1.1. Latar Belakang
Penanaman modal atau investasi memiliki peranan yang sangat penting
dalam pembangunan nasional. Selain itu investasi sangat diperlukan untuk
menunjang pertumbuhan ekonomi maupun perluasan tenaga kerja. Investasi atau
penanaman modal dapat masuk apabila di wilayah tersebut para pelaku ekonomi
merasa aman dalam melakukan aktivitas. Oleh karenanya, stabilitas ekonomi
merupakan salah satu prasyarat untuk membangun dan menggerakan roda
perekonomian (BPS, 2003).
Penanaman modal atau investasi dapat dibagi menjadi dua yaitu
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA).
Di Indonesia, perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun
Penanaman Modal asing (PMA) memiliki kencenderungan berfluktuasi dari tahun
1997 sampai dengan tahun 2005 sesuai dengan data yang disajikan pada Tabel
1.1. Nilai realisasi PMA pada tahun 1997 mengalami peningkatan, yaitu
mencapai US$ 33,66 milyar, berbeda dengan perkembangan setelahnya yaitu pada
tahun 1998 nilai persetujuan investasi mengalami penurunan menjadi US$ 13,63
milyar. Nilai tersebut turun drastis akibat krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia.
Perkembangan perekonomian dunia juga tidak mendukung peningkatan arus
investasi asing, karena secara umum krisis ekonomi melanda hampir di seluruh
negara-negara di dunia. Pada masa pasca krisis sebenarnya Indonesia mulai
mendapatkan kepercayaan memulihkan perekonomian seiring dengan
kelesuan akibat krisis multidimensi ini tidak dapat dimanfaatkan oleh Indonesia
dengan baik. Kestabilan keamanan, hukum dan politik pada dunia usaha masih
sulit untuk dicapai. Berbagai aksi bom dan isu politik akibat adanya proses
transisi menuju demokrasi masih menjadi pemicu goncangan ekonomi, yang
meyebabkan sulitnya pemulihan kepercayaan dunia luar untuk menanamkan
modalnya di Indonesia.
Tabel 1.1. Perkembangan Persetujuan PMA dan PMDN Indonesia Tahun 1997-2005
Sumber: Data Base BKPM (diolah), 2005
Karakteristik PMDN tidak jauh berbeda dengan PMA, secara umum
pertumbuhan investasi PMDN di Indonesia selama kurun waktu 1997-2005
memiliki kencenderungan semakin menurun. Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat
bahwa pada tahun 1997 nilai persetujuan PMDN naik pesat sebesar Rp.
119,32 milyar dan semakin menurun sepanjang tahunnya, sampai pada tahun 2005
nilai persetujuan PMDN semakin mengalami penurunan, walaupun di tahun 2003
dan 2004 sempat mengalami peningkatan walaupun sedikit. Seharusnya sekitar
tahun 2000 ke atas nilai investasi mengalami pertumbuhan yang signifikan seperti
pada tahun sebelum krisis ekonomi. Namun adanya Peraturan Pemerintah nomor
25 tahun 2000 tentang kewenang setiap provinsi dalam mengatur penanaman
Persetujuan
TAHUN PMA (ribu US$) PMDN (juta rupiah)
1997 33.665.223,70 119.320.456,50 1998 13.635.114,00 57.999.234,20 1999 10.894.002,30 53.930.389,80 2000 16.020.000,80 95.400.111,30 2001 10.185.121,50 58.856.590,60 2002 9.928.334,90 25.111.876,30 2003 14.045.331,90 50.406.195,90 2004 10.432.009,70 9.580.445,30 2005 9.914.665,70 27.443.367,30
modalnya baik PMA dan PMDN, tidak mampu mempermudah jalur birokrasi
investasi. Nilai investasi PMA dan PMDN sejak tahun 2000 justru semakin
mengalami penurunan nilai yang semakin besar. Nilai investasi PMA terendah
terjadi pada tahun 2005 dan nilai investasi PMDN terendah terjadi pada tahun
2004.
Karakteristik dan potensi sektor-sektor investasi wilayah sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan investasi nasional.
Petumbuhan sektor-sektor ekonomi yang cepat pada gilirannya akan berdampak
pada cepatnya pertumbuhan wilayah, demikian pula sebaliknya. Pada
kenyataannya, pertumbuhan investasi di wilayah Indonesia tidak merata, hal ini
dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Distribusi Realisasi PMA dan PMDN Menurut Pulau di Indonesia Tahun 2004 (persen) Pulau PMA PMDN Sumatera 3,6 2,6 Jawa 91,4 89,1 Bali 0,0 2,8 Nusa Tenggara 0,0 0,0 Kalimantan 0,0 5,2 Sulawesi 5,0 0,3 Maluku 0,0 0,0 Papua 0,0 0,0 TOTAL 100 100
Sumber : Data Base BKPM, 2004 (diolah)
Berdasarkan Tabel 1.2 Pulau Jawa mendominasi nilai investasi baik PMA
maupun PMDN, dapat dilihat dari nilai distribusi PMA dan PMDN yang hampir
bernilai 100 persen, Pulau Jawa menempati peringkat pertama dalam realisasi
PMA yaitu sebesar 91,4 persen, sedangkan untuk distribusi realisasi PMDN Pulau
sangat nyata antara nilai realisasi di Pulau Jawa dengan nilai realisasi di luar
Pulau Jawa, berdasarkan data diatas terbukti bahwa Pulau Jawa merupakan salah
satu pulau yang memberikan kontribusi PMA dan PMDN terbesar untuk
Indonesia. Salah satu faktor yang menjadikan pertumbuhan investasi antar
wilayah di Indonesia tidak merata adalah kinerja pemerintah daerah. Selain itu
juga dipengaruhi oleh faktor perbedaan potensi, karakteristik wilayah,
infrastruktur, kondisi keamanan, distribusi pemasaran produk dan sumber daya
baik alam maupun manusia yang termasuk penghambat pemerataan penanaman
modal antar propinsi di Indonesia.
Pulau Jawa sebagai salah satu pulau yang memiliki pertumbuhan investasi
tinggi dibandingkan pulau lain dan merupakan salah satu sasaran penanaman
modal bagi para investor asing maupun dalam negeri. Hal inilah yang menjadi
daya tarik penelitian, sehingga fokus penelitian dilakukan pada pertumbuhan
investasi di Pulau jawa. Tingginya tingkat investasi di Pulau Jawa yang ternyata
tidak diimbangi dengan kemerataan pertumbuhan investasi di enam provinsi
tersebut, yaitu Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten Jawa Tengah, Jawa
Timur dan DI Yogyakarta. Tabel 1.3 akan menunjukkan ketidakmerataan
pertumbuhan investasi enam provinsi di Pulau Jawa.
Tabel 1.3. Nilai Realisasi PMA dan PMDN Enam Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2005
Provinsi PMA (ribu US$) PMDN (juta Rp)
DKI Jakarta 3.269.824,50 1.653.869,40 Jawa Barat 2.379.793,80 2.996.439,20 Jawa Timur 2.436,30 2.276.806,70 Jawa Tengah 20.540,00 903.900,50 DI Yogyakarta 6.860,00 18.525,50 Banten 1.050,00 29.500,00 Sumber : BKPM Pusat, 2005
Berdasarkan Tabel 1.3 dapat dilihat, investasi PMA dan PMDN hanya
terfokus di tiga provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur, dengan
nilai realisasi lebih tinggi dibandingkan provinsi lain di Pulau Jawa. Ketiga
provinsi tersebut merupakan penyumbang investasi terbesar di Pulau Jawa.
Metode analisis shift share akan menunjukkan seberapa besar pertumbuhan investasi yang ada di enam provinsi Pulau Jawa, serta penentuan kebijakan yang
dapat meningkatkan nilai investasi di masing-masing provinsi tersebut. Kebijakan
investasi yang akurat diharapkan dapat menyebabkan investasi atau penanaman
modal baik di dalam negeri maupun luar negri meningkat dan kesenjangan
pertumbuhan investasi antar provinsi di Pulau Jawa menurun.
1.2. Perumusan Masalah
Salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan suatu wilayah dapat
dilihat dari pertumbuhan investasinya. Laju pertumbuhan investasi enam provinsi
di Pulau Jawa terus mengalami penurunan seiring dengan krisis ekonomi yang
dialami perekonomian nasional. Pada tahun 1998, jika dilihat berdasarkan
perkembangan investasi PMA dan PMDN yang direalisasikan di Pulau Jawa,
tahun 1997-2005 nilai investasi mengalami penurunan (Tabel 1.4). Seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya, perkembangan realisasi PMDN di Indonesia
mengalami kemajuan yang pesat di tahun 1997 dan sejak krisis ekonomi tahun
1998 perkembangan investasi Indonesia mengalami penurunam. Demikian pula
keadaan investasi di Pulau Jawa tahun 1997, pertumbuhan investasi bernilai
Keadaan investasi mulai normal kembali pada tahun 2003, Pulau Jawa mengalami
peningkatan PMA sebesar US$ 2,44 milyar, meskipun nilainya tidak sebesar
penanaman modal tahun sebelumnya, setidaknya dapat membuktikan bahwa
investor asing kembali percaya pada kondisi perekonomian, politik serta
keamanan di Indonesia khususnya di Pulau Jawa, peningkatan PMA tidak selalu
diikuti dengan peningkatan nilai PMDN yang cenderung menurun sampai
semenjak terjadinya krisis dari kisaran nilai Rp 3,56 triliun di tahun 2000 dan
kembali menurun tajam di angka Rp 690,57 milyar pada tahun 2002, hai ini
menurun secara signifikan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya di
tahun 1997 dengan nilai investasi sebesar Rp14,20 triliun, seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 1.4.
Tabel 1.4. Perkembangan Nilai Realisasi Investasi PMA dan PMDN di Pulau Jawa Tahun 1997-2005
Tahun PMA (ribu US$) PMDN(juta Rp)
1997 10.453.656,40 14.201.901,20 1998 1.291.410,30 1.730.367,70 1999 1.829.425,90 2.566.361,90 2000 2.101.462,70 3.560.804,70 2001 1.086.517,50 4.555.663,40 2002 529.881,00 690.575,10 2003 2.440.259,30 1.537.478,80 2004 567.998,70 745.456,10 2005 5.680.503,50 8.283.668,70 Sumber : BKPM Pusat, 2005
Sektor yang mendominasi investasi di pulau jawa dari ketiga sektor yang
ada adalah sektor sekunder. Industri yang mengelola barang mentah atau barang
setengah jadi menjadi barang jadi seperti industri makanan, tekstil, alat angkutan,
alat kedokteran, industri non logam dan lain-lain. Hal ini dapat dilihat pada Tabel
hanya Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta yang memiliki nilai realisasi di ketiga
sektor tersebut. Hal ini membuktikan adanya ketidakmerataan sektor ekonomi
yang akan berdampak pada laju pertumbuhan investasi.
Tabel 1.5. Perkembangan Nilai Investasi PMA dan PMDN yang Direlisasikan Menurut Sektor Enam Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2005
PMA (ribu US$)
Provinsi Sektor Primer Sektor Sekunder Sektor Tersier Jawa Barat 15.185,50 1.784.178,00 580.430,30 DKI Jakarta 24.544,00 62.900,20 3.088.315,20 Banten - 1.250,00 - Jawa Timur 915,00 1.521,30 - Jawa Tengah 283,00 20.257,00 - DI Yogyakarta - 510,00 16.250,00 PMDN (juta Rp)
Provinsi Sektor Primer Sektor Sekunder Sektor Tersier Jawa Barat 22.504,70 2.762.140,70 211.793,80 DKI Jakarta 1.324.648,20 1.268.353,00 385.516,50 Banten - 29.500,00 - Jawa Timur - 2.276.806,70 - Jawa Tengah - 903.900,50 - DI Yogyakarta - 18.525,50 - Sumber : BKPM Pusat, 2005
Berdasarkan uraian diatas, yang menjadi permasalahan dalam penelitian
ini adalah :
1. Bagaimana laju pertumbuhan investasi enam provinsi di Pulau Jawa jika
dibandingkan dengan laju pertumbuhan investasi nasional, pada periode
2001-2005?
2. Bagaimana pertumbuhan investasi enam provinsi dan sektor-sektor
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan, yaitu :
1. Menganalisis laju pertumbuhan investasi enam provinsi di Pulau Jawa,
jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan investasi nasional pada
periode 2001-2005.
2. Menganalisis pertumbuhan investasi enam provinsi serta sektor-sektor
ekonomi yang diinvestasikan di Pulau Jawa pada periode 2001-2005.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan
bagi pemerintah dalam merumuskan serta merencanakan arah kebijakan
pembangunan perinvestasiaan di enam provinsi di Pulau Jawa, khususnya pada
semua sektor investasi. Selain itu, dapat dijadikan sebagai salah satu rujukan atau
literatur mengenai pengaplikasian analisis shift share dalam rangka melihat
pertumbuhan sektor ekonomi yang diinvestasikan di wilayah Indonesia.
Akhirnya hasil penelitian ini diharapkan juga dapat memperkaya pustaka yang
berkaitan dengan kajian terhadap perubahan investasi di enam provinsi di Pulau
Jawa, sehingga dapat digunakan sebagai bahan masukan dan informasi bagi
mahasiswa untuk penelitian selanjutnya.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini terbatas pada enam provinsi yang ada di Pulau Jawa pada
tahun 2001 dan 2005. Alasan pemilihan dua titik tahun tersebut, karena pada
tahun tersebut Indonesia berada pada proses pemulihan ekonomi akibat krisis
2001 dan 2005 tidak terlalu jauh, sehingga peneliti dapat melihat
kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi pertumbuhan investasi dalan jangka pendek.
Adanya perubahan laju pertumbuhan investasi antar sektor-sektor perekonomian
pada enam provinsi di Pulau Jawa telah mengakibatkan kontribusi masing-masing
sektor-sektor perekonomian mengalami pergeseran pada struktur perekonomian
nasional.
Alat analisis yang digunakan adalah Metode Analisis Shift Share yang menganalisis data pada dua titik waktu tertentu di suatu wilayah dengan bantuan
Software Microsoft Excell. Berdasarkan hasil analisis Shift Share akan dapat diketahui pertumbuhan investasi pada sektor-sektor perekonomian disuatu
wilayah, baik dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya maupun wilayah
diatasnya. Selain itu, analisis Shift Share juga dapat membandingkan pertumbuhan suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Analisis pada penelitian ini
menggunakan data realisasi PMA dan PMDN per sektor enam provinsi di Pulau