• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KRITIS TERHADAP PROGRAM PEMBERDAYAAN RUMAH ZAKAT

Dalam bab ini, penulis berusaha untuk menganalisis proses pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Rumah Zakat. Analisis yang penulis lakukan disesuaikan dengan konsep pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan cita-cita pembebasan masyarakat dan konsep partisipasi yang melihat masyarakat sebagai subyek perubahan. Fakih (2001; 94) menjelaskan bahwa teori sosial, menurut teori kritik, tidak memberikan penilaian benar atau salah dalam melihat suatu realitas sosial, tetapi bertugas memberikan proses penyadaran kritis kepada masyarakat terhadap realitas sosial tersebut. Hal ini juga disepakati oleh Freire bahwa tugas teori sosial adalah melakukan penyadaran terhadap sistem dan struktur yang menindas serta menghapuskan proses dehumanisasi yang mematikan kemanusiaan (Fakih, 2001; 30). Dalam mengkritisi proses pemberdayaan masyarakat yang dilakukan Rumah Zakat, penulis tidak melakukan penilaian benar atau salah, tetapi memberikan edukasi kepada masyarakat dan stake holders untuk dapat memahami pemberdayaan masyarakat yang sesungguhnya.

Ketika lembaga sejenis kurang dilirik karena tidak mengedepankan asas profesionalisme dan prinsip transparansi, Rumah Zakat mengedepankan asas profesionalisme dan transparansi organisasi. Mulai dari penghimpunan, pengelolaan, dan distribusi dan kemudian dipublikasikan secara transparan kepada masyarakat. Hal ini dapat dilihat melalui upaya-upaya penggalangan dana yang

141 variatif dan modern. Rumah Zakat juga menyediakan akses internet yang berisikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan Rumah Zakat dan laporan keuangan yang dapat dilihat oleh siapa saja.

Berdasarkan data-data yang penulis temukan di lapangan, keberadaan Rumah Zakat sebagai sebuah lembaga sosial dirasakan sangat membantu masyarakat miskin. Hal ini penulis simpulkan berdasarkan pendapat-pendapat masyarakat desa binaan selama peneliti berbaur dengan mereka. Menurt mereka, banyak hal yang telah berubah semenjak hadirnya Rumah Zakat di tengah-tengah mereka. Masyarakat Medan Sunggal merasakan di daerah mereka semakin banyak kegiatan sosial dan keagamaan. Selain itu, program-program yang dilakukan Rumah Zakat juga tepat sasaran sehingga sangat membantu masyarakat yang membutuhkan bantuan. Namun, menurut penulis, proses pemberdayaan yang dilakukan Rumah Zakat belum sesuai dengan konsep pemberdayaan yang membebaskan masyarakat dari ketergantungan.

a. Pemberdayaan Masyarakat sebagai Misi Rumah Zakat

Salah satu misi Rumah Zakat adalah membangun kemandirian masyarakat melalui pemberdayaan secara produktif. Melalui program-program Senyum Mandiri, Rumah Zakat berkomitmen untuk menjadi Lembaga Amil Zakat yang fokus kepada upaya-upaya pemberdayaan masyarakat. Dukungan dan kepercayaan masyarakat menguatkan lembaga untuk semakin fokus kepada sebuah rekayasa

142 peradaban besar yang sejak awal telah diimpikan, yakni ”transformasi mustahik ke muzakki”.

Impian tersebut tidaklah merupakan hal yang mustahil mengingat banyaknya donasi yang terkumpul dan selalu meningkat dari tahun ke tahun. Wujud nyata usaha lembaga ini adalah dengan meluaskan jaringan pengembangan usaha kecil dan mikro di berbagai kota di seluruh Indonesia. Tidak hanya itu, Rumah Zakat pun menyelenggarakan pelatihan-pelatihan motivasi dan keterampilan. Pelatihan motivasi ini memegang peranan penting karena karakter, pola pikir, dan sikap yang kontra produktif menyumbangkan andil besar dalam kelanggengan sebuah kemiskinan. Dan yang tidak kalah penting adalah pendampingan masyarakat dilakukan oleh Mustahik Relation Officer (MRO) dengan didukung para relawan.

Pada tahun 2010, Rumah Zakat mengembangkan gerakan Merangkai Senyum Indonesia. Sebagaimana makna senyum sebagai bahasa universal seseorang untuk mengungkapkan kebahagiaan, gerakan Merangkai Senyum Indonesia dicanangkan untuk memberikan kebahagiaan, khususnya bagi masyarakat kurang mampu di Indonesia. Melalui program-program yang diberikan Rumah Zakat, diharapkan masyarakat terbantu untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

Gerakan Merangkai Senyum Indonesia hadir sebagai motto Rumah Zakat mengacu pada masih rendahnya tingkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia. Menurut data Human Development Report tahun 2009 United Nations

143 masih menempati urutan ke-111 dari 176 negara. Berdasarkan indikator tersebut, Rumah Zakat berupaya untuk meningkatkan angka harapan hidup, angka melek huruf dan pendidikan dasar, serta meningkatkan angka standar kualitas hidup manusia Indonesia. Upaya tersebut diimplementasikan ke dalam gerakan Merangkai Senyum Indonesia yang meliputi tiga program utama, yaitu Senyum Sehat, Senyum Juara, dan Senyum Mandiri. Ketiga program ini digulirkan dengan harapan akan mampu menunjang kemandirian masyarakat dan menjadikannya seamkin berdaya sebagaimana tujuan Rumah Zakat.

Kesadaran akan pentingnya pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sehingga memasukkannya ke dalam salah satu misi Rumah Zakat merupakan hal yang positif dan patut ditiru, Hal ini merupakan fenomena yang baru dimana saat ini mulai bermunculan organisasi-organisasi Islam terutama Lembaga Amil Zakat mulai memperhatikan upaya pemberdayaan masyarakat miskin. Upaya memberdayakan masyarakat yang dilakukan Rumah Zakat ini sebaiknya terus mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan sehingga tidak hanya menjadi sebuah retorika belaka, tetapi menjadi sebuah lembaga yang menar-benar membebaskan masyarakat dari belenggu kemiskinan.

b. Rumah Zakat Sebagai Organisasi Sentralistik

Rumah Zakat merupakan lembaga terpusat (sentralisasi) dimana dalam pengelolaan dana filantropi Rumah Zakat cabang Medan selalu melaporkan pencatatan keuangan setiap akhir tahun dan melaporkan kegiatan-kegiatan yang

144 telah dilakukan tiap bulannya kepada kantor Rumah Zakat pusat. Rumah Zakat cabang Medan tidak membuat laporan keuangan secara khusus dan mempublikasikannya. Dalam wawancara dengan Pak Wahyudi, branch manager Rumah Zakat cabang Medan, beliau mengatakan sentralisasi ini memudahkan audit keuangan.

Sentralisasi yang diterapkan Lembaga Rumah Zakat ini membuat Rumah Zakat berbeda dengan lembaga serupa lainnya yang desentralisasi dan lebih leluasa berinovasi dengan program-program yang telah ada. Rumah Zakat cabang Medan benar-benar melakukan program karitas dan pemberdayaan yang telah dirancang Rumah Zakat pusat. Selain itu, Rumah Zakat cabang Medan juga memiliki kewajiban untuk melaporkan kegiatan yang telah dilakukan setiap bulan dan laporan keuangan kepada Rumah Zakat pusat. Secara standar pekerjaan di Rumah Zakat telah ada dan sama antara cabang yang satu dengan cabang yang lain.

Satu hal yang dilupakan Rumah Zakat sebagai pengusung pemberdayaan masyarakat adalah tidak ada keterlibatan masyarakat dalam pembuatan program maupun evaluasi keberhasilan program. Masyarakat tidak dilibatkan dalam melihat permasalahan yang terjadi. Mereka yakin, bahwa dengan menyediakan berbagai fasilitas kesehatan dan pendidikan secara gratis dan menyediakan bantuan pinjaman modal usaha maka kemandirian masyarakai dapat dicapai. Jika dilihat secara cermat, proses yang mereka lakukan mengarah kepada proses mobilisasi massa untuk bersama-sama mengikuti program-program Rumah Zakat. Misalnya pada program Cake House. Ibu-ibu di wilayah Medan Sunggal diajak untuk mengikuti pelatihan pembuatan kue. Namun, kebanyakan para Ibu tidak antusias

145 untuk mengikutinya karena tidak ada waktu dan tidak memiliki keahlian. Mereka telah memiliki pekerjaan masing-masing sehingga tidak sempat bila mengikuti pelatihan yang rutin diadakan tiap minggu tersebut. Pada akhirnya kegiatan tersebut tidak efektif karena jarang yang mau mengikutinya. Selain itu, ketika Rumah Zakat mengadakan acara atau menerima pesanan kue, Ibu-Ibu yang masih aktif mengikuti Cake House akan bersama-sama membantu membuat pesan tersebut.

Kebijakan sentralistik yang diterapkan Rumah Zakat tentu saja sangat berpengaruh terhadap proses pemberdayaan masyarakat. Kebijakan demikian tidak memihak kepada masyarakat lokal. Pendekatan sentralistik akan membawa implikasi ke dalam kehidupan masyarakat, yaitu, pertama, pendekatan top-down berimplikasi pada terjadinya uniformitas dalam setiap masyarakat miskin yang menjadi sasaran program. Semua program dan prosesnya disamaratakan dalam pelaksanaan pemberdayaan di semua wilayah. Padahal, setiap masyarakat pasti memiliki masalah dan proses penyelesaian yang berbeda pula. Hal ini menyebabkan termarjinalisasinya pengetahuan masyarakat lokal dalam proses pemberdayaan. Kedua, pendekatan sentralistik menyebabkan ketergantungan masyarakat terhadap Rumah Zakat. Mereka justru akan mengalami ketidakberdayaan karena Rumah Zakat tidak memperhatikan bantuan-bantuan yang justru mereka butuhkan. Ketiga, semakin terbatasnya kemampuan masyarakat untuk berkembang dan menganalisis permasalahan yang mereka hadapi.

Implikasi tersebut tidak akan terjadi jika memahami bahwa pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan

146 masyarakat bawah dalam mengidentifikasi kebutuhan dan mendapatkan sumber daya dalam memenuhi kebutuhan. Menurut penulis, memberikan bantuan-bantuan yang dapat dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat adalah tindakan yang baik. Masarakat miskin akan lebih terbantu dengan bantuan-bantuan terebut. Namun, untuk mengarah kepada proses pemberdayaan yang berkelanjutan, maka hal ini tidaklah cukup. Proses pemberdayaan merupakan proses kemandirian masyarakat yang efektif dilakukan dengan pengorganisasian komunitas. Maka, dalam proses ini, aktifis Rumah Zakat harus mampu mejadi fasilittor di tengah-tengah masyarakat. Proses pemberdayaan masyarakat tidak berpusat pada birokrasi, melainkan berpusat pada masyarakat atau komunitasnya sendiri. Pemberian kekuasaan pada inisiatif lokal dan partisipasi masyarakat menjadi kata kunci dalam pengembangan masyarakat (Suparjan dan Suyatno, 2003; 21). Apabila masyarakat telah mampu mengorganisasikan komunitas mereka

5.3 Program-Program yang Dilakukan Rumah Zakat

Secara garis besar, program-program yang dilakukan Rumah Zakat adalah bersifat karitas. Berdasarkan data-data yang peneliti dapatkan di lapangan, Senyum Juara dan Senyum Sehat merupakan bantuan penyedia fasilitas untuk dinikmati oleh member atau masyarakat miskin di daerah ICD. Sedangkan Program Senyum Mandiri merupakan program pemberdayaan yang lebih bersifat produktif. Program Senyum Mandiri lebih banyak melibatkan partisipasi masyarakat terutama member untuk mencapai kemandirian.

147 Pendekatan Pemberdayaan Nama Program

Dulu Sekarang

HealthCare Senyum Sehat

Rumah Bersalin Gratiis (RBG), Layanan Bersalin Gratis (LBG), Siaga Sehat, Mobil Ambulans/Mobil Jenazah, Operasi Katarak Gratis, AMARA (Armada Sehat Keluarga), Asuransi Keluarga Sehat, Siaga Gizi Balita, Pengantaran Pasien/Jenazah, Khitanan Massal

EduCare Senyum Juara

Sekolah Juara, Beasiswa Juara, Beasiswa Ceria, Kemah Juara, Mobil Juara, Program

Pengembangan Potensi Anak (P3A), Lab Juara

Eco Care YouthCare

Senyum Mandiri

Kelompok Usaha Kecil Mandiri (KUKMI), Cake House, Pelatihan Kewirausahaan, Siaga Gizi Nusantara, Water Well, Toilet Sehat Keluarga (TOSKA), Empowering Centre

Dalam kaitannya dengan tradisi filantropi, bantuan-bantuan yang bersifat karitas (charity) memang sangat membantu masyarakat miskin yang membutuhkan bantuan. Seperti halnya program-program karitas yang dilakukan Rumah Zakat, masyarakat merasa sangat terbantu dengan hadirnya Rumah Zakat di

tengah-148 tengah kehidupan mereka. Namun, hal ini justru menimbulkan masalah-masalah sosial lainnya seperti sikap ketergantungan yang besar orang miskin terhadap bantuan yang diberikan, serta menimbulkan budaya malas bagi orang-orang miskin yang selalu mendapatkan bantuan. Selain pemberian karitas, Rumah Zakat juga memberikan bantuan berupa modal usaha untuk menunjang kemandirian masyarakat.

Program-program Senyum Sehat, Senyum Juara, dan Senyum Mandiri dapat dirasakan oleh satu keluarga mustahik atau member. Dengan demikian, Rumah Zakat meyakini peluang untuk mencapai kemandirian dapat terwujud lebih cepat. Dalam satu keluarga yang terdiri atas ibu, bapak, dan anak, mereka dapat mengakses seluruh program Rumah Zakat. Upaya ini mungkin efektif untuk menunjang kemandirian individu, tetapi tidak demikian untuk pemberdayaan komunitas. Apabila hal demikian diterapkan, maka akan terjadi ketimpangan sosial dimana di dalam satu komunitas ada yang dibantu dan ada yang tidak. Apalagi Rumah Zakat menerapkan sistem seleksi member. Selain itu, proses kemandirian member dinilai selama tiga tahun. Rumah Zakat menargetkan kemandirian masyarakat dapat terwujud dalam jangka waktu satu tahun. Hal ini telah disepakati karena para member sudah di back up dengan berbagai fasilitas gratis dari Rumah Zakat. Apabila dalam tiga tahun member belum juga mandiri, maka akan dicoret dan digantikan dengan member lain yang juga membutuhkan bantuan.

Hal yang perlu kita cermati bersama berkaitan dengan upaya pemberdayaan yang dilakukan Rumah Zakat adalah keberadaannya sebagai suatu program. Sebagai suatu program, pemberdayaan dilihat dari tahapan-tahapan kegiatan guna

149 mencapai suatu tujuan yang sudah ditentukan jangka waktunya. Proses pencapaian kemandirian berlaku dalam dana tertentu dan jangka waktu tertentu. Sama halnya dengan program pemerintah, proyek yang mengatasnamakan untuk memberdayakan masyarakat juga memiliki dana dan jangka waktu. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan konsep pemberdayaan. Pemberdayaan tidak mementingkan dana dan waktu, tetapi lebih dilihat sebagai sebuah proses. Proses yang dimaksud adalah sebuah proses penyadaran masyarakat akan pentingnya partisipasi untuk mengeluarkan mereka dari kemiskinan. Seperti yang dikatakan Paulo Freire dalam Fakih (2006; 31), yaitu masyarakat memiliki kesadaran kritis dimana masyarakat mampu mengidentifikasi ketidakadilan dalam sistem dan struktur yang ada, kemudian menganalisis bagaimana sistem dan struktur itu bekerja, serta bagaimana mentransformasikannya. Apabila proses penyadaran ini berjalan sebagaimana mestinya, maka sesungguhnya tanpa merumuskan ketiga promram ini pun masyarakat telah mampu mandiri.

Pemberdayaan yang dilihat sebagai proses merupakan proses yang berkesinambungan sepanjang hidup seseorang (on going process). Hogan (2000) melihat pemberdayaan sebagai on going process, dimana proses pemberdayaan individu sebagai suatu proses yang relatif terus berjalan sepanjang usia manusia. Proses pemberdayaan akan berlangsung selama komunitas itu masih tetap ada dan mau berusaha memberdayakan diri mereka sendiri (Adi, 2008; 83-85).

Pemberdayaan masyarakat sebagai suatau proses dirasakan paling efektif. Pendekatan ini menekankan pentingnya merangsang masyarakat untuk mengidentifikasi keinginan-keinginan dan kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Selain

150 itu, pendekatan ini menjadikan masyarakat lebih peduli terhadap permasalahan mereka dengan memberdayakan potensi yang telah dimiliki. Yakub (1983) menilai bahwa upaya pemberdayaan masyarakat umumnya mencakup dua kegiatan penting. Pertama, berupaya membebaskan dan menyadarkan masyarakat. Kegiatan ini sifatnya subyektif dan memihak kepada masyarakat tertindas (dhuafa’) dalam rangka memfasilitasi mereka dalam proses penyadaran. Kedua, pemberdayaan masyarakat menggerakkan partisipasi dan etos swadaya masyarakat (Zubaedi, 2007; 104-105).

a. Partisipasi Masyarakat Dalam Program Rumah Zakat

Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan, partisipasi masyarakat hampir tidak dilibatkan dalam perumusan program maupun pengawasan program. Karena Rumah Zakat merupakan sentralistik, maka mulai dari perumusan hingga proses evaluasi dilakukan oleh pengurus Rumah Zakat. Rumah Zakat memiliki MBO dan MRO dalam mengawasi dan melakukan pendampingan kepada member. Masyarakat dijadikan sebagai objek program, bukan sebagai subjek perubahan sebagaimana yang dicita-citakan proses pemberdayaan. Misalnya pada program KUKMI yang merupakan indikator dari pemberdayaan yang dilakukan Rumah Zakat. Masyarakat disosialisasikan untuk mengikuti program ini dengan mengatakan bahwa pinjaman ini bebas bunga dan pengembaliannya pun mudah untuk dilakukan. Maka, masyarakat yang memang membutuhkan bantuan modal usaha pun berbondong-bondong datang untuk meminta pinjaman dana dari Rumah Zakat. Dengan menyerahkan beberapa persyaratan, MRO kemudian melakukan

151 survei kepada calon penerima apakah layak menerima bantuan atau tidak. Setelah didapatkan nama-nama penerima bantuan setelah dilakukan survei, maka dibentuklah kelompok KUKMI untuk memudahkan pengembalian dana dan perkembangan kelompok tersebut dikontrol oleh seorang MBO.

Satu hal yang sering ditemukan dalam implementasi konsep partisipasi adalah bahwa banyaknya partisipasi masyarakat sering dijadikan sebagai tolok ukur untuk melihat keberhasilan program pembangunan. Hal ini berakibat adanya proses mobilisasi yang digerakkan oleh pelaksana pemberdayaan agar masyarakat ikut terlibat dalam proses pembangunan. Selain itu, satu hal yang juga penting dalam konsep partisipasi adalah bahwasannya partisipasi tidak sekadar dilihat dari aspek fisikal semata. Selama ini, ada kesan bahwa seseorang dikatakan sudah berpartisipasi ketika dia sudah terlibat fisik seperti ikut pengobatan gratis dan ikut menghadiri penyuluhan. Padahal esensi yang sterkandung dalam partisipasi , sebenarnya tidak sesempit itu. Inisiatif ataupun sumbangan saran dari warga masyarakat sebenarnya dapat dikatakan sebagai suatu wujud partisipasi. Hal inilah yang kemudian juga mengakibatkan konsep partisipasi sekadar dimaknai sebagai keterlibatan dalam memberikan partisipasi secara materi. Warga masyarakat yang mampu memberikan bantuan program dalam jumlah yang besar berarti dia telah berpartisipasi secara aktif dalam menyukseskan jalannya suatu program pembangunan.

Penyadaran partisipasi masyarakat mutlak diperlukan dalam proses pemberdayaan masyarakat merupakan hal yang sangat penting. Pemberdayaan masyarakat harus selalu melihat partisipasi secara maksimal dengan tujuan setiap

152 orang dalam komunitas dapat secara aktif terlibat. Jim Ife (dalam Suparjan dan suyatno, 2003; 42) mengatakan bahwa semakin banyak warga masyarakat yang aktif untuk berpartisipasi, maka semakin ideal kepemilikan komunitas dan proses untuk menjadikannya pengembangan masyarakat dapat terealisasikan.

Sebagai proses pemberdayaan masyarakat, masyarakat hendaknya perlu dilibatkan dalam tiap proses pengembangan masayarakat, yaitu pertama, identifikasi masalah, dimana masyarakat didampingi bersama dengan fasilitator mengidentifikasi persoalan, identifikasi peluang, potensi, dan hambatan. Kedua, proses perencanaan, dimana masyarakat menyusun rencana-rencana berdasarkan hasil identifikasi. Ketiga, pelaksanaan proyek pembangunan. Keempat, evaluasi, dimana masyarakat dilibatkan untuk mengevaluasi hasil pembangunan. Kelima, mitigasi, dimana masyarakat dapat terlibat dalam mengukur dan mengurangi dampak negatif pembangunan. Keenam, monitoring, dimana masyarakat mengawasi dan menjaga agar proses pembangunan yang dapat dilakukan dapat berkelanjutan (Eugen C.Erickson (1974) dalam Suparjan dan Suyatno, 2003; 59).

153 BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian mengenai Pengelolaan Filantropi Berbasis Pemberdayaan Masyarakat di Rumah Zakat Cabang Medan dapat disimpulkan bahwa :

1. Rumah Zakat merupakan salah satu Lembaga Amil Zakat yang meletakkan tujuan kemandirian dan pemberdayaan member sebagai salah satu misinya. Rumah Zakat berkomitmen untuk menyelenggarakan program-program yang menunjang kemandirian member.

2. Secara umum, sistem penghimpunan dana yang digunakan Rumah Zakat antara lain pertama, penjualan dan pelayanan produk secara langsung. Dalam hal ini, Rumah Zakat menjual produk dan program dengan mendatangi calon muzakki dan menawarkan kepadanya untuk menjadi donator Rumah Zakat. Rumah Zakat juga melayani Jemput Zakat sebagai pelayanan yang diberikan kepada muzakki atau donator. Selain penjualan secara langsung (direct selling), Rumah Zakat juga mengembangkan pemasaran melalui fasilitas internet

(e-banking dan e-selling). Kedua, melalui surat menyurat atau brosur yang

dibagikan kepada anggota, simpatisan, dan masyarakat luas. Ketiga, melalui promosi dan presentasi yang dilakukan kepada beberapa perusahaan dan

154 lembaga atau badan swasta dan pemerintah. Keempat, membentuk program khusus untuk penggalangan dana kemanusiaan jika terjadi kasus bencana seperti program Aksi Siaga Bencana dan sebagainya.

3. Dalam mendistribusikan dana, Rumah Zakat memfokuskan penyaluran pada tiga induk program yang merupakan rangkaian dari gerakan Merangkai Senyum Indonesia. Gerakan Merangkai Senyum Indonesia mengacu pada masih rendahnya tingkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia. Berdasarkan indikator tersebut, Rumah Zakat berupaya untuk meningkatkan angka harapan hidup, angka melek huruf dan pendidikan dasar, serta meningkatkan angka standar kualitas hidup manusia Indonesia. Upaya tersebut diimplementasikan ke dalam gerakan Merangkai Senyum Indonesia yang meliputi tiga program utama, yaitu Senyum Sehat, Senyum Juara, dan Senyum Mandiri.

4. Dari ketiga induk program yang dilakukan Rumah Zakat, Program Senyum Sehat dan Senyum Juara merupakan program bantuan yang bersifat karitas. Sedangkan Program Senyum Mandiri bersifat produktif.

5. Proses pemberdayaan yang dilakukan Rumah Zakat merupakan pemberdayaan sebagai sebuah program. Rumah Zakat menargetkan kemandirian suatu keluarga dapat dicapai dalam waktu satu tahun. Konsekuensi yang harus dihadapi masyarakat jika dalam tiga tahun tidak juga mandiri adalah dicoret sebagai penerima bantuan dan digantikan oleh member lain.

155 6. Konsep partisipasi yang diterapkan Rumah Zakat meletakkan masyarakat sebagai objek yang harus diubah. Masyarakat tidak diikutsertakan dalam proses identifikasi masalah, perumusan program, hingga memonitoring program. Masyarakat hanya dilibatkan dalam pelaksanaan program dan dimobilisasi untuk ikut serta dalam program yang telah dibuat.

7. Proses pendampingan yang dilakukan Rumah Zakat lebih banyak diperuntukkan untuk menunjang dan meningkatkan nilai keagamaan para member. Dengan pendampingan, diharapkan para member Rumah Zakat dapat lebih bekerja keras untuk mencapai kemandirian dan lebih dekat kepada Allah SWT.

6.2 Saran

4. Sebagai lembaga sosial keagamaan yang lebih dekat dengan masyarakat miskin, diharapkan Rumah Zakat mampu menciptakan program-program dengan konteks lokal dan mampu berinovasi dengan program baru yang lebih dibutuhkan masyarakat desa binaan.

5. Diharapkan Rumah Zakat dapat berperan sebagai fasilitator, komunikator, dan motivator dalam tugas-tugas pendampingan masyarakat. Sebagai fasilitator, Rumah Zakat berusaha menggali potensi sumber daya manusia, alam, sekaligus mengembangkan kesadaran anggota masyarakat akan kendala maupun permasalahan yang dihadapi. Sebagai komunikator, Rumah Zakat harus mau menerima dan memberi berbagai informasi dari berbagai sumber untuk dijadikan masukan dalam merumuskan, menangani,

156 dan melaksanakan program. Sebagai motivator, Rumah Zakat memberikan pengarahan dalam menggunakan pendekatan, strategi, dan teknis pelaksanaan program.

6. Sebagai fasilitator pemberdayaan masyarakat, diharapkan pengurus Rumah Zakat membekali diri dengan melakukan pelatihan pemberdayaan masyarakat yang sesungguhnya sehingga tidak salah kaprah dalam memahami konsep pemberdayaan dan tepat sasaran.

157

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukminto, 2008. Intervensi Komunitas: Pengembangan Masyarakat

sebagai Upaya Pemberdayaan mayarakat. Jakarta: Rajawali Press.

Ali, Muhammad Daud. 1988. Sisitem Ekonomi Islam : Zakat dan Wakaf. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).

Al-Makassary, Ridwan. 2005. BAZ Propinsi Jawa Barat : Eksistensi Yang mulai

Pudar? Dalam Chaider S. Bamualim (Editor). Revitalisasi Filantropi Islam : Studi Kasus Lembaga Zakat dan Wakaf di Indonesia. Jakarta : Pusat Bahasa dan Budaya UIN dan The Ford Foundation.

Arief, Muhammad. 2008. Dapatkah Zakat Menyelesaikan Kemiskinan? http://dsniamanah.or.id/web/content/view/99/1/

Asnaini, dalam Zubaedi (Editor), 2008. Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum

Islam. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Aziz, Sholehuddin A. 2009. Filantropi Islam Berbasis Pemberdayaan Komunitas. http://indonesiafile.com/content/view/1056/79

Dokumen terkait