• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Cendawan Endofit Akar dan Mikoriza Arbuskula (CMA) Terhadap Pertumbuhan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dan Kandungan Kurkumin Rimpangnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Cendawan Endofit Akar dan Mikoriza Arbuskula (CMA) Terhadap Pertumbuhan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dan Kandungan Kurkumin Rimpangnya"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH CENDAWAN ENDOFIT AKAR DAN MIKORIZA

ARBUSKULA (CMA) TERHADAP PERTUMBUHAN

TEMULAWAK (

Curcuma xanthorrhiza

Roxb.) DAN

KANDUNGAN KURKUMIN RIMPANGNYA

SUKMA TRIPERDANA PUTRA

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SUKMA TRIPERDANA PUTRA. Pengaruh Cendawan Endofit Akar Dan Mikoriza Arbuskula (CMA) Terhadap Pertumbuhan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Dan Kandungan Kurkumin Rimpangnya. Dibimbing oleh NAMPIAH SUKARNO dan DYAH ISWANTINI PRADONO.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh cendawan endofit akar dan mikoriza arbuskula (CMA) pada pertumbuhan tajuk dan akar tanaman Curcuma xanthorrhiza Roxb. serta menganalisis produksi kandungan kurkumin dalam rimpangnya. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini ialah inokulasi 4 jenis inokulum cendawan secara terpisah pada tanaman Curcuma xanthorrhiza yang berumur satu bulan dan perlakuan kontrol tanpa inokulasi pada media tumbuh steril dan tidak steril. Pemanenan dilakukan pada minggu ke 12 dan 24 setelah tanam dengan peubah-peubah yang diamati yaitu tinggi tajuk, berat basah dan berat kering tajuk, berat basah dan berat kering akar, berat basah dan berat kering rimpang, kandungan kurkumindalam rimpang, dan kolonisasi cendawan. Analisis produksi kurkumin dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer.

Respon dalam bentuk pertumbuhan tanaman yang dihasilkan oleh interaksi jenis inokulum dan media tumbuh secara statistik berbeda nyata terhadap kontrol. Aplikasi cendawan baik pada media steril maupun tidak steril meningkatkan pertumbuhan Curcuma xanthorrhiza yaitu pada peubah tinggi tajuk, berat basah dan berat kering tajuk dan kandungan kurkumin. Di antara perlakuan cendawan, pada media steril Curcuma xanthorrhiza yang diinokulasi dengan cendawan endofit akar menunjukkan respon pertumbuhan yang terbaik. Namun pada media tidak steril, respon pertumbuhan yang terbaik dihasilkan dari perlakuan inokulasi ganda cendawan endofit akar dengan CMA Kandungan curcumin tertinggi dimiliki oleh Curcuma xanthorrhiza yang diberi perlakuan inokulasi tunggal CMA Glomus sp..

ABSTRACT

SUKMA TRIPERDANA PUTRA. The Effects Of Root Endophytic And Arbuscular Mycorrhizal Fungi On Growth Of Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) And Its Rhizome Curcumin Content. Supervised by NAMPIAH SUKARNO and DYAH ISWANTINI PRADONO.

The aim of this research was to analyse the effects of root endophytic and arbuscular mycorrhizal fungi on growth of temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Production of curcumin in the rhizomes were also analyzed. There were four different kinds of fungal inoculation treatments that were inoculated separately on one-month old Curcuma xanthorrhiza seedline in sterilized and unsterilized growth media. The experiment was conducted under greenhouse condition. The plants were harvested at 12 and 24 weeks old after inoculation. The growth parameters measured were shoot height, fresh and dry weights of shoot, fresh and dry weights of root, fresh and dry weights of rhizomes, rhizomes curcumin content, and percentage of fungal colonization. Curcumin content was analyzed using spectrofotometer.

(3)

ARBUSKULA (CMA) TERHADAP PERTUMBUHAN TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) DAN KANDUNGAN KURKUMIN

RIMPANGNYA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Sukma Triperdana Putra G34104070

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Terhadap Pertumbuhan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dan Kandungan Kurkumin Rimpangnya

Nama : Sukma Triperdana Putra NIM : G34104070

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Nampiah Sukarno Dr. Dyah Iswantini Pradono, M. Agr NIP 131 663 017 NIP 131 956 706

Diketahui,

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor

Dr. drh. Hasim, DEA NIP 131 578 806

(5)

Segala puji bagi Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya, serta shalawat dan salam kepada nabi Muhammad SAW sebagai tauladan terbaik sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Pengaruh Cendawan Endofit Akar Dan Mikoriza Arbuskula (CMA) Terhadap Pertumbuhan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Karya ilmiah ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Juni 2008 bertempat di Bagian Mikologi FMIPA IPB dan Laboratorium Genetika dan Molekuler Tumbuhan Pusat Penelitian sumber Daya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Nampiah Sukarno dan Ibu Dr. Dyah Iswantini selaku pembimbing, Ibu Dra. Hilda Akmal selaku pembimbing akademik dan dosen penguji atas segala bimbingan dan ilmu yang telah diberikan. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak, Ibu dan kedua kakakku atas segala doa, kasih sayang, dan dukungannya. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada staf bagian Laboratorium Mikologi, Laboratorium Genetika dan Molekuler Tumbuhan PPSHB, Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka (PSB) IPB atas segala sarana dan bantuan Pak Kus, Teh Wiwi, Pak Yanto, Pak Adi, Nio, Mba Ina, Ndi, Zaim yang telah diberikan.Tidak lupa terima kasih atas semangat, bantuan, dukungan dan kebersamaan dalam penyelesaian karya ilmiah ini untuk teman-teman seperjuangan Mbak Rida, Teh Yuli, Deny K, Sintha, Delapan, Bungur I, B’expert, Hompinpa, Biologi 41(esp:Mikoers), 42 (esp: Nina dan Dephil), 43(esp: Aida, Nuz, Aci, Rina, Evi, Risti, dan Novi), S2 (esp:Pak Salim dan Bu Yanti).

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk dunia, bangsa Indonesia, dan almamater.

Bogor, Januari 2009

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 02 Desember 1986 dari pasangan Gampil Soedibyo dan Lies Zaenab. Penulis merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus dari SMUN 34 Jakarta dan pada tahun yang sama diterima di jurusan Biologi Fakultas MIPA IPB melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Biologi Dasar, Biologi Cendawan, Fisiologi Tumbuhan, Biologi Mikoriza, dan Bioteknologi Cendawan tahun ajaran 2007/2008. Penulis melaksanakan praktik lapangan dengan judul Pengendalian Mutu Produk Daging Olahan di PT Belfoods Indonesia 2007.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan ... 1

BAHAN DAN METODE ... 2

Persiapan Media Tumbuh, Tanaman Curcuma xanthorriza, dan Cendawan. ... 2

Inokulasi Cendawan Endofit Akar dan CMA serta Pemeliharaan Tanaman ... 2

Analisis Pertumbuhan Tanaman, Kolonisasi Cendawan, dan Produksi Bioaktif Kurkumin ... 2

HASIL Pengaruh Inokulasi Cendawan Terhadap Pertumbuhan C. xanthorrhiza yang Ditumbuhkan pada Media Steril ... 3

Pengaruh Inokulasi Cendawan Terhadap Pertumbuhan C. xanthorrhiza yang Ditumbuhkan pada Media Tidak Steril ... 3

Analisis Kolonisasi Akar oleh Cendawan... 3

Analisis Kurkumin... 4

PEMBAHASAN... 7

SIMPULAN DAN SARAN... 8

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur senyawa kurkumin dan demetoksikurkumin... 1

2 Pembentukan senyawa flavonoid melalui lintasan sikimat... 1

3 Cendawan yang digunakan untuk menginokulasi tanaman temulawak... 2

4 Kolonisasi cendawan pada akar tanaman temulawak…... 3

5 Sruktur kolonisasi CMApada akar C. xanthorrhiza... ... 4

6 Sruktur kolonisasi cendawan endofit akar A. niger pada akar C. xanthorrhiza... 4

7 C. xanthorrhiza umur 12 minggu setelah tanam pada media steril... 5

8 Pertumbuhan akar dan rimpang C. xanthorrhiza umur 12 minggu setelah tanam... 6

9 C. xanthorrhiza umur 20 minggu setelah tanam pada media tidak steril... 6

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Diagram alir metode penelitian ………... 11

2 Komposisi larutan hara baku pupuk Johnson... 12

3 Analisis parameter respon tumbuh C. xanthorrhiza ... 13

4 Grafik analisis panen C. xanthorrhiza umur 12 minggu setelah tanam... 14

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu jenis tanaman obat yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan obat tradisional seperti jamu di Indonesia ialah temulawak (Deptan 2005). Bagian tanaman temulawak yang dipergunakan untuk jamu ialah rimpang. Rimpang beraroma tajam dengan daging berwarna kuning tua sampai jingga. Salah satu alasan utama mengapa rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dikatakan berkhasiat sebagai obat karena mengandung senyawa bioaktif yang diantaranya ialah kurkumin. Terdapat dua jenis kurkumin yang dihasilkan dalam rimpang temulawak, yaitu kurkumin dan demetoksikurkumin (gambar 1).

Gambar 1 Sruktur senyawa kurkumin dan demetoksikurkumin

Kurkumin sebagai golongan senyawa flavonoid disintesis melalui lintasan asam sikimat yang pada awalnya membutuhkan asetil KoA (Salisbury & Ross 1995). Pembentukan senyawa flavonoid melalui lintasan sikimat dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2 Pembentukan senyawa flavonoid melalui lintasan sikimat

Senyawa bioaktif kurkumin dari temulawak dapat meningkatkan aktivitas dan sintesis protein haptoglobin dan hemopexin pada hati sehingga dapat meningkatkan kadar hemoglobin tikus putih yang sebelumnya mengalami penurunan akibat keracunan timbal (Sugiharto 2003). Penelitian lain menunjukkan adanya penghambatan aktivitas p300 histone acetyltransferase (HAT) pada tikus oleh kurkumin, sehingga berpotensi menjadi strategi baru untuk menyembuhkan kerusakan hati pada manusia (Morimoto et al. 2008). Dari banyak penelitian klinis pada manusia, diketahui bahwa kurkumin menunjukkan aktivitas melawan kanker, penyakit kardiovaskuler, diabetes. Kurkumin juga memiliki efek terapi melawan

penyakit Alzheimer, sclerosis, katarak, HIV, kerusakan yang diakibatkan obat pada hati, paru-paru, dan ginjal (Aggarwal et al. 2005). Beragamnya manfaat dari rimpang temulawak menyebabkan tanaman ini mendapat julukan “ginseng Indonesia”.

Kebutuhan temulawak sebagai bahan baku obat tradisional di Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai sentra produksi jamu pada tahun 2003 menduduki peringkat pertama dari seluruh tanaman obat Indonesia (Rahardjo & Rostiana 2005). Tingginya penyerapan bahan baku tanaman obat ini oleh perusahaan industri obat tradisional ternyata tidak diimbangi peningkatan produksi yang optimal (hanya 0.06 kg/m2 dari tahun 2005 ke 2006) sehingga pada tahun 2010 diperkirakan akan terjadi kekurangan suplai bahan baku dari komoditas tanaman obat termasuk temulawak (Deptan. 2005, 2008). Hal ini menunjukkan pentingnya usaha peningkatan produktivitas dan kualitas tanaman obat terutama temulawak untuk memenuhi tingginya permintaan pasar dalam negeri (86%) maupun luar negeri (14%) sebagai obat herbal.

Usaha peningkatan produksi tanaman tidak terlepas dari penggunaan pupuk, salah satunya adalah pupuk hayati. Cendawan endofit akar Aspergillus niger (A. niger) dan cendawan mikoriza arbuskula (CMA) Glomus sp. termasuk mikroorganisme yang bermanfaat sebagai pupuk hayati. Chuang et al. (2006) melaporkan bahwa A. niger mensekresi enzim hidrolitik yang dapat melarutkan fosfat (P), salah satu unsur hara penting dalam pertumbuhan tanaman yang diperlukan dalam jumlah besar. Hifa eksternal CMA juga dilaporkan dapat menyerap dan mentrasfer P dari tanah ke dalam akar tumbuhan sehingga dapat mengatasi keterbatasan difusi fosfat anorganik yang lambat dalam tanah (Smith et al. 2003). Menurut Zulfitri (2007) inokulasi cendawan endofit akar A. niger dan CMA dalam media tumbuh tanaman Jatropha curcas dapat meningkatkan pertumbuhan biomassa tanaman tersebut. Lebih lanjut, Khastini (2007) melaporkan bahwa tanaman Oryza sativa, Zea mays, Pharaserianthes falcataria, Acasia sp., Theobroma cacao, Phaleria macrocarpa, dan Brassica sp. yang diinokulasi A. niger dan Glomus sp. mengalami peningkatan pertumbuhan 2-3 kali lebih tinggi dibandingkan kontrol. Namun penelitian mengenai peran A. niger dan Glomus sp. sebagai usaha peningkatan pertumbuhan dan kandungan senyawa bioaktif kurkumin yang terdapat di dalam rimpangnya belum banyak dilakukan.

Tujuan

(10)

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan Laboratorium Genetika dan Molekuler Tumbuhan Pusat Penelitian sumber Daya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB, Laboratorium Mikologi FMIPA IPB, dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB sejak bulan Januari sampai dengan Juni 2008.

BAHAN DAN METODE Bahan

Bahan yang digunakan adalah Curcuma xanthorrhiza (C. xanthorrhiza), cendawan endofit akar A. niger dan CMA Glomus sp.

Metode

Kegiatan penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan yang meliputi persiapan media tumbuh, tanaman C. xanthorrhiza, dan cendawan, inokulasi cendawan endofit akar dan CMA, dan analisis pertumbuhan tanaman, kolonisasi cendawan, dan produksi bioaktif kurkumin. Tahapan-tahapan penelitian tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.

a. Persiapan Media Tumbuh, Tanaman C. xanthorrhiza, dan Cendawan

Terdapat dua jenis media tumbuh tanaman yang digunakan dalam penelitian ini. Jenis pertama adalah media tumbuh tanaman yang berisi 3 kg campuran tanah dan pasir dengan komposisi 3:1 yang disterilkan. Jenis kedua adalah media tumbuh tanaman yang yang berisi 6 kg campuran tanah dan pasir dengan komposisi 3:1 yang tidak disterilkan. Persiapan tanaman dilakukan dengan menumbuhkan umbi C. xanthorrhiza pada media tanah hingga bertunas. Perbanyakan cendawan endofit akar A. niger dilakukan dengan cara menumbuhkan cendawan tersebut pada media biji jagung steril. Setelah miselium cendawan endofit memenuhi media, maka media siap menjadi sumber inokulum. Perbanyakan CMA dilakukan dengan menumbuhkan spora cendawan tersebut pada media zeolit steril dengan inang Centrosema pubescens selama 6 bulan (Gambar 3). Selanjutnya zeolit dan akar dijadikan sumber inokulum.

Gambar 3 Cendawan yang digunakan untuk menginokulasi tanaman temulawak a. miselium A. niger yang ditumbuhkan pada media PDA dalam cawan dan media biji jagung steril, b spora Glomus sp..

b. Inokulasi Cendawan Endofit Akar dan CMA serta Pemeliharaan Tanaman

Terdapat 5 perlakuan inokulasi cendawan endofit akar dan CMA ke dalam media tumbuh, yaitu kontrol atau tanpa inokulasi, inokulasi cendawan A. niger (A), inokulasi CMA Glomus sp. (G), inokulasi ganda cendawan A. niger dan Glomus sp. pada waktu yang sama (GA), dan inokulasi ganda pada waktu yang berbeda dengan inokulasi Glomus sp. 3 minggu sebelum inokulasi A. niger (G-A). Inokulasi dilakukan ke daerah perakaran tanaman. Jumlah cendawan endofit yang diinokulasikan ialah 5% dari bobot media tumbuh sedangkan untuk CMA ialah 1,65%. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan penyiangan secara berkala, penyiraman menggunakan akuades untuk pot berisi 3 kg media tumbuh steril sedangkan untuk pot berisi 6 kg media tumbuh tidak steril menggunakan air kran. Pemupukan dilakukan seminggu sekali menggunakan pupuk Johnson dengan kadar P 50% dari konsentrasi normal. Komposisi larutan baku hara Johnson dapat dilihat pada lampiran 2.

c. Analisis Pertumbuhan Tanaman, Kolonisasi Cendawan, dan Produksi Bioaktif Kurkumin

Tinggi tanaman diukur setiap minggu hingga tanaman dipanen ketika berumur 16 minggu setelah inokulasi untuk pot 3 kg dan 24 minggu untuk pot 6 kg. Pada saat panen, bagian tajuk dan akar dipotong. Tajuk tanaman ditimbang bobot basahnya, kemudian dikeringkan di dalam oven bersuhu 650C selama 7 hari selanjutnya ditimbang bobot keringnya. Bagian akar dibersihkan, lalu ditimbang bobot basahnya. Sebagian akar dikeringkan dalam oven bersuhu 650C selama 7 hari untuk mendapatkan bobot keringnya. Sebagian lagi (25%) dipotong, dan diwarnai untuk analisis kolonisasi akar.

Analisis kolonisasi cendawan akar dilakukan dengan cara akar dipotong dengan ukuran 1 cm, direndam dalam KOH 10% (v/v), dicuci dengan air mengalir. Selanjutnya direndam dalam HCl 1% (v/v) selama 12 jam. Kemudian HCl dikeluarkan untuk selanjutnya diwarnai dengan

a

(11)

pewarna biru trypan. Akar kemudian direndam dalam larutan gliserol asam 50% lalu diamati struktur kolonisasi cendawannya menggunakan mikroskop cahaya. Persen kolonisasi dihitung dengan cara menghitung jumlah akar yang terkolonisasi dibagi dengan jumlah total akar yang diamati dikalikan dengan 100 %. Jumlah spora CMA dalam media disaring menggunakan saringan berukuran 63 µm kemudian dihitung di bawah mikroskop stereo (Brundrett. et al. 1994)

Pengukuran bioaktif kurkumin dilakukan dengan cara menimbang sebanyak minimal 0,1 g rimpang temulawak yang sebelumnya telah dikeringkan dan dihaluskan. Rimpang halus tersebut dilarutkan dengan aseton di dalam labu ukur. Larutan selanjutnya disaring menggunakan kertas saring ke dalam labu ukur 25 ml lalu ditambahkan aseton hingga tera. Selanjutnya 1 ml dari larutan tersebut dipipet ke labu ukur lainnya yang ditambahkan dengan asam borat dan asam oksalat masing-masing 50 mg. Larutan diinkubasi selama 30 menit lalu ditera kembali dengan aseton sampai volume 25 ml. Kemudian nilai absorban larutan diukur dengan spektrofotometri UV-VIS pada panjang gelombang 531.5 nm.

HASIL

Pengaruh Inokulasi Cendawan Terhadap Pertumbuhan C. xanthorrhiza yang Ditumbuhkan pada Media Steril

Parameter respon tumbuh akibat pengaruh inokulasi cendawan yang paling mudah dilihat adalah tinggi tajuk tanaman. Tanaman C. xanthorrhiza yang diinokulasikan dengan cendawan endofit akar dan CMA mengalami pertumbuhan tajuk yang lebih baik bila dibandingkan dengan tanaman lainnya.

Tanaman C. xanthorrhiza yang diinokulasikan dengan cendawan endofit akar A. niger mengalami pertumbuhan tinggi tajuk, berat basah dan berat kering tajuk tertinggi dibandingkan dengan perlakuan inokulasi lain dan kontrol. Tanaman tersebut juga memiliki nilai berat basah dan berat kering akar serta nilai berat basah dan berat kering rimpang yang tertinggi. Perlakuan inokulasi cendawan dapat meningkatkan kadar air dalam rimpang bila dibandingkan dengan kontrol. Namun nilai kadar air tersebut tidak berbeda nyata. Pertumbuhan temulawak umur 12 minggu setelah tanam, dapat dilihat pada gambar 7 dan 8. Secara umum inokulasi tunggal A. niger secara nyata dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman temulawak yang ditumbuhkan pada media tanam steril (Lampiran 3).Grafik analisis hasil panen C. xanthorrhiza umur 12 minggu setelah tanam yang ditumbuhkan pada media steril dapat dilihat pada lampiran 4.

Pengaruh Inokulasi Cendawan Terhadap Pertumbuhan C. xanthorrhiza yang Ditumbuhkan pada Media Tidak steril

Nilai tinggi tajuk tertinggi dimiliki oleh tanaman yang diinokulasi ganda GA. Tanaman

yang memiliki berat basah dan berat kering tertinggi adalah tanaman yang diinokulasi ganda G-A. Namun nilai berat basah maupun berat kering tajuk tidak berbeda secara nyata antar perlakuan inokulasi maupun kontrol. Tanaman C. xanthorrhiza kontrol memiliki nilai berat basah dan kering akar tertinggi dibandingkan dengan perlakuan inokulasi. Namun nilai berat kering akar tersebut tidak berbeda nyata. Respon tumbuh berupa berat basah dan berat kering rimpang C. xanthorrhiza tertinggi dimiliki oleh tanaman yang diinokulasi dengan perlakuan GA. Nilai berat basah dan berat kering terendah justru dimiliki oleh tanaman yang diinokulasi tunggal dengan A. niger, namun nilai berat basah rimpang tiap perlakuan dan kontrol tidak berbeda nyata. Nilai kandungan air dalam rimpang yang tertinggi terdapat pada tanaman yang diinokulasi tunggal A. niger. Pertumbuhan temulawak umur 20 minggu setelah tanam, dapat dilihat pada gambar 9. Grafik analisis hasil panen C. xanthorrhiza umur 24 minggu setelah tanam yang ditumbuhkan pada media tidak steril dapat dilihat pada lampiran 5.

Analisis kolonisasi akar oleh cendawan

Akar tanaman C. xanthorrhiza yang ditumbuhkan pada media steril memiliki nilai persentase kolonisasi cendawan tertinggi (91,5 %) oleh A. niger diikuti G-A (85,83 %), GA (85,80 %), Glomus sp. (84,50 %) dan terendah kontrol (31,475 %). Akar tanaman C. xanthorrhiza yang ditumbuhkan pada media tidak steril memiliki nilai persentase kolonisasi cendawan tertinggi (84,167 %) oleh GA, diikuti Glomus sp. (80,833 %), A. niger (80 %), G-A, (72,5 %), dan terendah kontrol (28,33 %). Nilai persentase kolonisasi akar juga dapat dilihat pada gambar 4. Struktur CMA yang teramati antara lain ialah struktur hifa internal, hifa apresorium, vesikula, dan arbuskula (Gambar 6). Sedangkan pada hifa A. niger hanya ditemukan struktur hifa internal dan apresorium (Gambar 7).

a

b

(12)

Gambar 5 Struktur kolonisasi CMA pada akar C. xanthorrhiza. a. arbuskula, b. apresorium, c. vesikula d. spora

Gambar 6 Sruktur kolonisasi cendawan endofit akar A. niger pada akar C. xanthorrhiza a. hifa internal, b. apresorium

Analisis Kurkumin

Perlakuan inokulasi dapat meningkatkan kadar kurkumin yang terkandung dalam rimpang. Nilai kandungan kurkumin tertinggi dimiliki oleh tanaman yang diinokulasi dengan Glomus sp. (0,157 g), diikuti perlakuan G-A (0,102 g), A. niger (0,077 g), GA (0,075 g), dan terkecil kontrol (0,072 g). Nilai kandungan kurkumin dalam rimpang kering pada panen umur 12 minggu setelah tanam tidak berbeda nyata.

Hasil analisis panen yang dilakukan 24 minggu setelah tanam, menunjukkan bahwa perlakuan inokulasi tunggal Glomus sp. dapat meningkatkan kandungan kurkumin dalam rimpang kering secara nyata. Tanaman ini

memiliki kandungan kurkumin dalam rimpang tertinggi yaitu 12.224 g.

Nilai kandungan kurkumin dalam rimpang basah juga dihitung dalam penelitian ini. Pada panen yang dilakukan saat tanaman berumur 12 minggu dan 24 minggu setelah tanam, nilai kandungan kurkumin teringgi sebesar 2.925 g dan 42.59 g didapatkan pada rimpang tanaman yang diinokulasi tunggal Glomus sp.. Nilai tersebut berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

a

d

0.1µm

0.5µm 0.5µm

a

b

0.1µm

b

(13)

13

Gambar 7 C. xanthorrhiza umur 12 minggu setelah tanam pada media steril yang diberi perlakuan: a. A. niger, b. Glomus sp., c. GA, d. G-A,e. Kontrol. Keterangan data: Tt = Tinggi tajuk, Bbr = Bobot basah rimpang, Bkr = Bobot kering rimpang, Krb = Kurkumin dalam satu rumpun basah, Krk = kurkumin dalam satu rumpun kering, Kar = kadar air rimpang

Gambar 8 Pertumbuhan akar dan rimpang C. xanthorrhiza umur 12 minggu setelah tanam pada media steril yang diberi perlakuan:a = kontrol , b = A. niger c = Glomus sp.,d =. GA, e = G-A

a

b

c

d

e

T t : 142.75 cm Bbr: 58.50 gr B kr: 2.75 gr K rb: 1.635 gr K rk: 0.077 gr Kar: 95.5%

T t : 128.25 cm Bbr: 30.13 gr B kr: 1.625 gr K rb: 2.925 gr K rk: 0.157 gr Kar: 95 %

T t : 123.125cm Bbr: 30.38 gr B kr: 1.3225 gr K rb: 1.7325 gr K rk: 0.075 gr Kar: 95.25%

T t : 118 cm Bbr: 33.75gr B kr: 1.50 gr K rb: 2.295 gr K rk: 0.102 gr Kar: 78.25%

T t : 111.50 cm Bbr: 33 gr B kr: 2 gr K rb: 1.1875 gr K rk: 0.072 gr Kar: 94.75 %

a

b

c

d

e

(14)

14

Gambar 9 Tanaman C. xanthorrhiza umur 20 minggu setelah tanam pada media tidak steril yang diberi perlakuan: a. A. niger, b. Glomus sp., c. GA, d. G-A,e. Kontrol. Keterangan data: Tt = Tinggi tajuk, Bbr = Bobot basah rimpang, Bkr = Bobot kering rimpang, Krb = Kurkumin dalam satu rumpun basah, Krk = kurkumin dalam satu rumpun kering, Kar = kadar air rimpang

T t : 157.50 cm Bbr: 148.50gr B kr: 32.250 gr K rb: 17.543 gr K rk: 3.813 gr Kar: 78.25%

Tt : 147. 50 cm Bbr:162.88 gr Bkr: 36.375 gr Krb: 0.535 gr Krk: 0.120 gr Kar: 77.50% T t : 156. 50 cm

Bbr: 155.50 gr Bkr: 44 gr Krb: 42.59 gr Krk: 12.22 gr Kar: 71.50%

Tt : 165 cm Bbr: 192.60 gr Bkr: 47.0 gr Krb: 14.625 gr Krk: 3.793 gr Kar: 75.75%

Tt : 140.875 cm Bbr: 175.13 gr Bkr: 44.375 gr Krb: 14.538 gr Krk: 4.235 gr Kar: 74 %

a

b

c

d

e

(15)

PEMBAHASAN

Hasil panen tanaman temulawak yang ditumbuhkan pada media steril, menunjukkan inokulasi A. niger yang mengkolonisasi 91,5 % akar tanaman secara umum mampu memberikan efek respon pertumbuhan yang terbaik. Tanaman tersebut memiliki tinggi tajuk, berat basah dan berat kering tajuk, berat basah dan kering akar, berat basah dan berat kering rimpang dengan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan cendawan A. niger dapat melarutkan fosfat tanah dalam bentuk inorganik yang sulit larut dan tidak bisa langsung dimanfaatkan oleh tanaman menjadi bentuk yang dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman. Cendawan endofit akar ini mampu mensekresikan asam organik seperti asam sitrat, glukonat, oksalat, dan suksinat yang dapat melarutkan fosfat anorganik melalui pelepasan proton asam dan kemampuannya mengkelat Ca+2, Fe+3, dan Al+3. Chuang (2006) melaporkan bahwa A. niger pada penelitiannya mensekresikan asam glukonat pada media tumbuh Ca3(PO4)2 dan mensekresikan asam oksalat pada media tumbuh FePO4 dan AlPO4. Selain itu, Zulfitri (2007) melaporkan inokulasi A. niger dapat meningkatkan kandungan klorofil pada daun yang kemudian dapat meningkatkan aktivitas fotosintesis.

Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Khastini (2007) yang menyatakan bahwa perlakuan inokulasi tunggal A. niger memberikan respon pertumbuhan vegetatif yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan inokulasi tunggal Glomus sp. dan inokulasi ganda kedua cendawan tersebut. A. niger ini tidak hanya melarutkan fosfat tetapi juga mentransfer fosfat tersebut kepada tanaman seperti yang dilakukan oleh cendawan mikoriza. Perlakuan inokulasi tunggal A. niger maupun Glomus sp. memberikan efek respon pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan inokulasi ganda. Hal ini mungkin disebabkan minimnya kadar fosfat dalam tanah yang apabila diberikan perlakuan inokulasi ganda, maka tanah akan mengalami penipisan fosfat lebih cepat dan lebih besar dibanding perlakuan inokulasi tunggal. Akibat dari penipisan fosfat yang lebih besar tersebut, kemudian menyebabkan tanaman mengalami defisiensi fosfat. Saat defisiensi fosfat itu pula, tanaman masih harus mentransfer sejumlah karbon hasil fotosintesisnya kepada dua cendawan tersebut. Khastini (2007) menyatakan ada kemungkinan terjadinya kompetisi antara kedua cendawan memperebutkan sumber C yang diberikan tumbuhan.

Hasil yang didapat dari panen tanaman temulawak yang ditumbuhkan pada media tidak steril menunjukkan bahwa secara umum perlakuan inokulasi ganda memberikan efek pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan perlakuan yang lainnya. Pemanenan setelah tanaman mengalami kekeringan dan mati menyebabkan tanaman memiliki bobot kering

tajuk dan akar yang tidak berbeda nyata pada semua perlakuan. Bobot kering rimpang tertinggi dimiliki oleh tanaman yang diinokulasi ganda GA namun nilainya tidak berbeda nyata dengan inokulasi Glomus sp. dan G-A. Inokulasi ganda GA memberikan efek respon tinggi tajuk tanaman yang lebih baik secara signifikan dibanding perlakuan lainnya. Tanaman yang diinokulasi ganda GA juga memiliki pertumbuhan tajuk anakan tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa efek inokulasi ganda GA pada panen kedua menunjukkan aktivitas pelarutan dan pentransferan P ke tanaman yang paling tinggi.

Penggunaan media tanam yang tidak steril dan dalam jumlah yang lebih banyak (6 kg) dibandingkan media tumbuh steril kemungkinan memberikan lingkungan yang mendorong kedua cendawan yaitu A. niger dan Glomus sp. untuk dapat berimbiosis secara sinergis. Kandungan fosfat di dalam tanah yang lebih banyak memungkinkan terjadinya keseimbangan antara aktivitas pelarutan dan penyaluran fosfat kepada tumbuhan oleh kedua cendawan dengan kontribusi penyaluran hasil fotosintesis tanaman berupa karbon kepada kedua cendawan tersebut, sehingga inokulasi ganda dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik. Tarafdar dan Marschner (1995) melaporkan bahwa perlakuan inokulasi kombinasi cendawan pelarut fosfat A. fumigatus dan CMA meningkatkan akitivitas pelarutan fosfat dan pertumbuhan tajuk tanaman.

Sekardini (2006) melaporkan terdapatnya interaksi positif antara A. niger dengan Glomus manihotis pada serapan fosfor tanaman albasia. Medina et al. (2005) melaporkan kombinasi A. niger, cendawan MA, dan batuan alam fosfat menghasilkan pertumbuhan Trifolium repens paling tinggi dari tanaman yang ditumbuhkan di tanah dengan kontaminasi Zn dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Hal ini berkaitan dengan konsentrasi N, P, dan K yang diserap tanaman lebih tinggi serta mengurangi akumulasi Zn yang mencemari tanah.

Cendawan endofit akar A. niger dan CMA Glomus sp. terbukti dapat mengkolonisasi akar tanaman temulawak. Kolonisasi ini terjadi pada tanaman temulawak yang ditumbuhkan pada media steril maupun tidak steril dengan baik. Struktur CMA yang teramati antara lain ialah struktur hifa internal, hifa apresorium, struktur vesikula sebagai tempat cadangan makanan, dan arbuskula sebagai tempat transfer nutrisi antara cendawan dengan tanaman. Struktur CMA ini termasuk ke dalam tipe Arum, karena tidak ditemukannya struktur hifa koil. Pada hifa A. niger hanya ditemukan struktur hifa internal dan apresorium.

(16)

tanam, perlakuan inokulasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan kurkumin dalam rimpang bila dibandingkan dengan kontrol. Hal ini disebabkan nutrisi yang tersedia tersebut masih diutamakan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman, sehingga pemanenan pada umur 12 minggu setelah tanam menyebabkan tanaman belum optimal memproduksi kurkumin. Adzkia (2006) yang meneliti pola akumulasi kurkumin pada berbagai perlakuan budidaya tanam temulawak melaporkan bahwa ketersediaan pupuk dengan terus menerus dijaga keberadaanya tidak dapat meningkatkan kandungan kurkumin pada bulan-bulan awal pemanenan. Diduga senyawa kurkumin ini hanya dihasilkan saat tumbuhan tercekam atau lingkungan tumbuh tidak memungkinkan (Heldt 1997). Namun penelitian ini mengindikasikan bahwa perlakuan inokulasi cendawan mampu meningkatkan kandungan kurkumin pada rimpang meskipun belum signifikan. Nilai kurkumin tertinggi diperoleh pada rimpang tanaman yang diinokulasikan tunggal Glomus sp..

Kurkumin merupakan senyawa metabolit sekunder golongan flavonoid yang disintesis dari asam amino fenilalanin. Beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan fenilalanin adalah senyawa nitrogen, air, dan karbondioksida (Heldt 1997). Namun pendapat Heldt tersebut tidak sepenuhnya berarti bahwa hanya nitrogen, air, dan karbondioksida saja yang mempengaruhi pembentukan kurkumin, sebab kurkumin sebagai golongan senyawa flavonoid disintesis melalui lintasan asam sikimat yang pada awalnya membutuhkan asetil KoA (Salisbury & Ross 1995). Pembentukan asetil KoA ini diawali glikolisis yang membutuhkan ATP yang berasal dari fosfat. Fosfat merupakan unsur esensial dari gula fosfat yang berperan dalam pembentukan nukleotida seperti DNA dan RNA. Fosfat berperan penting pula dalam metabolisme energi, karena keberadaannya dalam ATP, ADP, AMP, dan pirofosfat (Salisbury & Ross 1995). Jadi secara langsung maupun tidak langsung fosfat turut mempengaruhi pembentukan kurkumin.

Hasil panen tanaman temulawak pada umur 24 minggu setelah tanam, menunjukkan bahwa perlakuan inokulasi mampu meningkatkan kadar kurkumin dalam rimpang kering. Namun hanya perlakuan inokulasi tunggal Glomus sp. yang dapat meningkatkan kandungan kurkumin secara signifikan. Hal ini mungkin disebabkan oleh pemanfaatan nutrisi berupa fosfat yang lebih cenderung ke arah pertumbuhan vegetatif oleh tanaman yang diberi perlakuan inokulasi yang menggunakan A. niger baik tunggal maupun ganda. Selain itu kemampuan A. niger menghasilkan hormon auksin (Khastini, Zulfitri 2007) yang berperan pada perkecambahan tanaman, diduga menyebabkan tanaman tersebut lebih dominan menggunakan nutrisinya untuk pembentukan tajuk anakan dibandingkan ke arah pembentukan senyawa metabolit sekunder.

Adzkia (2006), melaporkan bahwa komposisi dan waktu aplikasi pemupukan tidak

mempengaruhi kadar kurkumin yang signifikan. Hasil berupa konsentrasi kurkumin dalam rimpang basah yang didapatkan untuk jenis dan perlakuan Balitro, BPTO, PSB, dan Lokal masing-masing ialah 0.056, 0.0878, 0.1007, 0.06 gram/rumpun rimpang temulawak pada pemanenan umur 6 bulan atau 24 minggu setelah tanam dan 0.2155, 0.1960, 0.2336, 0.2279 gram/rumpun rimpang temulawak pada pemanenan umur 9 bulan atau 36 minggu setelah tanam. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian tersebut, maka perlakuan inokulasi cendawan endofit pada penelitian ini dapat dikatakan berpotensi meningkatkan kandungan kurkumin dalam rimpang temulawak. Nilai kandungan kurkumin dalam rimpang basah yang didapatkan pada penelitian ini untuk perlakuan inokulasi A. niger, Glomus sp., GA, G-A, dan kontrol masing-masing ialah sebesar 1.635, 2.925, 1.733, 2.295, 1.1875 gram/rumpun rimpang temulawak pada pemanenan umur 12 minggu setelah tanam dan 17.543, 42,59, 14,625, 14.538, 0.535 gram/rumpun rimpang temulawak pada pemanenan umur 24 minggu setelah tanam.

SIMPULAN DAN SARAN

Cendawan endofit akar A. niger dan CMA mampu mengkolonisasi akar tanaman C. xanthorrhiza dan mampu berperan sebagai pupuk hayati yang berpotensi meningkatkan respon pertumbuhan dan kualitas rimpang berupa jumlah kandungan senyawa bioaktif kurkumin didalamnya. Perlakuan yang paling baik dalam meningkatkan jumlah kandungan kurkumin didalam rimpang secara signifikan adalah perlakuan inokulasi tunggal Glomus sp..

Perlu dilakukan penelitian lanjut mengenai interaksi antara A. niger dengan Glomus sp. dan pengaruhnya pada berbagai kondisi lingkungan dan umur tanaman.

DAFTAR PUSTAKA

Adzkia MA. 2006. Pola Akumulasi Kurkumin Rimpang Induk Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Pada Berbagai Masa Tanam dan Perlakuan Budidaya Tanam [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Aggarwal B, Kumar A, Aggarwal M, Shishoida S. 2005. “Kurkumin derived from turmeric (Curcuma longa): A spice for all seasons.” Phytopharmaceuticals in Cancer Chemoprevention, 349-387.

Brundrett M, Melville L, Peterson L, editor. 1994. Practical Methods in Mychorriza Research. Canada: Mycologue Publications.

Chuang CC, Yu-Lin K, Chao CC, Chao WL. 2006. Solubilization of inorganic

(17)

Departemen Pertanian Republik Indonesia [Deptan RI]. 2005. Prospek dan arah pengembangan agribisnis tanaman obat. Jakarta: Deptan RI

Departemen Pertanian Republik Indonesia [Deptan RI]. 2008. Produksi Komoditas Temulawak. www.deptan.go.id. [20 Februari 2008]

Hadipoentyanti E dan Syahid SF. 2007. Respon Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Hasil Rimpang Kultur Jaringan Generasi Kedua Terhadap Pemupukan. J Littri 13 (3): 106-110.

Heldt HW. 1997. Plant Biochemistry and Molecular Biology. New York: Oxford University Pers. Di dalam Adzkiya MAZ. 2006. Pola Akumulasi Kurkuminod Rimpang Induk Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Pada Berbagai Masa Tanam Dan Perlakuan Budidaya Tanam. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Khastini R O. 2007. Isolasi, Penapisan, Respon Tumbuh dan Proses Kolonisasi

Cendawan Mutualistik Akar [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor

Medina A, Vassileva M, Barea JM, Azcon R. 2005. The growth-enhancement of clover by Aspergillus-treted sugar beet waste and Glomus mosseae innoculation in Zn contaminated soil. J of Applied Soil Ecology 12-17

Morimoto et al. 2008. The dietary compound kurkumin inhibits p300 histone acetyltransferase activity and prevents heart failure in rats. J Clin Invest. 118(3): 868–878.

Rahardjo M, Rostiana O. 2005. Budidaya Tanaman Temulawak. Sirkuler 11: 25-30. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi

Tumbuhan Jilid 1. Bandung: Penerbit ITB. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi

Tumbuhan Jilid 2. Bandung: Penerbit ITB.

Sekardini A. 2006. Pengaruh Inokulasi Mikoriza VA dan Aspergillus niger van Tiegh Terhadap Fosfor Tersedia, Serapan Fosfor dan Derajat Infeksi pada Akar Albasia (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Tanah Ultisol Jatinangor [tesis]. Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung

Smith SE, Smith FA, Jacobsen I. 2003. Mycorrhizal can dominate phosphate supply to plants irrespective of growth responses. Plant Physiol 133: 16-20. Di dalam Khastini R O. 2007. Isolasi, Penapisan, Respon Tumbuh dan Proses Kolonisasi Cendawan Mutualistik Akar [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Sugiharto. 2003. Pengaruh Infus Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Terhadap Kondisi Parameter Pemeriksaan Darah Tikus Putih yang Diberi Larutan Timbal Anorganik. J Medika Eksakta 4 (2): 129-137. Tarafdar JC, Marschner H. 1995. Dual

inoculation with Aspergillus fumigatus and Glomus mosseae enhances biomass production and nutrient uptake in wheat (Triticum aestivum L.) supplied with organic phosphorus as Na-phytate. Plant and soil 173: 97-102.

Tri A, Dwiyanti H, Muchtadi D, Zakaria F. 2006. Penghambatan Oksidasi LDL dan Akumulasi Kolesterol pada Makrofag oleh Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.). J Teknologi dan Industri Pangan 17: 3.

Zulfitri A. 2007. Pengaruh Cendawan Endofit Akar dan Mikoriza Arbuskula (CMA) Terhadap Pertumbuhan Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu

(18)
(19)

Lampiran 1. Diagram alir metode penelitian

Persiapan tanaman Curcuma xanthorrhiza Perbanyakan biomassa A. niger danCMA

Curcuma xanthorrhiza umur satu bulan

Media tumbuh tidak steril

Panen umur 6 bulan setelah tanam

Analisis pertumbuhan tanaman

Analisis kolonisasi cendawan

Analisis kandungan kurkumin / rumpun rimpang

Media tumbuh steril

Panen umur 3 bulan setelah tanam

(20)

Lampiran 2 Tabel komposisi larutan baku hara Johnson

Hara Makro

Senyawa Berat molekul Konsentrasi larutan stok (M)

Konsentrasi larutan stok (g/l)

Volume larutan stok/larutan final

(ml)

KNO3 101,10 1,00 101,10 6,0 Ca(NO)3.4H2O 236,16 1,00 236,16 4,0

NH4H2PO4 115,08 1,00 115,08 2,0

MgSO4.7H2O 246,49 1,00 246,49 1,0

Hara Mikro

Senyawa Berat molekul Konsentrasi larutan stok (M)

Konsentrasi larutan stok (g/l)

Volume larutan stok/larutan final

(ml) KCl 74,55 50,0 3,728 H2BO3 61,84 25,0 1,546

MnSO4.H2O 169,01 2,0 0,338

ZnSO4.7H2O 287,55 2,0 0,575 1,0

CuSO4.5H2O 249,71 0,5 0,125 H2MoO4 (85%

MoO3)

161,97 0,5 0,081

(21)

Lampiran 3 Analisis parameter respon tumbuh C. xanthorrhiza

Analisis parameter respon tumbuh C. xanthorrhiza pada media 3 kg steril

Perlakuan cendawan A. niger Glomus sp. GA G-A K

Tinggi tajuk 142.750 a

128.250 b 123.125 bc 118.000 bc 111.500 c

BB tajuk 239.21 a 158.74 b 155.03 b 125.21 b 130.43 b BK tajuk 33.625 a 21.625 b 23.000 b 18.750 b 20.125 b

BB akar 156.69 a 118.23 ab 93.12 b 94.99 b 114.85 b BK akar 19.500 a 16.875 ab 12.125 b 13.125 b 16.750 ab

BB rimpang 58.50 a 30.13 b 30.38 b 33.75 ab 33.00 ab

BK rimpang % kadar air / rumpun

rimpang 2.7500 a 95.5 a 1.6250 a 95 a 1.3225 a 95.25 a 1.5000 a 95.75 a 2.0000 a 94.75 a

% kolonisasi 91.500 a 84.500 a 85.800 a 85.833 a 31.475 b g kurkumin/

rumpun rimpang kering g kurkumin/ rumpun rimpang basah

0.077 a 1.635 ab 0.157 a 2.925 a 0.075 a 1.7325 ab 0.102 a 2.295 ab 0.072 a 1.1875 b

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 % (DMRT)

keterangan: BB = berat basah, BK = berat kering, GA = Glomus sp + A. niger, G-A = Glomus sp + A. niger (inokulasi A. niger 3 minggu setelah Glomus sp.), K = kontrol (tanpa inokulasi)

Analisis parameter respon tumbuh C. xanthorrhiza pada media 6 kg tidak steril

Perlakuan cendawan A. niger Glomus sp. GA G-A K

Tinggi tajuk 157.500 ab 156.500 ab 165.000 a 140.875 b 147.500 b

Tinggi tajuk anak

Jumlah tajuk anakan

BB tajuk

37.75 ab

2a 22.625 a - - 18.500 a 45.50 a 2a 24.375 a 16.63 b 2a 26.000 a - - 21.625 a BK tajuk 18.000 a 16.625 a 17.375 a 21.625 a 18.875 a

BB akar 10.750 ab 8.125 b 9.125 b 8.875 b 16.625 a

BK akar 1.3750 a 1.5000 a 1.2500 a 1.2500 a 2.000 a

BB rimpang 148.50 a 155.50 a 192.60 a 175.13 a 162.88 a

BK rimpang % kadar air / rumpun rimpang 32.250 b 78.25 a 44.000 a 71.5 b 47.000 a 75.75 ab 44.375 a 74 ab 36.375 ab 77.5 a % kolonisasi g kurkumin/ rumpun rimpang kering g kurkumin/ rumpun rimpang basah 80.000 a 3.813 b 17.543 b 80.833 a 12.224 a 42.59 a 84.167 a 3.793 b 14.625 bc 72.500 a 4.235 b 14.538 bc 28.333 b 0.120 b 0.535 c

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 % (DMRT)

(22)

Lampiran 4 Grafik analisis hasil panen C. xanthorrhiza umur 12 minggu setelah tanam yang ditumbuhkan pada media steril

Keterangan : tt = tinggi tajuk, bbr = bobot basah rimpang, bkr = bobot kering rimpang,

(23)

Lampiran 5 Grafik analisis hasil panen C. xanthorrhiza umur 24 minggu setelah tanam yang ditumbuhkan pada media tidak steril

Keterangan : tt = tinggi tajuk, bbr = bobot basah rimpang, bkr = bobot kering rimpang,

(24)

PENGARUH CENDAWAN ENDOFIT AKAR DAN MIKORIZA

ARBUSKULA (CMA) TERHADAP PERTUMBUHAN

TEMULAWAK (

Curcuma xanthorrhiza

Roxb.) DAN

KANDUNGAN KURKUMIN RIMPANGNYA

SUKMA TRIPERDANA PUTRA

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(25)

SUKMA TRIPERDANA PUTRA. Pengaruh Cendawan Endofit Akar Dan Mikoriza Arbuskula (CMA) Terhadap Pertumbuhan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Dan Kandungan Kurkumin Rimpangnya. Dibimbing oleh NAMPIAH SUKARNO dan DYAH ISWANTINI PRADONO.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh cendawan endofit akar dan mikoriza arbuskula (CMA) pada pertumbuhan tajuk dan akar tanaman Curcuma xanthorrhiza Roxb. serta menganalisis produksi kandungan kurkumin dalam rimpangnya. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini ialah inokulasi 4 jenis inokulum cendawan secara terpisah pada tanaman Curcuma xanthorrhiza yang berumur satu bulan dan perlakuan kontrol tanpa inokulasi pada media tumbuh steril dan tidak steril. Pemanenan dilakukan pada minggu ke 12 dan 24 setelah tanam dengan peubah-peubah yang diamati yaitu tinggi tajuk, berat basah dan berat kering tajuk, berat basah dan berat kering akar, berat basah dan berat kering rimpang, kandungan kurkumin dalam rimpang, dan kolonisasi cendawan. Analisis produksi kurkumin dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer.

Respon dalam bentuk pertumbuhan tanaman yang dihasilkan oleh interaksi jenis inokulum dan media tumbuh secara statistik berbeda nyata terhadap kontrol. Aplikasi cendawan baik pada media steril maupun tidak steril meningkatkan pertumbuhan Curcuma xanthorrhiza yaitu pada peubah tinggi tajuk, berat basah dan berat kering tajuk dan kandungan kurkumin. Di antara perlakuan cendawan, pada media steril Curcuma xanthorrhiza yang diinokulasi dengan cendawan endofit akar menunjukkan respon pertumbuhan yang terbaik. Namun pada media tidak steril, respon pertumbuhan yang terbaik dihasilkan dari perlakuan inokulasi ganda cendawan endofit akar dengan CMA Kandungan curcumin tertinggi dimiliki oleh Curcuma xanthorrhiza yang diberi perlakuan inokulasi tunggal CMA Glomus sp..

ABSTRACT

SUKMA TRIPERDANA PUTRA. The Effects Of Root Endophytic And Arbuscular Mycorrhizal Fungi On Growth Of Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) And Its Rhizome Curcumin Content. Supervised by NAMPIAH SUKARNO and DYAH ISWANTINI PRADONO.

The aim of this research was to analyse the effects of root endophytic and arbuscular mycorrhizal fungi on growth of temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Production of curcumin in the rhizomes were also analyzed. There were four different kinds of fungal inoculation treatments that were inoculated separately on one-month old Curcuma xanthorrhiza seedline in sterilized and unsterilized growth media. The experiment was conducted under greenhouse condition. The plants were harvested at 12 and 24 weeks old after inoculation. The growth parameters measured were shoot height, fresh and dry weights of shoot, fresh and dry weights of root, fresh and dry weights of rhizomes, rhizomes curcumin content, and percentage of fungal colonization. Curcumin content was analyzed using spectrofotometer.

(26)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu jenis tanaman obat yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan obat tradisional seperti jamu di Indonesia ialah temulawak (Deptan 2005). Bagian tanaman temulawak yang dipergunakan untuk jamu ialah rimpang. Rimpang beraroma tajam dengan daging berwarna kuning tua sampai jingga. Salah satu alasan utama mengapa rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dikatakan berkhasiat sebagai obat karena mengandung senyawa bioaktif yang diantaranya ialah kurkumin. Terdapat dua jenis kurkumin yang dihasilkan dalam rimpang temulawak, yaitu kurkumin dan demetoksikurkumin (gambar 1).

Gambar 1 Sruktur senyawa kurkumin dan demetoksikurkumin

Kurkumin sebagai golongan senyawa flavonoid disintesis melalui lintasan asam sikimat yang pada awalnya membutuhkan asetil KoA (Salisbury & Ross 1995). Pembentukan senyawa flavonoid melalui lintasan sikimat dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2 Pembentukan senyawa flavonoid melalui lintasan sikimat

Senyawa bioaktif kurkumin dari temulawak dapat meningkatkan aktivitas dan sintesis protein haptoglobin dan hemopexin pada hati sehingga dapat meningkatkan kadar hemoglobin tikus putih yang sebelumnya mengalami penurunan akibat keracunan timbal (Sugiharto 2003). Penelitian lain menunjukkan adanya penghambatan aktivitas p300 histone acetyltransferase (HAT) pada tikus oleh kurkumin, sehingga berpotensi menjadi strategi baru untuk menyembuhkan kerusakan hati pada manusia (Morimoto et al. 2008). Dari banyak penelitian klinis pada manusia, diketahui bahwa kurkumin menunjukkan aktivitas melawan kanker, penyakit kardiovaskuler, diabetes. Kurkumin juga memiliki efek terapi melawan

penyakit Alzheimer, sclerosis, katarak, HIV, kerusakan yang diakibatkan obat pada hati, paru-paru, dan ginjal (Aggarwal et al. 2005). Beragamnya manfaat dari rimpang temulawak menyebabkan tanaman ini mendapat julukan “ginseng Indonesia”.

Kebutuhan temulawak sebagai bahan baku obat tradisional di Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai sentra produksi jamu pada tahun 2003 menduduki peringkat pertama dari seluruh tanaman obat Indonesia (Rahardjo & Rostiana 2005). Tingginya penyerapan bahan baku tanaman obat ini oleh perusahaan industri obat tradisional ternyata tidak diimbangi peningkatan produksi yang optimal (hanya 0.06 kg/m2 dari tahun 2005 ke 2006) sehingga pada tahun 2010 diperkirakan akan terjadi kekurangan suplai bahan baku dari komoditas tanaman obat termasuk temulawak (Deptan. 2005, 2008). Hal ini menunjukkan pentingnya usaha peningkatan produktivitas dan kualitas tanaman obat terutama temulawak untuk memenuhi tingginya permintaan pasar dalam negeri (86%) maupun luar negeri (14%) sebagai obat herbal.

Usaha peningkatan produksi tanaman tidak terlepas dari penggunaan pupuk, salah satunya adalah pupuk hayati. Cendawan endofit akar Aspergillus niger (A. niger) dan cendawan mikoriza arbuskula (CMA) Glomus sp. termasuk mikroorganisme yang bermanfaat sebagai pupuk hayati. Chuang et al. (2006) melaporkan bahwa A. niger mensekresi enzim hidrolitik yang dapat melarutkan fosfat (P), salah satu unsur hara penting dalam pertumbuhan tanaman yang diperlukan dalam jumlah besar. Hifa eksternal CMA juga dilaporkan dapat menyerap dan mentrasfer P dari tanah ke dalam akar tumbuhan sehingga dapat mengatasi keterbatasan difusi fosfat anorganik yang lambat dalam tanah (Smith et al. 2003). Menurut Zulfitri (2007) inokulasi cendawan endofit akar A. niger dan CMA dalam media tumbuh tanaman Jatropha curcas dapat meningkatkan pertumbuhan biomassa tanaman tersebut. Lebih lanjut, Khastini (2007) melaporkan bahwa tanaman Oryza sativa, Zea mays, Pharaserianthes falcataria, Acasia sp., Theobroma cacao, Phaleria macrocarpa, dan Brassica sp. yang diinokulasi A. niger dan Glomus sp. mengalami peningkatan pertumbuhan 2-3 kali lebih tinggi dibandingkan kontrol. Namun penelitian mengenai peran A. niger dan Glomus sp. sebagai usaha peningkatan pertumbuhan dan kandungan senyawa bioaktif kurkumin yang terdapat di dalam rimpangnya belum banyak dilakukan.

Tujuan

(27)

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan Laboratorium Genetika dan Molekuler Tumbuhan Pusat Penelitian sumber Daya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB, Laboratorium Mikologi FMIPA IPB, dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB sejak bulan Januari sampai dengan Juni 2008.

BAHAN DAN METODE Bahan

Bahan yang digunakan adalah Curcuma xanthorrhiza (C. xanthorrhiza), cendawan endofit akar A. niger dan CMA Glomus sp.

Metode

Kegiatan penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan yang meliputi persiapan media tumbuh, tanaman C. xanthorrhiza, dan cendawan, inokulasi cendawan endofit akar dan CMA, dan analisis pertumbuhan tanaman, kolonisasi cendawan, dan produksi bioaktif kurkumin. Tahapan-tahapan penelitian tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.

a. Persiapan Media Tumbuh, Tanaman C. xanthorrhiza, dan Cendawan

Terdapat dua jenis media tumbuh tanaman yang digunakan dalam penelitian ini. Jenis pertama adalah media tumbuh tanaman yang berisi 3 kg campuran tanah dan pasir dengan komposisi 3:1 yang disterilkan. Jenis kedua adalah media tumbuh tanaman yang yang berisi 6 kg campuran tanah dan pasir dengan komposisi 3:1 yang tidak disterilkan. Persiapan tanaman dilakukan dengan menumbuhkan umbi C. xanthorrhiza pada media tanah hingga bertunas. Perbanyakan cendawan endofit akar A. niger dilakukan dengan cara menumbuhkan cendawan tersebut pada media biji jagung steril. Setelah miselium cendawan endofit memenuhi media, maka media siap menjadi sumber inokulum. Perbanyakan CMA dilakukan dengan menumbuhkan spora cendawan tersebut pada media zeolit steril dengan inang Centrosema pubescens selama 6 bulan (Gambar 3). Selanjutnya zeolit dan akar dijadikan sumber inokulum.

Gambar 3 Cendawan yang digunakan untuk menginokulasi tanaman temulawak a. miselium A. niger yang ditumbuhkan pada media PDA dalam cawan dan media biji jagung steril, b spora Glomus sp..

b. Inokulasi Cendawan Endofit Akar dan CMA serta Pemeliharaan Tanaman

Terdapat 5 perlakuan inokulasi cendawan endofit akar dan CMA ke dalam media tumbuh, yaitu kontrol atau tanpa inokulasi, inokulasi cendawan A. niger (A), inokulasi CMA Glomus sp. (G), inokulasi ganda cendawan A. niger dan Glomus sp. pada waktu yang sama (GA), dan inokulasi ganda pada waktu yang berbeda dengan inokulasi Glomus sp. 3 minggu sebelum inokulasi A. niger (G-A). Inokulasi dilakukan ke daerah perakaran tanaman. Jumlah cendawan endofit yang diinokulasikan ialah 5% dari bobot media tumbuh sedangkan untuk CMA ialah 1,65%. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan penyiangan secara berkala, penyiraman menggunakan akuades untuk pot berisi 3 kg media tumbuh steril sedangkan untuk pot berisi 6 kg media tumbuh tidak steril menggunakan air kran. Pemupukan dilakukan seminggu sekali menggunakan pupuk Johnson dengan kadar P 50% dari konsentrasi normal. Komposisi larutan baku hara Johnson dapat dilihat pada lampiran 2.

c. Analisis Pertumbuhan Tanaman, Kolonisasi Cendawan, dan Produksi Bioaktif Kurkumin

Tinggi tanaman diukur setiap minggu hingga tanaman dipanen ketika berumur 16 minggu setelah inokulasi untuk pot 3 kg dan 24 minggu untuk pot 6 kg. Pada saat panen, bagian tajuk dan akar dipotong. Tajuk tanaman ditimbang bobot basahnya, kemudian dikeringkan di dalam oven bersuhu 650C selama 7 hari selanjutnya ditimbang bobot keringnya. Bagian akar dibersihkan, lalu ditimbang bobot basahnya. Sebagian akar dikeringkan dalam oven bersuhu 650C selama 7 hari untuk mendapatkan bobot keringnya. Sebagian lagi (25%) dipotong, dan diwarnai untuk analisis kolonisasi akar.

Analisis kolonisasi cendawan akar dilakukan dengan cara akar dipotong dengan ukuran 1 cm, direndam dalam KOH 10% (v/v), dicuci dengan air mengalir. Selanjutnya direndam dalam HCl 1% (v/v) selama 12 jam. Kemudian HCl dikeluarkan untuk selanjutnya diwarnai dengan

a

(28)

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan Laboratorium Genetika dan Molekuler Tumbuhan Pusat Penelitian sumber Daya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB, Laboratorium Mikologi FMIPA IPB, dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB sejak bulan Januari sampai dengan Juni 2008.

BAHAN DAN METODE Bahan

Bahan yang digunakan adalah Curcuma xanthorrhiza (C. xanthorrhiza), cendawan endofit akar A. niger dan CMA Glomus sp.

Metode

Kegiatan penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan yang meliputi persiapan media tumbuh, tanaman C. xanthorrhiza, dan cendawan, inokulasi cendawan endofit akar dan CMA, dan analisis pertumbuhan tanaman, kolonisasi cendawan, dan produksi bioaktif kurkumin. Tahapan-tahapan penelitian tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.

a. Persiapan Media Tumbuh, Tanaman C. xanthorrhiza, dan Cendawan

Terdapat dua jenis media tumbuh tanaman yang digunakan dalam penelitian ini. Jenis pertama adalah media tumbuh tanaman yang berisi 3 kg campuran tanah dan pasir dengan komposisi 3:1 yang disterilkan. Jenis kedua adalah media tumbuh tanaman yang yang berisi 6 kg campuran tanah dan pasir dengan komposisi 3:1 yang tidak disterilkan. Persiapan tanaman dilakukan dengan menumbuhkan umbi C. xanthorrhiza pada media tanah hingga bertunas. Perbanyakan cendawan endofit akar A. niger dilakukan dengan cara menumbuhkan cendawan tersebut pada media biji jagung steril. Setelah miselium cendawan endofit memenuhi media, maka media siap menjadi sumber inokulum. Perbanyakan CMA dilakukan dengan menumbuhkan spora cendawan tersebut pada media zeolit steril dengan inang Centrosema pubescens selama 6 bulan (Gambar 3). Selanjutnya zeolit dan akar dijadikan sumber inokulum.

Gambar 3 Cendawan yang digunakan untuk menginokulasi tanaman temulawak a. miselium A. niger yang ditumbuhkan pada media PDA dalam cawan dan media biji jagung steril, b spora Glomus sp..

b. Inokulasi Cendawan Endofit Akar dan CMA serta Pemeliharaan Tanaman

Terdapat 5 perlakuan inokulasi cendawan endofit akar dan CMA ke dalam media tumbuh, yaitu kontrol atau tanpa inokulasi, inokulasi cendawan A. niger (A), inokulasi CMA Glomus sp. (G), inokulasi ganda cendawan A. niger dan Glomus sp. pada waktu yang sama (GA), dan inokulasi ganda pada waktu yang berbeda dengan inokulasi Glomus sp. 3 minggu sebelum inokulasi A. niger (G-A). Inokulasi dilakukan ke daerah perakaran tanaman. Jumlah cendawan endofit yang diinokulasikan ialah 5% dari bobot media tumbuh sedangkan untuk CMA ialah 1,65%. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan penyiangan secara berkala, penyiraman menggunakan akuades untuk pot berisi 3 kg media tumbuh steril sedangkan untuk pot berisi 6 kg media tumbuh tidak steril menggunakan air kran. Pemupukan dilakukan seminggu sekali menggunakan pupuk Johnson dengan kadar P 50% dari konsentrasi normal. Komposisi larutan baku hara Johnson dapat dilihat pada lampiran 2.

c. Analisis Pertumbuhan Tanaman, Kolonisasi Cendawan, dan Produksi Bioaktif Kurkumin

Tinggi tanaman diukur setiap minggu hingga tanaman dipanen ketika berumur 16 minggu setelah inokulasi untuk pot 3 kg dan 24 minggu untuk pot 6 kg. Pada saat panen, bagian tajuk dan akar dipotong. Tajuk tanaman ditimbang bobot basahnya, kemudian dikeringkan di dalam oven bersuhu 650C selama 7 hari selanjutnya ditimbang bobot keringnya. Bagian akar dibersihkan, lalu ditimbang bobot basahnya. Sebagian akar dikeringkan dalam oven bersuhu 650C selama 7 hari untuk mendapatkan bobot keringnya. Sebagian lagi (25%) dipotong, dan diwarnai untuk analisis kolonisasi akar.

Analisis kolonisasi cendawan akar dilakukan dengan cara akar dipotong dengan ukuran 1 cm, direndam dalam KOH 10% (v/v), dicuci dengan air mengalir. Selanjutnya direndam dalam HCl 1% (v/v) selama 12 jam. Kemudian HCl dikeluarkan untuk selanjutnya diwarnai dengan

a

(29)

pewarna biru trypan. Akar kemudian direndam dalam larutan gliserol asam 50% lalu diamati struktur kolonisasi cendawannya menggunakan mikroskop cahaya. Persen kolonisasi dihitung dengan cara menghitung jumlah akar yang terkolonisasi dibagi dengan jumlah total akar yang diamati dikalikan dengan 100 %. Jumlah spora CMA dalam media disaring menggunakan saringan berukuran 63 µm kemudian dihitung di bawah mikroskop stereo (Brundrett. et al. 1994)

Pengukuran bioaktif kurkumin dilakukan dengan cara menimbang sebanyak minimal 0,1 g rimpang temulawak yang sebelumnya telah dikeringkan dan dihaluskan. Rimpang halus tersebut dilarutkan dengan aseton di dalam labu ukur. Larutan selanjutnya disaring menggunakan kertas saring ke dalam labu ukur 25 ml lalu ditambahkan aseton hingga tera. Selanjutnya 1 ml dari larutan tersebut dipipet ke labu ukur lainnya yang ditambahkan dengan asam borat dan asam oksalat masing-masing 50 mg. Larutan diinkubasi selama 30 menit lalu ditera kembali dengan aseton sampai volume 25 ml. Kemudian nilai absorban larutan diukur dengan spektrofotometri UV-VIS pada panjang gelombang 531.5 nm.

HASIL

Pengaruh Inokulasi Cendawan Terhadap Pertumbuhan C. xanthorrhiza yang Ditumbuhkan pada Media Steril

Parameter respon tumbuh akibat pengaruh inokulasi cendawan yang paling mudah dilihat adalah tinggi tajuk tanaman. Tanaman C. xanthorrhiza yang diinokulasikan dengan cendawan endofit akar dan CMA mengalami pertumbuhan tajuk yang lebih baik bila dibandingkan dengan tanaman lainnya.

Tanaman C. xanthorrhiza yang diinokulasikan dengan cendawan endofit akar A. niger mengalami pertumbuhan tinggi tajuk, berat basah dan berat kering tajuk tertinggi dibandingkan dengan perlakuan inokulasi lain dan kontrol. Tanaman tersebut juga memiliki nilai berat basah dan berat kering akar serta nilai berat basah dan berat kering rimpang yang tertinggi. Perlakuan inokulasi cendawan dapat meningkatkan kadar air dalam rimpang bila dibandingkan dengan kontrol. Namun nilai kadar air tersebut tidak berbeda nyata. Pertumbuhan temulawak umur 12 minggu setelah tanam, dapat dilihat pada gambar 7 dan 8. Secara umum inokulasi tunggal A. niger secara nyata dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman temulawak yang ditumbuhkan pada media tanam steril (Lampiran 3).Grafik analisis hasil panen C. xanthorrhiza umur 12 minggu setelah tanam yang ditumbuhkan pada media steril dapat dilihat pada lampiran 4.

Pengaruh Inokulasi Cendawan Terhadap Pertumbuhan C. xanthorrhiza yang Ditumbuhkan pada Media Tidak steril

Nilai tinggi tajuk tertinggi dimiliki oleh tanaman yang diinokulasi ganda GA. Tanaman

yang memiliki berat basah dan berat kering tertinggi adalah tanaman yang diinokulasi ganda G-A. Namun nilai berat basah maupun berat kering tajuk tidak berbeda secara nyata antar perlakuan inokulasi maupun kontrol. Tanaman C. xanthorrhiza kontrol memiliki nilai berat basah dan kering akar tertinggi dibandingkan dengan perlakuan inokulasi. Namun nilai berat kering akar tersebut tidak berbeda nyata. Respon tumbuh berupa berat basah dan berat kering rimpang C. xanthorrhiza tertinggi dimiliki oleh tanaman yang diinokulasi dengan perlakuan GA. Nilai berat basah dan berat kering terendah justru dimiliki oleh tanaman yang diinokulasi tunggal dengan A. niger, namun nilai berat basah rimpang tiap perlakuan dan kontrol tidak berbeda nyata. Nilai kandungan air dalam rimpang yang tertinggi terdapat pada tanaman yang diinokulasi tunggal A. niger. Pertumbuhan temulawak umur 20 minggu setelah tanam, dapat dilihat pada gambar 9. Grafik analisis hasil panen C. xanthorrhiza umur 24 minggu setelah tanam yang ditumbuhkan pada media tidak steril dapat dilihat pada lampiran 5.

Analisis kolonisasi akar oleh cendawan

Akar tanaman C. xanthorrhiza yang ditumbuhkan pada media steril memiliki nilai persentase kolonisasi cendawan tertinggi (91,5 %) oleh A. niger diikuti G-A (85,83 %), GA (85,80 %), Glomus sp. (84,50 %) dan terendah kontrol (31,475 %). Akar tanaman C. xanthorrhiza yang ditumbuhkan pada media tidak steril memiliki nilai persentase kolonisasi cendawan tertinggi (84,167 %) oleh GA, diikuti Glomus sp. (80,833 %), A. niger (80 %), G-A, (72,5 %), dan terendah kontrol (28,33 %). Nilai persentase kolonisasi akar juga dapat dilihat pada gambar 4. Struktur CMA yang teramati antara lain ialah struktur hifa internal, hifa apresorium, vesikula, dan arbuskula (Gambar 6). Sedangkan pada hifa A. niger hanya ditemukan struktur hifa internal dan apresorium (Gambar 7).

a

b

(30)

pewarna biru trypan. Akar kemudian direndam dalam larutan gliserol asam 50% lalu diamati struktur kolonisasi cendawannya menggunakan mikroskop cahaya. Persen kolonisasi dihitung dengan cara menghitung jumlah akar yang terkolonisasi dibagi dengan jumlah total akar yang diamati dikalikan dengan 100 %. Jumlah spora CMA dalam media disaring menggunakan saringan berukuran 63 µm kemudian dihitung di bawah mikroskop stereo (Brundrett. et al. 1994)

Pengukuran bioaktif kurkumin dilakukan dengan cara menimbang sebanyak minimal 0,1 g rimpang temulawak yang sebelumnya telah dikeringkan dan dihaluskan. Rimpang halus tersebut dilarutkan dengan aseton di dalam labu ukur. Larutan selanjutnya disaring menggunakan kertas saring ke dalam labu ukur 25 ml lalu ditambahkan aseton hingga tera. Selanjutnya 1 ml dari larutan tersebut dipipet ke labu ukur lainnya yang ditambahkan dengan asam borat dan asam oksalat masing-masing 50 mg. Larutan diinkubasi selama 30 menit lalu ditera kembali dengan aseton sampai volume 25 ml. Kemudian nilai absorban larutan diukur dengan spektrofotometri UV-VIS pada panjang gelombang 531.5 nm.

HASIL

Pengaruh Inokulasi Cendawan Terhadap Pertumbuhan C. xanthorrhiza yang Ditumbuhkan pada Media Steril

Parameter respon tumbuh akibat pengaruh inokulasi cendawan yang paling mudah dilihat adalah tinggi tajuk tanaman. Tanaman C. xanthorrhiza yang diinokulasikan dengan cendawan endofit akar dan CMA mengalami pertumbuhan tajuk yang lebih baik bila dibandingkan dengan tanaman lainnya.

Tanaman C. xanthorrhiza yang diinokulasikan dengan cendawan endofit akar A. niger mengalami pertumbuhan tinggi tajuk, berat basah dan berat kering tajuk tertinggi dibandingkan dengan perlakuan inokulasi lain dan kontrol. Tanaman tersebut juga memiliki nilai berat basah dan berat kering akar serta nilai berat basah dan berat kering rimpang yang tertinggi. Perlakuan inokulasi cendawan dapat meningkatkan kadar air dalam rimpang bila dibandingkan dengan kontrol. Namun nilai kadar air tersebut tidak berbeda nyata. Pertumbuhan temulawak umur 12 minggu setelah tanam, dapat dilihat pada gambar 7 dan 8. Secara umum inokulasi tunggal A. niger secara nyata dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman temulawak yang ditumbuhkan pada media tanam steril (Lampiran 3).Grafik analisis hasil panen C. xanthorrhiza umur 12 minggu setelah tanam yang ditumbuhkan pada media steril dapat dilihat pada lampiran 4.

Pengaruh Inokulasi Cendawan Terhadap Pertumbuhan C. xanthorrhiza yang Ditumbuhkan pada Media Tidak steril

Nilai tinggi tajuk tertinggi dimiliki oleh tanaman yang diinokulasi ganda GA. Tanaman

yang memiliki berat basah dan berat kering tertinggi adalah tanaman yang diinokulasi ganda G-A. Namun nilai berat basah maupun berat kering tajuk tidak berbeda secara nyata antar perlakuan inokulasi maupun kontrol. Tanaman C. xanthorrhiza kontrol memiliki nilai berat basah dan kering akar tertinggi dibandingkan dengan perlakuan inokulasi. Namun nilai berat kering akar tersebut tidak berbeda nyata. Respon tumbuh berupa berat basah dan berat kering rimpang C. xanthorrhiza tertinggi dimiliki oleh tanaman yang diinokulasi dengan perlakuan GA. Nilai berat basah dan berat kering terendah justru dimiliki oleh tanaman yang diinokulasi tunggal dengan A. niger, namun nilai berat basah rimpang tiap perlakuan dan kontrol tidak berbeda nyata. Nilai kandungan air dalam rimpang yang tertinggi terdapat pada tanaman yang diinokulasi tunggal A. niger. Pertumbuhan temulawak umur 20 minggu setelah tanam, dapat dilihat pada gambar 9. Grafik analisis hasil panen C. xanthorrhiza umur 24 minggu setelah tanam yang ditumbuhkan pada media tidak steril dapat dilihat pada lampiran 5.

Analisis kolonisasi akar oleh cendawan

Akar tanaman C. xanthorrhiza yang ditumbuhkan pada media steril memiliki nilai persentase kolonisasi cendawan tertinggi (91,5 %) oleh A. niger diikuti G-A (85,83 %), GA (85,80 %), Glomus sp. (84,50 %) dan terendah kontrol (31,475 %). Akar tanaman C. xanthorrhiza yang ditumbuhkan pada media tidak steril memiliki nilai persentase kolonisasi cendawan tertinggi (84,167 %) oleh GA, diikuti Glomus sp. (80,833 %), A. niger (80 %), G-A, (72,5 %), dan terendah kontrol (28,33 %). Nilai persentase kolonisasi akar juga dapat dilihat pada gambar 4. Struktur CMA yang teramati antara lain ialah struktur hifa internal, hifa apresorium, vesikula, dan arbuskula (Gambar 6). Sedangkan pada hifa A. niger hanya ditemukan struktur hifa internal dan apresorium (Gambar 7).

[image:30.612.330.527.610.816.2]

a

b

(31)
[image:31.612.110.486.89.471.2]

Gambar 5 Struktur kolonisasi CMA pada akar C. xanthorrhiza. a. arbuskula, b. apresorium, c. vesikula d. spora

Gambar 6 Sruktur kolonisasi cendawan endofit akar A. niger pada akar C. xanthorrhiza a. hifa internal, b. apresorium

Analisis Kurkumin

Perlakuan inokulasi dapat meningkatkan kadar kurkumin yang terkandung dalam rimpang. Nilai kandungan kurkumin tertinggi dimiliki oleh tanaman yang diinokulasi dengan Glomus sp. (0,157 g), diikuti perlakuan G-A (0,102 g), A. niger (0,077 g), GA (0,075 g), dan terkecil kontrol (0,072 g). Nilai kandungan kurkumin dalam rimpang kering pada panen umur 12 minggu setelah tanam tidak berbeda nyata.

Hasil analisis panen yang dilakukan 24 minggu setelah tanam, menunjukkan bahwa perlakuan inokulasi tunggal Glomus sp. dapat meningkatkan kandungan kurkumin dalam rimpang kering secara nyata. Tanaman ini

memiliki kandungan kurkumin dalam rimpang tertinggi yaitu 12.224 g.

Nilai kandungan kurkumin dalam rimpang basah juga dihitung dalam penelitian ini. Pada panen yang dilakukan saat tanaman berumur 12 minggu dan 24 minggu setelah tanam, nilai kandungan kurkumin teringgi sebesar 2.925 g dan 42.59 g didapatkan pada rimpang tanaman yang diinokulasi tunggal Glomus sp.. Nilai tersebut berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

a

d

0.1µm

0.5µm 0.5µm

a

b

0.1µm

b

(32)

13

[image:32.1008.170.915.113.306.2]

Gambar 7 C. xanthorrhiza umur 12 minggu setelah tanam pada media steril yang diberi perlakuan: a. A. niger, b. Glomus sp., c. GA, d. G-A,e. Kontrol. Keterangan data: Tt = Tinggi tajuk, Bbr = Bobot basah rimpang, Bkr = Bobot kering rimpang, Krb = Kurkumin dalam satu rumpun basah, Krk = kurkumin dalam satu rumpun kering, Kar = kadar air rimpang

Gambar 8 Pertumbuhan akar dan rimpang C. xanthorrhiza umur 12 minggu setelah tanam pada media steril yang diberi perlakuan:a = kontrol , b = A. niger c = Glomus sp.,d =. GA, e = G-A

a

b

c

d

e

T t : 142.75 cm Bbr: 58.50 gr B kr: 2.75 gr K rb: 1.635 gr K rk: 0.077 gr Kar: 95.5%

T t : 128.25 cm Bbr: 30.13 gr B kr: 1.625 gr K rb: 2.925 gr K rk: 0.157 gr Kar: 95 %

T t : 123.125cm Bbr: 30.38 gr B kr: 1.3225 gr K rb: 1.7325 gr K rk: 0.075 gr Kar: 95.25%

T t : 118 cm Bbr: 33.75gr B kr: 1.50 gr K rb: 2.295 gr K rk: 0.102 gr Kar: 78.25%

T t : 111.50 cm Bbr: 33 gr B kr: 2 gr K rb: 1.1875 gr K rk: 0.072 gr Kar: 94.75 %

a

b

c

d

e

[image:32.1008.457.645.352.495.2]
(33)

14

Gambar 9 Tanaman C. xanthorrhiza umur 20 minggu setelah tanam pada media tidak steril yang diberi perlakuan: a. A. niger, b. Glomus sp., c. GA, d. G-A,e. Kontrol. Keterangan data: Tt = Tinggi tajuk, Bbr = Bobot basah rimpang, Bkr = Bobot kering rimpang, Krb = Kurkumin dalam satu rumpun basah, Krk = kurkumin dalam satu rumpun kering, Kar = kadar air rimpang

T t : 157.50 cm Bbr: 148.50gr B kr: 32.250 gr K rb: 17.543 gr K rk: 3.813 gr Kar: 78.25%

Tt : 147. 50 cm Bbr:162.88 gr Bkr: 36.375 gr Krb: 0.535 gr Krk: 0.120 gr Kar: 77.50% T t : 156. 50 cm

Bbr: 155.50 gr Bkr: 44 gr Krb: 42.59 gr Krk: 12.22 gr Kar: 71.50%

Tt : 165 cm Bbr: 192.60 gr Bkr: 47.0 gr Krb: 14.625 gr Krk: 3.793 gr Kar: 75.75%

Tt : 140.875 cm Bbr: 175.13 gr Bkr: 44.375 gr Krb: 14.538 gr Krk: 4.235 gr Kar: 74 %

a

b

c

d

e

(34)

PEMBAHASAN

Hasil panen tanaman temulawak yang ditumbuhkan pada media steril, menunjukkan inokulasi A. niger yang mengkolonisasi 91,5 % akar tanaman secara umum mampu memberikan efek respon pertumbuhan yang terbaik. Tanaman tersebut memiliki tinggi tajuk, berat basah dan berat kering tajuk, berat basah dan kering akar, berat basah dan berat kering rimpang dengan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan cendawan A. niger dapat melarutkan fosfat tanah dalam bentuk inorganik yang sulit larut dan tidak bisa langsung dimanfaatkan oleh tanaman menjadi bentuk yang dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman. Cendawan endofit akar ini mampu mensekresikan asam organik seperti asam sitrat, glukonat, oksalat, dan suksinat yang dapat melarutkan fosfat anorganik melalui pelepasan proton asam dan kemampuannya mengkelat Ca+2, Fe+3, dan Al+3. Chuang (2006) melaporkan bahwa A. niger pada penelitiannya mensekresikan asam glukonat pada media tumbuh Ca3(PO4)2 dan mensekresikan asam oksalat pada media tumbuh FePO4 dan AlPO4. Selain itu, Zulfitri (2007) melaporkan inokul

Gambar

Gambar 3 Cendawan yang digunakan untuk
Gambar 4 Kolonisasi cendawan pada akar
Gambar 5 Struktur kolonisasi CMA pada akar  C. xanthorrhiza. a. arbuskula, b. apresorium, c
Gambar 7 C. xanthorrhiza umur 12 minggu setelah tanam pada media steril yang diberi  perlakuan: a
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran model discovery learning efektif dalam

Perbedaan intelegensi intuitif dan reflektif adalah pada tingkat intuitif, kita mengetahui akan data-data dari lingkungan luar melalui alat-alat penerima kita

The fact that triphenyltin(IV) chlorobenzoate derivative have shown the highest anticorrosion ability was in line with other data relating to the number of carbon atom present in

Hal tersebut berarti koefisien korelasi variabel peran orang tua dalam pendidikan seks tentang kehamilan dengan sikap terhadap seks bebas pada remaja kelas XI di SMAN 2

 Energi getaran yang diserap DVA tipe dual-beam dapat dijadikan sebagai sumber energi listrik daya rendah, yakni dengan menambahkan material piezoelectric, PZT yang

Hal ini terjadi karena pasar modal NYSE berada di negara dengan proteksi investor yang kuat sehingga legal sistem perusahaan Asia tersebut tidak mampu memperkuat pengaruh

PERNYATAAN Ketika saya dikuasai oleh amarah, saya menentang banyak nasehat dari orang lain Ketika marah, saya ingin berkelahi dengan orang lain Orang terdekat menjadi sasaran

Penerapan algoritma extended Kalman filter sebagai metode training JST dapat dilakukan dengan memformulasikan JST sebagai konsep state space yang mirip dengan