• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Perumahan Dan Pemukiman Atas Iklan Yang Dijanjikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Perumahan Dan Pemukiman Atas Iklan Yang Dijanjikan"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN ATAS IKLAN YANG DIJANJIKAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dan Melengkapi Tugas-tugas Dalam Rangka Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

EDY MAYOR

NIM : 070200282

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN ATAS IKLAN YANG DIJANJIKAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dan Melengkapi Tugas-tuas Dalam Rangka Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

Edy Mayor Nim : 070200282

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

DISETUJUI OLEH

KETUA DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

NIP. 197501122005012002 Windha, SH. M.Hum

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr.Budiman Ginting, SH. M.Hum

Nip :19590511198601101 Nip : 197501122005012002 Windha, SH. M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Dengan segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kemurahan dan rahmatNya yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat mengikuti perkuliahan dan dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini tepat pada waktunya.

Skripsi ini disusun guna melengkapi dan memenuhi tugas dan syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatra Utara, dimana hal tersebut merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang ingin menyelesaikan perkuliahannya.

Adapun judul skripsi yang penulis kemukakan “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN ATAS IKLAN YANG DIJANJIKAN”. Skripsi ini membahas tentang bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen perumahan atas iklan yang dijanjikan oleh pelaku usaha perumahan dan pemukiman.

Penulis telah mencurahkan segenap hati, pikiran dan kerja keras dalam penyusunan skripsi ini. Namun penulis menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekekurangannya, baik isi maupun kalimatnya. Oleh sebab itu skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

(4)

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Iniversitas Sumatera Utara .

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH. M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan bantuan, bimbingan dan arahan-arahan kepada penulis pada saat penulisan skripsi ini.

3. Ibu Windha, SH. M.Hum., selaku Ketua Departemen Ekonomi dan Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan bantuan, bimbingan dan arahan-arahan kepada penulis pada saat penulisan skripsi ini.

4. Bapak Abul Khair, SH. M.Hum selaku Dosen Wali penulis.

5. Bapak dan Ibu dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik.

6. Seluruh staf pengajar dan pegawai administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mencurahkan ilmunya dan membantu penulis selama menjalani perkuliahan.

7. Teristimewa kepada Orangtua tercinta Fenny Citra yang telah mendidik dan memenuhi segala kebutuhan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

8. Teristimewa kepada Lindawaty Haryanto yang telah memberikan dukungan dan semangat sehinga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

(5)

10.Teman-teman seangkatan 2007 Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara : Astri, Mellisa, Andika, Ivan, Heru dan lainnya

11.Seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skipsi ini tidak luput dari kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dan menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan Rahmat dan KaruniaNya kepada kita semua. Amin.

Medan, Maret 2011

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI...iv

ABSTRAKSI...vi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1

B. Perumusan Masalah...7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan...7

D. Keaslian Penulisan...8

E. Tinjauan Kepustakaan...9

F. Metode Penelitian...13

G. Sistematika Penulisan...16

BAB II: ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM BIDANG PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN A. Pengertian dan Dasar Hukum...18

B. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen...29

C. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Bidang Perumahan dan Pemukiman...32

(7)

BAB III: PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERJANJIAN JUAL BELI PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN

A. Isi perjanjian jual beli perumahan dan pemukiman...54 B. Pelaksanaan Perlindungan konsumen dalam perjanjian jual beli

perumahan dan pemukiman...61

C. Prosedur hukum penyelesaian sengketa

konsumen...65

BAB IV : UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN ATAS IKLAN YANG DIJANJIKAN

A. Promosi produk melalui iklan perumahan dan pemukiman...77 B. Hak Konsumen terhadap promosi produk melalui iklan perumahan

dan pemukiman...86 C. Tanggung Jawab pelaku usaha perumahan atas periklanan

perumahan dan

pemukiman...93

D. Upaya Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Perumahan dan Pemukiman atas Iklan yang Dijanjikan...100

(8)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN ATAS IKLAN YANG DIJANJIKAN

*) Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M. Hum **) Windha, SH., M.Hum

***) Edy Mayor ABSTRAKSI

Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh ketertarikan penulis tentang perlindungan hukum terhadap konsumen perumahan dan pemukiman atas iklan yang dijanjikan. Sebab penulis merasa masih banyak konsumen-konsumen yang belum paham betul mengenai kedudukan mereka. Oleh karena itu maka banyak konsumen yang merasa mereka selalu menjadi korban dari para pelaku usaha.

Permasalahan dalam penulisan ini adalah tentang aspek hukum perlindungan konsumen dalam bidang perumahan dan pemukiman, perlindungan konsumen dalam perjanjian jual beli rumah dan upaya perlindungan hukum terhadap konsumen perumahan dan pemukiman atas iklan yang dijanjikan.

Metode penelitian yang dipakai untuk menyusun skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif adalah penelitian yang didasarkan pada bahan hukum primer dan sekunder. Alat pengumpulan data yaitu buku-buku, artikel, majalah dan internet, yang erat kaitannya dengan maksud tujuan dari penulisan skripsi ini.

Adapun kesimpulan dari penulisan ini adalah pertama, ketentuan hak dan kewajiban, perbuatan yang dilarang, klausula baku, tanggung jawab pelaku usaha, mekanisme penyelesaian sengketa, ketentuan mengenai sanksi dan kedua Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur tentang perikatan seperti Pasal 1313,1320, 1338 merupakan aspek hukum perlindungan konsumen perumahan dan pemukiman, Kedua, perlindungan konsumen dalam perjanjian terdapat dalam ketentuan-ketentuan berupa isi perjanjian yang disepakati oleh konsumen dan pelaku usaha perumahan dan pemukiman dan kesimpulan ketiga adalah upaya perlindungan hukum terhadap konsumen perumahan dan pemukiman atas iklan yang dijanjikan dengan memberikan salah satu hak yang dimiliki konsumen yaitu hak mendapatkan pembinaan dan pendidikan, meminta pertanggungjawaban dari pelaku usaha perumahan dan pemukiman yang telah membuat iklan dengan tidak benar, mengajukan tuntutan pidana jika konsumen dirugikan karena iklan pelaku usaha tersebut dengan dasar pelaku usaha melakukan perbuatan yang dilarang dalam Pasal 8 ayat 1 huruf f, Pasal 9 ayat 1 huruf k dan Pasal 10 huruf c UUPK.

Kata kunci: Perlindungan hukum, Konsumen, Iklan. *) Dosen pembimbing I

**) Dosen pembimbing II

(9)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN ATAS IKLAN YANG DIJANJIKAN

*) Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M. Hum **) Windha, SH., M.Hum

***) Edy Mayor ABSTRAKSI

Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh ketertarikan penulis tentang perlindungan hukum terhadap konsumen perumahan dan pemukiman atas iklan yang dijanjikan. Sebab penulis merasa masih banyak konsumen-konsumen yang belum paham betul mengenai kedudukan mereka. Oleh karena itu maka banyak konsumen yang merasa mereka selalu menjadi korban dari para pelaku usaha.

Permasalahan dalam penulisan ini adalah tentang aspek hukum perlindungan konsumen dalam bidang perumahan dan pemukiman, perlindungan konsumen dalam perjanjian jual beli rumah dan upaya perlindungan hukum terhadap konsumen perumahan dan pemukiman atas iklan yang dijanjikan.

Metode penelitian yang dipakai untuk menyusun skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif adalah penelitian yang didasarkan pada bahan hukum primer dan sekunder. Alat pengumpulan data yaitu buku-buku, artikel, majalah dan internet, yang erat kaitannya dengan maksud tujuan dari penulisan skripsi ini.

Adapun kesimpulan dari penulisan ini adalah pertama, ketentuan hak dan kewajiban, perbuatan yang dilarang, klausula baku, tanggung jawab pelaku usaha, mekanisme penyelesaian sengketa, ketentuan mengenai sanksi dan kedua Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur tentang perikatan seperti Pasal 1313,1320, 1338 merupakan aspek hukum perlindungan konsumen perumahan dan pemukiman, Kedua, perlindungan konsumen dalam perjanjian terdapat dalam ketentuan-ketentuan berupa isi perjanjian yang disepakati oleh konsumen dan pelaku usaha perumahan dan pemukiman dan kesimpulan ketiga adalah upaya perlindungan hukum terhadap konsumen perumahan dan pemukiman atas iklan yang dijanjikan dengan memberikan salah satu hak yang dimiliki konsumen yaitu hak mendapatkan pembinaan dan pendidikan, meminta pertanggungjawaban dari pelaku usaha perumahan dan pemukiman yang telah membuat iklan dengan tidak benar, mengajukan tuntutan pidana jika konsumen dirugikan karena iklan pelaku usaha tersebut dengan dasar pelaku usaha melakukan perbuatan yang dilarang dalam Pasal 8 ayat 1 huruf f, Pasal 9 ayat 1 huruf k dan Pasal 10 huruf c UUPK.

Kata kunci: Perlindungan hukum, Konsumen, Iklan. *) Dosen pembimbing I

**) Dosen pembimbing II

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu cita-cita perjuangan bangsa Indonesia adalah terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, seiring dengan tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh rakyat Indonesia secara adil dan merata. Salah satu unsur pokok kesejahteraan rakyat adalah terpenuhinya kebutuhan perumahan, yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap warga negara Indonesia dan keluarganya, sesuai harkat dan martabatnya sebagai manusia.1

Di Indonesia, kebutuhan terhadap perumahan juga telah mengalami peningkatan, sebagaimana yang terjadi pada masyarakat dunia, terutama pada masyarakat perkotaan, di mana populasi penduduknya sangat besar, sehingga memaksa pemerintah untuk berupaya memenuhi kebutuhan akan perumahan di tengah berbagai kendala seperti keterbatasan lahan perumahan.2

Sejalan dengan jumlah penduduk yang makin pesat, tuntutan akan tersedianya berbagai fasilitas yang mendukung kehidupan masyarakat juga mengalami peningkatan. Hal tersebut mendorong pihak pemerintah maupun swasta untuk melaksanakan pembangunan, terutama di bidang perumahan. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia (Basic Need) yang

1

Erwin Kallo, Panduan Hukum Untuk Pemilik/Penghuni Rumah Susun, (Jakarta : Minerva Athena Pressindo, 2009), hal 28.

2

(11)

telah ada, seiring dengan keberadaan manusia itu sendiri. Media perumahan menjadi sarana bagi manusia guna melakukan berbagai macam aktifitas hidup dan sarana untuk memberikan perlindungan utama terhadap adanya gangguan-gangguan eksternal, baik terhadap kondisi iklim maupun terhadap gangguan-gangguan lainnya. Saat ini konsep perumahan telah mengalami penggeseran, tidak hanya sebagai kebutuhan dasar saja, ataupun sebagai media yang memberikan perlindungan, namun perumahan telah menjadi gaya hidup (life style), memberikan kenyamanan dan menunjukkan karakteristik atau jati diri, yang merupakan salah satu pola pengembangan diri serta sarana private, sebagaimana dibutuhkan pada masyarakat global.3

1. Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat

Pembangunan perumahan merupakan salah satu hal penting dalam strategi pengembangan wilayah, yang menyangkut aspek-aspek yang luas di bidang kependudukan, dan berkaitan erat dengan pembangunan ekonomi dan kehidupan sosial dalam rangka pemantapan ketahanan nasional.

Terkait hal tersebut maka pembangunan perumahan dan pemukiman sebagaimana yang tertuang di dalam Pasal 4 UU No. 4 Tahun 1992 ditujukan untuk ;

2. Mewujudkan pemukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, teratur

3

(12)

3. Memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang rasional

4. Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya dan bidang lainnya.

Dengan demikian sasaran pembangunan perumahan dan pemukiman adalah untuk menciptakan lingkungan dan ruang hidup manusia yang sesuai dengan kebutuhan hidup yang hakiki, yaitu agar terpenuhinya kebutuhan akan keamanan, perlindungan, ketenangan, pengembangan diri, kesehatan dan keindahan serta kebutuhan lainnya dalam pelestarian hidup manusiawi.

Permasalahan yang kerap muncul dalam pemenuhan kebutuhan terhadap perumahan adalah aspek-aspek mengenai konsumen, di mana konsumen berada pada posisi yang dirugikan. Permasalahan tersebut merupakan persoalan yang klasik dalam suatu sistem ekonomi, terutama pada negara-negara berkembang, karena perlindungan terhadap konsumen tidak menjadi prioritas utama dalam dunia bisnis, melainkan keuntungan yang diperoleh oleh produsen atau pelaku usaha, tidak terkecuali dalam bidang perumahan.4

Dalam kenyataannya masih sering dijumpai bentuk-bentuk iklan yang merugikan konsumen. Informasi yang disampaikan oleh pihak produsen, biro iklan dan media iklan seringkali hanya yang bersifat baik-baik saja dan lengkap serta menyesatkan konsumen. Kondisi ini tentu saja sangat merugikan bagi konsumen karena telah dibohongi dengan keberadaan iklan dan produk yang ditawarkan.

4

(13)

Merebaknya kasus perumahan dalam bisnis properti atau perumahan, pada dasarnya, diawali dengan adanya ketidaksesuaian antara apa yang tercantum dalam brosur atau iklan berupa informasi produk, dengan apa yang termuat dalam perjanjian jual beli yang ditandatangani konsumen.5 Dalam iklan yang dikeluarkan pengembang dinyatakan bahwa untuk pembelian kavling/tanah pengurusan Kredit Pengurusan Rumah (KPR)menjadi tanggung jawab konsumen, sedangkan untuk pembelian rumah berikut tanah tidak ada keterangan apa-apa. Hal itu berarti pengurusan Kredit Pengurusan Rumah (KPR)nya menjadi tanggung jawab pengembang. Tidak terdapat salah tafsir konsumen atas brosur tersebut, tetapi justru informasi yang disajikan pengembang itu diduga menyesatkan konsumen.6

Era baru perlindungan konsumen di Indonesia ditandai dengan disahkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang ini menempatkan perlindungan konsumen ke dalam suatu koridor sistem hukum perlindungan konsumen yang merupakan bagian dari sistem hukum nasional. Pemerintah mengeluarkan kebijakan berupa Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999, guna menjembatani kebutuhan akan perlindungan hukum bagi konsumen, dengan mewujudkan keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha, sehingga tercipta perekonomian yang sehat, termasuk mengenai aspek-aspek perumahan.7

5

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta : Grasindo, 2000), hal. 69.

6

Ibid, hal.70. 7

(14)

Pada beberapa kasus yang terjadi, umumnya pihak konsumen tidak berdaya mempertahankan hak-haknya, karena tingkat kesadaran konsumen terhadap hak-haknya masih rendah. Hal tersebut disebabkan minimnya tingkat pengetahuan konsumen itu sendiri, baik terhadap aspek hukumnya yang berlaku saat ini, belum mampu secara optimal mengatasi permasalahan dalam perlindungan konsumen.

Namun berbagai macam peraturan tidak akan berjalan dengan efektif, apabila tidak terlaksanakan secara optimal, di samping minimnya kesadaran konsumen terhadap hak-haknya dalam hukum. Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan swadaya masyarakat, untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen, melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Upaya pemberdayaan tersebut penting, karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku usaha yang, pada dasarnya secara prinsip ekonomi lebih mengutamakan untuk mendapat keuntungan yang semaksimal mungkin, dengan modal seminim mungkin. Prinsip ini sangat potensial merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung.8

Saat ini meskipun telah ada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), dan Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia yang berapa Pasalnya telah memuat ketentuan tentang hal-hal yang dilarang atau hal yang tidak boleh dilakukan dalam kegiatan periklanan, namun dalam praktek masih saja ditemui kegiatan periklanan yang bertentangan dengan

8

(15)

aturan yang ada dan seringkali menjadi sasaran keluhan dari masyarakat konsumen karena dianggap tidak jujur (unfair) dan menyesatkan (misleading) atau mengelabui serta melawan hukum dan kode etik misalnya adanya ekses negatif dalam pengadaan iklan perumahan dan dari sekian banyak iklan perumahan ada beberapa cara yang digunakan developer dalam menjelaskan lokasi perumahan antara lain pertama, dengan menggunakan indikator jarak tempuh atau waktu tempuh. Kedua dengan menggunakan indikator harga , seperti harga terjangkau. Ketiga dalam lingkungan strategis, alam segar dan bebas banjir. Keempat dengan menggunakan indikator kualitas bangunan dan lain-lain.

Begitupun dibidang pengawasan periklanan, ada instrumen yang dapat dipakai dalam mengontrol keberadaan suatu iklan, yaitu hukum dan etik. Keduanya masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Hukum dapat di

enforce oleh sesuatu kekuatan /lembaga dari luar, sementara etik tidak ada

enforcement formalnya. Sekarang diperlukan undang-undang perlindungan

konsumen terhadap iklan yang menyesatkan dan dapat menipu masyarakat. Karena banyak iklan yang berkedok sadar lingkungan, tetapi kenyataannya sangat bertolak belakang.9

Piranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya perlindungan konsumen dapat mendorong iklim berusaha yang sehat yang mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas.

9

(16)

Dengan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Perumahan Dan Pemukiman Atas Iklan Yang Dijanjikan.”

B. Permasalahan

Permasalahan adalah merupakan kenyataan yang dihadapi dan harus diselesaikan oleh peneliti dalam penelitian. Dengan adanya rumusan masalah maka akan dapat ditelaah secara maksimal ruang lingkup penelitian sehingga tidak mengarah pada hal-hal diluar permasalahan.

Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana aspek hukum perlindungan konsumen dalam bidang perumahan dan pemukiman?

2. Bagaimana perlindungan konsumen dalam perjanjian jual beli rumah? 3. Bagaimana upaya perlindungan hukum terhadap konsumen perumahan

dan pemukiman atas iklan yang dijanjikan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui aspek hukum perlindungan konsumen dalam bidang perumahan dan pemukiman atas iklan yang dijanjikan.

(17)

c. Untuk mengetahui upaya perlindungan hukum terhadap konsumen perumahan dan pemukiman atas iklan yang dijanjikan.

2. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat Penulisan skripsi yang akan penulis lakukan adalah: a. Secara Teoritis

Guna mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan perlindungan hukum terhadap konsumen, khususnya mengenai perlindungan konsumen dalam bidang perumahan dan pemukiman atas iklan yang dijanjikan.

b. Secara Praktis

1) Agar masyarakat mengetahui perlindungan terhadap konsumen di bidang perumahan dan pemukiman atas iklan yang dijanjikan.

2) Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan tambahan tentang bagaimana upaya perlindungan konsumen terhadap perumahan dan pemukiman atas iklan yang dijanjikan.

D. Keaslian Penulisan

(18)

E. Tinjauan Kepustakaan

Istilah “hukum konsumen” dan “hukum perlindungann konsumen” sudah sangat sering terdengar. Namun, belum jelas benar apa saja yang masuk ke dalam materi keduanya. Juga, apakah kedua “cabang” hukum itu identik.10

Ada juga yang berpendapat, hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang lebih luas itu. Az. Nasution, misalnya, berpendapat hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Adapun hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup.

Karena posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum itu adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasnya.

11

1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen

Berikut ini Undang-undang Perlindungan Konsumen dalam ketentuan umum. Pasal 1 yakni :

10

Sudaryatmo. Masalah Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996), hal 19.

11

(19)

2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahkluk hidup lain yang tidak untuk diperdagangkan.

3. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

4. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen.

5. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan oleh masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.

6. Promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/ atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan.

7. Impor barang adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.

(20)

9. Lembaga perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga non-pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen.

10.Klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.

11.Badan penyelesaian sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.

12.Badan perlindungan Konsumen nasional adalah badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen.

Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang perdagangan.12

Di samping itu pembangunan perumahan merupakan salah satu instrumen terpenting dalam strategi pengembangan wilayah yang menyangkut aspekaspek yang luas dibidang kependudukan dan berkaitan erat dengan pembangunan ekonomi dan kehidupan sosial dalam rangka pemantapan ketahanan nasional.

Salah satu unsur pokok kesejahteraan rakyat adalah terpenuhinya kebutuhan perumahan, yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap Warga Negara Indonesia dan keluarganya, sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia.

13

12

Sentosa Sembiring, Himpunan Undang-undang Tentang Perlindungan Konsumen dan

Peraturan Perundang-undangan yang Terkait, (Bandung : Nuansa Aulia, 2006), hal. 84.

13

Alvi Syahrin, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan

(21)

Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman dinyatakan dalam Pasal 1 angka 1 bahwa rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal, atau hunian dan sarana pembinaan keluarga sedangkan pada Pasal 1 angka 2 diyatakan bahwa perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.

Dapat diketahui bahwa rumah adalah bangunan di mana manusia tinggal dan melangsungkan kehidupannya, di samping itu rumah juga merupakan tempat berlangsungnya proses sosialisasi pada saat seseorang diperkenalkan kepada norma dan adat kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat, maka tidaklah mengherankan bila masalah perumahan menjadi masalah yang penting bagi individu.14

Salah satu faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran akan haknya memang masih sangat rendah, hal ini terutama disebabkan oleh kurangnya kesadaran dari pihak konsumen itu sendiri dan rendahnya pendidikan konsumen yang ada. Oleh karena itu Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang ada, dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.15

14

Renie, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam Bisnis Perumahan, (Yogyakarta: UGM, 2003), hal. 16.

15

(22)

Upaya pemberdayaan konsumen melalui pembentukan undang-undang yang dapat melindungi kepentingan konsumen secara integrative dan komprehensif, tetapi perlu juga tentang peraturan pelaksanaan, pembinaan aparat, pranata dan perangkat-perangkat yudikatif, administratif dan edukatif, serta sarana dan prasarana lainnya, agar nantinya undang-undang tersebut dapat diterapkan secara efektif di masyarakat.

Bertitik tolak dari pemahaman akan perlindungan konsumen perumahan, maka dapat dikatakan bahwa perlindungan konsumen perumahan adalah serangkaian upaya yang dibingkai secara hukum, untuk melindungi konsumen perumahan sebagai pengguna fasilitas perumahan, yang meliputi fasilitas bangunan (konstruksi) yang sesuai standar, fasilitas lingkungan, fasilitias sosial, fasilitas umum dan memenuhi standar kesehatan, serta mempu memberi rasa aman kepada penghuninya, baik itu untuk kepentingan pribadi, keluarga, institusi ataupun pihak lain, tetapi tidak untuk diperdagangkan kembali.16

Dalam hal ini, apa yang dikemukakan dalam skripsi ini merupakan pengambilan bahan tidak terlepas dari media cetak dan media elektronik Mengenai hal ini Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, memberikan pengertian tentang perlindungan konsumen secara cukup luas, perlindungan konsumen di definisikan sebagai segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.

F. Metode Penelitian

16

(23)

mengingat tulisan ini kerap diaktualisasikan melalui media cetak dan media elektronik. Maka haruslah menggunakan metode penulisan yang sesuai dengan bidang yang diteliti. Adapun penelitian yang digunakan dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat di dalamnya. Dengan demikian, penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih di kenal dengan nama dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum.17

17

Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukun Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, (Jakarta : PT. RadjaGrafindo Persada, 2007), hal 33.

2. Sumber data

Dalam menyusun skripsi ini, sumber data yang digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier.

Bahan-bahan primer yaitu bahan hukum yang terdiri dari Peraturan Perundang-undangan di bidang hukum yang mengikat antara lain Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

(24)

Bahan hukum tersier atau badan hukum penunjang, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna bahan hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder yaitu kamus hukum dan lain-lain.

3. Pengumpulan data

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan digunakan metode penelitian hukum normatif. Dengan pengumpulan data secara studi pustaka (library Research).

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan suatu penelitian kepustakaan

(library research). Dalam hal ini penelitian hukum dilakukan dengan cara

penelitian kepustakaan atau di sebut dengan penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih di kenal dengan nama dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum.

Metode library research adalah mempelajari sumber-sumber atau bahan-bahan tertulis yang dapat dijadikan bahan-bahan dalam penulisan skripsi ini. Berupa rujukan beberapa buku, wacana yang dikemukakan oleh pendapat para sarjana ekonomi dan hukum yang sudah mempunyai nama besar dibidangnya, koran dan majalah.

4. Analisa data

(25)

kegiatan untuk melakukan analisa terhadap permasalahan yang akan di bahas. Analisa data dilakukan dengan18

a. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.

:

b. Memilih kaidah-kaidah hukum atau doktrin yang sesuai dengan penelitian.

c. Mensistematisasikan kaidah-kaidah hukum, azas atau doktrin.

d. Menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep, pasal atau doktrin yang ada.

e. Menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM BIDANG PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN

18

(26)

Dalam bab ini berisi tentang Pengertian dan Dasar Hukum, Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen, Hak dan Kewajiban Konsumen dan Perlindungan Hukum Konsumen dalam Bidang Perumahan.

BAB III : PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH

Bab ini berisikan tentang Isi Perjanjian Jual Beli Rumah, Pelaksanaan Perlindungan dalam Perjanjian Jual Beli Rumah, dan Prosedur Hukum Penyelesaian Sengketa Konsumen.

BAB IV : UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

KONSUMEN PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN ATAS IKLAN YANG DIJANJIKAN.

Bab ini berisikan tentang Promosi Produk Melalui Iklan Perumahan dan Pemukiman, Hak Konsumen Terhadap Promosi Produk Melalui Iklan Perumahan, Tanggung Jawab Pelaku Usaha Promosi atau Periklanan Perumahan dan Upaya Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Perumahan dan Pemukiman atas Iklan yang Dijanjikan.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

(27)

BAB II

ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM BIDANG PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum

Demi melindungi konsumen di Indonesia dari hal-hal yang dapat mengakibatkan kerugian terhadap mereka, pada tanggal 20 April 1999 Pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Undang-undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.

Sebenarnya sebelum UUPK diundangkan, serta pelaku usaha telah diatur dan tersebar di dalam berbagai peraturan yang dapat dikelompokkan ke dalam empat bagian besar, yakni perindustrian, perdagangan, kesehatan dan lingkungan hidup. Contohnya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang Hukum Dagang dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Namun tidak mungkin bagi seorang konsumen yang buta hukum mencari berbagai hak dan kewajibannya di segunung tumpukan peraturan. Selain itu, kelemahan dari peraturan-peraturan yang muncul sebelum UUPK adalah:

(28)

2. Posisi konsumen lebih lemah.

3. Prosedurnya rumit dan sulit dipahami oleh konsumen.

4. Penyelesaian sengketa memakan waktu yang lama dan biayanya tinggi.

Meskipun ditujukan untuk melindungi kepentingan konsumen, UUPK tidak bertujuan untuk mematikan pelaku usaha. Dengan adanya UUPK, pelaku usaha diharapkan lebih termotivasi untuk meningkatkan daya saingnya dengan memperhatikan kepentingan konsumen.

Perlindungan konsumen menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), UU No. 8 Tahun 1999 Pasal 1 angka 1 adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 UUPK telah memberikan cukup kejelasan. Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen.19

19

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), Hal. 1.

(29)

Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen dan menemukan kaidah hukum konsumen dalam berbagai peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia tidaklah mudah, hal ini dikarenakan tidak dipakainya istilah konsumen dalam peraturan perundang-undangangan tersebut walaupun ditemukan sebagian dari subyek-subyek hukum yang memenuhi kriteria konsumen.

Terdapat berbagai pengertian mengenai konsumen walaupun tidak terdapat perbedaan yang mencolok antara satu pendapat dengan pendapat lainnya Konsumen sebagai peng-Indonesia-an istilah asing (Inggris) yaitu consumer, secara harfiah dalam kamus-kamus diartikan sebagai "seseorang atau sesuatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu"; atau "sesuatu atau seseorang yang mengunakan suatu persediaan atau sejumlah barang". ada juga yang mengartikan " setiap orang yang menggunakan barang atau jasa".20

Az Nasution didalam bukunya memberikan batasan tentang konsumen pada umumnya adalah : “setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa yang

Dari pengertian diatas terlihat bahwa ada pembedaan antara konsumen sebagai orang alami atau pribadi kodrati dengan konsumen sebagai perusahan atau badan hukum pembedaan ini penting untuk membedakan apakah konsumen tersebut menggunakan barang tersebut untuk dirinya sendiri atau untuk tujuan komersial (dijual, diproduksi lagi).

20

(30)

digunakan untuk tujuan tertentu”.21 Konsumen masih dibedakan lagi antara konsumen dengan konsumen akhir. Menurutnya yang dimaksud dengan konsumen antara adalah : “Setiap orang yang mendapatkan barang dan jasa untuk dipergunakan dengan tujuan membuat barang dan jasa lain atau untuk diperdagangkan (tujuan komersial).22

Istilah lain yang agak dekat dengan konsumen adalah “pembeli” (koper). Istilah ini dapat dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, istilah “konsumen” sebagai definisi yuridis formal ditemukan pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), Undang-undang Perlindungan Konsumen menyatakan, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdaganggkan.

23

Pengertian konsumen jelas lebih luas daripada pembeli. Luasnya pengertian konsumen dilukiskan secara sederhana oleh mantan Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy dengan mengatakan, “consumers by definition include us all.”24

Pakar masalah konsumen di Belanda, Hondius menyimpulkan, para ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai, pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa; (uiteindelijke gebruiker van goederen en diensten).25

21

Az. Nasution I, Op.cit, hal 70.

22

AZ Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta : PT. Daya Widya, 2000), hal 23.( selanjutnya disebut AZ Nasution II)

23

Ibid, hal 24.

24

Mariam Darus Badrulzaman, “Perlindungan terhadap Konsumen Dilihat dari Sudut Perjanjian Baku (Standar),” dalam BPHN, Simposium Aspek-Aspek Hukum Perlindungan

Konsumen, (Bandung : Binacipta, 1986), hal. 57.

(31)

Dengan rumusan itu, Hondius ingin membedakan antara konsumen bukan pemakai terakhir (konsumen antara) dengan konsumen pemakai terakhir. Di Perancis, berdasarkan doktrin dan yurisprudensi yang berkembang, konsumen diartikan sebagai, “The person who obtains goods or services for personal or

family purposes.”26 Dari definisi itu terkandung dua unsur, yaitu konsumen hanya orang, dan barang atau jasa yang digunakan untuk keperluan pribadi atau keluarganya. Di Spanyol, pengertian konsumen diartikan tidak hanya individu (orang), tetapi juga suatu perusahaan yang menjadi pembeli atau pemakai terakhir. Adapun yang menarik di sini, konsumen tidak harus terikat dalam hubungan jual beli sehingga dengan sendirinya konsumen tidak identik dengan pembeli.27

1. Setiap orang

Rumusan dan ketentuan diatas menunjukkan sangat beragamnya pengertian konsumen. Masing-masing ketentuan memiliki kelebihan dan kekurangan. Untuk itu, dengan mempelajari perbandingan dari rumusan konsumen, kita perlu kembali melihat pengertian konsumen dalam Pasal 1 Angka (2) Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Sejumlah catatan dapat diberikan terhadap unsur-unsur definisi konsumen.

Konsumen adalah :

Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang/atau jasa.

2. Pemakai

26

Tim FH UI & Depdagri, Rancangan Akademik Undang-Undang tentang Perlindungan

Konsumen, (Jakarta : tidak dipublikasikan, 1992), hal. 57.

27

(32)

Sesuai dengan bunyi penjelasan Pasal 1 Angka (2) Undang-Undang Perlindungan Konsumen, kata “pemakai” menekankan, konsumen adalah konsumen akhir (ultimate consumer).

3. Barang dan/atau jasa

Berkaitan dengan istilah barang dan/atau jasa, sebagai pengganti terminologi tersebut digunakan kata produk. Saat ini “produk” sudah berkonotasi barang atau jasa. Semula kata produk hanya mengacu pada pengertian barang.28

4. Yang tersedia dalam masyarakat

Dalam dunia perbankan, misalnya, istilah produk dipakai juga untuk menamakan jenis-jenis layanan perbankan.

Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia di pasaran (bunyi Pasal 9 Ayat (1) Huruf (e) Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

5. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lain. Unsur yang diletakkan dalam definisi itu mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak sekadar ditujukan untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi juga barang dan/atau jasa itu diperuntukkan bagi orang lain (diluar diri sendiri dan keluarganya), bahkan untuk makhluk hidup lain, seperti hewan dan tumbuhan.

6. Barang dan atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan

28

(33)

Pengertian konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini dipertegas, yakni hanya konsumen akhir. Secara teoretis hal demikian terasa cukup baik untuk mempersempit ruang lingkup pengertian konsumen, walaupun dalam kenyataannya, sulit menetapkan batas-batas seperti itu.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 memberi pengertian apa yang dimaksud dengan pelaku usaha, seperti tercantum dalam Pasal 1 ayat 3, Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha baik baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang diberikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara RI, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Sedangkan didalam penjelasannya yang termasuk pelaku usaha, UUPK menyebut perusahaan, korporasi, BUMN, koprasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain. Jadi pengertian pelaku usaha dalam undang-undang ini luas sekali, karena pengertiannya tidak dibatasi hanya pabrikan saja, melainkan juga para distributor (dan jaringannya), serta termasuk para importir.

Adapun menurut beberapa ahli hukum seperti Az. Nasution, misalnya, berpendapat hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaiadah-kaidah bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen.29

29

Az. Nasution I, Op.cit, hal 71.

(34)

mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan atau jasa konsumen30

1. Rumah

Setelah diberlakukannya UU No. 8 tahun 1999 terdapat Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Republik Indonesia No 403/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah yang berhubungan dengan perlindungan konsumen. Keputusan Menteri ini memang tidak secara langsung mengenai perlindungan konsumen, namun secara tidak langsung dimaksudkan juga untuk melindungi konsumen Keputusan Menteri yang dimaksud antara lain:

Bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Rumah sebagai tempat membina keluarga, tempat berlindung dari iklim dan tempat menjaga kesehatan keluarga.

2. Rumah Sehat

Rumah sebagai tempat tinggal yang memenuhi ketetapan atau ketentuan teknis kesehatan yang wajib dipenuhi dalam rangka melindungi penghuni rumah dari bahaya atau gangguan kesehatan, sehingga memugkinkan penghuni memperoleh derajat kesehatan yang optimal.

3. Perumahan

30

(35)

Kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.

4. Permukiman

Bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Menurut para ilmuwan ada beberapa pengertian tentang perumahan yang lain yaitu;

1. Menurut UU RI No.4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, Pasal 1 Ayat (2), rumah mempunyai arti bangunan dan lingkungan tempat tinggal dilengkapi dengan sarana dan prasarana fasilitas yang memenuhi syarat-syarat guna mendukung kehidupan manusia.

2. Menurut Arthur C.S. (Housing : Symbol, Structure, Site, 1990), filosofi rumah sama dengan tubuh manusia yang membutuhkan penutup berupa rumah atau

shelter.31

3. Menurut Sam Davis (The Form of Housing), rumah kemudian akan disebut menjadi perumahan apabila menjadi sekumpulan kesatuan di atas petak-petak lahan individu atau sebagai kelompok rumah gandeng atau sebagai bangunan apartemen.32

31

Arthur C.S. Housing : Symbol, Structure, Site, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1990), hal 28.

32

(36)

4. Menurut Y.B. Mangunwijaya, rumah memang bisa dianggap mesin, alat pergandaan produksi. Tetapi lebih dari itu, rumah adalah citra, cahaya pantulan jiwa dan cita-cita kita. Ia adalah lambang yang membahasakan segala yang manusiawi, indah dan agung dari dia yang membangunnya; kesederhanaan dan kewajarannya yang memperteguh hati setiap manusia. Rumah memang kita gunakan, namun lebih dari itu, rumah adalah cerminan jiwa yang bermartabat. Standar dan Ketentuan Perumahan : Sebagai wadah kehidupan manusia, rumah dituntut untuk dapat memberikan sebuah lingkungan binaan yang aman, sehat dan nyaman. Untuk itulah Pemerintah dengan wewenang yang dimilikinya memberikan arahan, standar peraturan dan ketentuan yang harus diwujudkan oleh pihak pengembang.33

1. Membangun jaringan prasarana lingkungan rumah mendahului pembangunan rumah, memelihara dan mengelolanya sampai pengesahan dan penyerahan kepada Pemerintah Daerah.

Pembangunan perumahan dapat dilaksanakan oleh pemerintah ataupun pihak swasta. Sesuai dengan UU No 4 Tahun 1992, selain membangun unit rumah, pengembang juga diwajibkan untuk :

2. Mengkoordinasikan penyelenggaraan penyediaan utilitas umum. 3. Melakukan penghijauan lingkungan.

4. Menyediakan tanah untuk sarana lingkungan. 5. Membangun rumah.

33

(37)

Permukiman manusia dari perkataan Aristoteles bahwa sasaran permukiman untuk sebuah kota besar adalah untuk membuat individu yang bahagia dan aman.34

Pemukiman sering disebut perumahan dan atau sebaliknya. Pemukiman berasal dari kata housing dalam bahasa Inggris yang artinya adalah perumahan dan kata human settlement yang artinya pemukiman. Perumahan memberikan kesan tentang rumah atau kumpulan rumah beserta prasarana dan sarana ligkungannya. Perumahan menitiberatkan pada fisik atau benda mati, yaitu houses dan land settlement. Sedangkan pemukiman memberikan kesan tentang pemukim atau kumpulan pemukim beserta sikap dan perilakunya di dalam lingkungan, sehingga pemukiman menitikberatkan pada sesuatu yang bukan bersifat fisik atau benda mati yaitu manusia (human).

Perumahan dan pemukiman adalah dua hal yang tidak dapat kita pisahkan dan berkaitan erat dengan aktivitas ekonomi, industrialisasi dan pembangunan. Pemukiman dapat diartikan sebagai perumahan atau kumpulan rumah dengan segala unsur serta kegiatan yang berkaitan dan yang ada di dalam pemukiman. Pemukiman dapat terhindar dari kondisi kumuh dan tidak layak huni jika pembangunan perumahan sesuai dengan standar yang berlaku, salah satunya dengan menerapkan persyaratan rumah sehat.

35

34 Ibid

35

(38)

Dengan demikian perumahan dan pemukiman merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan sangat erat hubungannya, pada hakekatnya saling melengkapi.

B. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

Didalam suatu peraturan, hal yang paling penting dalam terbentuknya suatu peraturan adalah Asas. Asas dapat berarti dasar, landasan, fundamen, prinsip dan jiwa atau cita-cita. Asas adalah suatu dalil umum yang dinyatakan dalam istilah umum dengan tidak menyebutkan secara khusus cara pelaksanaannya. Asas dapat juga disebut pengertian-pengertian dan nilai-nilai yang menjadi titik tolak berpikir tentang sesuatu.

Asas Hukum adalah prinsip yang dianggap dasar atau fundamen hukum yang terdiri dari pengertian-pengertian atau nilai-nilai yang menjadi titik tolak berpikir tentang hukum. Kecuali itu Asas Hukum dapat disebut landasan atau alasan bagi terbentuknya suatu peraturan hukum atau merupakan suatu ratio legis dari suatu peraturan hukum yang menilai nilai-nilai, jiwa, cita-cita sosial atau perundangan etis yang ingin diwujudkan. Karena itu Asas Hukum merupakan jantung atau jembatan suatu peraturan-peraturan hukum dan hukum positif dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakat.

(39)

merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dalam peraturan konkrit tersebut.36

1. Asas Manfaat

Upaya perlindungan konsumen di Indonesia didasarkan pada asas yang diyakini memberikan arahan dan implementasinya di tingkatan praktis. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen Pasal 2, ada 5 (lima) asas perlindungan konsumen yaitu:

Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UUPK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya

2. Asas Keadilan

Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UUPK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.

3. Asas Keseimbangan

Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.

36

(40)

4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen

Diharapkan penerapan UUPK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

5. Asas Kepastian Hukum

Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Disamping asas, hal yang diperlukan dalam suatu peraturan adalah tujuan. Tujuan adalah sasaran. Tujuan adalah cita-cita. Tujuan lebih dari hanya sekedar mimpi yang terwujud. Tujuan adalah pernyataan yang jelas. Tidak akan ada apa yang bakal terjadi dengan sebuah keajaiban tanpa sebuah tujuan yang jelas. Tidak akan ada langkah maju yang segera diambil tanpa menetapkan tujuan yang tegas. Dan tujuan dalam hukum adalah untuk menjamin kepastian hukum dalam masyarakat yang bersendikan pada keadilan.

Adapun tujuan Perlindungan konsumen menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, bertujuan untuk:

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

(41)

3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalm memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian Hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;

6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kenyamanan, dan keselamtan konsumen.

C. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Bidang Perumahan dan Pemukiman

Para pihak dalam bidang perumahan yang pada umumnya terdiri dari konsumen dan pelaku usaha masing-masing memiliki hak dan kewajibannya.

Hak adalah suatu kewenangan atau kekuasaan yang diberikan oleh hukum. Suatu kepentingan yang dilindungi oleh hukum. Baik pribadi maupun umum. Dapat diartikan bahwa hak adalah sesuatu yang patut atau layak diterima. Contoh hak adalah hak untuk hidup, hak untuk mempunyai keyakinan dan lain-lain.

(42)

Kennedy yang menyebut empat hak dasar konsumen atau the four consumer basic

rights, yaitu:

1. The right to safety (hak atas keamanan);

2. The right to choose (hak untuk memilih);

3. The right to be informed (hak mendapatkan informasi);

4. The right to be heard (hak untuk didengar pendapatnya).37

Kemudian muncul beberapa hak konsumen selain itu, yaitu hak ganti rugi,

hak pendidikan konsumen, hak atas pemenuhan kebutuhan dasar dan hak atas lingkungan yang sehat. Selanjutnya, keempat hak tersebut merupakan bagian dari Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia yang dicanangkan PBB pada tanggal 10 Desember 1948, masing-masing pada Pasal 3, 8, 19, 21 dan Pasal 26, yang oleh Organisasi Konsumen Sedunia (International Organization of Consumers Union-

IOCU) ditambahkan empat hak dasar konsumen lainnya, hak untuk memperoleh

kebutuhan hidup, hak untuk memperoleh ganti rugi, hak untuk memperoleh bidang perumahan dan permukiman .

38

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

Hak Konsumen diatur didalam Pasal 4 UU No.8 Tahun 1999, yakni:

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

37

Gunawan Wijaya dan A Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Gramedia, 2001), hal 27.

38

(43)

3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

(44)

penyimpangan yang merugikan, konsumen berhak untuk di dengar, memperoleh advokasi, pembinaan, perlakuan yang adil, kompensasi sampai ganti rugi.39

1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

Hak-hak konsumen yang tersebut diatas berguna untuk melindungi kepentingan konsumen, sebagaimana tercantum dalam tujuan dari perlindungan konsumen yaitu mengangkat harkat hidup dan martabat konsumen. Sehingga diharapkan konsumen menyadari akan hak-haknya dan pelaku usaha diharuskan untuk memerhatikan apa saja perbuatan-perbuatan usaha yang dilarang menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen sehingga tidak ada lagi pelanggaran hak-hak konsumen.

Selain ada hak, konsumen juga memiliki beberapa kewajiban. Kewajiban adalah suatu beban atau tanggungan yang bersifat kontraktual. Dengan kata lain kewajiban adalah sesuatu yang sepatutnya diberikan. Contoh kewajiban : Dalam jual beli, bila kita membeli suatu barang, maka kita wajib membayar barang tersebut. Kewajiban konsumen sesuai dengan Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:

2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; 3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.40

39

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1521/3/perdata-sabarudin2.pdf.txt, diakseskan tanggal 11 Februari 2011.

40

(45)

Didalam pelaksanaan jual beli perumahaan dan pemukiman selain terdapat konsumen juga terdiri dari pelaku usaha. Yang dimaksud dengan pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Mengenai hubungan pelaku usaha dan konsumen ini telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, khususnya Pasal 6 dan Pasal 7 yang mengatur tentang hak dan kewajiban pelaku usaha.

Seperti telah disebutkan beberapa hak konsumen diatas, pelaku usaha juga memiliki beberapa hak. Sebagai penyeimbangan daya tawar konsumen terhadap pelaku usaha dengan tidak mengabaikan tanggung jawab pelaku usaha, menjadi hak pelaku usaha adalah:

1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritkad tidak baik;

(46)

4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Disamping memiliki hak, pelaku usaha juga memiliki beberapa kewajiban sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 7 Undang-Undang Repubik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:41

1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

5. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

41

(47)

6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Selain terdapat hak dan kewajiban dalam hal perlindungan terhadap perlindungan konsumen, sebagai seorang pelaku usaha, telah ditetapkan tentang perbuatan yang dilarang dalam Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Adapun perbuatan yang dilarang oleh pelaku usaha adalah sebagai berikut;

1. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:

a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;

c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;

(48)

e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;

g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tersebut;

2. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;

3. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat / isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat;

4. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(49)

6. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa rnemberikan informasi secara lengkap dan benar.

7. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat 1 dan ayat 2 dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.

D. Perlindungan Hukum Konsumen dalam Bidang Perumahan dan Pemukiman

Perlindungan hukum kepada konsumen dapat diwujudkan dalam 2 bentuk pengaturan, yaitu, pertama, melalui suatu bentuk perundang-undangan tertentu yang sifatnya umum untuk setiap orang yang melakukan transaksi barang dan atau jasa sedangkan kedua, melalui perjanjian yang khusus dibuat para pihak (pelaku usaha dan konsumen) yang isinya antara lain mengenai ketentuan tentang ganti rugi, jangka waktu pengajuan klaim, penyelesaian sengketa.

(50)

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, diharapkan dapat digunakan sebagai sarana preventif guna mewujudkan perlindungan konsumen dengan berdasarkan atas hak-hak yang juga dimiliki manusia. Jelas telah diungkapkan dalam UU Perlindungan Konsumen, bahwa yang menjadi subyek hukumnya adalah orang. Namun adanya hak dan kewajiban tersebut kemudian menimbulkan suatu masalah baru, yaitu masalah perlindungan bagi para pihak terhadap segala kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain berdasarkan hak dan kewajiban yang dimilikinya.

Pembentukan Perlindungan Konsumen pada dasarnya antara lain dimaksudkan memberikan tempat yang seimbang antara pelaku usaha dengan konsumen. Masalah keseimbangan ini secara tegas dinyatakan dalam perjanjian terhadap perlindungan konsumen. Sekalipun dalam berbagai peraturan perundang-undangan seolah mengatur dan/atau melindungi konsumen di bidang perumahan dan pemukiman, tetapi pada kenyataannya pemanfaatannya mengandung kendala tertentu yang menyulitkan konsumen. Undang-Undang Perlindungan Konsumen mencoba untuk memberikan perlindungan terhadap ketiga kepentingan konsumen tersebut di atas. Meskipun demikian pada pelaksanaan di lapangan, konsumen belum secara maksimal memperoleh perlindungan hukum secara adil.

Perlindungan hukum konsumen yang diberikan dalam UU No. 8 Tahun 1999 memberikan perlindungan kepada konsumen dengan adanya ketentuan yang mengatur tentang:

(51)

Dalam UU No. 8 Tahun 1999 memberikan perlindungan terhadap konsumen dengan adanya ketentuan yang mengatur tentang apa saja hak hak sebagai konsumen berikut dengan kewajibannya. Hak-hak dan kewajiban konsumen diatur dalam Pasal 4 UUPK. Hak-hak dan kewajiban konsumen ini telah dijelaskan dalam subbab sebelumnya.

2. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha

Sesuai dengan UU No.8 Tahun 1999, perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha telah diatur dalam Pasal 8. Ketentuan tentang perbuatan yang dilarang sebagai seorang pelaku usaha telah dijelaskan pada subbab sebelumnya. Dengan adanya ketentuan ini, maka UU ini telah melindungi konsumen dari pelaku usaha yang beritikad buruk.

3. Klausula baku

Setelah adanya UUPK, maka perlindungan konsumen dari penyalahgunaan keadaan semakin membaik karena berdasarkan Pasal 18 UUPK dilarang memuat klausula-klausula baku tertentu dalam perjanjian antara konsumen dengan pelaku usaha. Adapun isi dari Pasal tersebut yaitu:

a. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:

1) menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;

(52)

3) menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;

4) menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;

5) mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;

6) memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;

7) menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen

memanfaatkan jasa yang dibelinya;

8) menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. b. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau

(53)

c. Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum. d. Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan

dengan Undang-undang ini.

Pembatasan atau larangan untuk memuat klausula-klausula baku tertentu dalam perjanjian tersebut, dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan keadaan oleh pihak yang memiliki kedudukan lebih kuat, yang pada akhirnya akan merugikan konsumen.

4. Tanggung jawab hukum

(54)

memenuhi prestasi sama sekali, terlambat dalam memenuhi prestasi, berprestasi tidak sebagaimana mestinya.

Sedangkan tuntutan berdasarkan perbuatan melanggar hukum berbeda dengan tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada perikatan yang lahir dari perjanjian (karena terjadinya wanprestasi) dan akibat dari pelanggaran terhadap larangan undang-undang.

Untuk dapat menuntut ganti kerugian, maka kerugian tersebut harus merupakan akibat dari perbuatan melanggar hukum. Hal ini berarti bahwa untuk dapat menuntut ganti kerugian harus dipenuhi unsur-unsur seperti adanya perbuatan melanggar hukum, adanya kerugian, adanya hubungan kausalitas antara perbuatan melanggar hukum dengan kerugian, dan adanya kesalahan.

5. Penyelesaian sengketa

Dalam hal perlindungan konsumen apabila terjadi suatu sengketa, dalam UUPK telah diatur mengenai penyelesaian sengketa yang terdapat dalam Pasal 45. Dalam pasal ini disebutkan sebagai berikut:

1. Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.

(55)

3. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghilangkan tanggungjawab pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang.

4. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak.

6. Sanksi

(56)

berwenang menarik barang dan/atau jasa dari peredaran adalah menteri dan menteri teknis.

Disamping adanya peraturan UU No. 8 Tahun 1999, ada juga peraturan lain yang memberikan perlindungan terhadap konsumen perumahan dan pemukiman. Dalam hal mengenai perlindungan terhadap konsumen perumahan dan pemukiman tentang rumah yang layak untuk dihuni terdapat di dalam Penjelasan Pasal 5 Ayat (1) UU No. 4 Tahun 1992 yang menyatakan rumah yang layak adalah bangunan memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya.

Seiring dengan perkembangan di dalam masyarakat, maka pemerintah merasa perlu untuk dibuat suatu rancangan undang-undang tentang perumahan dan pemukiman agar lebih maksimal dalam memberikan perlindungan terhadap konsumen perumahan.

Adapun yang dimaksud dengan “rumah yang layak huni dan terjangkau” menurut penjelasan Pasal 3 huruf f RUU Perumahan dan Pemukiman adalah bangunan rumah yang sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan luas bangunan serta kesehatan penghuninya dan dari biaya dapat dijangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah.

(57)

Hak Atas Tempat Tinggal yang layak. Dalam komentar umum tersebut didapat kriteria layak adalah sebagai berikut:

1. Jaminan perlindungan hukum.

Perlindungan hukum mengambil banyak bentuk, diantaranya penyewaan akomodasi (publik dan swasta), perumahan kolektif, kredit, perumahan darurat, pemukiman informal, termasuk penguasaan tanah dan properti. Meskipun ada beragam jenis perlindungan hukum, setiap orang harus memiliki tingkat perlindungan hukum yang menjamin perlindungan hukum dari pengusiran paksa, pelecehan, dan ancaman lainnya. Negara Pihak harus secara bertanggung jawab, segera mengambil tindakan-tindakan yang bertujuan mengkonsultasikan jaminan perlindungan hukum terhadap orang-orang tersebut dan rumah tangga yang saat ini belum memiliki perlindungan, konsultasi secara benar dengan orang-orang atau kelompok yang terkena.

2. Ketersediaan layanan, bahan-bahan baku, fasilitas, dan infra struktur

Tempat tinggal yang layak harus memiliki fasilitas tertentu yang penting bagi kesehatan, keamanan, kenyamanan, dan nutrisi. Semua penerima manfaat dari hak atas tempat tinggal yang layak harus memiliki akses yang berkelanjutan terhadap sumber daya alam dan publik, air minum yang aman, energi untuk memasak, suhu dan cahaya, alat-alat untuk menyimpan makanan, pembuangan sampah, saluran air, layanan darurat.

3. Keterjangkauan

(58)

kebutuhan dasar lainnya tidak terancam atau terganggu. Tindakan harus diambil oleh Negara Pihak untuk memastikan bahwa persentasi biaya yang berhubungan dengan tempat tinggal, secara umum sepadan dengan tingkat pendapatan. Negara Pihak harus menyediakan subsidi untuk tempat tinggal bagi mereka yang tidak mampu memiliki tempat tinggal, dalam bentuk dan tingkat kredit perumahan yang secara layak mencerminkan kebutuhan tempat tinggal. Dalam kaitannya dengan prinsip keterjangkauan, penghuni harus dilindungi dengan perlengkapan yang layak ketika berhadapan dengan tingkat sewa yang tidak masuk akal atau kenaikan uang sewa. Di masyarakat, dimana bahan-bahan baku alam merupakan sumber daya utama bahan baku pembuatan rumah, Negara adalah pihak harus mengambil langkah-langkah untuk memastikan ketersediaan bahan baku tersebut. 4. Layak huni

(59)

5. Aksesibilitas

Tempat tinggal yang layak harus dapat diakses oleh semua orang yang berhak atasnya. Kelompok-kelompok yang kurang beruntung seperti halnya manula, anak-anak, penderita cacat fisik, penderita sakit stadium akhir, penderita HIV-positif, penderita sakit menahun, penderita cacat mental, korban bencana alam, penghuni kawasan rawan bencana, dan lain-lain harus diyakinkan mengenai standar prioritas untuk lingkungan tempat tinggal mereka.

6.. Lokasi

Tempat tinggal yang layak h

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 8.) menyatakan bahwa perlakuan tunggal Mikroba Pelarut Fosfat (MPF) dan interaksinya dengan bahan organik segar berpengaruh nyata

CHAPTER II REVIEW OF RELATED LITERATURE ... 2.2 Systemic Functional

Menilai mengenai manfaat Sistem Informasi yang digunakan UAJY dalam proses pendaftaran mahasiswa baru menjadi salah satu cara yang dapat dilakukan agar dapat bersaing

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Tingkat pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif di Puskesmas Ngampilan Yogyakarta tahun

Berdasarkan uraian diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah sikap masyarakat pengguna jasa layanan transportasi udara di Surabaya pasca pemberitaan

Mengacu pada uraian diatas, maka penelitian ini memberikan argumentasi bahwa maskapai penerbangan Lion Air merupakan salah satu bisnis jasa penerbangan dimana

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION PADA MATA PELAJARAN GAMBAR KONSTRUKSI BANGUNAN UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJA SISWA SMK NEGERI 1

Zombie.js runs on top of Node.js, uses JSDOM to provide a DOM API on top of any HTML document, and simulates browser-like functionalities with a simple API that you can use to