Adzkia MA. 2006. Pola Akumulasi Kurkumin Rimpang Induk Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Pada Berbagai Masa Tanam dan Perlakuan Budidaya Tanam [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Aggarwal B, Kumar A, Aggarwal M, Shishoida S. 2005. “Kurkumin derived from turmeric (Curcuma longa): A spice for all seasons.” Phytopharmaceuticals in Cancer Chemoprevention, 349-387.
Brundrett M, Melville L, Peterson L, editor. 1994. Practical Methods in Mychorriza Research. Canada: Mycologue Publications.
Chuang CC, Yu-Lin K, Chao CC, Chao WL. 2006. Solubilization of inorganic
phosphates and plant growth promotion by Aspergillus niger. Bio Fertils Soil: DOI 10.1007/s00374-006-0140-3.
tanam, perlakuan inokulasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan kurkumin dalam rimpang bila dibandingkan dengan kontrol. Hal ini disebabkan nutrisi yang tersedia tersebut masih diutamakan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman, sehingga pemanenan pada umur 12 minggu setelah tanam menyebabkan tanaman belum optimal memproduksi kurkumin. Adzkia (2006) yang meneliti pola akumulasi kurkumin pada berbagai perlakuan budidaya tanam temulawak melaporkan bahwa ketersediaan pupuk dengan terus menerus dijaga keberadaanya tidak dapat meningkatkan kandungan kurkumin pada bulan-bulan awal pemanenan. Diduga senyawa kurkumin ini hanya dihasilkan saat tumbuhan tercekam atau lingkungan tumbuh tidak memungkinkan (Heldt 1997). Namun penelitian ini mengindikasikan bahwa perlakuan inokulasi cendawan mampu meningkatkan kandungan kurkumin pada rimpang meskipun belum signifikan. Nilai kurkumin tertinggi diperoleh pada rimpang tanaman yang diinokulasikan tunggal Glomus sp..
Kurkumin merupakan senyawa metabolit sekunder golongan flavonoid yang disintesis dari asam amino fenilalanin. Beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan fenilalanin adalah senyawa nitrogen, air, dan karbondioksida (Heldt 1997). Namun pendapat Heldt tersebut tidak sepenuhnya berarti bahwa hanya nitrogen, air, dan karbondioksida saja yang mempengaruhi pembentukan kurkumin, sebab kurkumin sebagai golongan senyawa flavonoid disintesis melalui lintasan asam sikimat yang pada awalnya membutuhkan asetil KoA (Salisbury & Ross 1995). Pembentukan asetil KoA ini diawali glikolisis yang membutuhkan ATP yang berasal dari fosfat. Fosfat merupakan unsur esensial dari gula fosfat yang berperan dalam pembentukan nukleotida seperti DNA dan RNA. Fosfat berperan penting pula dalam metabolisme energi, karena keberadaannya dalam ATP, ADP, AMP, dan pirofosfat (Salisbury & Ross 1995). Jadi secara langsung maupun tidak langsung fosfat turut mempengaruhi pembentukan kurkumin.
Hasil panen tanaman temulawak pada umur 24 minggu setelah tanam, menunjukkan bahwa perlakuan inokulasi mampu meningkatkan kadar kurkumin dalam rimpang kering. Namun hanya perlakuan inokulasi tunggal Glomus sp. yang dapat meningkatkan kandungan kurkumin secara signifikan. Hal ini mungkin disebabkan oleh pemanfaatan nutrisi berupa fosfat yang lebih cenderung ke arah pertumbuhan vegetatif oleh tanaman yang diberi perlakuan inokulasi yang menggunakan A. niger baik tunggal maupun ganda. Selain itu kemampuan A. niger menghasilkan hormon auksin (Khastini, Zulfitri 2007) yang berperan pada perkecambahan tanaman, diduga menyebabkan tanaman tersebut lebih dominan menggunakan nutrisinya untuk pembentukan tajuk anakan dibandingkan ke arah pembentukan senyawa metabolit sekunder.
Adzkia (2006), melaporkan bahwa komposisi dan waktu aplikasi pemupukan tidak
mempengaruhi kadar kurkumin yang signifikan. Hasil berupa konsentrasi kurkumin dalam rimpang basah yang didapatkan untuk jenis dan perlakuan Balitro, BPTO, PSB, dan Lokal masing-masing ialah 0.056, 0.0878, 0.1007, 0.06 gram/rumpun rimpang temulawak pada pemanenan umur 6 bulan atau 24 minggu setelah tanam dan 0.2155, 0.1960, 0.2336, 0.2279 gram/rumpun rimpang temulawak pada pemanenan umur 9 bulan atau 36 minggu setelah tanam. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian tersebut, maka perlakuan inokulasi cendawan endofit pada penelitian ini dapat dikatakan berpotensi meningkatkan kandungan kurkumin dalam rimpang temulawak. Nilai kandungan kurkumin dalam rimpang basah yang didapatkan pada penelitian ini untuk perlakuan inokulasi A. niger, Glomus sp., GA, G-A, dan kontrol masing-masing ialah sebesar 1.635, 2.925, 1.733, 2.295, 1.1875 gram/rumpun rimpang temulawak pada pemanenan umur 12 minggu setelah tanam dan 17.543, 42,59, 14,625, 14.538, 0.535 gram/rumpun rimpang temulawak pada pemanenan umur 24 minggu setelah tanam.
SIMPULAN DAN SARAN
Cendawan endofit akar A. niger dan CMA mampu mengkolonisasi akar tanaman C. xanthorrhiza dan mampu berperan sebagai pupuk hayati yang berpotensi meningkatkan respon pertumbuhan dan kualitas rimpang berupa jumlah kandungan senyawa bioaktif kurkumin didalamnya. Perlakuan yang paling baik dalam meningkatkan jumlah kandungan kurkumin didalam rimpang secara signifikan adalah perlakuan inokulasi tunggal Glomus sp..
Perlu dilakukan penelitian lanjut mengenai interaksi antara A. niger dengan Glomus sp. dan pengaruhnya pada berbagai kondisi lingkungan dan umur tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Adzkia MA. 2006. Pola Akumulasi Kurkumin Rimpang Induk Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Pada Berbagai Masa Tanam dan Perlakuan Budidaya Tanam [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Aggarwal B, Kumar A, Aggarwal M, Shishoida S. 2005. “Kurkumin derived from turmeric (Curcuma longa): A spice for all seasons.” Phytopharmaceuticals in Cancer Chemoprevention, 349-387.
Brundrett M, Melville L, Peterson L, editor. 1994. Practical Methods in Mychorriza Research. Canada: Mycologue Publications.
Chuang CC, Yu-Lin K, Chao CC, Chao WL. 2006. Solubilization of inorganic
phosphates and plant growth promotion by Aspergillus niger. Bio Fertils Soil: DOI 10.1007/s00374-006-0140-3.
tanam, perlakuan inokulasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan kurkumin dalam rimpang bila dibandingkan dengan kontrol. Hal ini disebabkan nutrisi yang tersedia tersebut masih diutamakan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman, sehingga pemanenan pada umur 12 minggu setelah tanam menyebabkan tanaman belum optimal memproduksi kurkumin. Adzkia (2006) yang meneliti pola akumulasi kurkumin pada berbagai perlakuan budidaya tanam temulawak melaporkan bahwa ketersediaan pupuk dengan terus menerus dijaga keberadaanya tidak dapat meningkatkan kandungan kurkumin pada bulan-bulan awal pemanenan. Diduga senyawa kurkumin ini hanya dihasilkan saat tumbuhan tercekam atau lingkungan tumbuh tidak memungkinkan (Heldt 1997). Namun penelitian ini mengindikasikan bahwa perlakuan inokulasi cendawan mampu meningkatkan kandungan kurkumin pada rimpang meskipun belum signifikan. Nilai kurkumin tertinggi diperoleh pada rimpang tanaman yang diinokulasikan tunggal Glomus sp..
Kurkumin merupakan senyawa metabolit sekunder golongan flavonoid yang disintesis dari asam amino fenilalanin. Beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan fenilalanin adalah senyawa nitrogen, air, dan karbondioksida (Heldt 1997). Namun pendapat Heldt tersebut tidak sepenuhnya berarti bahwa hanya nitrogen, air, dan karbondioksida saja yang mempengaruhi pembentukan kurkumin, sebab kurkumin sebagai golongan senyawa flavonoid disintesis melalui lintasan asam sikimat yang pada awalnya membutuhkan asetil KoA (Salisbury & Ross 1995). Pembentukan asetil KoA ini diawali glikolisis yang membutuhkan ATP yang berasal dari fosfat. Fosfat merupakan unsur esensial dari gula fosfat yang berperan dalam pembentukan nukleotida seperti DNA dan RNA. Fosfat berperan penting pula dalam metabolisme energi, karena keberadaannya dalam ATP, ADP, AMP, dan pirofosfat (Salisbury & Ross 1995). Jadi secara langsung maupun tidak langsung fosfat turut mempengaruhi pembentukan kurkumin.
Hasil panen tanaman temulawak pada umur 24 minggu setelah tanam, menunjukkan bahwa perlakuan inokulasi mampu meningkatkan kadar kurkumin dalam rimpang kering. Namun hanya perlakuan inokulasi tunggal Glomus sp. yang dapat meningkatkan kandungan kurkumin secara signifikan. Hal ini mungkin disebabkan oleh pemanfaatan nutrisi berupa fosfat yang lebih cenderung ke arah pertumbuhan vegetatif oleh tanaman yang diberi perlakuan inokulasi yang menggunakan A. niger baik tunggal maupun ganda. Selain itu kemampuan A. niger menghasilkan hormon auksin (Khastini, Zulfitri 2007) yang berperan pada perkecambahan tanaman, diduga menyebabkan tanaman tersebut lebih dominan menggunakan nutrisinya untuk pembentukan tajuk anakan dibandingkan ke arah pembentukan senyawa metabolit sekunder.
Adzkia (2006), melaporkan bahwa komposisi dan waktu aplikasi pemupukan tidak
mempengaruhi kadar kurkumin yang signifikan. Hasil berupa konsentrasi kurkumin dalam rimpang basah yang didapatkan untuk jenis dan perlakuan Balitro, BPTO, PSB, dan Lokal masing-masing ialah 0.056, 0.0878, 0.1007, 0.06 gram/rumpun rimpang temulawak pada pemanenan umur 6 bulan atau 24 minggu setelah tanam dan 0.2155, 0.1960, 0.2336, 0.2279 gram/rumpun rimpang temulawak pada pemanenan umur 9 bulan atau 36 minggu setelah tanam. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian tersebut, maka perlakuan inokulasi cendawan endofit pada penelitian ini dapat dikatakan berpotensi meningkatkan kandungan kurkumin dalam rimpang temulawak. Nilai kandungan kurkumin dalam rimpang basah yang didapatkan pada penelitian ini untuk perlakuan inokulasi A. niger, Glomus sp., GA, G-A, dan kontrol masing-masing ialah sebesar 1.635, 2.925, 1.733, 2.295, 1.1875 gram/rumpun rimpang temulawak pada pemanenan umur 12 minggu setelah tanam dan 17.543, 42,59, 14,625, 14.538, 0.535 gram/rumpun rimpang temulawak pada pemanenan umur 24 minggu setelah tanam.
SIMPULAN DAN SARAN
Cendawan endofit akar A. niger dan CMA mampu mengkolonisasi akar tanaman C. xanthorrhiza dan mampu berperan sebagai pupuk hayati yang berpotensi meningkatkan respon pertumbuhan dan kualitas rimpang berupa jumlah kandungan senyawa bioaktif kurkumin didalamnya. Perlakuan yang paling baik dalam meningkatkan jumlah kandungan kurkumin didalam rimpang secara signifikan adalah perlakuan inokulasi tunggal Glomus sp..
Perlu dilakukan penelitian lanjut mengenai interaksi antara A. niger dengan Glomus sp. dan pengaruhnya pada berbagai kondisi lingkungan dan umur tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Adzkia MA. 2006. Pola Akumulasi Kurkumin Rimpang Induk Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Pada Berbagai Masa Tanam dan Perlakuan Budidaya Tanam [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Aggarwal B, Kumar A, Aggarwal M, Shishoida S. 2005. “Kurkumin derived from turmeric (Curcuma longa): A spice for all seasons.” Phytopharmaceuticals in Cancer Chemoprevention, 349-387.
Brundrett M, Melville L, Peterson L, editor. 1994. Practical Methods in Mychorriza Research. Canada: Mycologue Publications.
Chuang CC, Yu-Lin K, Chao CC, Chao WL. 2006. Solubilization of inorganic
phosphates and plant growth promotion by Aspergillus niger. Bio Fertils Soil: DOI 10.1007/s00374-006-0140-3.
Departemen Pertanian Republik Indonesia [Deptan RI]. 2005. Prospek dan arah pengembangan agribisnis tanaman obat. Jakarta: Deptan RI
Departemen Pertanian Republik Indonesia [Deptan RI]. 2008. Produksi Komoditas Temulawak. www.deptan.go.id. [20 Februari 2008]
Hadipoentyanti E dan Syahid SF. 2007. Respon Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Hasil Rimpang Kultur Jaringan Generasi Kedua Terhadap Pemupukan. J Littri 13 (3): 106-110.
Heldt HW. 1997. Plant Biochemistry and Molecular Biology. New York: Oxford University Pers. Di dalam Adzkiya MAZ. 2006. Pola Akumulasi Kurkuminod Rimpang Induk Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Pada Berbagai Masa Tanam Dan Perlakuan Budidaya Tanam. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Khastini R O. 2007. Isolasi, Penapisan, Respon Tumbuh dan Proses Kolonisasi
Cendawan Mutualistik Akar [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor
Medina A, Vassileva M, Barea JM, Azcon R. 2005. The growth-enhancement of clover by Aspergillus-treted sugar beet waste and Glomus mosseae innoculation in Zn contaminated soil. J of Applied Soil Ecology 12-17
Morimoto et al. 2008. The dietary compound kurkumin inhibits p300 histone acetyltransferase activity and prevents heart failure in rats. J Clin Invest. 118(3): 868–878.
Rahardjo M, Rostiana O. 2005. Budidaya Tanaman Temulawak. Sirkuler 11: 25-30. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi
Tumbuhan Jilid 1. Bandung: Penerbit ITB. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi
Tumbuhan Jilid 2. Bandung: Penerbit ITB.
Sekardini A. 2006. Pengaruh Inokulasi Mikoriza VA dan Aspergillus niger van Tiegh Terhadap Fosfor Tersedia, Serapan Fosfor dan Derajat Infeksi pada Akar Albasia (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Tanah Ultisol Jatinangor [tesis]. Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung
Smith SE, Smith FA, Jacobsen I. 2003. Mycorrhizal can dominate phosphate supply to plants irrespective of growth responses. Plant Physiol 133: 16-20. Di dalam Khastini R O. 2007. Isolasi, Penapisan, Respon Tumbuh dan Proses Kolonisasi Cendawan Mutualistik Akar [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Sugiharto. 2003. Pengaruh Infus Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Terhadap Kondisi Parameter Pemeriksaan Darah Tikus Putih yang Diberi Larutan Timbal Anorganik. J Medika Eksakta 4 (2): 129-137. Tarafdar JC, Marschner H. 1995. Dual
inoculation with Aspergillus fumigatus and Glomus mosseae enhances biomass production and nutrient uptake in wheat (Triticum aestivum L.) supplied with organic phosphorus as Na-phytate. Plant and soil 173: 97-102.
Tri A, Dwiyanti H, Muchtadi D, Zakaria F. 2006. Penghambatan Oksidasi LDL dan Akumulasi Kolesterol pada Makrofag oleh Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.). J Teknologi dan Industri Pangan 17: 3.
Zulfitri A. 2007. Pengaruh Cendawan Endofit Akar dan Mikoriza Arbuskula (CMA) Terhadap Pertumbuhan Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Lampiran 1. Diagram alir metode penelitian
Persiapan tanaman Curcuma xanthorrhiza Perbanyakan biomassa A. niger danCMA
Curcuma xanthorrhiza umur satu bulan
Media tumbuh tidak steril
Panen umur 6 bulan setelah tanam
Analisis pertumbuhan tanaman
Analisis kolonisasi cendawan
Analisis kandungan kurkumin / rumpun rimpang
Media tumbuh steril
Panen umur 3 bulan setelah tanam
Lampiran 2 Tabel komposisi larutan baku hara Johnson Hara Makro
Senyawa Berat molekul Konsentrasi larutan stok (M) Konsentrasi larutan stok (g/l) Volume larutan stok/larutan final (ml) KNO3 101,10 1,00 101,10 6,0 Ca(NO)3.4H2O 236,16 1,00 236,16 4,0 NH4H2PO4 115,08 1,00 115,08 2,0 MgSO4.7H2O 246,49 1,00 246,49 1,0 Hara Mikro
Senyawa Berat molekul Konsentrasi larutan stok (M) Konsentrasi larutan stok (g/l) Volume larutan stok/larutan final (ml) KCl 74,55 50,0 3,728 H2BO3 61,84 25,0 1,546 MnSO4.H2O 169,01 2,0 0,338 ZnSO4.7H2O 287,55 2,0 0,575 1,0 CuSO4.5H2O 249,71 0,5 0,125 H2MoO4 (85% MoO3) 161,97 0,5 0,081 Fe-EDTA 346,08 20,0 6,922 1,0
Lampiran 3 Analisis parameter respon tumbuh C. xanthorrhiza
Analisis parameter respon tumbuh C. xanthorrhiza pada media 3 kg steril
Perlakuan cendawan A. niger Glomus sp. GA G-A K Tinggi tajuk 142.750 a 128.250 b 123.125 bc 118.000 bc 111.500 c BB tajuk 239.21 a 158.74 b 155.03 b 125.21 b 130.43 b BK tajuk 33.625 a 21.625 b 23.000 b 18.750 b 20.125 b BB akar 156.69 a 118.23 ab 93.12 b 94.99 b 114.85 b BK akar 19.500 a 16.875 ab 12.125 b 13.125 b 16.750 ab BB rimpang 58.50 a 30.13 b 30.38 b 33.75 ab 33.00 ab BK rimpang
% kadar air / rumpun rimpang 2.7500 a 95.5 a 1.6250 a 95 a 1.3225 a 95.25 a 1.5000 a 95.75 a 2.0000 a 94.75 a % kolonisasi 91.500 a 84.500 a 85.800 a 85.833 a 31.475 b g kurkumin/
rumpun rimpang kering g kurkumin/ rumpun rimpang basah
0.077 a 1.635 ab 0.157 a 2.925 a 0.075 a 1.7325 ab 0.102 a 2.295 ab 0.072 a 1.1875 b Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 % (DMRT)
keterangan: BB = berat basah, BK = berat kering, GA = Glomus sp + A. niger, G-A = Glomus sp + A. niger (inokulasi A. niger 3 minggu setelah Glomus sp.), K = kontrol (tanpa inokulasi) Analisis parameter respon tumbuh C. xanthorrhiza pada media 6 kg tidak steril
Perlakuan cendawan A. niger Glomus sp. GA G-A K Tinggi tajuk 157.500 ab 156.500 ab 165.000 a 140.875 b 147.500 b Tinggi tajuk anak
Jumlah tajuk anakan BB tajuk 37.75 ab 2a 22.625 a - - 18.500 a 45.50 a 2a 24.375 a 16.63 b 2a 26.000 a - - 21.625 a BK tajuk 18.000 a 16.625 a 17.375 a 21.625 a 18.875 a BB akar 10.750 ab 8.125 b 9.125 b 8.875 b 16.625 a BK akar 1.3750 a 1.5000 a 1.2500 a 1.2500 a 2.000 a BB rimpang 148.50 a 155.50 a 192.60 a 175.13 a 162.88 a BK rimpang % kadar air / rumpun rimpang 32.250 b 78.25 a 44.000 a 71.5 b 47.000 a 75.75 ab 44.375 a 74 ab 36.375 ab 77.5 a % kolonisasi g kurkumin/ rumpun rimpang kering g kurkumin/ rumpun rimpang basah 80.000 a 3.813 b 17.543 b 80.833 a 12.224 a 42.59 a 84.167 a 3.793 b 14.625 bc 72.500 a 4.235 b 14.538 bc 28.333 b 0.120 b 0.535 c
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 % (DMRT)
keterangan: BB = berat basah, BK = berat kering, GA = Glomus sp + A. niger, G-A = Glomus sp + A. niger (inokulasi A. niger 3 minggu setelah Glomus sp.), K = kontrol (tanpa inokulasi)
Lampiran 4 Grafik analisis hasil panen C. xanthorrhiza umur 12 minggu setelah tanam yang ditumbuhkan pada media steril
Keterangan : tt = tinggi tajuk, bbr = bobot basah rimpang, bkr = bobot kering rimpang,
krb = kurkumin dalam satu rumpun basah, krk = kurkumin dalam satu rumpun kering, kar = kadar air rimpang
Lampiran 5 Grafik analisis hasil panen C. xanthorrhiza umur 24 minggu setelah tanam yang ditumbuhkan pada media tidak steril
Keterangan : tt = tinggi tajuk, bbr = bobot basah rimpang, bkr = bobot kering rimpang,
krb = kurkumin dalam satu rumpun basah, krk = kurkumin dalam satu rumpun kering, kar = kadar air rimpang