• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

4. Analisis Data

Penelitian yang dilakukan supaya mendapat hasil yang maksimal, maka sangat penting dilakukan analisis bahan hukum karena dengan analisis bahan hukum merupakan proses menyusun bahan hukum agar bahan hukum dapat ditafsirkan.53 Untuk menganalisa permasalahan yang diangkat pada penelitian ini, selain mengambil rujukan dari putusan Mahkamah Agung, juga diselaraskan dengan peraturan hukum yang terkait dengan permasalahan mengenai kasus perlindungan Hukum Bagi Pemenang lelang dengan memakai metode kualitatif.54 Metode ini tidak dapat dipisahkan dengan pendekatan masalah, spesifikasi penelitian, dan jenis bahan hukum yang dikumpulkan dalam penelitian yang dilakukan. Metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan bahan hukum deskriptif berupa kata - kata tertulis.55

53Dadang Kahmad, MetodePenelitian Agama, (Pustaka Setia, Bandung, 2000), hal.102

54Lexy J.Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hal. 101

55Ibid, hal. 3

Analisis yang dilakukan dengan cara analisis kualitatif yaitu analisis yang mempergunakan aspek-aspek normatif (yuridis) melalui metode yang bersifat deskriptif analisis yang menguraikan gambaran dari bahan hukum yang diperoleh dan menghubungkan satu sama lain untuk mendapatkan suatu kesimpulan umum. Dari hasil analisis tersebut akan ditarik kesimpulan deduktif, yaitu cara berpikir yang mengambil kesimpulan berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat umum kemudian ke khusus, fakta tersebut yaitu hasil putusan hakim yang dianalisa dalam kasus yang diangkat.

BAB II

KEKUATAN HUKUM PELAKSANAAN LELANG TERHADAP PIHAK KREDITOR DEBITOR DAN PIHAK KETIGA SEBAGAI PEMENANG

LELANG YANG BERITIKAD BAIK

A. Pengertian Umum, Jenis dan Asas Hukum Lelang di Indonesia 1. Pengertian Umum Lelang

Lelang dikenal sejak tahun 1908 dengan dikeluarkannya Vendu Reglement (Peraturan Lelang Stb 1908 Nomor 189) dan Vendu Instructie (Instruksi Lelang Stb 1908 Nomor 190).56 Istilah lelang berasal dari bahasa Belanda, yaitu vendu, sedangkan dalam bahasa Inggris, disebut dengan istilah auction. Istilah lainnya merupakan terjemahan dari bahasa Belanda openbare verkooping, openbare veiling, atau openbare verkopingen, yang berarti “lelang” atau “penjualan dimuka umum”.57

Lelang atau Penjualan dimuka umum merupakan suatu penjualan barang yang dilakukan didepan khalayak ramai dimana harga barang - barang yang ditawarkan kepada pembeli setiap saat semakin meningkat.58 Selain itu, Pasal 1 Vendu Reglement (VR) yang merupakan aturan pokok lelang yang dibawa oleh Belanda menyebutkan: “penjualan umum (lelang) merupakan penjualan barang-barang yang dilakukan kepada umum dengan penawaran harga yang meningkat atau dengan pemasukan harga dalam sampul tertutup, atau kepada orang-orang yang diundang atau sebelumnya diberitahu mengenai pelelangan atau penjualan itu, atau diizinkan untuk ikut-serta, dan diberi kesempatan untuk menawar harga,

56I Made Ssoewandi, Op.Cit., hal. 39

57 Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Rajawali Pers, Bandung, 2016, hal. 239

58Ibid

menyetujui harga yang ditawarkan atau memasukkan harga dalam sampul tertutup”.

Vendu Reglement Stbl tahun 1908 Nomor 189 diubah dengan Stbl 1940 Nomor 56 yang masih berlaku saat ini sebagai dasar hukum lelang, menyebutkan

“Penjualan umum (openbare verkoopingen verstaan veilingen en verkoopingen van zaken, welke in het openbaar bij ophod, of slag of inschrijying worden gehouden of waarbij aan duartoe genoodiglen of tevoren met de veiling of verkoopingen toegelaten personen gelegenheid wordt gegeven om te beiden, temijnen of in te schrijven.59 Terjemahan dalam peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia menyebutkan penjualan umum merupakan pelelangan atau penjualan benda yang dilakukan kepada umum dengan harga penawaran yang meningkat atau menurun atau dengan pemasukan harga dalam sampul tertutup atau kepada orang-orang yang diundangkan atau sebelumnya diberitahu mengenai pelalangan atau penjualan itu, atau diizinkan untuk ikut serta dan diberi kesempatan untuk menawar harga, menyetujui harga yang ditawarkan atau memasukkan harga dalam sampul tertutup.

Secara yuridis istilah lelang sebagai “penjualan dimuka umum”

dipergunakan dalam peraturan lelang sebagaimana termuat dalam Vendu Reglement tanggal 28 Februari 1908 Staatsblad 1908 Nomor 189, yang berlaku sejak 1 April 1908. Ketentuan dalam Pasal 1 Vendu Reglement memberikan batasan pengertian penjualan dimuka umum adalah Pelelangan atau penjualan barang-barang yang dilakukan kepada umum dengan penawaran harga yang

59 Purnama Tiora Sianturi, Perlindungan Hukum terhadap Pembelian Barang Jaminan Tidak Bergerak Melalui Lelang, (Mandar Maju, Bandung, 2013), hal. 51

meningkat atau menurun atau dengan pemasukan harga dalam sampul tertutup, atau kepada orang-orang yang diundang atau sebelumnya diberi tahu mengenai pelelangan atau penjualan itu, atau diizinkan untuk ikut serta, dan diberi kesempatan untuk menawar harga, menyetujui harga yang ditawarkan atau memasukkan harga dalam sampul tertutup.60

Secara yuridis pengertian “lelang” dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 1 angka 17 UU. No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2000, yang menyatakan bahwa “lelang” adalah setiap penjualan barang dimuka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli.

Menurut Yahya Harahap yang dimaksud dengan penjualan di muka umum atau yang biasanya disebut dengan lelang adalah pelelangan dan penjualan barang yang diadakan di muka umum dengan penawaran harga yang makin meningkat, dengan persetujuan harga yang makin meningkat, atau dengan pendaftaran harga, atau dimana orang orang yang diundang atau sebelumnya sudah diberi tahu tentang pelelangan atau penjualan, atau kesempatan yang diberikan kepada orang-orang yang berlelang atau yang membeli untuk menawar harga, menyetujui harga atau mendaftarkan.61

Berdasarkan penjelasan lelang tersebut di atas, secara garis besar lelang dapat definisikan sebagai berikut:

a. Cara penjualan yang dilakukan pada waktu dan tempat yang telah ditentukan

60Rachmadi Usman, Hukum Lelang, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hal. 20-21

61 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, hal. 115

b. Dilakukan di depan umum yaitu dengan cara mengumumkannya untuk mengumpulkan peminta/peserta lelang;

c. Dilaksanakan dengan cara penawaran harga yang khusus, yaitu dengan cara penawaran harga secara lisan atau tertulis yang bersifat kompetitif;

d. Peserta yang mengajukan penawaran tertinggi akan dinyatakan sebagai pemenang.62

Pengaturan lelang saat ini banyak dijumpai lembaga-lembaga yang bergerak dibidang lelang yang merupakan bentuk khusus dari penjualan barang di muka umum yang telah diakui oleh peraturan perundang-undangan. Peraturan mengenai lelang terbagi 2 (dua) macam, yaitu peraturan umum dan peraturan khusus yang mana antara lain:

e. Peraturan umum, merupakan peraturan perundang-undangan yang tidak secara khusus mengatur lelang, tetapi ada beberapa pasal didalamnya yang mengatur lelang

1) KUHPerdata Stbl. 1847/23 antara lain Pasal 389, 395, 1139 (1), 1149 (1).

2) Rbg (Reglement Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura) Stbl.

1927/227 Pasal 206-228.

3) RIB/HIR (Reglement Indonesia yang Diperbaharui) Stbl. 1941/44 Pasal 195-208.

4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana Pasal 45 dan 273.

62 Wildan Suyuthi, Sita Eksekusi: Praktek Kejurusitaan Pengadilan, (Tatanusa, Jakarta, 2004), hal. 43-44

5) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 6.

6) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

7) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

8) Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

9) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.63

f. Peraturan Khusus mengenai lelang merupakan Peraturan Perundang-undangan yang secara khusus mengatur mengenai lelang, antara lain:

1) Vendu Reglement (Peraturan Lelang) Stbl 1908:198 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Stbl 1941. Vendu Reglement mulai berlaku pada tanggal 1 April 1908, merupakan peraturan yang mengatur prinsip-prinsip pokok tentang lelang. Bentuk peraturan ini reglement bukan ordonansi yang dianggap sederajat dengan undang-undang, karena pada saat pembuatannya belum dibentuk volksraad (Dewan Rakyat).

2) Vendu Instructie merupakan (instruksi lelang) Staatsblaad 1908:190 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakHIR dengan Staatsblaad 1930:85.

3) Vendu Instructie merupakan ketentuan-ketentuan yang melaksanakan Vendu Reglement.

63Purnama Tioria Siantur, Op.Cit, hal. 49

4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 Perubahan Atas Peraturan Menteri KeuanganNomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang;

5) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 27 /PMK.06/2016 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.64

2. Jenis dan Asas-Asas Lelang

Jenis lelang dibedakan berdasarkan sebab barang dijual dan penjual dalam hubungannya dengan barang yang akan dilelang, dibedakan antara Lelang Eksekusi dan Lelang Non Eksekusi, antara lain:

a. Lelang eksekusi

Lelang eksekusi merupakan lelang untuk melaksanakan putusan atau penetapan pengadilan, dokumen-dokumen lain yang dipersamakan dengan itu, dan/atau melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan., dipersamakan dengan itu, dalam rangka membantu penegakan hukum, antara lain: Lelang Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), Lelang Eksekusi Pengadilan, Lelang Eksekusi Pajak, Lelang Eksekusi Harta Pailit, Lelang Eksekusi Pasal 6 Undang-undang Hak Tanggungan (UUHT), Lelang Eksekusi dikuasai/tidak dikuasai Bea Cukai lelang Eksekusi Barang Sitaan Pasal 45 Kitab Undang-undang Acara Hukum Pidana (KUHAP), Lelang Eksekusi Barang Rampasan, Lelang Eksekusi Barang Temuan, Lelang Eksekusi Fidusia, Lelang Eksekusi Gadai.65

1) Lelang Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN)

64Ibid.

65Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27 /Pmk.06/2016, Op. Cit, Pasal 1 angka 4

Lelang Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) adalah pelayanan lelang yang diberikan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN)/

Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) dalam rangka proses penyelesaian pengurusan piutang negara atas barang jaminan/sitaan milik penanggung hutang yang tidak membayar hutangnya kepada negara berdasarkan UU No. 49 tahun 1960 Tentang Panitia Pengurusan Piutang Negara. Lelang benda yang berasal dari sitaan yang dilakukan oleh BUPN yaitu hasil lelang dari benda- benda jaminan si debitor kepada badan pemerintah atau kepada BUMN atau kepada BUMD, dan sebagainya.

2) Lelang Eksekusi Pengadilan Negeri

Lelang eksekusi Pengadilan Negeri (PN)/ Pengadilan Agama (PA) adalah lelang yang diminta oleh panitera PN/PA untuk melaksanakan keputusan hakim pengadilan yang telah berkekuatan pasti, khususnya dalam rangka perdata, termasuk lelang hak tanggungan, yang oleh pemegang hak tanggungan telah diminta fiat (persetujuan resmi) eksekusi kepada ketua pengadilan.66

3) Lelang Eksekusi Pajak (Pajak Pemerintah Pusat/Daerah)

Lelang sita pajak adalah lelang atas sitaan pajak sebagai tindak lanjut penagihan piutang pajak terhadap negara baik pajak pusat maupun pajak daerah. Dasar hukum dari pelaksaan lelang ini adalah Undang-Undang No.

19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Dalam praktek, lelang sita pajak lebih sering semacam shock therapy bagi para

66Purnama T. Sianturi, Op.Cit, hal. 57

wajib pajak, agar mereka segera membayar pajak tunggakan yang terhutang. Lelang dari benda sitaan pajak, yaitu harta kekayaaan wajib pajak yang disita oleh juru sita pajak, kemudian dilelang, hasilnya digunakan untuk melunasi pajak yang terutang dan disetor dalam kas negara, sedangkan lebihnya harus dikembalikan kepada wajib pajak.

Lelang eksekusi pajak ini tetap dapat dilaksanakan tanpa dihadiri oleh penanggung pajak.67

4) Lelang Eksekusi Harta Pailit

Lelang eksekusi harta pailit adalah Lelang yang dilakukan oleh pejabat lelang kelas I atas perintah putusan Pengadilan Niaga yang dinyatakan Pailit, dalam hal adanya gugatan terhadap suatu Badan Hukum (termasuk Perseroan) dimana debitor tidak dapat membayar utang-utangnya terhadap kreditor.

5) Lelang Eksekusi Barang temuan, sitaan, dan rampasan kejaksaan/penyidik Lelang barang temuan adalah barang-barang yang ditemukan oleh penyidik dan telah diumumkan dalam jangka waktu tertentu tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya. Barang temuan kebanyakan berupa hasil hutan yang disita oleh penyidik tetapi tidak ditemukan tersangkanya dan telah diumumkan secara patut, tetapi tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya. Lelang barang sitaan adalah lelang terhadap barang-barang yang disita sebagai barang bukti sitaan perkara pidana yang karena pertimbangan sifatnya cepat rusak, busuk, dan berbahaya atau biaya

67Marihot Pahala Siahaan, Hukum Pajak Formal, (Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010), hal.

138

penyimpanannya terlalu tinggi, dijual mendahului keputusan pengadilan berdasarkan pasal 45 Kitab Undang-Undang Acara Pidana setelah mendapatkan izin dari ketua pengadilan tempat perkara berlangsung. Uang hasil lelang dipergunakan sebagai bukti dalam perkara. Lelang barang rampasan adalah Lelang benda yang berasal dari rampasan suatu perkara pidana dan lelang benda rampasan itu hasilnya disetorkan pada kas negara sebagai hasil penerimaan APBN.

6) Lelang Eksekusi Jaminan Fidusia

Lelang eksekusi jaminan fidusia adalah lelang terhadap objek fidusia karena debitor cedera janji atau wanprestasi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Dalam hal ini kreditor tidak perlu meminta fiat (persetujuan resmi) eksekusi dari Ketua Pengadilan Negeri apabila akan menjual secara lelang barang jaminan kredit yang diikat fidusia, jika debitor cedera janji atau wanprestasi.68

7) Lelang Eksekusi Barang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Lelang eksekusi barang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (barang tak bertuan) dapat diadakan terhadap barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai Negara dan barang yang menjadi milik Negara yang merupakan pengelompokan menurut Direktorat Bea dan Cukai. Lelang barang tak bertuan dimaksudkan untuk menyebut lelang yang dilakukan

68Ibid., hal. 60

terhadap barang yang dalam jangka waktu yang ditentukan tidak dibayar bea masuknya.

b. Lelang Non Eksekusi

1) Lelang Non Eksekusi Wajib merupakan Lelang untuk melaksanakan penjualan barang yang oleh peraturan perundang-undangan diharuskan dijual secara lelang sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara atau barang Milik Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D) yang oleh peraturan perundang-undangan diwajibkan untuk dijual secara lelang termasuk kayu dan hasil hutan lainnya dari tangan pertama.69

2) Lelang Sukarela

Lelang sukarela adalah Lelang atas Barang milik swasta, perorangan atau badan hukum/badan usaha yang dilelang secara sukarela.70

Secara normatif sebenarnya tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur asas lelang, namun apabila dicermati klausul-klausul dalam peraturan perundang-undangan dibidang lelang dapat ditemukan asas lelang dimaksud.

Asas-asas lelang dimaksud antara lain asas keterbukaan (transparansi), asas persaingan (competition), asas keadilan, asas kepastian hukum, asas efisiensi, dan asas akuntabilitas.71

Asas keterbukaan menghendaki agar seluruh lapisan masyarakat mengetahui adanya rencana lelang dan mempunyai kesempatan yang sama untuk mengikuti lelang sepanjang tidak dilarang leh undang-undang. Oleh karena itu,

69Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27 /Pmk.06/2016, Op. Cit, Pasal 1 angka 5

70Ibid, Pasal 1 angka 6

71Rachmadi Usman, Op.Cit.,hal. 25

setiap pelaksanaan lelang harus didahului dengan pengumuman lelang. Asas ini juga untuk mencegah terjadi praktik persaingan usaha tidak sehat, dan tidak memberikan kesempatan adanya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).72

Asas persaingan mengandung makna bahwa dalam proses pelaksanaan lelang setiap peserta atau penawar diberikan kesempatan yang sama untuk bersaing dalam mengajukan penawaran harga tertinggi atau setidaknya mencapai dan/atau melampaui nilai limit dari barang yang akan dilelang dan ditetapkan oleh penjual atau pemilik barang. Pada dasarnya penawar tertinggi dari barang yang akan dilelang disahkan oleh Pejabat Lelang sebagai pembeli lelang.

Asas keadilan mengandung pengertian bahwa dalam proses pelaksanaan lelang harus dapat memenuhi rasa keadilan secara proporsional bagi setiap pihak yang berkepentingan. Asas ini untuk mencegah terjadinya keberpihakan Pejabat Lelang kepada peserta lelang tertentu atau berpihak hanya pada kepentingan penjual. Khusus pada pelaksanaan lelang eksekusi, penjual tidak boleh menentukan harga limit secara sewenang-wenang yang berakibat merugikan pihak tereksekusi.73

Asas kepastian hukum menghendaki agar lelang yang telah dilaksanakan menjamin adanya perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan lelang. Setiap pelaksanaan lelang dibuat Risalah Lelang oleh Pejabat Lelang yang merupakan akta autentik. Risalah Lelang digunakan penjual atau pemilik barang, pembeli, dan Pejabat Lelang untuk mempertahankan dan melaksanakan hak dan kewajibannya.74

72Ibid.

73Ibid.

74Ibid. hal. 25-26

Asas efisiensi akan menjamin pelaksanaan lelang dilakukan dengan cepat dan biaya yang relatif murah karena lelang dilakukan pada tempat dan waktu yang telah ditentukan dan pembeli disahkan pada saat itu juga.75

Asas akuntabilitas menghendaki agar lelang yang dilaksanakan oleh Pejabat Lelang dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak yang berkepentingan. Pertanggungjawaban pejabat lelang meliputi administrasi lelang dan pengelolaan uang lelang.76

Sampai saat ini di Indonesia penjualan secara lelang masih terkesan hanya sebagai sarana untuk melaksanakan keputusan dan eksekusi, baik yang berdasarkan peraturan perundang-undangan maupun keputusan instansi/PUPN.

Padahal lelang eksekusi dan penjualan barang milik pemerintah tersebut hanya merupakan salah satu jenis lelang dari sekian banyak lelang yang ada.77

Lelang memiliki beberapa fungsi dalam pelaksanaanya, yaitu fungsi privat dan fungsi publik. Fungsi Privat lelang yaitu lelang mempertemukan pembeli dan Penjual dimana kegiatan tersebut merupakan institusi pasar.78 Ada beberapa fungsi publik lelang yaitu:

a. Pengamanan aset yang dimiliki atau dikuasai oleh Negara untuk meningkatkan efisiensi dan tertib administrasi pengelolaannya;

b. Mendukung badan-badan peradilan dalam mewujudkan fungsi peradilan dengan pelayanan Penjualan barang yang mencerminkan keadilan, keamanan, dan kepastian hukum karena itu semua Penjualan eksekusi eks sita pengadilan,

75Ibid.

76Ibid.

77Purnama Tioria Sianturi, Op.Cit., hal. 62

78 Wildan Suyuthi, Sita dan Eksekusi Praktek Kejurusitaan Pengadilan, Tatanusa,, Jakarta, 2004, hal. 45

Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), Kejaksaan dan sebagainya harus dilakukan secara lelang;

c. Mengumpulkan penerimaan Negara dalam bentuk bea lelang dan uang miskin.79

3. Kewajiban dan Kewenangan Pejabat Lelang

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa setiap penjualan barang secara lelang harus dilakukan oleh dan/atau dihadapan Pejabat Lelang. Istilah Pejabat Lelang tersebut merupakan terjemahan dari kata vendumeester atau auctioneer, yang juga dapat diartikan “Juru Lelang”.80

Menurut Pasal 1 angka 14 Peraturan Menteri Nomor 27 /PMK.06/2016 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, yang dimaksud dengan Pejabat Lelang adalah orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan diberi wewenang khusus untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang”. Artinya “Pejabat Lelang” atau “Juru Lelang” adalah orang yang diberi wewenang khusus oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang berdasarkan peraturan perundang-undangan.81

Istilah Juru Lelang jarang dipakai oleh para vendumeester, hal ini dapat dimengerti, mengingat para vendumeester kelas II umumnya dijabat oleh Notaris, Bupati atau Walikota, dan Sekretaris Daerah. Apalagi untuk Notaris yang merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), disebut sebagai

“Pejabat”. Padahal fungsi PPAT dan vendumeester adalah sama. Sejak tahun

79Ibid

80Rachmadi Usman, Op.Cit., hal. 34

81Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27 /PMK.06/2016 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Pasal 1 angka 14

1983, seluruh vendumeester kelas II dijabat oleh para kepala seksi dari Direktorat Jenderal Pajak, lebih-lebih sekarang persyaratan vendumeester minimal berijazah sarjana, sehingga istilah vendumeester diterjemahkan menjadi Pejabat Lelang. Hal ini terbukti, saat ini para vendumeester mencantumkan jabatannya sebagai Pejabat Lelang dalam Risalah Lelang yang dibuatnya.82

Sesuai dengan Pasal 1a Vendu Reglement dan Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27 /PMK.06/2016 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, maka setiap pelaksanaan lelang harus dilakukan oleh dan/atau dihadapan Pejabat Lelang, artinya pelaksanaan lelang tidak boleh dilakukan selain oleh dan/atau dihadapan Pejabat Lelang. Apabila ketentuan ini dilanggar, maka akan didenda maksimal sepuluh gulden dan perbuatan pidananya dipandang sebagai pelanggaran. Apabila perbuatan pelanggaran ketentuan dalam Pasal 1a Vendu Reglement dilakukan oleh suatu badan hukum, maka tuntutan pidana akan diajukan dan hukuman akan dijatuhkan terhadap anggota pengurusnya yang ada di Indonesia atau jika anggotanya itu tidak ada maka terhadap wakil-wakil badan hukum itu di Indonesia. Ketentuan dimaksud berlaku juga terhadap badan-badan hukum yang bertindak sebagai pengurus atau sebagai wakil badan hukum lain.83

Pelaksanaan lelang yang tidak sesuai dengan Vendu Reglement dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27 /PMK.06/2016 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang dianggap tidak sah atau dapat dibatalkan, karena setiap pelaksanaan lelang harus dilakukan oleh dan/atau dihadapan Pejabat Lelang.

82Rachmadi Usman, Op.Cit., hal. 34-35

83Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27 /PMK.06/2016, Op.Cit., Pasal 2

Ancaman kebatalan pelaksanaan lelang yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam Vendu Reglement dan Peraturan Menteri Keuangan.

Bab V Kep Menkeu No. 305/KMK.01/2002, sebagaimana diubah dengan Kep Menkeu No. 451/KMK.01/2002 jo Kep DJPLN No. 36/PL/2002, diatur hal-hal berikut :

1) Wewenang pejabat lelang

Berdasarkan Pasal 16 Kep Menkeu dimaksud, telah dideskripsi wewenang pejabat lelang, yang terdiri dari

a. Menegur atau mengeluarkan peserta atau pengunjung lelang apabila melanggar tata pengunjung lelang apabila melanggar tata tertib b. Menghentikan pelaksanaan lelang untuk sementara waktu c. Mengesahkan atau membatalkan surat penawaran lelang d. Mengesahkan pembeli lelang

e. Membatalkan pembeli lelang yang wanprestasi.84 2) Hak pejabat lelang

Pasal 17 Kep Menkeu mengatur hak pejabat lelang, menurut Pasal 17 tersebut pejabat lelang mempunyai hak yang terdiri dari:

a. meminta kelengkapan berkas persyaratan lelang

b. Menolak melaksanakan lelang karena tidak yakin akan kebenaran formil berkas persyaratan lelang.

c. Melihat barang yang akan dilelang

d. Meminta bantuan aparat keamanan apabila diperlukan

84M. Yahya Harahap, Op.Cit., hal. 122-123

e. Memberikan kuasa kepada pihak lain dalam hal terjadi kekosongan khusus bagi Pejabat lelang Kls II yang berkedudukan

3) Kewajiban pejabat lelang

Pasal 18 Kep Menkeu membedakan kewajiban pejabat lelang Kls I dan II a) Kewajiban pelajat lelang Kls I

(1) Menyetorkan uang hasil lelang yang diterima dari pembeli ke bendaharawan penerima/rekening Kantor PPLN

(2) Membuat dan menandatangani risalah lelang

(3) Membuat laporan pelaksana lelang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(4) Mematuhi laporan pelaksanaan lelang yang berlaku.

b) Kewajiban Pejabat Lelang Kelas II

(1) Meminta uang hasil lelang kepada pembeli

(1) Meminta uang hasil lelang kepada pembeli

Dokumen terkait