V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.4. Analisis Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi PMA Enam Provinsi di
Pertumbuhan sektor ekonomi PMA enam provinsi di Pulau Jawa dibagi
menjdi sembilan sektor, pembagian sektor tersebut telah dijelaskan sebelumnya
dalam pertumbuhan sektor ekonomi PMDN. Tabel 5.9 akan digambarkan
pertumbuhan sektor ekonomi PMA di enam provinsi di Pulau Jawa.
Tabel 5.9. Pertumbuhan Sektor-Sektor Ekonomi PMA Enam Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2001 dan 2005 (persentase)
Provinsi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 DKI Jakarta - 237,50 14,57 -100 316,82 34,03 2.000,50 122,83 322,51 Jawa Barat 186,49 566,25 94,31 - 12.255,16 -69,75 1.393,42 - 135,70 Jawa Timur 0,00 - 179,14 - - - - - - Jawa Tengah - 0,00 -62,49 - - -100 - - - DI Yogyakarta -100 - -63.20 - - 1.462,50 - - 0 Banten - - 1.927,03 - - -100 - - - Sumber : BKPM Pusat (diolah), 2005.
Provinsi Jawa Barat Merupakan provinsi yang memiliki pertumbuhan
sektor pertanian PMA paling besar dibandingkan provinsi lain di Pulau Jawa,
peningkatan tersebut sebesar 186,49 persen, pertumbuhan sektor pertanian paling
kecil ditempati oleh Provinsi DI Yogyakarta. Pertumbuhan sektor pertambangan
terbesar diduduki oleh Provinsi Jawa Barat sebesar 566,25 persen. Untuk
pertumbuhan sektor industri, Provinsi Banten memiliki pertumbuhan sektor
industri terbesar di Pulau Jawa sebesar 1.927,03 persen. Sedangkan Provinsi Jawa
tengah dan DI Yogyakarta memiliki pertumbuhan PMA sektor industri paling
kecil. Yang memiliki pertumbuhan sektor listrik, air dan gas hanya di Provinsi
DKI Jakarta dengan pertumbuhan yang menurun sebesar 100 persen.
Pertumbuhan sektor konstruksi paling tinggi diduduki oleh Provinsi Jawa Barat
Pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran terbesar diduduki
oleh Provinsi DI Yogyakarta denga pertumbuhan sebesar 1.462,50 persen.
Pertumbuhan sektor pengangkutan, gudang dan komunikasi terbesar diduduki
oleh Provinsi DKI Jakarta sebesar 2.000,50 persen. Pertumbuhan sektor real estate
paling besar dimiliki oleh Provinsi DKI Jakarta dengan peningkatan sebesar
122,83 persen. Pertumbuhan sektor jasa paling tinggi ditempati oleh Provinsi DKI
Jakarta dengan peningkatan pertumbuhan sebesar 322,51 persen.
5.4.1. Analisis Rasio Pertumbuhan Penanaman Modal Asing Enam Provinsi di Pulau Jawa dan Nasional Kurun Waktu 2001 dan 2005 (Nilai Ra, Ri, rw dan ri)
Nilai Ra dan Ri enam provinsi di Pulau Jawa pada kurun waktu 2001-2005 disajikan pada Lampiran 16. Dari hasil olahan kondisi PMA nasional mengalami
pertumbuhan yang meningkat, pertumbuhan PMA ini lebih besar dibandingkan
dengan pertumbuhan PMDN. Pertumbuhan PMA nasional pada kurun waktu ini
sebesar 64 persen.
Pertumbuhan PMA nasional pada periode 2001-2005 didorong oleh
pertumbuhan Ri yang lebih baik. Dibandingkan pertumbuhan Ri PMDN yang memiliki pertumbuhan negatif atau menurun di dua sektor yaitu sektor
Perdagangan, hotel dan restoran dan sektor real estate, kawasan industri dan
perkantoran, pada pertumbuhan PMA hanya sektor listrik gas dan air yang
memiliki nilai negatif yaitu sebesar -0.10 atau menurun sebesar 10 persen. Sektor
yang memiliki nilai Ri terbesar dengan nilai yang yang sangat tinggi adalah sektor real estate, kawasan industri dan perkantoran yaitu sebesar 277,77 atau 27777,18
sektor real estate, kawasan industri dan perkantoran yang negatif. Pada kurun
waktu 2001-2005 ternyata sektor yang memiliki nilai Ri PMDN dan PMA tertinggi berbeda. Pada PMDN nilai Ri tertinggi berada di sektor tambang, sedangkan untuk PMA nilai tertinggi berada di sektor real estate, kawasan industri
dan perkantoran.
Sama seperti nilai PMDN, pertumbuhan antar provinsi periode 2001-2005
berbeda satu sama lain. Pertumbuhan PMA enam provinsi di Pulau Jawa
seluruhnya berada diatas pertumbuhan PMA nasional, kecuali untuk provinsi
Jawa Tengah yang memiliki pertumbuhan yang menurun. Hal ini dapat dilihat
pada nilai rw setiap provinsi di kurun waktu 2001-2005 pada Tabel 5.10, jika dibandingkan dengan pertumbuhan PMA secara nasional sebesar 64 persen.
Dapat dilihat pada Tabel 5.10, yang memiliki nilai rw tertinggi adalah Provinsi DKI Jakarta sebesar 3,49 atau meningkat sebesar 349 persen. Provinsi ini
mengalami pertumbuhan positif di setiap sektornya kecuali sektor listrik, air dan
gas. Sektor yang memberikan kontribusi nilai rw terbesar berada di sektor pengangkutan, gudang dan komunikasi yaitu sebesar 20,01 atau 2001 persen.
Sektor ini mengalami peningkatan dari US$ 98,67 milyar pada tahun 2001
Tabel 5.10. Nilai ri dan rw PMA Enam Provinsi di Pulau Jawa pada Kurun Waktu 2001 dan 2005 Nilai ri dan rw Dki Jakarta Jawa Barat Jawa Timur Jawa Tengah DI Yogyakarta Banten r pertanian - 1,86 0,00 - -1,00 - r pertambangan 2,38 5,66 - 0,00 - - r perindustrian 0,15 0,94 1,79 -0,62 -0,63 19,27
r listrik, gas dan air -1,00 - - - - -
r konstruksi 3,17 122,55 - - - -
r perdagangan, hotel dan
restoran 0,34 -0,70 - -1,00 14,63 -1,00
r pengangkutan, gudang &
komunikasi 20,01 13,93 - - - -
r real estate, kawasan industri
& perkantoran 1,23 0,00 - - - -
r jasa 3,23 1,36 - - 0,00 - rw 3,49 1,27 3,47 -0,63 2,45 3,17
Sumber : BKPM Pusat (diolah), 2005
Keterangan : tanda- menunjukkan tidak adanya investasi
Pada nilai rw PMDN, Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi yang mengalami pertumbuhan paling tinggi, untuk PMA Provinsi Jawa timur berada di
posisi keempat dengan laju pertumbuhan PMA sebesar 3,47 atau sebesar 347
persen, Provinsi Jawa Timur masih mengandalkan sektor industrinya dalam PMA
sama seperti PMDN, terbukti dengan nilai r industri yang tumbuh sebesar 1,79 atau naik sebesar 179 persen. Nilai rw terkecil berada pada Provinsi Jawa Tengah sebesar -0.63 atau menurun sebesar 63 persen. Penurunan nilai rw ini disebabkan oleh kecilnya pertumbuhan sektor ekonomi provinsi tersebut, khususnya sektor
industri.
Pertumbuhan PMA nasional meningkat 63,86 persen, dengan nilai Ra 0,64. Pertumbuhan ini tidak merata di enam provinsi pulau Jawa, diantaranya lima
provinsi memiliki pertumbuhan PMA lebih besar dibandingkan dengan
pertumbuhan Ra PMA nasional provinsi tersebut adalah : DKI Jakarta (348,62 persen), Jawa Timur (347,03 persen), Banten (317,00 persen), DI Yogyakarta
(245,31), Jawa Barat (127,46 persen). Sedangkan provinsi yang memiliki
pertumbuhan paling kecil dibandingkan dengan pertumbuhan PMA nasional
adalah Provinsi Jawa Tengah (-63,43 persen). Hal ini dapat dilihat lebih jelas pada
Tabel 5.10.
Provinsi di Pulau Jawa selalu memiliki pertumbuhan PMA dan PMDN
lebih besar dari pertumbuhan PMA dan PMDN nasional (rw>Ra) kecuali untuk Jawa Tengah dan DKI Jakarta, yang memiliki pertumbuhan PMDN dibawah
pertumbuhan PMDN nasional, dan Provinsi DI Yogyakarta yang memiliki
pertumbuhan PMA kurang dari pertumbuhan PMA nasional. Jika dilihat dari nilai
rw, pertumbuhan PMA provinsi di Pulau Jawa ternyata memiliki peningkatan
yang sangat tinggi dibandingkan dengan Pertumbuhan Nasionalnya. Hal ini
membuktikan minat investor asing untuk menanamkan modalnya di wilayah
Indonesia termasuk provinsi-provinsi di Pulau Jawa cukup baik.
5.4.2. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah.
Pertumbuhan Nasional (PN) enam provinsi di Pulau Jawa pada kurun
waktu 2001-2005 disajikan pada (Tabel 5.11). Pada tabel ini dapat dilihat
Pertumbuhan Nasional dari enam provinsi yang dianalisis, provinsi Banten
memiliki nilai PN terkecil yaitu sebesar US$ 161,15 juta. Hal ini menunjukkan
bahwa Provinsi Banten sebagai wilayah yang baru menjadi provinsi, Banten
belum mampu untuk membuat sebuah kebijakan investasi regional yang dapat
meningkatkan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi yang direalisasikan. Selain itu,
oleh kecilnya pertumbuhan nasional disetiap sektor yang ada di provinsi ini,
termasuk pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor
industri, walaupun tidak memiliki pertumbuhan yang negatif, provinsi ini hanya
memberikan kontribusi investasi yang kedua sektor yang telah disebutkan.
Provinsi yang memiliki kontribusi terbesar dalam pembentukkan
Pertumbuhan Nasional PMA adalah Provinsi Jawa Barat. Sektor industri
merupakan sektor unggulan Provinsi Jawa Barat dengan peningkatan sebesar US$
669,60 juta, sehingga menjadi kontribusi paling besar dibanding dengan sektor
lain di Provinsi Jawa Barat.
Tabel 5.11. Komponen Pertumbuhan Nasional (PN) PMA Enam Provinsi di Pulau Jawa Kurun Waktu 2001 dan 2005 (ribu US$)
Nilai PN Dki Jakarta Jawa Barat Jawa Timur Jawa Tengah DI Yogyakarta Banten PN pertanian - 2.432,19 0,00 - 128,38 - PN pertambangan 4.654,21 412,86 - 0,00 - - PN perindustrian 87.118,14 587.661,95 348,80 34.563,90 887,04 33,15
PN listrik, gas dan air 49.088,00 - - - - -
PN konstruksi 65.265,47 1.581,18 - - - -
PN perdagangan, hotel dan restoran 157.481,73 75.187,33 - 1.385,60 256,00 128,00 PN pengangkutan, gudang &
komunikasi 63.152,58 1.361,92 - - - - PN real estate, kawasan industri &
perkantoran 140,74 0,00 - - - -
PN jasa 39.575,68 965,25 - - 0,00 - PN.j 466.476,54 669.602,69 348,80 35.949,50 1.271,42 161,15
Persen 64,00 64,00 64,00 64,00 64,00 64,00 Sumber: BKPM Pusat (diolah), 2005
Keterangan : tanda- menunjukkan tidak adanya investasi
Dilihat dari pertumbuhan sektornya, maka pertumbuhan nasional sektor
PMA yang memberikan kontribusi terbesar di Pulau Jawa adalah sektor industri
dari nilai realisasi investasi Provinsi Jawa Barat, peningkatan sektor tersebut
pertumbuhan nasional PMA terkecil adalah sektor yang tidak memiliki nilai
realisasi, dalam Tabel 5.11 di tunjukkan dengan tanda (-) yang menunjukkan tidak
adanya investasi dan masing-masing provinsi di Pulau Jawa memiliki sektor
ekonomi yang nilai realisasinya tidak ada.
Tabel 5.12 menjelaskan pertumbuhan proporsional di Pulau Jawa, dari
enam provinsi yang dianalisis pada tahun 2001-2005. Lima provinsi diantaranya
memiliki nilai Pertumbuhan Proporsional positif (PP>0) kecuali nilai
Pertumbuhan Proporsional Banten. Nilai PP yang negatif menunjukkan
pertumbuhan sektor ekonomi yang lamban.
Tabel 5.12. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) PMA Enam Provinsi di Pulau Jawa Kurun waktu 2001 dan 2005 (dalam ribu US$)
Nilai PP Dki Jakarta Jawa Barat Jawa Timur Jawa Tengah DI Yogyakarta Banten PP pertanian - 38,00 0,00 - 2,01 - PP pertambangan 1.454,44 129,02 - 0,00 - - PP perindustrian 29.946,86 202.008,80 119,90 11.881,34 304,92 11,40
PP listrik, gas dan air -56.758,00 - - - - -
PP konstruksi 713.841,10 17.294,20 - - - - PP perdagangan, hotel dan
restoran -46.752,39 -22.321,24 - -411,35 -76,00 -38,00 PP pengangkutan, gudang &
komunikasi -53.284,99 -1.149,12 - - - - PP real estate, kawasan industri
& perkantoran 60.940,89 0.00 - - - -
PP jasa 137.278.14 3.348,20 - 11.469,99 0,00 -
PP.j 786.666,06 199.347,87 119,90 22.939,98 230,93 -26,60
Persen 108,02 20,05 23,00 21,42 12,62 -9,57 Sumber: BKPM Pusat (diolah), 2005
Keterangan : tanda- menunjukkan tidak adanya investasi
Provinsi yang memiliki pertumbuhan sektor ekonomi paling cepat adalah
DKI Jakarta yakni sebesar US$ 787,66 juta atau meningkat sebesar 108,02 persen.
Cepatnya pertumbuhan sektor ekonomi PMA di Provinsi DKI Jakarta sangat
pembangunan sektor ekonomi di Provinsi DKI Jakarta sangat membutuhkan
modal yang besar terutama di sektor konstruksi, yang dapat mewujudkan proyek
pembangunan sektor yang ditawarkan pemerintah Provinsi DKI Jakarta hanya
investor asing, merekalah yang mampu mendanai proses realisasi investasi
tersebut. Alasan tersebutlah yang menjadikan pertumbuhan PMA DKI Jakarta
lebih tinggi dibandingkan PMDN.
Provinsi di Pulau Jawa yang memiliki nilai PP negatif (PP<0) adalah
provinsi Banten, artinya provinsi tersebut memiliki pertumbuhan sektor ekonomi
yang lambat. Adapun sektor ekonomi yang mempengaruhi lambatnya
Pertumbuhan Proporsional Provinsi Banten adalah sektor perdagangan, hotel dan
restoran yang mengalami penurunan sebesar US$ 38 juta.
Pertumbuhan sektoral PMA di Pulau Jawa yang tercepat adalah sektor
konstruksi, provinsi yang memiliki pertumbuhan cepat disektor ini adalah
Provinsi DKI Jakarta. Sektor yang memiliki pertumbuhan lamban di Pulau Jawa
adalah sektor listrik, air dan gas yang mengalami penurunan sebesar US$ 56,75
juta, provinsi yang memiliki pertumbuhan lamban di sektor ini adalah Provinsi
DKI Jakarta.
Komponen Pertumbuhan Pangsa wilayah (PPW) enam provinsi di Pulau
Jawa kurun waktu 2001-2005 disajikan pada Tabel 5.13. Pada tabel ini dapat
dilihat enam provinsi yang dianalisis selama kurun waktu 2001-2005, yang
menunjukkan bahwa terdapat lima provinsi yang mampu bersaing atau memiliki
Banten, dan DI Yogyakarta. Sementara itu Provinsi Jawa Tengah memiliki nilai
PPW negatif (PPW<0).
Tabel 5.13. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) PMA Enam Provinsi di Pulau Jawa pada Kurun Waktu 2001 dan 2005 (dalam ribu US$)
Nilai PPW Dki Jakarta Jawa Barat
Jawa
Timur Jawa Tengah DI
Yogyakarta Banten
PPW pertanian - 4.598,36 0,00 - -330,99 -
PPW pertambangan 11.199,19 3.109,38 - 0,00 - -
PPW perindustrian -96.646,69 73.457,74 506,85 -79.929,03 -2.065,14 953,64
PPW listrik, gas dan air -69.030,00 - - - - -
PPW konstruksi -455.838,53 283.896,65 - - - - PPW perdagangan, hotel dan
restoran -27.067,17
-135.102,23 - -3.139,25 5.672,00 -290,00 PPW pengangkutan, gudang &
komunikasi 1.964.637,17 29.430,24 - - - - PPW real estate, kawasan
industri & perkantoran -60.811,15 0,00 - - - - PPW jasa 22,879.69 -2.262,30 - - 0,00 -
PPW.j 1.289.322,51 257.127,85 506,85 -83.068,28 3.275,87 663,64
Persen 688,70 24,88 93,14 -148,36 668,03 342,99 Sumber: BKPM Pusat (diolah), 2005
Keterangan : tanda- menunjukkan tidak adanya investasi
Provinsi yang memiliki daya saing paling baik adalah DKI Jakarta yakni
688,70 persen atau sebesar US$ 1,28 milyar. Berbeda dengan nilai Pertumbuhan
Pangsa Wilayah PMDN DKI Jakarta yang menempati posisi keempat,
kemampuan Pertumbuhan Pangsa Wilayah PMA Provinsi DKI Jakarta dalam
bersaing dengan wilayah lainnya didorong oleh kemampuan bersaing setiap
sektor ekonominya. Selain itu, provinsi DKI Jakarta memiliki akses internasional
berupa bandara, pelabuhan serta fasilitas-faslitas publik lainnya, hal ini yang
membuat investor asing tertarik menanamkan modalnya di provinsi DKI Jakarta.
Nilai Pertumbuhan Pangsa Wilayah PMA paling rendah adalah Provinsi
Jawa Tengah yang memiliki penurunan PPW sebesar US$ 83,06 juta, buruknya
seluruh sektor ekonominya termasuk sektor industri. Kurangnya akses pasar di
Provinsi Jawa Tengah, juga merupakan salah satu penyebab menurunnya
pertumbuhan investasi di provinsi ini.
Sektor yang paling mampu berdaya saing sektor PMA yang paling baik di
enam provinsi Pulau Jawa pada kurun waktu 2001-2005 adalah sektor
pengangkutan, gudang dan komunikasi, Provinsi yang memiliki daya saing yang
paling baik di sektor ini adalah Provinsi DKI Jakarta dengan peningkatan sebesar
US$ 1,96 milyar. Sektor yang tidak mampu berdaya saing dengan baik adalah
sektor konstruksi, provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi yang tidak mampu
berdaya saing di sektor ini.
5.4.3. Profil Pertumbuhan Wilayah
Posisi relatif pertumbuhan ekonomi antar provinsi di Pulau Jawa pada
kurun waktu 2001-2005 disajikan pada (Tabel 5.14). Pada tabel ini dapat dilihat
bahwa terdapat lima provinsi yang tumbuh maju yaitu Provinsi DKI Jakarta
dengan pertumbuhan bersih sebesar US$ 5,8 milyar atau naik sebesar 796,72
persen, Provinsi Jawa Barat memiliki pertumbuhan bersih sebesar US$ 470,08
juta atau naik sebesar 44,93 persen, Provinsi DI Yoyakarta memiliki pertumbuhan
bersih US$ 13,52 juta atau naik sebesar 680,65 persen, Provinsi Banten memiliki
pertumbuhan bersih sebesar US$ 839,57 ribu atau naik sebesar 333,43 persen dan
Provinsi Jawa Timur dengan nilai pertumbuhan bersih sebesar US$ 632,95 ribu.
pertumbuhan bersih yang menurun sebesar US$ 71,30 juta atau menurun sebesar
126,94 persen.
Tabel 5.14. Pertumbuhan PMA Antar Provinsi di Pulau Jawa Pada Kurun Waktu 2001 dan 2005
Propinsi PP.j Persen PPW.j persen PB.j persen
DKI Jakarta 786.666,06 107,93 1.289.322,51 176,89 2.075.988,56 284,82 Jawa Barat 199.347,87 19,05 257.127,85 24,58 470.084,45 44,93 Jawa Timur 119,90 22,00 506,85 93,00 632,95 116,14 Jawa Tengah 11.469,99 20,42 -83.068,28 -147,88 -7.589,29 -13,51 DI Yogyakarta 230,93 11,62 3.275,87 164,90 3.506,80 176,52 Banten -26,60 -10,57 663,64 263,56 839,57 252,99 Sumber : BKPM pusat (diolah), 2005
Dibandingkan dengan PMDN maka terdapat perubahan komposisi pada
pertumbuhan bersih enam provinsi di Pulau Jawa dalam analisis PMA. Beberapa
daerah yang memiliki pertumbuhan bersih PMDN yang maju adalah Provinsi
Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta dan Banten, sedangkan
daerah yang memiliki pertumbuhan PMDN lambat adalah DI Yogyakarta,
lambatnya pertumbuhan provinsi ini terutama sekali dipengaruhi oleh lambatnya
Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) di sektor industri dan sektor pengangkutan,
gudang dan komunikasi. Hal ini dapat dilihat dari nilai PPW yang negatif seperti
yang ditunjukkan pada Tabel 5.5. Buruknya daya saing provinsi ini disebabkan
buruknya daya saing sektor-sektor ekonomi yang ada di propinsi ini. Di sisi lain
ada beberapa provinsi yang pertumbuhan PMDN lambat, tetapi memiliki
pertumbuhan PMA yang cepat yaitu Provinsi DI Yogyakarta, sedangkan Provinsi
Jawa Tengah memiliki pertumbuhan PMDN yang maju, tapi mengalami
Secara lebih jelas pada Gambar 5.2 disajikan profil pertumbuhan PMA di
enam provinsi Pulau Jawa pada kurun waktu 2001-2005. Cara yang efektif untuk
mengevaluasi pertumbuhan PMA setiap provinsi di Pulau Jawa dengan
mengekpresikan nilai persentase komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)
sebagai sumbu absis,dan persentase Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) sebagai
sumbu ordinat. DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Timur Jawa Tengah DI Yogyakarta Banten pp ppw DKI Jakarta Jaw a Barat Jaw a Timur Jaw a Tengah DI Yogyakarta Banten
Gambar 5.2. Profil Pertumbuhan PMA Enam Provinsi di Pulau Jawa pada Kurun Waktu 2001 dan 2005.
Profil pertumbuhan enam propinsi di Pulau Jawa pada kurun waktu
2001-2005 dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok yaitu:
a. Kuadran I
Pada kuadran ini Pertumbuhan Proposional (PP) dan Pertumbuhan Pangsa
Wilayah (PPW) bernilai positif (PP>0 dan PPW>0). Hal ini menunjukkan
provinsi yang ada di kuadran ini mempunyai pertumbuhan PMA yang cepat
dan memiliki daya saing yang baik terhadap provinsi di Pulau Jawa. Provinsi
Provinsi pada kurun waktu 2001-2005 yang berada di kuadran ini adalah
Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah
dan Banten.
b. Kuadran II
Pada kudran ini Pertumbuhan Proporsional bernilai positif (PP>0), tetapi
Pertumbuhan pangsa Wilayahnya bernilai negatif (PPW<0). Hal ini
menunjukkan bahwa provinsi yang berada di kuadran ini mempunyai
pertumbuhan sektor PMA yang cepat, tetapi daya saingnya lemah jika
dibandingkan dengan provinsi yang lain. Provinsi yang berada di kuadran ini
adalah Provinsi Jawa Tengah. Pada Kuadran II dan IV terdapat garis miring
yang membentuk sudut 450 dan memotong kuadran tersebut, Provinsi Jawa
Tengah berada di bawah garis perpotongan kudran tersebut, ini berarti
Provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi yang memiliki pertumbuhan
PMAnya lambat.
c. Kuadran IV
Menunjukkan bahwa sektor-sektor investasi pada wilayah yang bersangkutan
memiliki pertumbuhan yang lambat (PP<0), tetapi daya saing wilayah untuk
sektor-sektor tersebut baik, jika dibandingkan dengan wilayah lainnya
5.5. Perbandingan Pertumbuhan PMA dan PMDN Dengan Penelitian