tinggi bermanfaat untuk kesehatan, tetapi dari segi kualitas fisik berpengaruh terhadap tingkat kehalusan tepung (Suarni 2009).

g. Kadar amilosa

Kadar amilosa dari pati diperoleh dengan reaksi antara amilosa dengan iodin untuk membentuk kompleks yang stabil, yang diukur dengan spektrofotometri atau titrasi potensiometri (Breslauler 2003). Pengetahuan tentang kadar keduanya penting karena rasio amilosa dan amilopektin mempengaruhi gelatinisasi dan karakteristik pengkristalan (Karlsson et al.2007).

Semakin tinggi kadar amilosa maka semakin kuat ikatan intramolekulnya. Semakin banyak amilosa pada pati akan membatasi pengembangan granula dan mempertahankan integritas granula. Kadar amilosa tepung jagung hasil analisis yaitu sebesar 27.90%. Jagung memiliki kandungan amilosa sebanyak 25-30% berat pati (Lopulalan 2008).

h. Kadar total pati

Pati merupakan komponen utama yang terdapat pada jagung yaitu sekitar 72-73%. Pati sebagian besar terdapat pada endosperm yaitu sebesar 98% (Haryadi et al. 1991). Hasil analisis tepung jagung diperoleh total pati sebesar 59.40%. Hasil penelitian Juniawati (2003) menunjukkan bahwa kandungan pati yang terdapat pada tepung jagung yaitu sebesar 68.20%. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kadar total pati tepung jagung yang digunakan belum cukup tinggi sehingga belum dapat digunakan sebagai produk pangan berkarbohidrat tinggi. Jika dibandingkan dengan kadar total pati pada ekstrak pati jagung, nilai total pati pada tepung jagung tidaklah tinggi. Hal ini disebabkan tepung jagung tidak melewati tahap ekstraksi pati sehingga banyak komponen- komponen seperti serat atau lignin (Riyani 2007).

3.2 Analisis fisik

a. Rendemen tepung jagung

Rendemen merupakan persentase antara produk akhir (tepung jagung) yang dihasikan dengan produk awal. Rendemen sangat penting diketahui untuk mendapat gambaran seberapa besar suatu produk dapat dimanfaatkan dengan baik dan nilai ekonomis produk tersebut. Semakin tinggi rendemen suatu produk dapat dikatakan produk tersebut memiliki nilai ekonomis yang tinggi pula (Lopulalan 2008).

Rendemen yang dihasilkan pada pembuatan tepung jagung yang lolos ayakan 120 mesh adalah 30.80% dari keseluruhan jagung pipil atau sekitar 3.08 kg dari 15 kg jagung pipil. Rendemen yang cukup kecil tersebut disebabkan oleh material yang tertinggal pada alat-alat yang digunakan selama proses pembuatan tepung jagung seperti polisher, oven, disc mill, pengayak. Selain itu, penyebab rendemen yang dihasilkan kecil yaitu cukup tingginya kadar air bahan baku jagung yang digunakan. Rendemen tepung yang dihasilkan tergantung pada kandungan air dan bahan kering dari bahan baku segarnya (Sunandar 2004). Kadar air jagung pipil yang digunakan adalah 15.20 % (b/b) dan 17.9% b/k. Kandungan air yang cukup tinggi dalam bahan pangan akan menghasilkan

Mesh tepung yang tinggi pun menjadi penyebab rendahnya rendemen tepung jagung yang dihasilkan. Ukuran ayakan yang umum digunakan untuk penepungan adalah 80 mesh (Herodian et al. 2008). Rendemen hasil pengayakan relatif rendah karena ukuran mesh ayakan yang digunakan tinggi yaitu 120 mesh sehingga hancuran tepung jagung yang lolos ayakan relatif rendah. Lopulalan (2008) menambahkan, untuk memperoleh tepung sehalus terigu maka dibutuhkan pengayakan dengan mesh yang lebih besar namun rendemen yang dihasilkan semakin berkurang (Lopulalan 2008).

Riyani (2007) melaporkan bahwa rendemen tepung jagung 6 varietas nasional hampir mencapai 100% yaitu 96.25-99.89% baik metode kering maupun metode alkali cooked milling. Nilai tersebut masih lebih tinggi dibandingkan rendemen tepung jagung yang diperoleh. Hal yang membedakan keduanya adalah mesh ayakan yang digunakan oleh Riyani (2007) lebih kecil dan proses pembuatan tepung jagung dilakukan tanpa pemisahan lembaga, perikarp, dan endosperm.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan rendemen tepung jagung adalah dengan melakukan penggilingan berulang. Tepung yang tidak lolos ayakan 120 mesh digunakan kembali untuk penepungan kembali sehingga diperoleh tepung yang lebih halus lagi dan lolos ayakan 120 mesh. Selain itu, perlu dilakukan pembuatan tepung jagung yang lebih baik lagi sehingga loss yang dihasilkan pada setiap tahapan dapat seminimal mungkin.

Rendemen tepung jagung yang rendah berpengaruh terhadap biaya produksi cookies jagung. Semakin rendah rendemen maka biaya produksi yang diperlukan semakin tinggi. Hal ini dikarenakan oleh pengeluaran biaya yang semakin tinggi dalam rangka memenuhi jumlah tepung jagung yang diperlukan setiap kali berproduksi. Cookiesjagung yang dihasilkan pun akan memiliki harga yang semakin tinggi pula. Hal ini dapat mengakibatkan harga cookiesjagung sulit bersaing dengan harga cookieskomersil.

b. Densitas kamba

Densitas kamba merupakan karakteristik fisik yang penting dari tepung serealia karena berperan dalam penyimpanan, pengankutan, dan pemasaran.

Densitas kamba tepung diartikan sebagai banyaknya partikel yang dapat memenuhi suatu kontainer (Breslauer 2003). Nilai densitas kamba yang besar menunjukkan produk yang lebih ringkas. Tingkat keringkasan yang tinggi menunjukkan porositas yang dimiliki tepung jagung kecil, yaitu rongga-rongga yang terdapat di antara partikel adalah kecil. Berdasarkan hasil pengukuran, densitas kamba tepung jagung sebesar 0.7 g/ml. Nilai tersebut menunjukkan bahwa pada volume 1 ml, berat tepung jagung sebesar 0.7 g. Nilai tersebut sesuai dengan data densitas kamba tepung jagung yang dilaporkan oleh Breslauer (2003) yaitu sekitar 0.5-0.7 g/ml.

c. Profil gelatinisasi pati

Amilosa dan amilopektin di dalam granula pati dihubungkan dengan ikatan hidrogen. Apabila granula pati dipanaskan di dalam air, maka energi panas akan menyebabkan ikatan hidrogen terputus, dan air masuk ke dalam granula pati. Air yang masuk selanjutnya membentuk ikatan hidrogen dengan amilosa dan amilopektin (Nopianto 2009).

Meresapnya air ke dalam granula menyebabkan terjadinya pembengkakan granula pati. Ukuran granula akan meningkat sampai batas tertentu sebelum akhirnya granula pati tersebut pecah. Pecahnya granula menyebabkan bagian amilosa dan amilopektin berdifusi keluar. Proses masuknya air ke dalam pati yang menyebabkan granula mengembang dan akhirnya pecah disebut dengan gelatinisasi, sedangkan suhu dimana terjadinya gelatinisasi disebut dengan suhu gelatinisasi. Hasil pengujian menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu awal dan suhu puncak gelatinisasi berturut-turut adalah 26 dan 42.50 menit dengan suhu awal gelatinisasi sebesar 69°C dan suhu puncak gelatinisasi sebesar 93.75°C.

Proses gelatinisasi pati menyebabkan perubahan viskositas larutan pati. Brabender amilograf menunjukkan bahwa larutan pati sebelum dipanaskan memiliki viskositas 0 unit. Pemanasan menyebabkan granula pati sedikit demi sedikit mengalami pembengkakan sampai titik tertentu. Pembengkakan pati diikuti dengan peningkatan viskositas hingga viskositas maksimum. Nilai

Brabender Unit (BU). Viskositas maksimum yang diperoleh adalah 725 BU. Semakin besar pembengkakan granula, viskositas semakin besar. Sifat amilografi tepung jagung dapat dilihat pada Tabel 23. Semakin tinggi viskositas maksimum, berarti kemampuan pati dalam menyerap air semakin besar dan daya lengket semakin besar.

Tabel 23 Sifat amilografi tepung jagung

Sifat amilograf Tepung jagung

Suhu awal gelatinisasi (ºC) 69

Suhu puncak (ºC) 93.75

Viskositas puncak (BU) 725

Viskositas 95 (BU) 720

Viskositas 95/20 (BU) 600

Viskositas 50 (BU) 1000

Viskositas 50/20 (BU) 1170

Setback(BU) 275

Stabilitas pasta dingin (BU) 170

Breakdown(BU) 120

Stabilitas pasta panas diukur berdasarkan selisih dari viskositas maksimum setelah pemanasan pada suhu konstan (95ºC) selama 20 menit (Pratiwi 2008). Stabilitas panas juga disebut dengan breakdown. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai breakdown tepung jagung sebesar 120 BU. Nilai breakdown

menunjukkan kemampuan tepung atau pati dalam mempertahankan viskositasnya selama pemanasan. Nilai breakdownyang besar selama pemasakan menunjukkan bahwa granula pati yang telah membengkak secara keseluruhan memiliki sifat yang rapuh.

Viskositas balik (setback) merupakan selisih antara viskositas pada akhir pendinginan (50ºC) dengan viskositas pada akhir pemasakan pada suhu konstan (95ºC). Nilai setback ini menunjukkan kecerendungan pati dalam beretrogradasi. Semakin tinggi viskositas setback berarti semakin tinggi pula kemampuan pati dalam beretrogradasi (Li dan Yeh 2001 diacu dalam Pratiwi 2008). Semakin besar

kecenderungan untuk beretrogradasi, kekerasan produk setelah didinginkan semakin meningkat. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tepung jagung memiliki

setback sebesar 275 BU dan menandakan bahwa tepung jagung yang digunakan mudah untuk beretrogradasi. Dalam pembuatan produk, retrogradasi merupakan hal yang tidak diinginkan (Pratiwi 2008). Hasil amilografi tepung jagung dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Kurva hasil amilografi tepung jagung

d. Derajat warna

Warna merupakan salah satu atribut penting untuk produk pangan. Metode yang digunakan dalam analisis derajat warna ini adalah Hunter. Pada sistem ini terdapat 3 parameter yaitu a, b, dan L.

Hasil pengukuran dengan alat chromameter menunjukkan bahwa nilai a tepung jagung sebesar +0.12. Nilai a yang positif menandakan bahwa warna tepung jagung cenderung berwarna merah daripada hijau, namun warna merah tersebut tidak pekat karena nilai a sangat jauh dari maksimal nilai merah yaitu 100.

Tepung jagung memiliki nilai b sebesar +39.45. Angka positif tersebut menandakan bahwa warna tepung jagung adalah kuning, tetapi angka yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut cukup jauh di bawah nilai 70 yang berarti

95 95 50 50

Nilai L yang diperoleh dari pengukuran adalah 82.51. Hasil tersebut menandakan bahwa warna tepung jagung sangat cerah. Hal ini diperkuat dengan nilai L yang hampir mendekati maksimal nilai yaitu 100.

Selain itu, diperoleh data ºHue sebesar 89.90. Data ºHue dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik warna suatu produk pangan. Warna tepung jagung tergolong ke dalam kisaran warna 54-90, yaitu Yellow-Red atau merah kekuningan. Diagram warna Lab metode Hunter dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15 Diagram warna Lab metode Hunter

Dokumen terkait