• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Korelasi antara Struktur Modal dengan Profitabilitas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. Jasa Perbankan

4.4. Analisis Korelasi antara Struktur Modal dengan Profitabilitas

Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antar dua peubah. Hipotesis yang digunakan untuk menguji korelasi adalah:

H0 : ρ = 0 : Tidak ada korelasi antara peubah yang diteliti. H1 : ρ ≠ 0 : Ada korelasi antara peubah yang diteliti.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 2006 2007 2008 2009 2010 2011 ROA ROE

Daerah penolakan H0 adalah p-value < α (Iriawan dan Astuti, 2006).

Analisis ini memperoleh nilai korelasi antara peubah bebas dan peubah terikat. Nilai korelasi antara peubah bebas dan peubah terikat dapat melihat apakah ada hubungan yang signifikan antara keduanya. Adapun nilai korelasi dapat ditingkatkan menjadi beberapa kelas, yakni:

Tabel 9. Interpretasi Nilai Korelasi

Nilai Korelasi Interpretasi 0 0,01-0,25 0,25-0,5 0,5-0,75 0,75-0,99 1 Tidak berkorelasi Korelasi sangat rendah Cukup

Kuat Sangat kuat

Korelasi sempurna

Analisis korelasi Pearson dilakukan dengan menggunakan software

MINITAB 16. Hasil dari analisis korelasi ini dapat dilihat pada tabel 10. Tabel 10 dibawah ini menunjukkan nilai korelasi antar peubah struktur modal dengan peubah profitabilitas. Peubah yang akan dilihat tingkat keeratannya adalah laba bersih sebagai peubah terikat serta modal saham, laba ditahan, modal lainnya, jumlah dana pihak ketiga (DPK) dan hutang lainnya sebagai peubah bebas.

Tabel 10. Nilai korelasi dan p-value antar peubah

Peubah Laba Bersih Modal Saham Laba ditahan Modal Lainnya DPK Modal Saham Nilai Korelasi 0.669 p-value 0.146 Laba Ditahan Nilai Korelasi 0.997 0.685 p-value 0.000 0.133 Modal Lainnya Nilai Korelasi 0.680 0.132 0.673 p-value 0.137 0.803 0.143 DPK Nilai Korelasi 0.950 0.856 0.951 0.529 p-value 0.004 0.030 0.004 0.281 Hutang Lain Nilai Korelasi 0.502 -0.215 0.492 0.651 0.287 p-value 0.310 0.683 0.321 0.162 0.581 Sumber: Hasil output MINITAB 16

Berdasarkan hasil perhitungan korelasi yang ditunjukkan pada Tabel 10, nilai korelasi dan p-value antara unsur ekuitas yaitu modal saham, laba ditahan dan modal lainnya terhadap laba bersih masing-masing sebesar 0.669 dan 0.146 untuk modal saham, 0.997 dan 0.000 untuk jumlah laba ditahan serta 0.680 dan 0.137 untuk modal lainnya, sedangkan nilai korelasi dan p-value antara unsur hutang yaitu jumlah dana pihak ketiga dan hutang lainnya terhadap laba bersih adalah 0,050 dan 0.004 untuk jumlah DPK serta 0.502 dan 0.310 untuk hutang lainnya. Nilai korelasi kelima peubah terhadap laba bersih menunjukkan tanda positif yang artinya bila terjadi peningkatan pada peubah bebas, maka peubah terikat akan meningkat pula dan apabila peubah bebas menurun maka jumlah peubah terikat akan menurun juga.

4.4.1 Hubungan Modal Saham dengan Laba Bersih

Berdasarkan nilai korelasi yang dimiliki modal saham sebesar 0.669 menujukkan tingkat korelasi yang kuat dan positif, artinya modal saham memiliki hubungan searah dengan laba bersih, meningkatnya modal saham, maka laba bersih akan meningkat pula, namun karena nilai p-value yang dimiliki modal saham yaitu sebesar 0.146 atau lebih besar dari α, maka dapat ditarik kesimpulan hubungan korelasi yang dimiliki oleh modal saham dengan laba bersih tidak signifikan atau tidak nyata hubungannya.

Saham BRI terdiri dari 3.811.765.000 seri B saham biasa pada 2003 dengan pembagian 204.706.000 saham seri B yang umum dimiliki oleh Negara Republik Indonesia dan 1.764.705.000 seri B baru saham biasa diterbitkan dengan nilai nominal Rp 500 per lembar saham dan harga penawaran awal Rp 875 per lembar saham yang ditawarkan kepada masyarakat berlaku sejak tanggal 31 Oktober 2003. Modal saham merupakan modal inti yang dimiliki BRI. Nilai dari modal saham BRI pada periode 2006-2011 mengalami peningkatan dengan rata-rata jumlah modal saham sebesar Rp 6,2 triliun.

Pada tahun 2010, para pemegang saham BRI menyetujui rencana kepemilikan saham oleh pekerja dan manajemen melalui Program Penjatahan Saham (Employee Stock Allocation (ESA)) dan pemberian opsi pembelian saham kepada manajemen (Management Stock Option Plan (MSOP)) dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB). Program kepemilikan saham oleh pekerja (ESA) terdiri dari program pemberian saham bonus (Bonus Share Plan), program penjatahan saham dengan diskon (Share Purchase at Discount) dan program penjatahan saham tambahan (Additional Share Grant), sedangkan program kepemilikan saham oleh manajemen (MSOP) ditujukan untuk direksi dan pekerja pada posisi atau jabatan tertentu. Biaya dan diskon atas program ESA dan MSOP menjadi tanggungan BRI yang bebannya bersumber dari cadangan yang telah dibentuk. Biaya kompensasi MSOP diakui sebagai opsi saham bagian dari ekuitas.

4.4.2 Hubungan Laba Ditahan dengan Laba Bersih

Laba ditahan adalah laba milik para pemegang saham yang diputuskan oleh mereka sendiri melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk tidak dibagikan sebagai deviden, tetapi dimasukkan kembali dalam modal kerja untuk menunjang kegiatan operasional bank. Laba ini merupakan unsur struktur modal yang mendominasi jumlah ekuitas yang dimiliki BRI, artinya dalam usaha menambah nilai ekuitas untuk meningkatkan keamanan, ketahanan, serta kesehatan bank, BRI mengandalkan jumlah laba ditahan yang selalu ditingkatkan setiap tahunnya.

Nilai korelasi yang dimiliki oleh laba ditahan dengan laba bersih adalah senilai 0.997 menunjukkan tingkat korelasi yang sangat kuat dan positif, artinya jika jumlah laba ditahan meningkat maka jumlah laba bersih juga akan meningkat. P-value yang dimiliki antara laba ditahan dengan laba bersih adalah sebesar 0.000 atau lebih kecil

ditahan dengan laba bersih signifikan atau nyata hubungannya pada taraf nyata 5 persen.

4.4.3 Hubungan Modal Lainnya dengan Laba Bersih

Modal lainnya terdiri dari agio saham dan cadangan-cadangan. Agio saham merupakan selisih dari jumlah uang yang dibayarkan oleh pemegang saham baru dibandingkan dengan nilai nominal saham sedangkan cadangan-cadangan merupakan sebagian laba yang disisihkan dalam bentuk cadangan modal dan cadangan lainnya yang digunakan untuk menutup kemungkinan timbulnya risiko di kemudian hari. Kontribusi nilai modal lainnya pada total jumlah struktur modal termasuk nilai yang paling kecil yaitu sebesar 1 persen.

Nilai korelasi yang dimiliki oleh modal lainnya dengan laba bersih adalah sebesar 0.680 dengan p-value sebesar 0.137, artinya antara modal lainnya dengan laba bersih memiliki korelasi yang kuat dan positif sehingga apabila jumlah modal lainnya meningkat, maka jumlah laba bersih akan meningkat juga, namun hubungan korelasi tidak signifikan karena p-valuelebih besar dari α sebesar 0.05.

4.4.4 Hubungan DPK dengan Laba Bersih

Dana pihak ketiga merupakan dana yang berhasil dihimpun oleh bank dalam bentuk giro, tabungan ataupun deposito. Sumber dana ini merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank. Pada periode 2006-2011 BRI memiliki rata-rata jumlah dana pihak ketiga sebesar 79 persen dari total struktur modal yang memberikan kontribusi terbesar pada struktur modal BRI. Dana pihak ketiga merupakan kewajiban yang mudah dicairkan dan bersifat jangka pendek. Pengelolaan dana pihak ketiga ini sebaiknya memperhatikan kemungkinan sejumlah nasabah bank bisa datang dan menarik semua uang miliknya atau mentransfer ke bank lain, sehingga dana ini tidak hanya digunakan untuk penyaluran kredit, tetapi juga memberikan kesempatan kepada nasabah menarik kembali uangnya setiap saat.

Peningkatan jumlah dana pihak ketiga akan digunakan untuk ekspansi penyaluran kredit dan kegiatan lainnya. Seiring dengan berkembangnya penyaluran kredit, profitabilitas BRI juga akan meningkat. Kegiatan penyaluran dana selain mendatangkan keuntungan juga memiliki potensi risiko, oleh karena itu Bank Indonesia menetapkan peraturan mengenai kehati-hatian dalam pemberian kredit, yaitu harus dilakukan setinggi-tingginya sebesar Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK).

Nilai korelasi antara DPK dengan laba bersih adalah sebesar 0.95. Nilai ini menunjukkan tingkat korelasi yang sangat kuat dan positif, artinya jika DPK meningkat, maka laba bersih juga akan meningkat dan jika DPK menurun, maka laba bersih yang dihasilkan oleh BRI juga akan menurun. P-value sebesar 0.004 atau lebih kecil

dari α yaitu senilai 0.05 menyatakan bahwa hubungan yang sangat

kuat antara DPK dengan laba bersih signifikan atau berhubungan nyata pada taraf nyata 5 persen.

4.4.5 Hubungan Hutang Lainnya dengan Laba Bersih

Nilai hutang lainnya terdiri dari pinjaman subordinasi, pinjaman antar bank, kewajiban derivatif dan lain-lain. Sumber dana dari hutang lainnya ini adalah dana pihak kedua yang merupakan dana pinjaman dari pihak luar. Sifat dari hutang lainnya ini adalah kewajiban jangka menengah dan kewajiban jangka panjang. Kontribusi jumlah hutang lainnya pada total struktur modal adalah sebesar 12 persen.

Nilai korelasi antara hutang lainnya dengan laba bersih adalah sebesar 0.502 menunjukkan tingkat korelasi yang kuat dan positif, artinya jika nilai hutang lainnya meningkat maka laba bersih akan meningkat, namun p-value yang dimiliki oleh hutang lainnya dengan

laba bersih sebesar 0.310 atau lebih besar dari α yaitu 0.05, sehingga

hubungan keeratan yang kuat antara hutang lainnya dengan laba bersih tidak signifikan atau tidak nyata pada taraf nyata 5 persen.

4.4.6 Unsur Inti Struktur Modal yang Memiliki Hubungan Paling Kuat dengan Laba Bersih

Unsur inti struktur modal yang memiliki hubungan signifikan dengan taraf nyata 5 persen hanya laba ditahan dan jumlah DPK dengan nilai korelasi masing-masing adalah sebesar 0.997 dan 0.95. Nilai korelasi yang paling besar menunjukkan tingkat keeratan yang lebih kuat, sehingga jumlah laba ditahan menjadi unsur inti yang paling kuat hubungan keeratannya dengan laba bersih yaitu sebesar 99.7 persen.

Usaha peningkatan profitabilitas dapat dilakukan dengan cara meningkatkan jumlah laba ditahan disetiap tahunnya, selain itu jumlah laba ditahan yang akan meningkatkan jumlah ekuitas yang dimiliki BRI juga akan menyebabkan meningkatnya ketahanan BRI dalam menghadapi risiko-risiko yang ada.

Dokumen terkait