• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlakuan inokulasi dapat meningkatkan kadar kurkumin yang terkandung dalam rimpang. Nilai kandungan kurkumin tertinggi dimiliki oleh tanaman yang diinokulasi dengan Glomus sp. (0,157 g), diikuti perlakuan G-A (0,102 g), A. niger (0,077 g), GA (0,075 g), dan terkecil kontrol (0,072 g). Nilai kandungan kurkumin dalam rimpang kering pada panen umur 12 minggu setelah tanam tidak berbeda nyata.

Hasil analisis panen yang dilakukan 24 minggu setelah tanam, menunjukkan bahwa perlakuan inokulasi tunggal Glomus sp. dapat meningkatkan kandungan kurkumin dalam rimpang kering secara nyata. Tanaman ini

memiliki kandungan kurkumin dalam rimpang tertinggi yaitu 12.224 g.

Nilai kandungan kurkumin dalam rimpang basah juga dihitung dalam penelitian ini. Pada panen yang dilakukan saat tanaman berumur 12 minggu dan 24 minggu setelah tanam, nilai kandungan kurkumin teringgi sebesar 2.925 g dan 42.59 g didapatkan pada rimpang tanaman yang diinokulasi tunggal Glomus sp.. Nilai tersebut berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan lainnya. a d 0.1µm 0.5µm 0.5µm a b 0.1µm b c

13

Gambar 7 C. xanthorrhiza umur 12 minggu setelah tanam pada media steril yang diberi perlakuan: a. A. niger, b. Glomus sp., c. GA, d. G-A,e. Kontrol. Keterangan data: Tt = Tinggi tajuk, Bbr = Bobot basah rimpang, Bkr = Bobot kering rimpang, Krb = Kurkumin dalam satu rumpun basah, Krk = kurkumin dalam satu rumpun kering, Kar = kadar air rimpang

Gambar 8 Pertumbuhan akar dan rimpang C. xanthorrhiza umur 12 minggu setelah tanam pada media steril yang diberi perlakuan:a = kontrol , b = A. niger c = Glomus sp.,d =. GA, e = G-A

a b c d e

T t : 142.75 cm Bbr: 58.50 gr B kr: 2.75 gr K rb: 1.635 gr K rk: 0.077 gr Kar: 95.5% T t : 128.25 cm Bbr: 30.13 gr B kr: 1.625 gr K rb: 2.925 gr K rk: 0.157 gr Kar: 95 % T t : 123.125cm Bbr: 30.38 gr B kr: 1.3225 gr K rb: 1.7325 gr K rk: 0.075 gr Kar: 95.25% T t : 118 cm Bbr: 33.75gr B kr: 1.50 gr K rb: 2.295 gr K rk: 0.102 gr Kar: 78.25% T t : 111.50 cm Bbr: 33 gr B kr: 2 gr K rb: 1.1875 gr K rk: 0.072 gr Kar: 94.75 %

a b c d e

5

14

Gambar 9 Tanaman C. xanthorrhiza umur 20 minggu setelah tanam pada media tidak steril yang diberi perlakuan: a. A. niger, b. Glomus sp., c. GA, d. G-A,e. Kontrol. Keterangan data: Tt = Tinggi tajuk, Bbr = Bobot basah rimpang, Bkr = Bobot kering rimpang, Krb = Kurkumin dalam satu rumpun basah, Krk = kurkumin dalam satu rumpun kering, Kar = kadar air rimpang

T t : 157.50 cm Bbr: 148.50gr B kr: 32.250 gr K rb: 17.543 gr K rk: 3.813 gr Kar: 78.25% Tt : 147. 50 cm Bbr:162.88 gr Bkr: 36.375 gr Krb: 0.535 gr Krk: 0.120 gr Kar: 77.50% T t : 156. 50 cm Bbr: 155.50 gr Bkr: 44 gr Krb: 42.59 gr Krk: 12.22 gr Kar: 71.50% Tt : 165 cm Bbr: 192.60 gr Bkr: 47.0 gr Krb: 14.625 gr Krk: 3.793 gr Kar: 75.75% Tt : 140.875 cm Bbr: 175.13 gr Bkr: 44.375 gr Krb: 14.538 gr Krk: 4.235 gr Kar: 74 %

a b c d e

6

PEMBAHASAN

Hasil panen tanaman temulawak yang ditumbuhkan pada media steril, menunjukkan inokulasi A. niger yang mengkolonisasi 91,5 % akar tanaman secara umum mampu memberikan efek respon pertumbuhan yang terbaik. Tanaman tersebut memiliki tinggi tajuk, berat basah dan berat kering tajuk, berat basah dan kering akar, berat basah dan berat kering rimpang dengan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan cendawan A. niger dapat melarutkan fosfat tanah dalam bentuk inorganik yang sulit larut dan tidak bisa langsung dimanfaatkan oleh tanaman menjadi bentuk yang dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman. Cendawan endofit akar ini mampu mensekresikan asam organik seperti asam sitrat, glukonat, oksalat, dan suksinat yang dapat melarutkan fosfat anorganik melalui pelepasan proton asam dan kemampuannya mengkelat Ca+2, Fe+3, dan Al+3. Chuang (2006) melaporkan bahwa A. niger pada penelitiannya mensekresikan asam glukonat pada media tumbuh Ca3(PO4)2 dan mensekresikan asam oksalat pada media tumbuh FePO4 dan AlPO4. Selain itu, Zulfitri (2007) melaporkan inokulasi A. niger dapat meningkatkan kandungan klorofil pada daun yang kemudian dapat meningkatkan aktivitas fotosintesis.

Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Khastini (2007) yang menyatakan bahwa perlakuan inokulasi tunggal A. niger memberikan respon pertumbuhan vegetatif yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan inokulasi tunggal Glomus sp. dan inokulasi ganda kedua cendawan tersebut. A. niger ini tidak hanya melarutkan fosfat tetapi juga mentransfer fosfat tersebut kepada tanaman seperti yang dilakukan oleh cendawan mikoriza. Perlakuan inokulasi tunggal A. niger maupun Glomus sp. memberikan efek respon pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan inokulasi ganda. Hal ini mungkin disebabkan minimnya kadar fosfat dalam tanah yang apabila diberikan perlakuan inokulasi ganda, maka tanah akan mengalami penipisan fosfat lebih cepat dan lebih besar dibanding perlakuan inokulasi tunggal. Akibat dari penipisan fosfat yang lebih besar tersebut, kemudian menyebabkan tanaman mengalami defisiensi fosfat. Saat defisiensi fosfat itu pula, tanaman masih harus mentransfer sejumlah karbon hasil fotosintesisnya kepada dua cendawan tersebut. Khastini (2007) menyatakan ada kemungkinan terjadinya kompetisi antara kedua cendawan memperebutkan sumber C yang diberikan tumbuhan.

Hasil yang didapat dari panen tanaman temulawak yang ditumbuhkan pada media tidak steril menunjukkan bahwa secara umum perlakuan inokulasi ganda memberikan efek pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan perlakuan yang lainnya. Pemanenan setelah tanaman mengalami kekeringan dan mati menyebabkan tanaman memiliki bobot kering

tajuk dan akar yang tidak berbeda nyata pada semua perlakuan. Bobot kering rimpang tertinggi dimiliki oleh tanaman yang diinokulasi ganda GA namun nilainya tidak berbeda nyata dengan inokulasi Glomus sp. dan G-A. Inokulasi ganda GA memberikan efek respon tinggi tajuk tanaman yang lebih baik secara signifikan dibanding perlakuan lainnya. Tanaman yang diinokulasi ganda GA juga memiliki pertumbuhan tajuk anakan tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa efek inokulasi ganda GA pada panen kedua menunjukkan aktivitas pelarutan dan pentransferan P ke tanaman yang paling tinggi.

Penggunaan media tanam yang tidak steril dan dalam jumlah yang lebih banyak (6 kg) dibandingkan media tumbuh steril kemungkinan memberikan lingkungan yang mendorong kedua cendawan yaitu A. niger dan Glomus sp. untuk dapat berimbiosis secara sinergis. Kandungan fosfat di dalam tanah yang lebih banyak memungkinkan terjadinya keseimbangan antara aktivitas pelarutan dan penyaluran fosfat kepada tumbuhan oleh kedua cendawan dengan kontribusi penyaluran hasil fotosintesis tanaman berupa karbon kepada kedua cendawan tersebut, sehingga inokulasi ganda dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik. Tarafdar dan Marschner (1995) melaporkan bahwa perlakuan inokulasi kombinasi cendawan pelarut fosfat A. fumigatus dan CMA meningkatkan akitivitas pelarutan fosfat dan pertumbuhan tajuk tanaman.

Sekardini (2006) melaporkan terdapatnya interaksi positif antara A. niger dengan Glomus manihotis pada serapan fosfor tanaman albasia. Medina et al. (2005) melaporkan kombinasi A. niger, cendawan MA, dan batuan alam fosfat menghasilkan pertumbuhan Trifolium repens paling tinggi dari tanaman yang ditumbuhkan di tanah dengan kontaminasi Zn dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Hal ini berkaitan dengan konsentrasi N, P, dan K yang diserap tanaman lebih tinggi serta mengurangi akumulasi Zn yang mencemari tanah.

Cendawan endofit akar A. niger dan CMA Glomus sp. terbukti dapat mengkolonisasi akar tanaman temulawak. Kolonisasi ini terjadi pada tanaman temulawak yang ditumbuhkan pada media steril maupun tidak steril dengan baik. Struktur CMA yang teramati antara lain ialah struktur hifa internal, hifa apresorium, struktur vesikula sebagai tempat cadangan makanan, dan arbuskula sebagai tempat transfer nutrisi antara cendawan dengan tanaman. Struktur CMA ini termasuk ke dalam tipe Arum, karena tidak ditemukannya struktur hifa koil. Pada hifa A. niger hanya ditemukan struktur hifa internal dan apresorium.

Selain efek inokulasi cendawan terhadap respon tumbuh, diamati pula efeknya terhadap senyawa bioaktif kurkumin hasil metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tanaman tersebut. Jumlah nutrisi yang tersedia dan umur panen tanaman merupakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kadar kurkumin (Hadipoentyanti 2007). Pada panen umur 12 minggu setelah

tanam, perlakuan inokulasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan kurkumin dalam rimpang bila dibandingkan dengan kontrol. Hal ini disebabkan nutrisi yang tersedia tersebut masih diutamakan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman, sehingga pemanenan pada umur 12 minggu setelah tanam menyebabkan tanaman belum optimal memproduksi kurkumin. Adzkia (2006) yang meneliti pola akumulasi kurkumin pada berbagai perlakuan budidaya tanam temulawak melaporkan bahwa ketersediaan pupuk dengan terus menerus dijaga keberadaanya tidak dapat meningkatkan kandungan kurkumin pada bulan-bulan awal pemanenan. Diduga senyawa kurkumin ini hanya dihasilkan saat tumbuhan tercekam atau lingkungan tumbuh tidak memungkinkan (Heldt 1997). Namun penelitian ini mengindikasikan bahwa perlakuan inokulasi cendawan mampu meningkatkan kandungan kurkumin pada rimpang meskipun belum signifikan. Nilai kurkumin tertinggi diperoleh pada rimpang tanaman yang diinokulasikan tunggal Glomus sp..

Kurkumin merupakan senyawa metabolit sekunder golongan flavonoid yang disintesis dari asam amino fenilalanin. Beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan fenilalanin adalah senyawa nitrogen, air, dan karbondioksida (Heldt 1997). Namun pendapat Heldt tersebut tidak sepenuhnya berarti bahwa hanya nitrogen, air, dan karbondioksida saja yang mempengaruhi pembentukan kurkumin, sebab kurkumin sebagai golongan senyawa flavonoid disintesis melalui lintasan asam sikimat yang pada awalnya membutuhkan asetil KoA (Salisbury & Ross 1995). Pembentukan asetil KoA ini diawali glikolisis yang membutuhkan ATP yang berasal dari fosfat. Fosfat merupakan unsur esensial dari gula fosfat yang berperan dalam pembentukan nukleotida seperti DNA dan RNA. Fosfat berperan penting pula dalam metabolisme energi, karena keberadaannya dalam ATP, ADP, AMP, dan pirofosfat (Salisbury & Ross 1995). Jadi secara langsung maupun tidak langsung fosfat turut mempengaruhi pembentukan kurkumin.

Hasil panen tanaman temulawak pada umur 24 minggu setelah tanam, menunjukkan bahwa perlakuan inokulasi mampu meningkatkan kadar kurkumin dalam rimpang kering. Namun hanya perlakuan inokulasi tunggal Glomus sp. yang dapat meningkatkan kandungan kurkumin secara signifikan. Hal ini mungkin disebabkan oleh pemanfaatan nutrisi berupa fosfat yang lebih cenderung ke arah pertumbuhan vegetatif oleh tanaman yang diberi perlakuan inokulasi yang menggunakan A. niger baik tunggal maupun ganda. Selain itu kemampuan A. niger menghasilkan hormon auksin (Khastini, Zulfitri 2007) yang berperan pada perkecambahan tanaman, diduga menyebabkan tanaman tersebut lebih dominan menggunakan nutrisinya untuk pembentukan tajuk anakan dibandingkan ke arah pembentukan senyawa metabolit sekunder.

Adzkia (2006), melaporkan bahwa komposisi dan waktu aplikasi pemupukan tidak

mempengaruhi kadar kurkumin yang signifikan. Hasil berupa konsentrasi kurkumin dalam rimpang basah yang didapatkan untuk jenis dan perlakuan Balitro, BPTO, PSB, dan Lokal masing-masing ialah 0.056, 0.0878, 0.1007, 0.06 gram/rumpun rimpang temulawak pada pemanenan umur 6 bulan atau 24 minggu setelah tanam dan 0.2155, 0.1960, 0.2336, 0.2279 gram/rumpun rimpang temulawak pada pemanenan umur 9 bulan atau 36 minggu setelah tanam. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian tersebut, maka perlakuan inokulasi cendawan endofit pada penelitian ini dapat dikatakan berpotensi meningkatkan kandungan kurkumin dalam rimpang temulawak. Nilai kandungan kurkumin dalam rimpang basah yang didapatkan pada penelitian ini untuk perlakuan inokulasi A. niger, Glomus sp., GA, G-A, dan kontrol masing-masing ialah sebesar 1.635, 2.925, 1.733, 2.295, 1.1875 gram/rumpun rimpang temulawak pada pemanenan umur 12 minggu setelah tanam dan 17.543, 42,59, 14,625, 14.538, 0.535 gram/rumpun rimpang temulawak pada pemanenan umur 24 minggu setelah tanam.

Dokumen terkait