• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2.1. Analisis PDRB Kawasan Timur Indonesia Tahun 1997-1999

Tahun 1997-1999 merupakan tahun yang buruk bagi negara-negara ASEAN dan negara-negara di kawasan Asia lainnya termasuk Indonesia. Krisis ekonomi tahun 1997 tersebut ternyata berpengaruh terhadap sebagian sektor perekonomian di KTI. Sektor-sektor yang mengalami penurunan kontribusi terhadap PDRB menurut Tabel 17 sebagai akibat krisis adalah sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa dengan besar kontribusi masing-masing sebesar 0,09 persen; 0,02 persen; 27,11 persen; 1,81 persen; 26,28 persen; dan 1,08 persen. Sektor pertambangan dan galian tetap menjadi leading sector dengan pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 17,53 persen.

Tabel 17. PDRB KTI Atas Dasar Harga Konstan 1993 Menurut Lapangan Usaha (Tahun 1997-1999)

PDRB KTI (Juta Rupiah) Perubahan No. Sektor

1997 1999 Juta Rupiah Persen

1 Pertanian 16.716.694 16.702.480 -14.214 -0,09

2 Pertambangan dan Galian 12.056.974 14.171.131 2.114.157 17,53

3 Industri Pengolahan 12.560.899 12.558.056 -2.843 -0,02

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 462.822 529.653 66.831 14,44

5 Bangunan 4.565.529 3.327.806 -1.237.723 -27,11

6

Perdagangan, Hotel, dan

Restoran 9.545.454 9.372.330 -173.124 -1,81

7

Pengangkutan dan

Komunikasi 6.817.390 7.013.444 196.054 2,88

8

Keuangan, Persewaan, &

Jasa Perusahaan 3.425.844 2.525.428 -900.416 -26,28

9 Jasa-Jasa 6.669.113 6.596.995 -72.118 -1,08

TOTAL 72.820.719 72.797.323 -23.396 -0,03 Sumber : BPS, 1999 (diolah).

69

5.2.2. Rasio PDRB Kawasan Timur Indonesia dan PDB Indonesia Tahun 1997-1999

Krisis ekonomi tahun 1997 berpengaruh terhadap nilai Ra, Ri, dan ri

mengalami perbedaan jika dibandingkan dengan tahun 1993-1996 dimana perekonomian dalam keadaan yang stabil. Nilai Ra yang negatif (Ra<0)

mengidentifikasikan bahwa kondisi perekonomian Indonesia pada kurun waktu 1997-1999 mengalami penurunan. Nilai Ra pada kurun waktu 1997-1999 hanya

sebesar -0,12 (Tabel 18). Hal ini tidak lebih baik dari tahun 1994-1996.

Pada kurun waktu 1997-1999 banyak sektor menghasilkan nilai Ri

berdasarkan Tabel 18 bernilai negatif (Ri<0). Sektor-sektor yang mempunyai nilai

Ri negatif antara lain sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri

pengolahan, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel,dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Rasio sektor-sektor tersebut terhadap penerimaan PDB Indonesia mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,04; 0,08; 0,38; 0,18; 0,16; 0,32; dan 0,02. Berdasarkan Tabel 18 sektor perekonomian di Indonesia yang mempunyai rasio terbesar terhadap PDB Indonesia adalah sektor listrik, gas dan air bersih dengan rasio sebesar 0,12 sedangkan sektor yang mempunyai rasio terkecil adalah sektor jasa-jasa dengan rasio sebesar -0,02.

Nilai ri tiap-tiap sektor perkonomian di KTI pada tahun 1997-1999

beragam (Tabel 18). Ada sektor perekonomian yang mempunyai nilai ri positif

(ri>0) dan ada sektor yang mempunyai nilai ri yang negatif (ri<0). Nilai ri positif

mengidentifikasikan bahwa sektor-sektor yang ada di KTI mempunyai rasio

adalah sektor pertanian (dengan rasio sebesar 0,00), sektor pertambangan dan galian (dengan rasio sebesar 0,18), sektor industri pengolahan (dengan rasio sebesar 0,00), sektor listrik, gas dan air bersih (dengan rasio sebesar 0,14), serta sektor pengangkutan dan komunikasi (dengan rasio sebesar 0,03). Sektor yang mempunyai rasio tertinggi di KTI adalah sektor pertambangan dan galian.

Sektor perekonomian di KTI selain mempunyai rasio positif ada juga yang mempunyai rasio negatif terhadap PDRB KTI. Sektor-sektor tersebut adalah sektor bangunan (dengan rasio sebesar -0,27 terhadap PDRB KTI), sektor perdagangan, hotel, dan restoran (dengan rasio sebesar -0,02 terhadap PDRB KTI), sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan (dengan rasio sebesar -0,26 terhadap PDRB KTI), serta sektor jasa (dengan rasio sebesar -0,01 terhadap PDRB KTI).

Tabel 18. Nilai Ra, Ri, dan ri Sebelum Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

(Tahun 1997-1999)

No. Sektor Ra Ri ri

1 Pertanian -0,12 0,01 0,00 2 Pertambangan dan Galian -0,12 -0,04 0,18 3 Industri Pengolahan -0,12 -0,08 0,00

4 Listrik, Gas dan Air Bersih -0,12 0,12 0,14

5 Bangunan -0,12 -0,38 -0,27

6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran -0,12 -0,18 -0,02 7 Pengangkutan dan Komunikasi -0,12 -0,16 0,03 8 Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan -0,12 -0,32 -0,26

9 Jasa-Jasa -0,12 -0,02 -0,01

TOTAL -0,12 -0,12 0,00 Sumber : BPS, 1999 (diolah).

5.2.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Tahun 1997-1999

Berdasarkan Tabel 19 semua sektor di KTI memberikan kontribusi yang

71

persentase nilai komponen pertumbuhan nasional (PN) kurang dari nol (PN<0), yaitu sebesar -12,44 persen. Perubahan semua sektor perekonomian tidak berpengaruh terhadap perubahan kebijakan ekonomi nasional karena nilai kontribusi dari semua sektor bernilai negatif. Sektor pertanian mengalami penurunan kontribusi terbesar pada pertumbuhan nasional adalah yaitu sebesar Rp -2.079.467,90 juta dan sektor listrik, gas dan air bersih mengalami penurunan kontribusi terkecil dengan kontribusi sebesar Rp -57.572,60 juta.

Persentase total perubahan PDRB sektor-sektor perekonomian KTI pada tahun 1997-1999 sebesar -0,03 persen (Tabel 17) lebih besar jika dibandingkan persentase komponen pertumbuhan nasional sebesar -12.44 persen. Hal ini dapat diartikan bahwa tingkat pertumbuhan sektor-sektor ekonomi di KTI masih lebih besar jika dibandingkan tingkat pertumbuhan sektor-sektor ekonomi Nasional. Tabel 19. Komponen Pertumbuhan Nasional Sebelum Implementasi Kebijakan

Otonomi Daerah (Tahun 1997-1999)

Pertumbuhan Nasional No.

Sektor

Juta Rupiah Persen 1 Pertanian -2.079.467,90 -12,44

2 Pertambangan dan Galian -1.499.823,49 -12,44

3 Industri Pengolahan -1.562.509,08 -12,44 4 Listrik, Gas dan Air Bersih -57.572,60 -12,44 5 Bangunan -567.927,55 -12,44 6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran -1.187.403,75 -12,44

7 Pengangkutan dan Komunikasi -848.047,09 -12,44

8 Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan -426.156,79 -12,44

9 Jasa-Jasa -829.602,22 -12,44 TOTAL -9.058.510,45 -12,44

Sumber : BPS, 1999 (diolah).

Analisis komponen pertumbuhan wilayah selanjutnya adalah komponen pertumbuhan proporsional. Berdasarkan Tabel 20 ada beberapa sektor perekonomian mempunyai persentase pertumbuhan proporsional yang bernilai

negatif. Sektor-sektor perekonomian di KTI yang mempunyai kontribusi yang negatif adalah sektor bangunan memberikan kontribusi sebesar Rp -1.151.366,17 juta terhadap PDRB KTI atau mempunyai nilai pertumbuhan proporsional sebesar -25,22 persen. Sedangkan sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki kontribusi yang lebih besar dari sektor bangunan yaitu sebesar Rp -556.200,39 juta atau mempunyai nilai pertumbuhan proporsional sebesar -5,83 persen. Sektor pengangkutan dan komunikasi memiliki kontribusi terhadap PDRB KTI sebesar Rp -226.690,61 juta atau mempunyai nilai pertumbuhan proporsional sebesar -3,33 persen. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan juga memiliki kontribusi yang negatif terhadap PDRB KTI yaitu sebesar Rp -666.970,37 juta atau mempunyai nilai pertumbuhan proporsional sebesar -19,47 persen.

Pertumbuhan keempat sektor tersebut termasuk dalam laju pertumbuhan yang lambat karena nilai komponen pertumbuhan wilayah masing-masing kurang dari nol (PP<0). Sektor yang mempunyai laju pertumbuhan paling lambat adalah sektor bangunan.

Sektor-sektor yang mempunyai laju pertumbuhan yang cepat antara lain sektor pertanian dengan persentase pertumbuhan proporsional sebesar 13,24 persen atau dengan kontribusi sebesar Rp 2.213.604,92 juta. Sektor pertambangan dan galian dengan nilai pertumbuhan proporsional sebesar 8,10 persen atau dengan kontribusi sebesar Rp 976.600,21 juta. Sektor industri pengolahan dengan nilai pertumbuhan proporsional sebesar 4,48 persen atau dengan kontribusi sebesar Rp 562.209,19 juta. Sektor listrik, gas dan air bersih dengan nilai pertumbuhan proporsional sebesar 23,99 persen atau dengan kontribusi sebesar

73

Rp 111.034,58 juta. Sektor ini merupakan sektor yang mempunyai laju pertumbuhan paling cepat diantara sektor-sektor yang lain karena pada tahun 1997-1999 sektor tersebut masih harus dikembangkan oleh Pemerintah pada saat pemerintahan masih bersifat sentralistik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat mengingat keberadaan sektor tersebut yang masih terbatas jumlahnya. Sektor jasa- jasa dengan nilai pertumbuhan proporsional 10,46 persen atau dengan kontribusi sebesar Rp 697.659,81 juta. Disamping memiliki laju pertumbuhan yang cepat sektor-sektor di atas juga memiliki kontribusi yang positif terhadap PDRB KTI. Tabel 20. Komponen Pertumbuhan Proporsional Sebelum Implementasi

Kebijakan Otonomi Daerah (Tahun 1997-1999)

Pertumbuhan Proporsional No. Sektor

Juta Rupiah Persen 1 Pertanian 2.213.604,92 13,24 2 Pertambangan dan Galian 976.600,21 8,10 3 Industri Pengolahan 562.209,19 4,48

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 111.034,58 23,99

5 Bangunan -1.151.366,17 -25,22

6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran -556.200,39 -5,83 7 Pengangkutan dan Komunikasi -226.690,61 -3,33 8 Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan -666.970,37 -19,47 9 Jasa-Jasa 697.659,81 10,46

TOTAL 1.959.881,18 2,69 Sumber : BPS, 1999 (diolah).

Tabel 21 memperlihatkan hanya ada satu sektor perekonomian di KTI yang mempunyai nilai pertumbuhan pangsa wilayah yang negatif (PPW<0).

Sektor pertanian memiliki nilai pertumbuhan pangsa wilayah sebesar -0,89 persen atau Rp -148.224,89 juta. Sektor pertanian KTI tidak mampu

bersaing dengan sektor pertanian wilayah lain karena sektor pertanian dikembangkan dengan keterbatasan teknologi dan prasarana transportasi darat, udara maupun air (sungai) untuk mengangkut hasil produksi dan sistem

pemasaran serta kurangnya investasi di bidang pertanian karena perijinan investasi yang sulit, berbelit-belit, dan tidak jelas jangka waktu penyelesaiannya.

Pada tahun 1997-1999 ini sektor yang memiliki daya saing yang tertinggi dengan wilayah lain adalah sektor pertambangan dan penggalian. Sektor

pertambangan dan galian mempunyai nilai pertumbuhan pangsa wilayah sebesar 25,71 persen atau Rp 3.099.837,61 juta. Sektor pertambangan dan galian

mempunyai daya saing tertinggi karena sebagian besar provinsi di KTI mempunyai kandungan tambang migas ataupun nonmigas yang dijadikan komoditas unggulan dan diantaranya ada yang dijadikan sumber devisa bagi negara.

Tabel 21. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Sebelum Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah (Tahun 1997-1999)

Pertumbuhan Pangsa Wilayah No. Sektor

Juta Rupiah Persen 1 Pertanian -148.224,89 -0,89

2 Pertambangan dan Galian 3.099.837,61 25,71 3 Industri Pengolahan 997.231,13 7,94 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 15.299,49 3,31

5 Bangunan 351.016,04 7,69

6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1.541.996,65 16,15

7 Pengangkutan dan Komunikasi 1.307.337,03 19,18 8 Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan 142.060,80 4,15

9 Jasa-Jasa 59.177,48 0,89

TOTAL 7.365.731,35 10,11 Sumber : BPS, 1999 (diolah).

75

5.2.4. Analisis Profil Pertumbuhan PDRB Kawasan Timur Indonesia dan Pergeseran Bersih Tahun 1997-1999

Pada saat periode krisis ekonomi yaitu antara tahun 1997-1999 sektor- sektor yang menempati kuadran I lebih banyak jika dibandingkan pada periode 1994-1996. Kuadran I ditempati oleh sektor pertambangan dan galian dengan persentase PP dan PPW masing-masing 8,10 persen dan 25,71 persen, sektor industri pengolahan dengan persentase PP dan PPW masing-masing 4,48 persen dan 7,94 persen. Sektor listrik, gas dan air bersih dengan persentase PP dan PPW masing-masing 23,99 persen dan 3,31 persen serta sektor jasa-jasa dengan persentase PP dan PPW masing-masing 10,46 persen dan 0,89 persen

Sektor pertambangan dan galian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih dan sektor jasa-jasa pada tahun 1997-1999 ini termasuk dalam golongan sektor dengan laju pertumbuhan yang cepat serta mampu bersaing dengan wilayah lain. Hal ini ditunjukkan dengan persentase nilai PP dan PPW yang semuanya positif atau persentase PP dan PPW yang lebih besar dari nol.

Selanjutnya untuk kuadran II ditempati oleh sektor pertanian dengan persentase PP dan PPW sebesar 13,24 persen dan -0,89 persen. Sektor pertanian pada periode 1997-1999 ini termasuk dalam sektor dengan laju pertumbuhan cepat tetapi sektor pertanian belum bisa bersaing dengan wilayah lain. Sama halnya pada periode 1994-1996, di kuadran III tidak ditempati oleh sektor manapun.

Pada kuadran IV ditempati oleh sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa-jasa. Persentase PP dan PPW masing-masing sektor yaitu -25,22 persen dan 7,69

persen untuk sektor bangunan, -5,83 persen dan 16,15 persen untuk sektor perdagangan, hotel dan restoran, -3,33 persen dan 19,18 persen untuk sektor pengangkutan dan komunikasi, dan terakhir -19,47 persen dan 4,15 persen untuk sektor jasa-jasa. Sektor-sektor tersebut mempunyai laju pertumbuhan yang lambat tapi mempunyai daya saing.

-5,00 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 -30,00 -20,00 -10,00 0,00 10,00 20,00 30,00 PPW PP Pertanian Pertambangan dan Galian Industri Pengolahan

Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa

Gambar 5. Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Kawasan Timur Indonesia Tahun 1997-1999

Pergeseran bersih (PB) periode 1997-1999 seperti yang tertuang dalam Tabel 22 sebagian besar sektor-sektor ekonomi memiliki nilai PB yang negatif, hanya sektor bangunan dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, yaitu sebesar -17,53 persen untuk sektor bangunan dan -15,32 persen untuk sektor

77

keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Hal ini berarti kedua sektor tersebut termasuk dalam pertumbuhan yang lambat.

Sektor-sektor yang tergolong dalam pertumbuhan yang progesif (maju) karena memiliki persentase PB positif (PB>0) adalah sektor pertanian dengan persentase PB sebesar 12,36 persen, sektor pertambangan dan galian dengan persentase PB sebesar 33,81 persen, sektor industri pengolahan dengan persentase PB sebesar 12,42 persen, sektor listrik, gas dan air bersih dengan persentase PB sebesar 27,30 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan persentase PB sebesar 10,33 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi dengan persentase PB sebesar 15,85 persen, dan sektor jasa-jasa dengan persentase PB sebesar 11,35 persen.

Pergeseran bersih KTI diperoleh dari penjumlahan persentase PB setiap sektor. Hasil dari penjumlahan tersebut menghasilkan PB KTI sebesar 12,81 persen dan hal ini berarti secara keseluruhan menggambarkan bahwa KTI mempunyai pertumbuhan yang progresif.

Tabel 22. Pergeseran Bersih Sektor-Sektor Perekonomian Kawasan Timur Indonesia Sebelum Kebijakan Otonomi Daerah (Tahun 1997-1999)

Pergeseran Bersih No. Sektor

Juta Rupiah Persen 1 Pertanian 2.065.380,04 12,36

2 Pertambangan dan Galian 4.076.437,82 33,81

3 Industri Pengolahan 1.559.440,32 12,42 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 126.334,07 27,30 5 Bangunan -800.350,13 -17,53 6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 985.796,26 10,33

7 Pengangkutan dan Komunikasi 1.080.646,42 15,85

8 Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan -524.909,56 -15,32 9 Jasa-Jasa 756.837,29 11,35 TOTAL 9.325.612,53 12,81

5.3. Sektor-Sektor Perekonomian di Kawasan Timur Indonesia pada Awal Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Tahun 2000-2002

Dokumen terkait