• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1.3. Analisis Komponen PertumbuhanWilayah Tahun 1994-1996

Untuk menganalisis pertumbuhan dalam analisis shift share digunakan tiga komponen yaitu komponen pertumbuhan nasional (national growth component) disingkat PN, komponen pertumbuhan proporsional (proporsional or industrial mix growth component) disingkat PP dan yang terakhir komponen pertumbuhan pangsa wilayah (regional share growth component).

Komponen pertumbuhan nasional ialah perubahan produksi suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi nasional atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian suatu sektor dan wilayah. Berdasarkan Tabel 13 sektor pertanian memberikan kontribusi yang terbesar terhadap komponen pertumbuhan nasional yaitu Rp 2.360.783,49 juta. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan dalam sektor pertanian sangat berpengaruh terhadap perubahan kebijakan ekonomi nasional. Sektor pertanian mempunyai kontribusi yang terbesar terhadap PDRB dikarenakan Indonesia didominasi oleh sektor agraris dan didukung dengan perekonomian yang masih stabil. Selain sektor pertanian sektor

yang mempunyai kontribusi yang cukup besar lainnya adalah sektor pertambangan dan galian, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor jasa-jasa. Kontribusi listrik, gas dan air bersih menempati urutan paling kecil. Kontribusi sektor tersebut pada pertumbuhan nasional hanya sebesar Rp 55.451,48 juta dan hal ini dikarenakan pada kenyataannya di beberapa daerah di Indonesia masih banyak membutuhkan pasokan listrik dan air bersih dan pasokan gas juga masih langka.

Persentase total perubahan PDRB sektor-sektor perekonomian KTI sebesar 18,67 persen (Tabel 11) sedangkan persentase pertumbuhan nasional sebesar 16,68 persen (Tabel 13). Persentase total PDRB sektor-sektor perekonomian KTI lebih besar jika dibandingkan dengan persentase pertumbuhan nasional. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa tingkat pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di KTI lebih besar daripada tingkat pertumbuhan sektor-sektor perekonomian nasional.

Tabel 13. Komponen Pertumbuhan Nasional Sebelum Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah (Tahun 1994-1996)

Pertumbuhan Nasional No. Sektor

Juta Rupiah Persen 1 Pertanian 2.360.783,49 16,68

2 Pertambangan dan Galian 1.480.974,41 16,68

3 Industri Pengolahan 1.836.054,66 16,68 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 55.451,48 16,68 5 Bangunan 576.284,17 16,68 6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1.220.523,95 16,68

7 Pengangkutan dan Komunikasi 838.658,76 16,68

8 Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan 436.249,93 16,68 9 Jasa-Jasa 919.526,02 16,68 TOTAL 9.724.506,87 16,68

61

Komponen kedua untuk menganalisis pertumbuhan suatu wilayah adalah komponen pertumbuhan proporsional. Komponen pertumbuhan proporsional adalah suatu perubahan yang disebabkan karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam kebijakan industri, dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar.

Tabel 14 merupakan hasil dari penghitungan pertumbuhan proporsional KTI. Berdasarkan Tabel 14 ada beberapa sektor perekonomian mempunyai persentase pertumbuhan proporsional yang bernilai negatif. Dengan nilai persentase pertumbuhan proporsional yang negatif dari beberapa sektor-sektor perekonomian dapat diartikan bahwa sektor-sektor tersebut mempunyai laju pertumbuhan yang lambat.

Sektor-sektor yang mempunyai laju pertumbuhan paling lambat yaitu sektor jasa-jasa dengan persentase pertumbuhan proporsional paling kecil yaitu hanya sebesar -9,90 persen atau Rp -545.689,21 juta. Selanjutnya sektor pertanian persentase pertumbuhan proporsional sebesar -9,03 persen dan sektor pertambangan dan galian dengan persentase pertumbuhan proporsional sebesar -3,22 persen.

Sektor perekonomian yang mempunyai laju pertumbuhan paling cepat atau kontribusi yang terbesar terhadap PDRB adalah sektor listrik, gas dan air bersih karena pada tahun 1994-1996 pemerintahan bersifat sentralistik dan Pemerintah secara terus menerus meningkatkan sektor tersebut untuk memenuhi kebutuhan pasokan listrik, gas dan air bersih yang jumlahnya masih sangat terbatas di seluruh Indonesia termasuk di dalamnya KTI. Sektor listrik, gas dan air bersih

mempunyai kontribusi sebesar Rp 49.958,45 juta atau nilai pertumbuhan proporsional sebesar 15,03 persen. Sektor-sektor lain yang mempunyai kontribusi positif terhadap PDRB atau mempunyai laju pertumbuhan yang cepat antara lain sektor industri pengolahan dengan kontribusi sebesar Rp 775.643,13 juta atau nilai pertumbuhan proporsional sebesar 7,05 persen, sektor bangunan dengan kontribusi sebesar Rp 367.815,63 juta atau dengan nilai pertumbuhan proporsional 10,65 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan kontribusi sebesar Rp 5.546,99 juta atau nilai pertumbuhan proporsional 0,08 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi dengan kontribusi sebesar Rp 62.041,51 juta atau nilai pertumbuhan proporsional 1,23 persen, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dengan kontribusi sebesar Rp 27.815,00 juta atau nilai pertumbuhan proporsional 1,06 persen.

Tabel 14. Komponen Pertumbuhan Proporsional KTI Sebelum Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah (Tahun 1994-1996)

Pertumbuhan Proporsional No. Sektor

Juta Rupiah Persen 1 Pertanian -1.277.908,73 -9,03

2 Pertambangan dan Galian -285.745,93 -3,22 3 Industri Pengolahan 775.643,13 7,05 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 49.958,45 15,03 5 Bangunan 367.815,63 10,65

6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 5.546,99 0,08

7 Pengangkutan dan Komunikasi 62.041,51 1,23

8 Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan 27.815,00 1,06 9 Jasa-Jasa -545.689,21 -9,90 TOTAL -820.523,18 -1,41

Sumber : BPS, 1996 (diolah).

Komponen ketiga untuk menganalisis pertumbuhan suatu wilayah adalah komponen pertumbuhan pangsa wilayah. Komponen pertumbuhan pangsa wilayah adalah suatu perubahan yang disebabkan karena peningkatan atau

63

penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan wilayah lain. Pertumbuhan pangsa wilayah mencerminkan sektor-sektor yang mampu bersaing atau sektor-sektor yang tidak mampu bersaing dengan wilayah lain di Indonesia.

Menurut Tabel 15 sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan tidak mempunyai daya saing dengan wilayah lainnya. Sektor-sektor tersebut tidak mampu bersaing dengan wilayah lain dilihat dari persentase pertumbuhan pangsa wilayah yang bernilai negatif (PPW<0). Sektor industri pengolahan paling tidak dapat bersaing karena sektor tersebut belum terlalu berkembang di KTI dan teknologi yang ada juga masih terbatas sehingga pengolahan bahan mentah harus dikirim ke wilayah lain. Seperti yang diketahui bahwa hasil SDA yang berada di KTI pengolahannya kebanyakan tidak dilakukan di KTI itu sendiri misalnya PT. Freeport yang mengolah hasil tambang di Gresik Jawa Timur.

Sektor di KTI yang memiliki daya saing paling bagus jika dibandingkan sektor dari wilayah lain adalah sektor pertambangan dan galian dengan persentase pertumbuhan pangsa wilayah sebesar 19,98 persen. Hal ini dikarenakan sektor pertambangan dan galian menjadi salah satu sektor yang menghasilkan komoditas ekspor yang menjadi sumber devisa bagi negara dan dapat menjadi sektor penunjang perekonomian daerah asalnya.

Tabel 15. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah KTI Sebelum Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah (Tahun 1994-1996)

Pertumbuhan Pangsa Wilayah No. Sektor

Juta Rupiah Persen 1 Pertanian 968.100,51 6,84

2 Pertambangan dan Galian 1.773.667,11 19,98

3 Industri Pengolahan -1.589.925,60 -14,44

4 Listrik, Gas dan Air Bersih -21.124,79 -6,35 5 Bangunan -131.363,07 -3,80 6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 629.216,52 8,60 7 Pengangkutan dan Komunikasi 468.502,37 9,32

8 Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan -23.958,24 -0,92

9 Jasa-Jasa 513.805,81 9,32 TOTAL 2.586.920,62 4,44

Sumber : BPS, 1996 (diolah).

5.1.4. Analisis Profil Pertumbuhan PDRB Kawasan Timur Indonesia dan

Dokumen terkait