• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah psikologi pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "makalah psikologi pendidikan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Matematika sering dianggap sebagai ilmu yang hanya menekankan pada kemampuan berpikir logis dengan penyelesaian yang tunggal dan pasti. Hal ini yang menyebabkan matematika menjadi mata pelajaran yang ditakuti dan dijauhi siswa. Padahal, matematika dipelajari pada setiap jenjang pendidikan dan menjadi salah satu pengukur (indikator) keberhasilan siswa dalam menempuh suatu jenjang pendidikan, serta menjadi materi ujian untuk seleksi penerimaan menjadi tenaga kerja bidang tertentu. Melihat kondisi ini berarti matematika tidak hanya digunakan sebagai acuan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi tetapi juga digunakan dalam mendukung karier seseorang.

Tantangan masa depan yang selalu berubah sekaligus persaingan yang semakin ketat memerlukan keluaran pendidikan yang tidak hanya terampil dalam suatu bidang tetapi juga kreatif dalam mengembangkan bidang yang ditekuni. Hal tersebut perlu dimanifestasikan dalam setiap mata pelajaran di sekolah, termasuk matematika.

Dalam standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran matematika (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tanggal 23 mei 2006 tentang standar isi) telah disebutkan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama (Siswono, 2009: 1).

(2)

memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun makalah dengan judul: Intelegensi Intuitif dan Reflektif.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1. Apa pengertian intelegensi?

2. Apakah yang dimaksud intelegensi intuitif? 3. Apakah yang dimaksud intelegensi reflektif?

4. Apa perbedaan fungsi intelegensi intuitif dengan intelegensi reflektif?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengertian intelegensi.

2. Untuk mengetahui pengertian intelegensi intuitif. 3. Untuk mengetahui pengertian intelegensi reflektif.

4. Untuk memahami perbedaan intelegensi intuitif dan intelegensi reflektif.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Dapat menjadi bahan bacaan dan referensi untuk penulisan selanjutnya.

2. Dapat menambah wawasan penulis mengenai kecerdasan intuitif dan kecerdasan reflektif dalam pembelajaran matematika.

(3)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Inteligensi

Menurut Sandtrock (2010: 134), Intelegensi merupakan keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi pada, dan belajar dari, pengalaman hidup sehari-hari. Sejalan dengan pendapat tersebut, Woolfolk (2008) mengemukakan bahwa intelegensi adalah kemampuan atau berbagai kemampuan untuk mendapatkan dan menggunakan pengetahuan untuk menyelesaikan masalah dan beradaptasi dengan dunia.

Selanjutnya menurut Dewanti (1998: 3), kecerdasan/ intelegensi: kemampuan mengendalikan aktivitas-aktivitas dengan ciri-ciri sukar, kompleks, abstrak, ekonomis (tepat), bertujuan, bernilai sosial, dan menampakkan adanya keaslian, serta kemampuan untuk mempertahankan kegiatan-kegiatan seperti itu dalam kondisi yang memerlukan konsentrasi energi dan berlawanan dengan kekuatan-kekuatan emosional.

Menurut David Wechster (http://blog.unsri.ac.id) intelegensi adalah kemampuan bertindak secara terarah, berpikir secara rasional dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Menurut William Stern mengemukakan bahwa intelegensi adalah kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat berpikir yang sesuai dengan tujuannya.

Dari beberapa pendapat di atas, maka intelegensi dapat diartikan kemampuan menggunakan pengetahuan untuk menyelesaikan masalah dan menghadapi lingkungan secara efektif.

B. Inteligensi Intuitif

(4)

K

Berdasarkan Webster Dictionary (Christie, 2008), kecerdasan intuitif adalah kemampuan manusia untuk memperoleh pengetahuan langsung atau wawasan langsung tanpa melalui observasi atau penalaran terlebih dulu.

Dalam banyak hal ini dapat sepenuhnya berhasil tanpa kesadaran apapun dari proses- proses pikiran perantara yang bersangkutan; misalnya pada waktu membaca keras-keras, mengemudikan mobil, atau menjawab pertanyaan “16 x 25”.

Seorang penumpang yang masih belajar bertanya kepada kita mengapa kita memindahkan versnelling sebelum mencapai belokan tajam di jalan. Biarpun kita telah berbuat begitu “tanpa berpikir”, kita tidak kesulitan untuk menjelaskan alasan tersebut. Atau menjawab sesingkat “400” pada pertanyaan “16 x 25” yang mungkin ditanyakan kepada kita “Bagaimana anda melakukan hal itu begitu cepat?”. Dan setelah kita menguraikan cara kita (banyak pilihan) kita mungkin juga diminta untuk membenarkan sebuah pertanyaan yang dicari, meliputi sifat assosiatif dari perkalian.

C. Inteligensi Reflektif

Menurut Dewanti (1998: 4), berpikir reflektif merupakan kemampuan individu dalam menyeleksi pengetahuan (yang revelan dengan tujuan masalah) yang pernah diperoleh.

Proses-proses mental yang menyertai dalam berpikir reflektif adalah sebagai berikut:

(5)

Penerima-Penerima Penerima-Penerima

2) Interpretation– interpretasi terhadap hubungan-hubungan yang terdapatpada tujuan yang akan dicapai.

3) Selection-mengingat kembali dan memilih pengetahuan-pengetahuanyang sudah pernah diperoleh.

4) Insight-adanya pengertian individu tentang hubungan antara pengetahuan-pengetahuan dengan tujuan yang akan dicapai.

5) Creation-pembentukan pola-pola mental baru.

6) Criticism-penilaian terhadap kesanggupan menyelesaikan permasalahan. Langkah-langkah berpikir reflektif:

1) Individu merasakan adanya problem.

2) Individu melokalisasi/ memberi batasan kesukaran pemahaman terhadap problem. 3) Individu menemukan hubungan-hubungan (memformulasikan

hipotesis-hipotesis).

4) Individu mengevaluasi hipotesis-hipotesis.

5) Individu menerapkan cara pemecahan persoalan kemudian menyimpulkannya. Data diperlukan untuk menjawab semua dari pertanyaan yang akan datang, tidak dari lingkungan tetapi dari sistem-sistem konsep kita sendiri.

(6)

Penerima-Penerima

Sekali kita mampu berpikir untuk merefleksikan kesuatu tingkatan tertentu dengan skema-skema kita sendiri, langkah-langkah penting lebih lanjut dapat dilakukan. Kita dapat mengkomunikasikannya seperti dalam contoh sebelumnya. Kita dapat menyusun skema-skema baru. Seseorang yang sebelumnya tidak dapat mengerjakan 16 x 25, setelah dijelaskan bahwa empat kali duapuluh lima adalah seratus, tidak hanya akan dapat mengerjakan 16 X 25 dengan memikirkannya sebagai 4 x (4 x 25) yang sama dengan 4 x 100, tapi juga mengerjakan lain-lain perkalian seperti 24 x 25 dan bahkan 25 x 25. Jika ia dapat mengerjakan ini semua, itu menunjukkan bahwa dia telah mendapatkan sebuah skema sederhana dan tidak semata-mata hanya suatu jawaban atas pertanyaan tertentu.

Kita dapat mengganti skema-skema lama dengan skema-skema baru. Kita dapat membetulkan kesalahan-kesalahan di skema-skema yang ada. Jika kita bilang “saya tahu apa yang saya lakukan salah“. Ini tidak hanya berarti membayangkan cara kita yang ada tetapi juga penemuan bagian-bagian tertentu didalamnya yang menyebabkan kegagalan, diikuti perubahan yang mempertimbangkan pada bagian-bagian ini.

Kita hanya mampu membuat perubahan-perubahan yang mempertimbangkan skema-skema kita sebagai keseluruhan atau secara detail, masih belum diketahui. Namun karena kita nyata-nyata bisa berbuat begitu, maka diagram kita memerlukan penambahan lebih lanjut.

Di bawah ini beberapa contoh lehih lanjut yang meliputi aktivitas reflektif .

(7)

diabaikan, perkalian dikerjakan seperti biasa, kemudian baru koma desimalnya dimasukkan kembali dengan menghitung jumlah seluruh angka di belakang koma desimal (12 X 57 = 684 . 1,2 punya satu angka dibelakang koma desimal. 0,57 punya dua; jumlah tiga. Jadi kita masukkan kembali koma desimal pada hasilnya dan mendapat tiga angka di belakang koma desimal. Hasil 0,684). Aturan ini akan memungkinkan mendapatkan jawaban yang benar. Tetapi hal ini tidak berkaitan dengan pengertian yang ada padanya tentang arti cara menulis desimal. Untuk menjelaskan cara ini kita dapat menulis kembali desimal-desimal itu sebagai pecahan biasa: sama dengan menjumlah banyaknya tempat di belakang koma desimal.

Setelah semua itu dilakukan, kita dapat berbuat lebih lanjut dan memikirkan, cara mengkomunikasikannya. Kita dapat memutuskan yang lebih baik, di lain waktu, untuk menunjukkan lebih dahulu metode yang berarti sebelum menunjukkan (atau mendorong si pelajar untuk mencari) jalan pintas yang singkat. Demikianlah kita akan mereorganisasi skema kita guna mengkomunikasikan skema-skema untuk mengalikan desimal-desima1.

Suatu jenis yang mempunyai jangkauan yang panjang beserta kegiatan yang dipikirkan adalah menuju kearah penggeneralisasian matematis. Pada proses belajar pemakaian indeks, sebagai contoh secara jelas dapat kita bedakan dalam dua tahap. Sesudah menentukan cara penulisannya dengan contoh-contoh seperti:

(8)

Dari sini dan dengan contoh-contoh yang sama, si pelajar secara intuisi dapat membentuk skema umumnya sehingga ia dapat segera menulis:

a5 x a7 = a12, dan seterusnya

Dengan menggunakan cara-cara memanipulasi pecahan-pecahan aljabar yang sudah diketahuinya ia juga dapat membentuk skema untuk pembagian yang disimpulkan dari contoh-contoh seperti:

a5 a2 =

a x a x a x a x a

a x a

=

a x a x a

= a3

Demikian pula ia dapat segera menulis:

a15 a6 = a9 dan seterusnya

Sesudah membentuk dua skema yang bertalian ini. ia juga dapat merumuskannya yaitu dengan menyatakannya secara simbolik yang membentuk:

am x an = am+n

am an = am – n

Untuk m dan n mewakili dua bilangan cacah selain nol, dan di kasus kedua

m lebih besar dari n. Perumusan-perumusaan ini melepaskan cara-caranya sebagai kesatuan-kesatuan tersendiri. Pembatasannya adalah m dan n harus bi1angan-bilangan cacah, dan m lebih besar dari n, yang diharuskan oleh definisi dari a2, a3, ...;

Hal ini karena lambang-lambang seperti a0, a-2, a1/2 dalam hubungan dengan

definisi ini tidak mempunyai arti. Namun cara-caranya sekarang untuk sebagian sudah dilepaskan dari aslinya, dan pembatasannya yang mula-mula kelihatan benar dan pantas, sekarang jadi terbuka untuk bertanya. Dalam keadaan-keadaan bagaimanakah (1) diperbolehkan (2) menguntungkan, untuk membuang pembatasan-pembatasan ini?

Sebuah ukuran yang masuk akal untuk yang pertama ialah bahwa cara baru ini tidak akan menimbulkan ketidak selarasan denqan cara-cara yang telah dikenal; dan untuk yang kedua, bahwa membuang pembatasan-pembatasan aslinya, keuntungan-keuntungan cara menulis indeks-indeks dapat diperluas dengan bermanfaat dan berarti.

(9)

Metode

dan lain-lain. Dengan ini akan berarti sama untuk indeks negatif dan pecahan, serta pembatasan-pembatasan aslinya dapat dibuang. Kita katakan bahwa penulisannya serta cara kerjanya telah digeneralisasikan.

D. Perbedaan Inteligensi Intuitif dan Reflektif

Perbedaannya terletak pada dua cara berfungsinya intelegensi: intuitif dan reflektif. Pada tingkat intuitif, kita mengetahui akan data-data dari lingkungan luar melalui alat-alat penerima kita (contohnya penglihatan dan pendengaran); Data-data ini secara otomatis digolongkan dan dihubungkan dengan data-data lain, oleh struktur-struktur konseptual. Kita juga bisa tanggap terhadap lingkungan luar dengan menggunakan otot-otot saraf kita yang bekerja secara otomatis terhadap kerangka tubuh kita (suatu uraian yang meliputi: bicara dan menulis). Kegiatan ini sebagian besar dikontrol dan diarahkan oleh umpan balik keterangan-keterangan lebih lanjut tentang kemajuan dan hasilnya, juga lewat penerima-penerima luar kita.

(10)

Metode

Contoh-contoh yang baru Contoh-contoh yang asli

kesatuan dengan sendirinya, dan strukturnya dianalisis.

Struktur ini digunakan untuk menemukan jalan menggunakan metoda yang sama untuk contoh baru yang sama. Contoh yang asli tercakup di bidang metoda yang diperluas.

Proses generalisasi matematika yang telah diuraikan di atas, adalah suatu aktivitas yang kuat dan canggih. Canggih, karena melibatkan refleksi dalam bentuk metoda, sementara mengabaikan isinya. Kuat, karena membuat kemungkinan yang terkendali, terkontrol, dan akomodasi yang akurat dari skema yang telah ada, tidak hanya sebagai jawaban atas permintaan untuk asimilasi dari situasi baru sebagaimana mereka temukan, tetapi garis besar permintaan ini, mencari atau menciptakan yang baru untuk kecocokan perluasan konsep. Penggunaan kemampuan intuitif itu sebenarnya hanya permasalahan datang dan pergi yang sifatnya sementara dan tidak berupa susunan-susunan yang teratur.

Ini harus diakui bahwa lompatan intuitif adalah suatu pertanda dari generalisasi yang sengaja, mengusulkan secara langsung yang mungkin jika belum diselidiki. Kadang-kadang kemampuan intuitif ini bisa mengakibatkan seseorang jatuh/kepleset dalam melakukan analisis yang kritis. Kelemahan yang ditemukan adalah menggunakan intuitif akan mengalami gagasan-gagasan yang tidak konsisten sehingga membuat asimilasi yang benar untuk memunculkan prinsip yang mustahil.

Contoh yang nyata tentang bilangan. Bilangan yang ada pertama kali adalah bilangan asli. Sifat-sifat himpunan dari obyek diskrit (dan juga terbilang) dan metode untuk menjumlahkan dan mengurangi, mengalikan, membagi, dikembangkan selama berabad-abad, diajarkan pada dekade pertama demikian juga untuk anak-anak sesuai budaya mereka sendiri. Kemudian berkembang 'pecahan', 'bilangan negatif’, dan aturan yang diberikan sebagai cara yang benar untuk menambahkan dan mengurangi, mengalikan dan membagi.

(11)

seterusnya?. kita harus merumuskan sifat-sifat formal dari sistem bilangan asli. Dengan sistem bilangan asli kita mengartikan himpunan bilangan asli (terbilang), bersama-sama dengan operasi penambahan dan perkalian, sehingga setiap dua anggota dari himpunan dapat dikombinasikan (dalam satu cara atau cara lain) untuk mendapatkan anggota lain dalam himpunan. Dengan sifat-sifat formal maksudnya sifat-sifat yang tidak tergantung pada contoh yang kita pilih. Maka 12 + 9 = 21 dan 12 x 9 = 108 bukanlah sifat-sifat formal; tetapi 12 + 9 = 9 +12 dan 12 x 9= 9 x 12, meskipun tidak dinyatakan secara umum. Lima sifat formal dari sistem bilangan adalah:

a + b = b + a a x b = b x a a + (b + c) = (a + b) + c a x (b x c) = (a x b) x c

a x (b + c) = (a x b) + (a x c), di mana a, b dan c adalah bilangan asli

Meskipun demikian sistem bilangan terbilang (bilangan asli) kita adalah terbatas. Dengan bantuan unit-unit sistem ini dapat diperluas sehingga memungkinkan pengukuran objek selanjutnya; tetapi bilangan-bilangan yang ada tidak termasuk semua yang kita butuhkan dengan ukuran kurang dari satu unit. Sehingga diperkenalkan bilangan yang baru, berhubungan dengan satuan yang pecah. Tetapi terlalu dini untuk menyebut bilangan-bilangan sebelum kita menggeneralisasikan skema 'sistem bilangan', kita harus memenuhi syarat kegunaan dan konsistensi.

Yang dimaksud dengan konsistensi adalah kita harus menciptakan cara-cara : menambah dan mengalikan entity baru yang mempunyai 5 sifat formal yang sudah ditulis. Kegunaan berati bahwa hasil-hasil dari manipulasi tadi harus memberi tahu kita sesuatu yang kita perlu tahu sehubungan dengan obyek-obyek yang ditunjukkan dengan entities. Semua kebutuhan ini dipenuhi dengan membuat asimilasi dari sistem bilangan baru untuk keberadaan dan menggunakan skema yang bagus.

(12)

prosesnya bukan hasilnya, dan aktivitas refleksi pada sifat formal dari skema yang merupakan bagian dari proses generalisasi matematis, yang merupakan aktivitas paling maju dari kecerdasan/inteligensi reflektif.

Jika intelegensi yang nomor 2 yaitu reflektif merupakan sesuatu yang sangat penting dalam level pemikiran matematis maka yang menjadi pertanyaan pada usia berapa kemampuan itu muncul. Untuk menjawab pertanyaan ini kita merujuk pada pendapat Piaget yang mengatakan bahwa anak mampu mengembangkan kemampuan refleksi atas isi pada umur 7 – 11. Pada usia itu mereka mampu mengkrongkritkan gagasan-gagasan dalam bebagai cara seperti misalnya memutar balik sebuah pekerjaan meski dalam imajinasi, kemudian kembali pada awal pekerjaan, merunut lagi ke rantai yang paling awal. Pada usia itu mereka bisa mengetahui bentuk dari sebuah argumen secara independen terhadap sebuah pekerjaan hingga dia dewasa. Demikian pula mereka akan mendapati bahwa anak yang lebih muda tidak mampu membuat argumentasi terhadap hipotesis apabila hipotesis bertolak belakang dengan pengalamannya selama ini.

Suatu hipotesis yang masuk akal pada saat ini adalah bahwa pada situasi yang manapun yang penting, seorang pelajar dapat merumuskan gagasannya secara tegas, dan meyakinkannya dengan menunjukkan penurunannya secara logis dari lainnya dan gagasan yang berlaku umum, akan berlatih sehingga mengembangkan kemampuan refleksi pada schemata seseorang. Dengan kata lain, diskusi dan argumentasi bermanfaat untuk belajar.

(13)

beraksi sebagai guru berpikir bahwa para murid mereka akan diuji pada yang telah mereka pelajari. Pada akhir eksperimen mereka semua diuji ulang pada topik yang telah mereka pelajari selama eksperimen. Hasilnya dengan jelas menunjukkan keunggulan kelas yang pertama.

Komunikasi muncul sebagai salah satu dari pengaruh yang menyenangkan pada perkembangan intelegensi reflektif. Salah satunya adalah untuk menghubungkan gagasan dengan lambang; ini akan dipertimbangkan lebih jauh pada bab yang berikutnya. Yang lain adalah interaksi dari gagasan seseorang dengan orang lain. Diskusi intelektual memaksa seseorang untuk memperjelas gagasan dalam pikirannya sendiri, untuk menyatakan gagasannya tidak dalam keadaan salah mengerti, untuk menyatakan hubungan mereka dengan gagasan lain; dan juga, untuk memodifikasi mereka yang disisi lain kelemahannya ditemukan, berakhir dengan suatu struktur lebih kompak daripada sebelumnya. Tidak merasakan diserang pribadinya, terluka, atau dikalahkan ketika skema seseorang ditunjukkan mempunyai ketidaktepatan atau ketidak ajegan. Ini merupakan aspek lain dari status reflektif. Ini juga sangat bergantung pada situasi hubungan antar pribadi. Pertimbangan yang terakhir menyatakan bahwa hubungan dengan para guru mungkin merupakan ingatan jangka panjang yang penting (great long-term importance) dalam pengembangan inteligensi reflektif.

(14)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Intelegensi adalah kemampuan menggunakan pengetahuan untuk menyelesaikan masalah dan menghadapi lingkungan secara efektif.

2. Intelegensi intuitif adalah kemampuan manusia untuk memperoleh pengetahuan langsung atau wawasan langsung tanpa melalui observasi atau penalaran terlebih dulu.

3. Intelegensi reflektif adalah kemampuan individu dalam menyeleksi pengetahuan (yang revelan dengan tujuan masalah) yang pernah diperoleh.

4.

Perbedaan intelegensi intuitif dan reflektif adalah pada tingkat intuitif, kita mengetahui akan data-data dari lingkungan luar melalui alat-alat penerima kita (contohnya penglihatan dan pendengaran); Data-data ini secara otomatis digolongkan dan dihubungkan dengan data-data lain, oleh struktur-struktur konseptual sedangkan pada tingkat reflektif kita mampu berpikir untuk merefleksikan kesuatu tingkatan tertentu dengan skema-skema kita sendiri, langkah-langkah penting lebih lanjut dapat dilakukan, kita dapat menyusun skema-skema baru.

B. Saran

Berdasarkan pembahasan pada makalah ini, maka disarankan sebagai berikut: 1. Sebaiknya guru matematika mampu mengurangi ketergantungan pelajar padanya,

selalu membuat pelajarnya aktif.

(15)

cara menyajikan materi utnuk mengarahkan cara berpikir (intuitif dan reflektif) sehingga muridnya mampu, dan meningkatkan secara bertahap kemampuan analitiknya pada tingkatan dimana siswa tidak tergantung pada guru utnuk mencerna materi yang diberikan.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Kecerdasan Intuitif yang Luar Biasa (online). (http://inspirasiku-deblitar.blogspot.com, Diakses 5 Desember 2011).

Christie, Jamali Sahrodi Agatha. 2008. Mempertimbangkan Intuisi sebagai Sumber

Kebenaran (online). (http://www.scribd.com, Diakses 5 Desember 2011).

Dewanti, Sintha Sih. 1998. Implikasi dalam Pembelajaran Matematika (online). (http://www.scribd.com, Diakses 2 Desember 2011).

Santrock, John W. 2010. Psikologi Pendidikan Edisi kedua. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Siswono, Tatag Yuli Eko. 2009. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa

(online). (http://suaraguru.wordpress.com, Diakses 30 November 2011).

Referensi

Dokumen terkait

Pada tingkat ketiga ini, terdapat usaha dalam diri anak untuk menentukan nilai-nilai dan prinsip-prinsip moral yang memiliki validitas yang diwujudkan tanpa harus

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tes IQ untuk mengetahui tingkat intelegensi siswa serta tes motoreducability untuk mengetahui

Otak merupakan alat untuk memproses data tentang lingkungan internal dan eksternal tubuh yang diterima reseptor pada alat indera (seperti mata, telinga, kulit dan

motivasi belajar dan tingkat intelegensi siswa dan prestasi belajar siswa. Data ekstern adalah data yang diperoleh atau bersumber dari. luar instansi. 17 Data ekstern dibagi menjadi

Dalam melaksanakan kebijakan strategi yang dilakukan untuk lingkungan pendidikan langkah awal yang harus kita lakukan yaitu membuat suatu perencanaan

Perbedaan itu biasanya diketahui dengan tingkat tinggi rendahnya suara, perbedaan tingkat suara itu bisa kita ketahui dengan mengunakan alat Detektor Tingkat Kebisingan Suara.

• Siapa saya, yaitu bagaimana kita menilai keadaan pribadi seperti tingkat kecerdasan, status sosial ekonomi keluarga atau peran lingkungan sosial kita. • Saya

Dari kajian tersebut, diperoleh beberapa temuan antara lain: berpikir reflektif merupakan salah satu alat untuk mengembangkan berpikir tingkat tinggi; berpikir kritis merupakan