• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Komponen Utama Penerimaan Retribusi Daerah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pajak dan Retribus

5.3.2. Analisis Komponen Utama Penerimaan Retribusi Daerah

retribusi daerah berdasarkan kontribusi terhadap pengelompokan dari masing- masing retribusi yang berlaku, variabel yang mempunyai pengaruh secara umum terhadap variabel tak bebas, dan variabel dummy yang digunakan untuk mengetahui pengaruh kebijakan otonomi daerah. Dalam proses analisis dilakukan seleksi variabel berdasarkan pertimbangan kelengkapan data dan kemampuan variabel tersebut terhadap total penerimaan retribusi daerah. Jenis pungutan retribusi di Kota Bogor terdiri dari 31 jenis dan setelah dikategorikan berdasarkan karakteristiknya, sehingga didapatkan 15 variabel penjelas. Setelah itu seleksi variabel dilakukan melalui teknik analisis komponen utama dengan mengelompokkan peubah-peubah penting untuk melakukan pendugaan, sekaligus memahami struktur dan melihat hubungan antar variabel di wilayah studi.

Proses analisis komponen utama terhadap penerimaan retribusi daerah di Kota Bogor menghasilkan tiga komponen utama yang merupakan kombinasi

linier dengan peubah aslinya yang bersifat saling bebas. Ke-tiga komponen utama ini mampu menjelaskan keragaman data sebesar 87,8 persen yang merupakan nilai kumulatif akar ciri (eigenvalue) yang disesuaikan dengan kriteria penentuan jumlah komponen utama yang dapat digunakan. Angka ini juga menunjukkan suatu deskripsi cukup baik karena nilai akar ciri tersebut berada di atas 70 persen.

Hal yang digunakan untuk mengetahui variabel mana yang memiliki kontribusi yang tinggi dapat dilihat pada nilai loading yang besar dengan mengabaikan tanda positif dan negatif, karena tanda tersebut merupakan tanda korelasi yang bersifat positif atau negatif terhadap komponen utamanya. Adapun arti dari korelasi positif adalah komponen utama berbanding lurus dengan variabel penjelas. Sedangkan arti dari korelasi negatif adalah bahwa komponen utama berbanding terbalik dengan variabel penjelas. Dalam penelitian ini menggunakan rule of thumb sebesar 0,5 yang berarti bahwa variabel yang mempunyai korelasi signifikan memiliki loading score > 0,5. Jadi, dari ke-tiga komponen utama tersebut dapat diambil suatu analisis bahwa:

1. Pada komponen utama 1 (PC1) tidak memiliki variabel yang berkorelasi secara signifikan terhadap penerimaan retribusi daerah di Kota Bogor karena tidak ada loading score yang melebihi batas yang telah ditentukan, sehingga masing-masing variabel memiliki kontribusi yang tidak terlalu jauh berbeda dan tidak ada yang berkontribusi secara dominan.

2. Komponen utama 2 (PC2) berkorelasi positif dengan tingkat inflasi terhadap penerimaan retribusi daerah dengan nilai loading sebesar 0,506. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat inflasi berbanding lurus terhadap penerimaan

retribusi daerah Kota Bogor yang berarti apabila tingkat inflasi mengalami peningkatan, maka penerimaan retribusi daerah akan meningkat dan begitu juga sebaliknya. Hal ini memperlihatkan bahwa retribusi tidak dipengaruhi oleh tingkat inflasi yang tinggi, karena ada beberapa retribusi yang tidak dipengaruhi inflasi seperti retribusi pelayanan kesehatan dan retribusi kebersihan yang memiliki tingkat kepentingan tinggi. Oleh karena itu, naik turunnya angka inflasi tidak memiliki pengaruh negatif terhadap penerimaan retribusi daerah.

3. Komponen utama 3 (PC3) berkorelasi positif dengan uji kendaraan bermotor terhadap penerimaan retribusi daerah dengan nilai loading sebesar 0,566 dan berkorelasi negatif dengan jumlah pengunjung objek wisata terhadap penerimaan retribusi daerah dengan nilai loading sebesar -0,666. Uji kendaraan bermotor berbanding lurus dengan penerimaan retribusi daerah karena apabila kendaraan telah lulus uji, maka dampak terhadap lingkungan secara umum akan memiliki dampak yang sangat positif dan akan menekan biaya retribusi lain yang terkait dengan lingkungan umum. Sehingga apabila semakin banyak kendaraan yang lulus uji, maka akan berdampak signifikan terhadap penerimaan retribusi daerah. Berdasarkan hasil analisis, jumlah pengunjung objek wisata yang berbanding terbalik terhadap penerimaan retribusi daerah, hal ini diduga diakibatkan oleh masalah pengelolaan, pengawasan, dan pelaporan data.

4. Pada hasil analisis ini, variabel dummy tidak memperlihatkan nilai pembobot yang signifikan terhadap PC1, PC2, dan PC3. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa kebijakan otonomi daerah tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan retribusi di Kota Bogor. Hal ini dimungkinkan karena jenis-jenis retribusi daerah baik masa sebelum dan pada masa otonomi daerah tidak terlalu berbeda jauh dan tergantung dari kebijakan masing-masing daerah. Sehingga kebijakan otonomi daerah tidak berpengaruh nyata terhadap penerimaan retribusi daerah di Kota Bogor.

Hasil selengkapnya dari analisis penerimaan retribusi daerah dapat dilihat dari pengolahan eigenanalysis of correlation matrix pada Tabel 5.10 dan nilai loading pada PC1, PC2, dan PC3 pada Tabel 5.11.

Tabel 5.10. Eigenanalysis of the Correlation Matrix Penerimaan Retribusi Daerah Kota Bogor

Eigenvalue 9,4040 2,5150 1,2563

Proportion 0,627 0,168 0,084

Cumulative 0,627 0,795 0,878

sumber: lampiran 5, diolah

Tabel 5.11. NilaiLoading Pada PC1, PC2, dan PC3 Analisis Penerimaan Retribusi Daerah Kota Bogor

Variabel PC1 PC2 PC3

Panjang jalan -0,240 0,400 -0,051

Jumlah Rumah Tangga -0,323 -0,068 0,001

Jumlah Penerbitan Akta Sipil -0,244 0,213 0,074 Jumlah Rumah Sakit & Puskesmas -0,239 0,218 -0,334

Jumlah Kematian -0,280 -0,242 0,020

Izin Membangun Bangunan 0,187 -0,294 0,129

Uji Kendaraan Bermotor -0,093 -0,423 0,566

Jumlah Kendaraan Bermotor -0,310 -0,108 -0,014

Jumlah Kendaraan Umum -0,311 -0,073 -0,006

Pengunjung Objek Wisata 0,069 -0,366 -0,666

Jumlah Perusahaan -0,320 -0,010 0,005

Jumlah Penduduk Bogor -0,320 -0,047 0,135

Tingkat Inflasi 0,105 0,506 0,251

Pendapatan Perkapita -0,310 0,012 -0,117

dummy -0,299 -0,093 0,059

5.4. Implikasi Kebijakan Pemerintah Daerah Kota Bogor Berdasarkan Hasil Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pajak dan Retribusi Daerah Kota Bogor

Berdasarkan interpretasi hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pajak dan retribusi daerah kota bogor yang telah dijelaskan sebelumnya, pada bagian ini akan dibahas mengenai implikasinya terhadap kebijakan Pemerintah Daerah Kota Bogor. Untuk perkembangan penerimaan pajak daerah, yaitu berupa kebijakan untuk menekan pengaruh kuat variabel tingkat inflasi, sedangkan untuk perkembangan penerimaan retribusi daerah berupa kebijakan yang berhubungan dengan variabel tingkat inflasi, variabel uji kendaraan bermotor, dan variabel jumlah pengunjung objek wisata.

5.4.1. Implikasi Kebijakan Pemerintah Daerah Kota Bogor untuk Perkembangan Penerimaan Pajak Daerah Kota Bogor

Faktor utama yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah Kota Bogor berdasarkan hasil analisis yaitu tingkat inflasi yang berkorelasi negatif atau berbanding terbalik terhadap penerimaan pajak daerah Kota Bogor. Berarti apabila tingkat inflasi mengalami peningkatan, maka penerimaan pajak daerah akan menurun. Tingkat inflasi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal tingkat inflasi merupakan faktor-faktor yang dapat ditanggulangi dibawah kemampuan pemerintah daerah seperti masalah kestabilan harga bahan-bahan pokok di daerah, sedangkan faktor eksternal tingkat inflasi merupakan faktor-faktor yang timbul dari masalah-masalah yang diluar kemampuan pemerintah daerah dalam penanggulangannya, seperti kondisi

moneter regional/internasional, perdagangan luar negeri, harga bahan bakar minyak, dan sebagainya.

Peran pemerintah daerah dapat dilakukan dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan serta kerja sama dengan pihak-pihak yang terkait dengan melakukan terobosan dalam mengatasi masalah kenaikan harga bahan-bahan pokok, karena kenaikan tersebut secara langsung akan mempengaruhi income sektor riil masyarakat sehingga inflasi bisa mengganggu proses perkembangan perekonomian yang sedang dilaksanakan. Terobosan yang dapat dilakukan pemerintah daerah yaitu bersama-sama dunia usaha menstabilkan harga-harga kebutuhan pokok masyarakat di daerah mengingat pentingnya menjaga tingkat inflasi yang rendah agar terjangkau oleh daya beli masyarakat. Apabila upaya diatas dapat dipenuhi oleh pemerintah daerah Kota Bogor, diharapkan terobosan dan kebijakannya tersebut dapat mengimbangi korelasi negatif variabel tingkat inflasi yang cenderung lebih banyak diakibatkan oleh faktor-faktor eksternal yang penanggulangannya diluar kemampuan pemerintah daerah.

5.4.2. Implikasi Kebijakan Pemerintah Daerah Kota Bogor untuk Perkembangan Penerimaan Retribusi Daerah Kota Bogor

Penerimaan Retribusi Daerah dipengaruhi oleh tiga faktor utama yang terdiri dari tingkat inflasi dan uji kendaraan bermotor yang berkorelasi positif atau berbanding lurus terhadap perkembangan penerimaan retribusi daerah, serta dipengaruhi faktor jumlah pengunjung objek wisata yang berkorelasi negatif atau berbanding terbalik terhadap perkembangan penerimaan retribusi daerah Kota Bogor. Apabila tingkat inflasi dan jumlah uji kendaraan bermotor meningkat,

maka penerimaan retribusi daerah di Kota Bogor juga akan meningkat, dan begitu juga sebaliknya. Hal ini mengindikasikan bahwa pengaruh faktor-faktor tersebut tidak memiliki masalah yang merugikan perkembangan penerimaan retribusi daerah di Kota Bogor, sehingga implikasi kebijakannya dapat dilakukan dengan optimalisasi kebijakan yang sudah ada, terutama upaya peningkatan jumlah pengujian kendaraan bermotor yang memiliki dampak positif yang banyak selain hanya untuk peningkatan penerimaan retribusi daerah di Kota Bogor.

Faktor jumlah pengunjung objek wisata yang berkorelasi negatif dengan penerimaan retribusi daerah dimana apabila mengalami peningkatan maka penerimaan retribusi daerah akan menurun, dan begitu pula sebaliknya. Keadaan tersebut sebetulnya kurang relevan, sehingga hal ini diduga cenderung lebih diakibatkan oleh masalah pengelolaan data dan pengawasan dilapangan serta pelaporan data kepada pihak yang terkait.

Implikasi kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah mengenai pendugaan korelasi jumlah pengunjung objek wisata terhadap penerimaan retribusi daerah di Kota Bogor yaitu dengan mengeluarkan kebijakan yang lebih berkaitan dengan masalah pengelolaan data baik mulai dari masalah teknologi, sistem pelaporan, dan terutama masalah pengawasan dilapangan. Hal- hal tersebut dapat mempengaruhi perhitungan penerimaan retribusi pada khususnya dan perhitungan PAD pada umumnya, sehingga diasumsikan keadaan tersebut dapat merugikan daerah.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi PAD dan komponen PAD Kota Bogor dan analisis komponen utama penerimaan pajak dan retribusi daerah sebelum dan pada masa otonomi daerah di Kota Bogor, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Dalam periode anggaran 2001-2005 struktur sisi penerimaan APBD Kota Bogor lebih didominasi oleh bagian dana perimbangan, padahal hal tersebut tidak mencerminkan kemandirian suatu daerah dalam pembangunannya pada masa otonomi daerah sekarang ini. Oleh karena itu pemerintah daerah Kota Bogor diharapkan untuk mampu mengoptimalkan sisi penerimaan APBD dari komponen PAD Kota Bogor yang merupakan potensi utama sumber penerimaan daerah yang potensinya harus terus digali dengan pajak daerah dan retribusi daerah sebagai komponen yang mendominasi penerimaan PAD di Kota Bogor.

2. Penerimaan pajak daerah di Kota Bogor sangat dipengaruhi oleh variabel tingkat inflasi. Tingkat inflasi berbanding terbalik terhadap penerimaan pajak daerah Kota Bogor yang berarti apabila tingkat inflasi mengalami peningkatan, maka penerimaan pajak daerah akan menurun. Hal ini dapat ditanggulangi dengan dengan cara membuat kebijakan baru atau mengoptimalkan kebijakan yang telah ada untuk mengimbangi tingkat inflasi

yang sifatnya fluktuatif. Penerimaan retribusi daerah Kota Bogor dipengaruhi oleh variabel tingkat inflasi, uji kendaraan bermotor, dan jumlah pengunjung objek wisata. Penerimaan retribusi daerah Kota Bogor berbanding lurus dengan tingat inflasi dan uji kendaraan bermotor, sedangkan jumlah pengunjung objek wisata berbanding terbalik. Tingkat inflasi berbanding lurus terhadap penerimaan retribusi daerah Kota Bogor mengindikasikan bahwa naik turunnya angka inflasi tidak memiliki pengaruh negatif terhadap penerimaan retribusi daerah, mengenai uji kendaraan bermotor memiliki dampak positif yang dapat menekan biaya retribusi lain yang terkait dengan lingkungan umum. Sehingga apabila semakin banyak kendaraan yang lulus uji, maka akan berdampak signifikan terhadap penerimaan retribusi daerah. Jumlah pengunjung objek wisata berbanding terbalik terhadap penerimaan retribusi daerah sehingga berdampak negatif terhadap penerimaan retribusi daerah, hal ini diduga akibat permasalahan pengelolaan, pengawasan, dan pelaporan data dari lapangan. Pada penelitian ini, nilai variabel dummy tidak memperlihatkan angka yang signifikan terhadap penerimaan pajak dan retribusi daerah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebijakan otonomi daerah tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pajak dan retribusi daerah di Kota Bogor.

6.2. Saran

1. Kontribusi PAD terhadap sisi penerimaan APBD tidak menunjukkan angka yang signifikan. Hal ini diharapkan dapat menjadi perhatian bagi pemerintah

daerah Kota Bogor untuk segera mengatasi permasalahan ini, karena kebijakan otonomi daerah menuntut kreativitas dan inovasi pemerintah daerah dalam mengoptimalkan potensi sumber-sumber pembiayaan pembangunan daerahnya secara mandiri.

2. Target penerimaan pajak dan retribusi daerah harus dapat dijadikan potensi sumber utama dengan cara meningkatkan dan mengoptimalkannya sesuai dengan potensi-potensi yang ada agar dapat meningkatkan persentase PAD terhadap sisi penerimaan APBD Kota Bogor.

3. Minimnya data terutama yang lebih dari 5 tahun pada instansi yang terkait, misalnya Dispenda, Kantor Arsip, dan Bappeda diharapkan dapat menjadi masukan untuk dapat mengelola dan mendokumentasikan data dengan labih baik dan lengkap, karena mengingat pentingnya peran data bagi suatu penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Anggawen, F. 2006. Disparitas Kontribusi Pajak dan Retribusi Daerah Dalam Kaitannya Dengan Perkembangan Wilayah di Kabupaten dan Kota Bogor [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Badan Pusat Statistik. 1996-2006. Kota Bogor Dalam Angka Tahun 1995/1996- 2006. BPS Kota Bogor, Bogor.

Badan Pusat Statistik. 1996-2006. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 1995/1996-2006. BPS Jakarta, Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 1996-2006. Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 1995/1996-2006. BPS Jakarta, Jakarta.

Elmi, B. 2002. Kebijakan Desentralisasi Fiskal Kaitannya Dengan Hutang Luar Negeri Pemerintah Daerah Otonom. UII Press, Yogyakarta.

Gujarati, D. 1978.Ekonometrika Dasar. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Helmi, A. 2003. Hubungan Antara Belanja dan Penerimaan Daerah: Analisis Menggunakan Data Keuangan Daerah Provinsi Riau [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Iriawan, N. dan S.P. Astuti. 2006. Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab 14. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Juliani. 2005. Optimasi Upaya Penangkapan Udang di Perairan Delta Mahakam dan Sekitarnya. www.damandiri.or.id/file/julianiipbbab4.pdf.

Laboratorium Komputasi Departemen Ilmu Ekonomi FEUI. 2005. Basic Econometrics.Depok.

Manurung, J.J. 2005.Ekonometrika Teori dan Aplikasi. Alex Media Komputindo, Jakarta.

Nachrowi, N. D. dan H. Usman. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Pasaribu, S., D. Hartono, dan T. Irawan. 2005. Pedoman Penulisan Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Pemerintah Kota Bogor. 2006. http://www.kotabogor.go.id.

Prakosa, K. B. 2003.Pajak dan Hiburan Daerah. UII Press, Yogyakarta.

Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah.

Republik Indonesia. 2000. Undang-Undang No. 34 tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Saragih, J. P. 2003.Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi. Ghalia Indonesia, Indonesia.

Sartono, B., F. M. Affendi, U. D. Syafitri, I. M. Sumertajaya, Y. Angraeni. 2003. Modul Teori Analisis Peubah Ganda. Departemen Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sidik, M. 2006. Optimalisasi Daerah dan Retribusi Daerah Dalam Rangka

Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah. http://djpkpd.go.id/ publikasi/apbd/pajak-retribusi.

Walpole, R. 1995.Pengantar Statistik. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Yanti, Z.Y. 2004. Analisis Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan

Asli Daerah Kota Bogor [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Dokumen terkait